Ada amarah yang memburu di dalam hatinya.‘Sialan jadi selama ini, Evelyn yang mencintai Revan setengah mati pantas saja Revan begitu sombong dan dengan begitu mudahnya meninggalkan Evelyn tepat di hari pernikahan mereka tanpa merasa bersalah sedikit saja,’ Batin Rayyan sambil tangannya terlihat mengepal.Kisah hubungan cinta Revan dan Evelyn berjalan atas dasar kesepakatan saja, kedua nenek mereka yang mengikat mereka, memberitahunya kalau Revan adalah tunangannya, dalam buku harian juga tertulis jika dia dulu menyukainya, jadi mereka menjalani hubungan seiring berjalannya waktu saja.Rayyan menatap wajah Evelyn yang saat ini tertunduk lesu, ujung jarinya menjepit dagu Evelyn.“Apa dia pernah menciummu?”Mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Rayyan, wajah Evelyn merona dia malu untuk menatap wajah tampan Rayyan, dia menunduk dan menjawab dengan suara pelan.“Tidak pernah, jangankan ciuman, berpegangan tangan atau berpelukan pun tidak pernah.”Rayyan sampai terkejut, matanya dipenu
Wajah Evelyn memerah, dia membuka mata dengan malu-malu dan nafas yang tersengal-sengal. Sementara jari jemari Rayyan kembali menyentuh pipinya sambil mengangkat kedua sudut bibirnya.Dalam hati Rayyan terus berkata, ‘Tahan dulu, jangan sampai terlalu bersemangat! Ingat Rayyan, gadis ini akan ketakutan kalau kamu terlalu bersemangat melakukan ciuman itu, beri selang beberapa waktu untuk dia menghirup udara terlebih dahulu!’ Rayyan terus mengingatkan diri sendiri.Rayyan tidak peduli jika orang yang pertama kali Evelyn disukai bukanlah dirinya. Dia juga tidak akan bersikap egois dengan meminta gadis itu untuk menyerahkan segalanya pada dirinya sekarang juga.Evelyn yang sedang berada dalam pelukan Rayyan, dia masih merasa bingung. Otaknya masih memikirkan ciuman itu, sementara jantungnya kembali berdetak lebih cepat. Kemudian dia mendongak perlahan..,“Kak Rayyan, jadi kamu setuju kalau aku mengejarmu?” Dia tiba-tiba langsung menutup mulutnya malu, karena tiba-tiba cegukan dan langsung
Mia langsung memalingkan wajah ketika masuk ke dalam mobil, Ekspresi wajah yang ditunjukan oleh Mia cukup tergambar jelas jika saat ini ia menolak untuk bicara dengan Arka, dalam kebisuan itu kemudian Mia berpura-pura untuk tertidur saja.Arka memegang kemudi dengan satu tangan, sementara tangan yang lain mengeluarkan batang rokok dan menyalakan, sehingga mobil itu segera penuh dengan asap rokok dengan satu dua hembusan.Merasakan udara yang tercium di dalam mobil penuh dengan bau asap rokok, Mia menoleh dan berkata dengan nada yang sangat kesal,“Hei, apa kamu tidak bisa berhenti merokok barang sebentar saja? Apa kamu tidak melihat jika asap dari rokokmu itu, sudah memenuhi udara di mobil ini!”“Tidak!” Jawab Arka singkat dengan raut wajah yang terkesan menjengkelkan orang yang memandangnya.“Kalau begitu hentikan mobilnya, aku mau turun!” Tutur Mia yang kesal.Arka menatap dingin tanpa bicara seolah tidak mendengar ucapannya.Mia sangat marah, “Arka, apa kamu tidak bisa bersikap dew
Evelyn memperhatikan ekspresi wajah Rayyan yang tampak kebingungan dengan pertanyaan darinya, ia mulai merasa jika saat ini Rayyan merasa heran akan sikapnya.Dengan percaya diri Evelyn mengangkat wajahnya sambil berkata, “Kamu,.. jangan pikir aku tidak ingat apapun karena mabuk. Aku ingat kok.”“Apa saja yang kamu ingat, coba ceritakan?” Rayyan merasa marah bercampur kesal,‘Awas saja, jika sampai kamu melupakan semua kejadian indah yang kita lalui semalam. Jika itu sampai terjadi maka aku akan memaksamu untuk melakukannya kembali,’Evelyn tersipu, dia mencengkram selimutnya erat-erat sebelum kemudian menjawab dengan malu-malu. “Semalam… ehm Kamu, kamu sudah menciumku kan?”Rayyan mengangkat alisnya, ‘Sepertinya dia masih mengingat semua yang terjadi sebelum ciuman itu, tapi dia melupakan semua hal yang terjadi setelahnya.’“Karena kamu menciumku, aku akan menganggap bahwa kamu setuju.”Evelyn mengumpulkan keberaniannya untuk mendongak dan menatap Rayyan dengan mata berkaca-kaca, “In
Evelyn dan rombongan akhirnya tiba di kota itu saat matahari terbenam. Karena ini bukan kota situs bersejarah yang terkenal, jadi tidak banyak pengunjung yang ada di sana. Sebagian besar toko bahkan sudah tutup.Dosen mereka memesan sebuah hotel kecil di kota. Kamarnya kecil dengan fasilitas yang tidak terlalu bagus.Saat pembagian kamar, para gadis sudah lebih dulu berunding untuk tinggal di kamar standar yang di dalamnya terdapat beberapa ranjang kecil. Sedangkan Evelyn lebih memilih tinggal di kamar single yang cukup untuk satu orang saja, karena kesehariannya di kampus dia tidak terlalu bergaul di kelas, oleh karena itu di kelasnya tidak punya teman dekat perempuan.Setelah merapikan beberapa barang, dia menerima pemberitahuan di grup jika semua orang diharuskan turun untuk makan malam.Setelah selesai makan malam, mereka langsung disuruh ke kamar masing-masing untuk istirahat lebih awal. Pihak hotel tidak menyediakan dispenser di dalam ruangan kamar, jadi tamu harus pergi ke meja
Terlebih lagi saat ia mengetahui Evelyn hanya sendiri di tempat yang seperti itu, dengan kondisi hotel yang dapat dikatakan tidak layak. Jika saja pekerjaannya di kantor sedang tidak banyak, dapat dipastikan jika ia akan datang ke tempat itu untuk menemaninya di sana. “Baiklah, kalau begitu aku mandi dulu sebentar ya, Kak!” Kemudian Evelyn meletakkan ponselnya di kotak tisu yang ada di meja samping tempat tidur. Dia mengambil handuk dan pakaian dalam miliknya, dari dalam koper kemudian melangkah pergi ke kamar mandi. Udara yang ada di tempat itu terasa sangat dingin, sehingga Evelyn merasa tidak terlalu nyaman jika berada lama-lama dikamar mandi. Evelyn mandi dengan cepat kemudian bergegas keluar dalam balutan handuk saja, karena buru-buru dia tadi sampai lupa untuk membawa piyama mandinya. Merasa tubuhnya sedikit menggigil karena kedinginan, ia buru-buru mengeluarkan piyamanya dari koper dan memakainya dengan cepat, lalu menggantung handuk di gantungan baju. Setelah itu ia
Saat Rayyan sedang asyik melayang tinggi dalam lamunannya sambil tersenyum-senyum sendiri, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh kelakuan konyol Arka yang menendang pintu ruangan kantornya sampai terbuka.Arka berdecak saat melihat senyum penuh misteri yang tersirat di wajah Rayyan. “Heh, ngapain kamu malam-malam begini tersenyum cabul seperti itu? Apa kamu sedang horni?” Tuduh Arka seenaknya.Seketika senyum dibibir Rayyan langsung lenyap. Dia mengangkat kepala dan melirik Arka tajam. Ada ketidak sukaan dalam tatapan itu akan tetapi sejenak Kemudian dia berpikir, seandainya saja Arka tahu apa yang baru saja dia lihat, dapat dipastikan jika kakak iparnya yang menyebalkan itu sudah akan menikam dirinya dengan berlatih tajam.Kemudian Rayyan berkata dengan acuh tak acuh. “Kenapa kamu belum pulang?”Arka duduk bersandar di kursi dan melihat ke atas sambil menghela nafas berat, kemudian dia menurunkan pandanganya melirik ke kanan dan kekiri seperti sedang mencari sesuatu,“Hei, apa kamu itu s
Sementara itu Dosen Ryan tampak sedang mengamati satu persatu mahasiswanya dengan raut wajah serius. Disaat mahasiswa yang lain sudah fokus mengerjakan tugas yang diberikan olehnya untuk melukis, dia melihat dua orang mahasiswa pria yang sedang asik mengobrol sambil menggoyang-goyang kaki.Dia kemudian menghampiri dengan raut wajah kesal lalu memukul kepala mereka.“Apa lagi yang sedang kalian perbincangkan? Buruan menggambar, lalu selesaikan tugas yang diberikan dengan baik!”“Maaf Pak Ryan, udara di sini terasa sangat dingin sepertinya tubuhku mulai mengigil,”“Betul itu pak, bagaimana kami bisa fokus untuk melukis dengan udara yang sedingin ini, biarkan kami bersantai sebentar ya pak,”Apa kalian tidak punya rasa malu ya? Coba kalian berdua lihat Evelyn, dia yang hanya seorang gadis saja tidak merasa kedinginan sama sekali. Sedangkan kalian seorang pria yang memiliki tubuh seperti ini, bisa kalah dengannya.”Pemuda itu melirik ke arah Evelyn sambil berkata, “Bagaimana kita bisa dib
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang