"Atala, Atala, lo nggak pa-pa?" Citra langsung saja bertanya antusias kala Atala turun dari mobil, diiringi teman-temannya.Gadis itu memegangi lengan Atala sampai langkah suaminya itu berhenti. Dia terlihat begitu khawatir.Gadis itu lalu tertunduk malu saat menyadari semua pasang mata yang ada di sana memperhatikannya sejak tadi. Sekaligus bingung bagaimana harus bersikap? Apakah harus pura-pura harmonis seperti yang dia lakukan di depan keluarganya selama ini? Atau bersikap biasa-biasa saja?Tapi selama ini dia tidak berpura-pura di depan teman-temannya. Citra yakin, Atala juga demikian.Oh iya di sini ada Rani. Rani tahu bagaimana hubungan mereka, jadi Citra pikir dia tak perlu bersandiwara."Maaf, gue, gue cuman panik." Citra terkekeh. Entah menertawakan apa. "Silakan masuk semuanya." Citra mundur untuk memberi ruang pada mereka. Atala memegang lengan Citra. "Gue nggak pa-pa. Untungnya ada mereka yang nolongin," jawab Atala menghilangkan kekhawatiran itu.Atala bingung Citra sep
"Orang itu benar-benar serius." Tatapan Atala terlihat begitu frustrasi, memandang plafon ruang tamu. Dan Citra bisa merasakan itu. Baru saja dia menceritakan semua yang dia alami seharian ini pada istrinya. Dia sudah bertemu langsung dengan orang yang mengganggu mereka selama ini. Dan Atala merasa orang itu sangat berbahaya. "Dan dia nggak mau Papa ikut campur." Atala lalu menatap Citra yang sejak tadi juga menatapnya. "Makanya gue bilang jangan kasih tahu Papa soal teror ini. Biarin gue yang menangani semuanya sendiri.""Iya, gue nggak kasih tahu kok." Citra ngeri mendengar cerita Atala tadi. Dia sangat bersyukur Atala masih selamat. Kalau teman-teman Atala tak datang tadi mungkin sekarang lelaki itu sudah babak belur, atau tinggal nama.Citra bergidik ngeri membayangkannya. Jangan sampai hal seburuk itu terjadi pada Atala dan dirinya. Citra memang benci lelaki di hadapannya ini, tapi dia juga tidak tega jika harus melihat lelaki itu mati konyol.Inilah yang dia khawatirkan. Takut m
Di dalam kamar, lagi-lagi Atala tak bisa tidur. Lelaki itu hanya berbaring dengan mata terbuka lebar, merenungkan masalah yang terjadi belakangan ini. Yang tadi yang paling mengerikan. Citra benar, untung pertolongan teman-temannya datang segera. Kalau tidak ... Atala menggeleng, tak mampu membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Mungkin dia benar-benar mati konyol seperti yang Citra katakan. Namun, ada yang lebih menyeramkan daripada keselamatan nyawanya sendiri. Ada yang lebih dia pikirkan. Yaitu keselamatan Citra sendiri."Izinkan gue untuk mengganggu istri lo.""Gue jadi makin penasaran apa yang anak manja seperti lo bisa lakukan untuk melindungi istrinya?""Dan gue ingin mengajari lo suatu hal. Bahwasanya hidup nggak semudah yang lo bayangkan. Hidup lo yang bergelimang harta itu akan terasa sakit dan sengsara setelah ini, Anak Manja. Dan di situ lo sadar, harta lo nggak bisa nolongin lo. Harta lo nggak ada gunanya." Ucapan sosok misterius yang dia perkirakan Galang itu benar-
"Jadi siapa orang itu?" tanya Papa Johan akhirnya. Setelah bicara basa-basi tentang hal-hal lain, akhirnya Johan mengutarakan maksud kedatangannya ke mari yang sebenarnya bahwa dia memang ingin menanyakan berita online itu. Yang ingin dia ketahui adalah dengan siapa Atala berkelahi pada saat itu."Aku udah tahu, sih, Pa, Papa pasti bakal nanyain soal ini," jawab Atala berusaha tetap tenang. "Aku juga nggak kenal, Pa, siapa orang itu." Tentu saja jawaban Atala bohong. Dia tak mau papanya tahu masalah teror itu.Sementara Citra yang sejak tadi duduk di samping Atala dan menyaksikan percakapan itu menahan geram. Kenapa Atala tidak berterus terang saja? Dia ingin menyahut, tapi takut juga suaminya itu marah. "Tiba-tiba saja dia datang menghampiri aku dan ngehadang mobil aku." Atala kembali bercerita. "Pas aku turun dia langsung ngajak berantem, ya, udah aku jabanin aja. Lalu tiba-tiba para wartawan datang. Pas wartawan datang, orang itu kabur.""Kamu yakin benar-benar nggak tahu siapa or
Seminggu setelah hari itu berlalu. Teror itu pun lenyap, tak lagi datang menganggu. Hingga Citra dan Atala lupa sejenak dengan masalah itu dan fokus dengan hal lain. Atala akhir-akhir ini sibuk dengan test kuliahnya. Pria itu sering mendatangi kampusnya untuk urusan serupa. Melihat kesibukan Atala, Citra pun ingat dengan cita-cita dan ambisi awalnya yang sempat terlupakan. Yakni belajar untuk persiapan masuk jurusan kedokteran di kampus favoritnya dengan jalur SBMPTN, tahun depan.Meskipun belakangan ini teror itu tidak ada lagi, mereka tetap berjaga-jaga, takut teror itu datang di waktu yang tak terduga, seperti kemarin. Mereka memperketat penjagaan mereka. Atala bahkan menambah seorang satpam untuk menjaga rumahnya. Post khusus satpam pun dibuatkan di dekat gerbang. Selain itu, mereka bepergian selalu ditemani supir yang siap siaga mengantar.Seperti hari ini.Hari ini mereka akan menghadiri acara ulang tahun anak sulung Kak Shinta yang ke empat tahun. Acara itu dirayakan besar-besa
"Senang aja dipanggil sayang sama kamu," jawab Atala santai. Lantas meneguk minumannya.Citra memutar bola matanya malas. "Oke, tepuk tangannya buat Nuri mana." Panitia di depan sana kembali bersuara setelah tadi acara diisi dengan nyanyian si kecil, Nuri. "Hadiah buat Nuri yang udah berani nyanyi, anak pintar."Semua tamu yang duduk di sana pun bertepuk tangan. Tak terkecuali Citra dan Atala. "Sekarang kita masuk ke acara intinya, ya. Yaitu nyanyi lagu selamat ulang tahun. Kita nyanyi bareng-bareng yuk, kita nyanyi buat Nuri." Suara Panitia dengan mikrofon terdengar membahana memenuhi ruangan itu.Citra dan Atala fokus menikmati pesta yang dipenuhi pekikan riang bocah itu.***Ketika acara ulang tahun itu sudah selesai, para tamu undangan yang merupakan orang tua teman Nuri langsung pulang. Tapi tentu tidak dengan keluarga dekat yang lain. Mereka berkumpul ke ruang tengah rumah Shinta, tak terkecuali Atala dan Citra. Sebenarnya Citra malas untuk gabung ke sini. Karena momen ini bia
Citra dan Atala belum juga pulang dari rumah kakaknya itu. Setelah mengobrol menjawab pertanyaan-pertanyaan kakaknya, Atala yang tak kuasa ditanya lagi memilih menjauh dari sana. Citra ikutan. Kini mereka berdua malah menghabiskan waktu duduk-duduk berdua di area pesta tadi sambil menikmati makanan yang ada."Onty Citra ...." Gadis mungil berambut panjang, mengenakan bando dan baju kembang itu berlari-lari kecil ke arah Citra."Hei, keponakan Onty yang paling cantik ...," sambut Citra riang.Gadis kecil itu duduk ke pangkuan Citra dan tersenyum semringah menatapnya."Kangen ya sama Onty?""Onty lama nggak ke sini," balas bocah itu."Iya, Onty sibuk soalnya." Ya, setiap kali main ke rumah Kak Shinta mengunjungi eyang, apalabila dia ada di rumah, gadis kecil itu menyambut kedatangan Citra, dia senang mengajak Citra bermain. "Btw kamu cantik banget hari ini. Kayak princess kecil.""Ya iyalah cantik, kan aku baru aja ngadain pesta ulang tahun, gimana sih, Onty." Tiba-tiba Atala menyahut se
"Ciee ... senyum-senyum sendiri liatin foto kita ...."Citra sedikit tersentak mendengar suara Atala begitu dekat di telinganya. Cepat dia menelungkupkan ponselnya di pangkuan dan menoleh ke Atala.Pria itu memasang tampang menyebalkan sambil menaik-turunkan kedua alisnya. Ekspresi yang selalu dia tunjukkan ketika dia begitu percaya diri. Ekspresi yang Citra tak suka.Tangan Citra spontan melayang ke pipinya. Tidak sakit tamparan itu, tapi cukup membuat kepala Atala menoleh. Atala melotot menatapnya kemudian, ekspresinya berubah. "Kok gue ditampar?""Biarin." Citra mengulurkan lidahnya, mengejek Atala."Malu, ya, ketahuan liatin foto gue?" Citra mengernyit. "Gue nggak liatin foto lo ya, di sini juga ada muka gue dan Nuri." Citra menunjuk-nunjuk layar ponselnya."Sama aja.""Gue nggak senyum-senyum karena liatin muka lo, ya. Tapi liatin muka Nuri yang lucu banget, tuh.""Terserah, deh." Atala malas berdebat. Lelaki itu lalu bersandar di kursi mobil sambil bersidekap dada, menatap peman