Beranda / Rumah Tangga / Pengantin Sang Mafia / bab 5 malam yang panjang

Share

bab 5 malam yang panjang

Penulis: Rianaputri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 10:52:28

Gerald melangkah maju dengan langkah mantap, aura dominasi yang dingin terasa memenuhi ruangan. Tubuh tegapnya kini berdiri tepat di depan Alesha, membayangi tubuh gadis itu yang duduk di tepi ranjang. Tatapannya tajam, menancap lurus pada wajah Alesha, seperti predator yang mengamati mangsanya.

"Keluar," perintah Gerald dengan suara rendah namun tegas kepada pelayan yang masih berdiri di sudut ruangan. Tak perlu ucapan kedua, pelayan itu segera menunduk dalam-dalam dan pergi terburu-buru, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang mencekam.

Pintu tertutup dengan suara keras, menggema di kamar yang tiba-tiba terasa begitu sempit. Gerald tidak mengatakan apa-apa saat ia menundukkan tubuhnya, wajahnya kini hanya sejengkal dari Alesha.

Dengan gerakan cepat dan kasar, tangannya mencengkeram dagu gadis itu, memaksa wajahnya terangkat untuk menatap langsung ke matanya. Jemarinya mencengkeram kuat, membuat Alesha sedikit meringis, namun ekspresinya tetap tenang.

"Dengar baik-baik, Alesha," desis Gerald, suaranya rendah namun penuh ancaman yang dingin. "Kau mungkin merasa dirimu hanya pengganti, tapi di mata dunia, kau adalah istriku sekarang. Istri Gerald Dominic Lancaster. Jangan pernah berbuat sesuatu yang membuatku malu, atau aku akan memastikan kau membayar mahal untuk itu."

Alesha tetap diam sejenak, membiarkan cengkeraman itu menyakitinya. Namun, bukannya menunjukkan rasa takut, gadis itu justru mengeluarkan tawa kecil yang terdengar sinis. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis, penuh ironi.

"Membuatmu malu?" balas Alesha dengan nada dingin. "Tenang saja, Tuan Gerald. Aku tidak sebodoh itu untuk mengundang masalah. Tapi apakah kau tidak berpikir, mempermalukanmu juga berarti mempermalukan diriku sendiri?"

Gerald tertegun sejenak, matanya menyipit saat menatap gadis itu. Dia mengharapkan air mata, ketakutan, bahkan permohonan. Namun yang dia dapatkan adalah keberanian yang tidak seharusnya ada.

"Keberanianmu terlalu besar untuk seseorang sepertimu, Alesha," ucapnya dengan nada rendah yang mengancam, bibirnya melengkung membentuk senyum dingin. "Kau mungkin berpikir bisa bermain-main denganku, tapi aku bukan pria yang bisa kau lawan. Jika kau terus memancingku, aku tidak akan segan-segan menghancurkanmu hingga kau menyesali setiap kata yang keluar dari mulutmu."

"Melawan?" tanya Alesha sambil tersenyum tipis, tatapannya tetap menusuk. "Apa aku terlihat seperti seseorang yang melawan? Tidak, Tuan Gerald. Aku hanya seorang gadis malang yang dipaksa menikah dengan pria kejam sepertimu. Takut? Untuk apa? Kau tidak akan melepaskanku, kan?"

Cengkeraman Gerald semakin kuat, napasnya terdengar berat, menandakan amarah yang mulai membakar di dalam dirinya. "Jangan terlalu percaya diri, Alesha. Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi. Aku bisa menghancurkanmu dengan mudah, dan aku tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya."

Gerald melepaskan cengkeramannya dengan kasar, hampir mendorong wajah Alesha ke belakang. Napasnya sedikit berat, amarahnya terasa seperti bara api yang mengintip dari balik tatapannya. Dia melangkah mundur, menatap Alesha dari atas ke bawah dengan ekspresi dingin.

"Kau akan belajar, Alesha," katanya akhirnya, suaranya terdengar rendah namun menusuk. "Belajar bahwa aku tidak bermain-main. Dan ketika kau akhirnya mengerti, aku pastikan itu akan menjadi pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan."

Dia berbalik, berjalan menuju pintu dengan langkah tenang namun penuh ketegasan. Namun, sebelum keluar, suara Alesha menggema di ruangan itu.

"Terima kasih, Tuan Gerald." ucapnya lantang, nada suaranya terdengar dingin. "Terima kasih telah mengeluarkan aku dari jurang penderitaan. Dan untuk neraka yang akan kau ciptakan, aku akan menerimanya dengan tangan terbuka."

Langkah Gerald terhenti seketika. Kata-kata itu terdengar seperti ejekan yang tajam. Ia berbalik perlahan, pandangannya tajam menusuk, seperti seorang predator yang baru saja terpancing.

Senyuman sinis terbentuk di sudut bibirnya. "Kau berbicara seolah siap menantangku, Alesha. Tapi kau lupa satu hal, di neraka ini, aku adalah rajanya."

Gerald melangkah cepat menuju Alesha, matanya penuh amarah dan kontrol. Tanpa peringatan, ia mendorong tubuh Alesha hingga jatuh di atas ranjang, dengan gerakan yang penuh kekuatan. Tangannya mengunci pergelangan Alesha di atas kepalanya, menekan dengan keras.

"A-apa yang kau lakukan?" Alesha berusaha bertanya, suaranya tercekat karena ketakutan.

"Melayaniku," Gerald menjawab, suaranya berbisik rendah, penuh ancaman.

Sebelum Alesha bisa berbuat apa-apa, Gerald menarik wajahnya lebih dekat, bibirnya mendarat kasar di bibir Alesha. Ciuman itu bukanlah sesuatu yang lembut, melainkan kekerasan yang mengalir begitu cepat, hampir memaksa. Alesha berjuang, tubuhnya berusaha menghindar, tapi kekuatan Gerald terlalu besar.

Dengan satu gerakan cepat, gaun pengantin Alesha terkoyak. "Layani suamimu, Alesha," bisik Gerald dengan senyum penuh kemenangan di bibirnya, matanya berkilat dingin.

Ia menarik dasinya, mengikatkan kain itu di pergelangan tangan Alesha. Setiap gerakan Gerald membuat tubuh Alesha semakin lemah, lelah melawan. Terus-menerus ia meremas, mencium, dan meraba tubuh Alesha tanpa ampun. Setiap kali Alesha mencoba melawan, Gerald hanya semakin ganas.

Alesha tahu dia tak akan bisa menang. Hanya bisa terisak, air mata mengalir, tubuhnya kelelahan.

Malam itu berlangsung tanpa belas kasihan. Alesha merasa seakan-akan tubuhnya telah dihancurkan, rasa sakit dan ketakutan bercampur menjadi satu.

Gerald duduk dengan tenang di kursi kecil di sudut ruangan, tubuhnya hanya dibalut jubah mandi. Asap dari sebatang rokok mengepul perlahan. Tatapannya dingin, seolah tak ada penyesalan sedikit pun.

"Siapa sangka," katanya dengan suara datar, "ternyata kau masih gadis yang suci."

Alesha mengepalkan tangan, rasa marah dan takut bercampur dalam hatinya. Begitu banyak perasaan yang bergejolak, namun ia tetap terdiam, terkunci dalam kenyataan yang menyakitkan.

Saat Alesha perlahan beranjak dari ranjang, tubuhnya gemetar. Pandangannya jatuh pada noda merah segar di atas sprei putih, bukti nyata dari apa yang baru saja terjadi. Semua itu nyata. Tak ada mimpi buruk yang bisa menandingi rasa sakit yang kini ia rasakan.

Menyelubungi tubuhnya dengan selimut, Alesha berjalan pelan menuju kamar mandi. Setiap langkah terasa seperti duri yang menusuk kulitnya. Rasa perih dan nyeri di tubuhnya, terutama di bagian yang direnggut tanpa ampun, tak kunjung hilang.

Di dalam kamar mandi, ia berdiri di depan cermin. Tatapan kosongnya menangkap bayangan tubuh yang kini penuh dengan bekas luka dan memar kehitaman. Jejak kekejaman Gerald ada di setiap sudut tubuhnya, seolah ingin mengklaim seluruh keberadaannya. Bau khas tubuh Gerald masih melekat pada kulitnya, memicu rasa jijik yang tak tertahankan.

Alesha tersenyum pahit, getir. Ia mengangkat tangan, menyentuh pantulan dirinya di cermin. "Kau kotor, Alesha... semua yang kau banggakan telah direnggut. Apa artinya kau sekarang?" bisiknya lirih.

Air mata mengalir tanpa bisa ia tahan, membasahi wajah yang sudah kehilangan sinar. Rasa sakit, kehancuran, dan keputusasaan bertumpuk menjadi beban yang terlalu berat untuk ditanggung. Tubuhnya mulai gemetar hebat.

Langkahnya terhuyung, lututnya melemah, hingga tubuhnya akhirnya jatuh ke lantai kamar mandi. Bunyi keras terdengar saat dahinya membentur sisi wastafel. Darah mengalir dari luka di dahinya, membentuk genangan kecil di lantai dingin. Perlahan, kesadaran Alesha memudar, meninggalkannya dalam gelap.

Di luar, Gerald mendengar bunyi benturan yang cukup keras. Ia berhenti menghisap rokoknya, alisnya sedikit berkerut. "Apa lagi sekarang?" gumamnya dengan nada kesal. Dengan langkah malas, ia menghampiri pintu kamar mandi.

"Apa yang kau lakukan di dalam?" tanyanya dengan suara dingin, mengetuk pintu dengan keras.

Keheningan menjadi jawaban. Tak ada satu suara pun dari dalam. Rasa tak nyaman mulai merayapi pikirannya. Gerald menghela napas kasar, lalu mendobrak pintu dengan satu hentakan kuat.

Matanya langsung menangkap tubuh Alesha yang tergeletak di lantai, darah mengalir dari dahinya. Gerald mendekat, memeriksa denyut nadinya. Masih hidup. Napasnya teratur meski lemah.

"Wanita memang selalu menyusahkan," gumamnya dengan nada dingin. Tanpa sedikit pun ekspresi simpati, ia mengangkat tubuh Alesha yang lemas. Darah dari dahinya membasahi selimut yang membungkus tubuh rapuh itu.

Saat melangkah keluar kamar mandi, ia menatap pelayan yang berdiri di dekat pintu dengan pandangan menusuk. "Bersihkan kamar nyonya. Aku tak mau melihat kekacauan itu lagi," perintahnya dengan nada tajam.

Pelayan itu hanya menunduk, tak berani mengangkat kepala. Sementara Gerald terus berjalan, membawa Alesha yang kini pingsan ke kamar pribadinya, seolah membawa barang tak berharga. Dalam pikirannya, Alesha hanyalah kepemilikan yang sudah menjadi miliknya. Tak peduli betapa hancur atau rapuhnya ia.

Bab terkait

  • Pengantin Sang Mafia    bab 6 putus asa

    Alesha membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur, dan rasa nyeri yang berdenyut di dahinya membuatnya meringis. Ia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terasa berat, seolah seluruh energinya terkuras habis. Ketika akhirnya pandangannya mulai jelas, ia menyadari sesuatu yang tidak beres. Ruangan itu gelap dan dingin, dikelilingi oleh dinding-dinding bernuansa hitam yang tampak menekan dari segala sisi. Lampu temaram di sudut meja memberikan cahaya yang nyaris tak berarti, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang bergerak seiring nafasnya yang tak beraturan. Aroma sabun mahal yang menguar memenuhi inderanya, bercampur dengan rasa asing yang menempel di kulitnya. Di kejauhan, suara gemericik air terdengar dari balik pintu kamar mandi. Setiap tetesan air yang jatuh seakan menggema, menyelusup ke dalam benaknya yang mulai panik. Ia mengedarkan pandangan sekali lagi, lalu menyadari tempat di mana ia berada. "Kamar Gerald?" suaranya lirih, hampir tidak terdengar. Napasnya tertahan saat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Pengantin Sang Mafia    bab 7 perjanjian

    Gerald berdiri di depan lemari besar berlapis kayu eboni, sinar lampu temaram memantulkan bayangan tubuhnya yang tegap. Ia melepaskan handuk yang melilit pinggangnya tanpa ragu, memperlihatkan kulitnya yang penuh luka bekas pertarungan. Tangannya dengan tenang mengambil satu set pakaian serba hitam, sementara tatapannya tetap kosong dan dingin.“K-Kenapa kau memakainya di sini?” suara Alesha memecah keheningan, terdengar gugup sekaligus kesal. Ia buru-buru menutupi wajahnya dengan tangan, pipinya memanas karena malu.Gerald menoleh perlahan, seringai dingin terlukis di wajahnya. “Kenapa?” tanyanya, suaranya penuh ejekan. “Bukankah kau sudah melihat semuanya? Atau kau ingin melihat lebih lama?”Alesha tercekat, cepat-cepat membenamkan dirinya di balik selimut. Wajahnya memerah, bukan hanya karena malu tetapi juga karena rasa takut yang mulai merayap. Gerald, seperti biasanya, menikmati reaksinya. Ia menyelesaikan pakaiannya dengan gerakan yang nyaris malas, lalu berjalan mendekati Ales

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Pengantin Sang Mafia    bab 8 pemberontakan

    Satu bulan telah berlalu dalam kesunyian yang menusuk. Setelah menandatangani perjanjian itu, Gerald menghilang seperti bayangan, seolah tak pernah ada di sisi Alesha. Tidak ada kehadirannya, tidak ada suara perintahnya, hanya kekosongan yang menghantui setiap sudut rumah megah itu. Meskipun kini Alesha memegang gelar nyonya muda Lancaster, hidupnya tak ubahnya seperti seekor phoenix yang terkurung dalam sangkar emas. Kemewahan yang mengelilinginya terasa dingin, membeku di dalam jeruji tak kasat mata yang disebut kekuasaan. Di balik jendela besar ruangannya, ia menatap ke luar, matanya kosong namun pikirannya bergejolak. “Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku akan gila.” gumamnya pelan, nyaris seperti berbisik pada dirinya sendiri. Dengan gerakan penuh tekad, Alesha bangkit dari kursi, tubuhnya terasa berat namun dipaksa bergerak. Ia berjalan menuju pintu, langkahnya pelan namun pasti, seperti seseorang yang tengah mendekati medan perang. Ketika pintu terbuka, pemandangan yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Pengantin Sang Mafia    bab 9 malam yang panjang

    Alesha tertidur dalam kelelahan, pikirannya masih dipenuhi kemarahan dan tekad yang belum tuntas. Ia meringkuk di atas ranjang megah, piyama tipis membungkus tubuhnya yang mungil namun menggoda. Cahaya bulan yang menembus celah tirai menyorot lekuk tubuhnya dengan samar, menciptakan siluet yang tampak rapuh… namun penuh perlawanan.Kesunyian itu hancur dalam sekejap.Sebuah tangan besar mencengkeram lehernya dengan kasar, jari-jari kekar itu menekan dengan kekuatan yang mengancam nyawanya.Alesha terbangun dengan terengah, matanya melebar dalam keterkejutan. Pandangannya kabur, namun sosok tinggi dengan aura gelap berdiri tepat di hadapannya. Gerald.Pria itu condong ke arahnya, napasnya berat, penuh dengan aroma alkohol yang menusuk. Mata tajamnya bersinar dalam kegelapan, mengunci pandangan Alesha seperti seekor serigala yang siap merobek mangsanya.Alesha tersentak panik, kedua tangannya refleks meraih pergelangan tangan Gerald, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman besi itu. "K

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Pengantin Sang Mafia    bab 10

    Kesunyian malam merayap di setiap sudut kamar, menyelimuti dua tubuh yang terbaring di atas ranjang megah itu. Di sisi lain, Alesha duduk tegak, tubuhnya masih dibalut selimut tipis sementara sorot matanya menatap tajam ke arah pria yang terlelap di sampingnya.Gerald, sosok yang begitu mendominasi, bahkan dalam tidurnya, masih memancarkan aura mengintimidasi yang tak bisa diabaikan. Nafasnya teratur, dadanya naik turun dengan ritme yang tenang, seolah tak menyadari bahwa bahaya tengah mengintai begitu dekat.Alesha menggigit bibir bawahnya, tangannya perlahan meraih pisau yang ia sembunyikan di bawah bantal. Cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah jendela memantulkan kilauan dingin di ujung bilah tajam itu.Ia mengangkat pisaunya, mengarahkannya tepat ke dada Gerald. Jemarinya menggenggam erat gagang senjata itu, sementara napasnya tersengal-sengal. Ini adalah kesempatan emas. Satu tikaman, dan semuanya akan berakhir."Dengan membunuhnya... aku bisa bebas."Detik demi detik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Pengantin Sang Mafia    bab 1 di paksa menikah

    "Kenapa harus putri kita yang menderita?! Apa kau tidak punya hati?!" Florence Arabella Waverly menjerit histeris, matanya berkilat penuh amarah, menunjuk tepat ke arah suaminya. Tangannya gemetar, mencengkeram ujung gaun malam yang bergetar seperti dirinya.Charlotte Amelie Waverly, sang putri pertama, terduduk di sofa. Tubuhnya bergetar, isak tangisnya menggema di ruang tamu mewah itu. Wajahnya yang biasanya anggun kini kusut, memancarkan ketakutan yang tak bisa disembunyikan."Cukup, Florence!" Julian Maxwell Waverly, kepala keluarga, membalas dengan suara berat yang hampir berbisik namun mengandung ancaman. "Ini bukan soal hati. Ini tentang kelangsungan keluarga kita. Pernikahan Charlotte dengan Tuan Gerald sudah menjadi kesepakatan sejak lama, dan kita tidak bisa mundur begitu saja."Florence merangkul Charlotte, seolah ingin melindungi anaknya dari semua ancaman dunia. "Julian, kau tahu siapa Gerald Dominic Lancaster itu! Dia bukan pria biasa! Dia ketua mafia Serigala Malam yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Pengantin Sang Mafia    bab 2 penolakan

    "Ayah, aku tidak ingin menikah!" Alesha akhirnya memberanikan diri berbicara, suaranya bergetar hebat. Ia menatap Julian dengan mata yang penuh ketakutan, namun di dalamnya ada kilatan kecil keberanian yang memudar seiring waktu.Namun, sebelum kata-katanya selesai, Julian sudah melangkah mendekat.Plak!Sebuah pukulan keras dari tongkat kayu Julian mendarat tepat di sisi tubuhnya. Alesha terhuyung, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan, tetapi Julian tidak berhenti."Anak durhaka!" teriak Julian, matanya menyala dengan kemarahan yang tak terbendung. "Jika aku tahu kau akan berani melawan seperti ini, aku akan membiarkanmu mati kelaparan di jalanan dulu!"Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh Alesha. Tongkat itu menghantam punggung, bahu, dan lengannya, meninggalkan bekas luka yang segera berubah merah kebiruan."Ayah, hentikan! Tolong!" jerit Alesha, suaranya memohon di sela tangis dan rasa sakit yang luar biasa.Namun, Julian tidak peduli. Ia terus melampiaskan amarahnya, sementa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Pengantin Sang Mafia    bab 3 pernikahan

    Di dalam kamar yang suram, Alesha berdiri di depan kalender besar yang tergantung di dinding. Tangan gemetar memegang spidol merah. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menyilang angka besar di kalender itu, tanda bahwa satu hari lagi telah berlalu, mendekatkannya pada takdir yang tak dapat ia hindari."Tiga hari lagi," bisiknya dengan suara bergetar, matanya terpaku pada tanggal yang kini menjadi hari pernikahannya, menggantikan kakaknya yang melarikan diri.Air mata mulai menggenang di ujung matanya, tetapi ia buru-buru menyekanya dengan punggung tangan. Tangisan tidak akan mengubah apa pun. Ia sudah tahu itu. Langkahnya membawa tubuh yang lelah ke balkon kecil di kamarnya. Alesha duduk di tepi balkon, membiarkan kakinya menggantung di udara. Sinar matahari yang tajam menyentuh kulitnya, tetapi rasanya seperti tidak mampu menghangatkan hatinya yang beku. Angin semilir menyibak rambut hitam panjangnya yang terurai, tetapi hembusannya hanya mempertegas kesunyian di sekelilingnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22

Bab terbaru

  • Pengantin Sang Mafia    bab 10

    Kesunyian malam merayap di setiap sudut kamar, menyelimuti dua tubuh yang terbaring di atas ranjang megah itu. Di sisi lain, Alesha duduk tegak, tubuhnya masih dibalut selimut tipis sementara sorot matanya menatap tajam ke arah pria yang terlelap di sampingnya.Gerald, sosok yang begitu mendominasi, bahkan dalam tidurnya, masih memancarkan aura mengintimidasi yang tak bisa diabaikan. Nafasnya teratur, dadanya naik turun dengan ritme yang tenang, seolah tak menyadari bahwa bahaya tengah mengintai begitu dekat.Alesha menggigit bibir bawahnya, tangannya perlahan meraih pisau yang ia sembunyikan di bawah bantal. Cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah jendela memantulkan kilauan dingin di ujung bilah tajam itu.Ia mengangkat pisaunya, mengarahkannya tepat ke dada Gerald. Jemarinya menggenggam erat gagang senjata itu, sementara napasnya tersengal-sengal. Ini adalah kesempatan emas. Satu tikaman, dan semuanya akan berakhir."Dengan membunuhnya... aku bisa bebas."Detik demi detik

  • Pengantin Sang Mafia    bab 9 malam yang panjang

    Alesha tertidur dalam kelelahan, pikirannya masih dipenuhi kemarahan dan tekad yang belum tuntas. Ia meringkuk di atas ranjang megah, piyama tipis membungkus tubuhnya yang mungil namun menggoda. Cahaya bulan yang menembus celah tirai menyorot lekuk tubuhnya dengan samar, menciptakan siluet yang tampak rapuh… namun penuh perlawanan.Kesunyian itu hancur dalam sekejap.Sebuah tangan besar mencengkeram lehernya dengan kasar, jari-jari kekar itu menekan dengan kekuatan yang mengancam nyawanya.Alesha terbangun dengan terengah, matanya melebar dalam keterkejutan. Pandangannya kabur, namun sosok tinggi dengan aura gelap berdiri tepat di hadapannya. Gerald.Pria itu condong ke arahnya, napasnya berat, penuh dengan aroma alkohol yang menusuk. Mata tajamnya bersinar dalam kegelapan, mengunci pandangan Alesha seperti seekor serigala yang siap merobek mangsanya.Alesha tersentak panik, kedua tangannya refleks meraih pergelangan tangan Gerald, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman besi itu. "K

  • Pengantin Sang Mafia    bab 8 pemberontakan

    Satu bulan telah berlalu dalam kesunyian yang menusuk. Setelah menandatangani perjanjian itu, Gerald menghilang seperti bayangan, seolah tak pernah ada di sisi Alesha. Tidak ada kehadirannya, tidak ada suara perintahnya, hanya kekosongan yang menghantui setiap sudut rumah megah itu. Meskipun kini Alesha memegang gelar nyonya muda Lancaster, hidupnya tak ubahnya seperti seekor phoenix yang terkurung dalam sangkar emas. Kemewahan yang mengelilinginya terasa dingin, membeku di dalam jeruji tak kasat mata yang disebut kekuasaan. Di balik jendela besar ruangannya, ia menatap ke luar, matanya kosong namun pikirannya bergejolak. “Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku akan gila.” gumamnya pelan, nyaris seperti berbisik pada dirinya sendiri. Dengan gerakan penuh tekad, Alesha bangkit dari kursi, tubuhnya terasa berat namun dipaksa bergerak. Ia berjalan menuju pintu, langkahnya pelan namun pasti, seperti seseorang yang tengah mendekati medan perang. Ketika pintu terbuka, pemandangan yang

  • Pengantin Sang Mafia    bab 7 perjanjian

    Gerald berdiri di depan lemari besar berlapis kayu eboni, sinar lampu temaram memantulkan bayangan tubuhnya yang tegap. Ia melepaskan handuk yang melilit pinggangnya tanpa ragu, memperlihatkan kulitnya yang penuh luka bekas pertarungan. Tangannya dengan tenang mengambil satu set pakaian serba hitam, sementara tatapannya tetap kosong dan dingin.“K-Kenapa kau memakainya di sini?” suara Alesha memecah keheningan, terdengar gugup sekaligus kesal. Ia buru-buru menutupi wajahnya dengan tangan, pipinya memanas karena malu.Gerald menoleh perlahan, seringai dingin terlukis di wajahnya. “Kenapa?” tanyanya, suaranya penuh ejekan. “Bukankah kau sudah melihat semuanya? Atau kau ingin melihat lebih lama?”Alesha tercekat, cepat-cepat membenamkan dirinya di balik selimut. Wajahnya memerah, bukan hanya karena malu tetapi juga karena rasa takut yang mulai merayap. Gerald, seperti biasanya, menikmati reaksinya. Ia menyelesaikan pakaiannya dengan gerakan yang nyaris malas, lalu berjalan mendekati Ales

  • Pengantin Sang Mafia    bab 6 putus asa

    Alesha membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur, dan rasa nyeri yang berdenyut di dahinya membuatnya meringis. Ia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terasa berat, seolah seluruh energinya terkuras habis. Ketika akhirnya pandangannya mulai jelas, ia menyadari sesuatu yang tidak beres. Ruangan itu gelap dan dingin, dikelilingi oleh dinding-dinding bernuansa hitam yang tampak menekan dari segala sisi. Lampu temaram di sudut meja memberikan cahaya yang nyaris tak berarti, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang bergerak seiring nafasnya yang tak beraturan. Aroma sabun mahal yang menguar memenuhi inderanya, bercampur dengan rasa asing yang menempel di kulitnya. Di kejauhan, suara gemericik air terdengar dari balik pintu kamar mandi. Setiap tetesan air yang jatuh seakan menggema, menyelusup ke dalam benaknya yang mulai panik. Ia mengedarkan pandangan sekali lagi, lalu menyadari tempat di mana ia berada. "Kamar Gerald?" suaranya lirih, hampir tidak terdengar. Napasnya tertahan saat

  • Pengantin Sang Mafia    bab 5 malam yang panjang

    Gerald melangkah maju dengan langkah mantap, aura dominasi yang dingin terasa memenuhi ruangan. Tubuh tegapnya kini berdiri tepat di depan Alesha, membayangi tubuh gadis itu yang duduk di tepi ranjang. Tatapannya tajam, menancap lurus pada wajah Alesha, seperti predator yang mengamati mangsanya."Keluar," perintah Gerald dengan suara rendah namun tegas kepada pelayan yang masih berdiri di sudut ruangan. Tak perlu ucapan kedua, pelayan itu segera menunduk dalam-dalam dan pergi terburu-buru, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang mencekam.Pintu tertutup dengan suara keras, menggema di kamar yang tiba-tiba terasa begitu sempit. Gerald tidak mengatakan apa-apa saat ia menundukkan tubuhnya, wajahnya kini hanya sejengkal dari Alesha.Dengan gerakan cepat dan kasar, tangannya mencengkeram dagu gadis itu, memaksa wajahnya terangkat untuk menatap langsung ke matanya. Jemarinya mencengkeram kuat, membuat Alesha sedikit meringis, namun ekspresinya tetap tenang."Dengar baik-baik, Ales

  • Pengantin Sang Mafia    bab 4 kehidupan baru

    Alesha menatap megahnya rumah itu, rumah pribadi Gerald Dominic Lancaster, yang kini resmi menjadi suaminya. Bangunan bergaya modern itu berdiri kokoh, dengan pilar-pilar besar yang dihiasi ukiran emas dan kaca besar yang memantulkan cahaya matahari. Namun, kemewahan ini terasa dingin, seperti cerminan pemiliknya yang penuh kekuasaan dan ancaman.Di depan pintu utama, seorang pelayan wanita berdiri dengan tubuh sedikit membungkuk, seolah takut salah gerak. Wajahnya pucat, dan matanya menghindar dari kontak langsung dengan Alesha."Selamat datang di kediaman Tuan Muda Lancaster, Nyonya Muda," ucap pelayan itu sopan, suaranya gemetar seperti daun dihembus angin. "Saya ditugaskan untuk melayani Anda."Alesha menghela napas panjang, perasaan tidak nyaman merayap dalam dirinya. Ia tak terbiasa dengan kemewahan seperti ini, apalagi dengan seseorang yang harus terus berada di sisinya. "Tidak perlu," katanya dingin, suaranya rendah namun cukup tajam. "Aku hanya butuh kamarku. Tunjukkan jalann

  • Pengantin Sang Mafia    bab 3 pernikahan

    Di dalam kamar yang suram, Alesha berdiri di depan kalender besar yang tergantung di dinding. Tangan gemetar memegang spidol merah. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menyilang angka besar di kalender itu, tanda bahwa satu hari lagi telah berlalu, mendekatkannya pada takdir yang tak dapat ia hindari."Tiga hari lagi," bisiknya dengan suara bergetar, matanya terpaku pada tanggal yang kini menjadi hari pernikahannya, menggantikan kakaknya yang melarikan diri.Air mata mulai menggenang di ujung matanya, tetapi ia buru-buru menyekanya dengan punggung tangan. Tangisan tidak akan mengubah apa pun. Ia sudah tahu itu. Langkahnya membawa tubuh yang lelah ke balkon kecil di kamarnya. Alesha duduk di tepi balkon, membiarkan kakinya menggantung di udara. Sinar matahari yang tajam menyentuh kulitnya, tetapi rasanya seperti tidak mampu menghangatkan hatinya yang beku. Angin semilir menyibak rambut hitam panjangnya yang terurai, tetapi hembusannya hanya mempertegas kesunyian di sekelilingnya

  • Pengantin Sang Mafia    bab 2 penolakan

    "Ayah, aku tidak ingin menikah!" Alesha akhirnya memberanikan diri berbicara, suaranya bergetar hebat. Ia menatap Julian dengan mata yang penuh ketakutan, namun di dalamnya ada kilatan kecil keberanian yang memudar seiring waktu.Namun, sebelum kata-katanya selesai, Julian sudah melangkah mendekat.Plak!Sebuah pukulan keras dari tongkat kayu Julian mendarat tepat di sisi tubuhnya. Alesha terhuyung, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan, tetapi Julian tidak berhenti."Anak durhaka!" teriak Julian, matanya menyala dengan kemarahan yang tak terbendung. "Jika aku tahu kau akan berani melawan seperti ini, aku akan membiarkanmu mati kelaparan di jalanan dulu!"Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh Alesha. Tongkat itu menghantam punggung, bahu, dan lengannya, meninggalkan bekas luka yang segera berubah merah kebiruan."Ayah, hentikan! Tolong!" jerit Alesha, suaranya memohon di sela tangis dan rasa sakit yang luar biasa.Namun, Julian tidak peduli. Ia terus melampiaskan amarahnya, sementa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status