Tapi berbeda dengan sekarang, ia benar-benar lebih sering muram. Bahkan garis mukanya itu terlihat bersedih kala Dikta mendapatinya secara tak sengaja. Tak jarang Dikta juga selalu mendapati dirinya sering menangis tanpa alasan yang jelas. Dikta yang semula cuek pun merasa iba, akan yang dirasakan oleh Sierra.Rasa ingin merangkul Sierra terbesit di benak Dikta, kala mengetahui wanita ini tengah bersedih. Hanya saja ia selalu menolak akan tawaran Dikta. Sehingga Dikta hanya bisa memberikan ruang pada wanita itu.Mungkin karena masa lalunya yang terbilang kelam, Sierra selalu memberi batas pada orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya Dikta juga ingin mengetahui sisi lain Sierra. Pasti di balik sikapnya yang dingin dan cuek itu, masih ada sikap kewanitaan seperti pada umumnya.Ya, rasa ingin diperhatikan. Dicintai dan disayangi, bahkan rasa ingin mendapatkan saling dihargai. Dikta yakin Sierra menampik itu agar tak membuat celah baru bagi perasaannya itu.Bukan ingin memberikan harapan.
Bahkan Dikta berhasil dibuat canggung kala ia berpapasan dengan Sierra. Tatapannya itu berhasil membuat Dikta benar-benar bertekuk lutut. Dikta yang baru menyadari sisi lain Sierra agaknya sedikit kikuk.Atau mungkin Dikta benar-benar bingung, menempatkan dirinya saat bersama sikap Sierra yang selalu random itu. Terlintas dalam benaknya ia lebih baik membuat tameng, dibandingkan harus berseteru dengan wanita itu. Bahkan Dikta pernah sampai beradu argumen dengan wanita itu karena suatu masalah. Dimana ia salah menaruh asumsi pada Sierra. Niat hati ingin cuek saat Sierra sedang datang bulan. Namun Sierra berhasil membuat pria ini kalah telak dalam perasaan serba salah.Dibalik sikap dinginnya itu, ia selalu berhasil menggelitik rasa simpatik Dikta. Tak jarang Dikta yang tak peka itu selalu salah menerka dengan yang diinginkan oleh Sierra.Hal yang paling tak Dikta sukai adalah saat memberi sinyal untuk peka. Ya, 1 sikap yang sangat menyebalkan bagi siapapun karena berhasil membuat ser
Dikta menyalang murka. Ia tak habis pikir akan apa yang dilakukan oleh Sierra tadi. Menarik paksa lengan Sierra beranjak, Dikta ingin mendengarkan apa maksud yang dilakukan olehnya.“Apa? Kau keberatan aku melakukan itu, hah? Tapi ia pantas mendapatkannya! Kau ini terlalu naif Dikta! Jangan mau dibodohi oleh cinta!”Memang apa yang dituturkan oleh Sierra benar. Namun bukan untuk saat ini. Mengingat kondisi sedang tidak kondusif, besar harapan Dikta agar Sierra mengerti. Tapi saat melihat nanarnya seperti itu, Dikta tak bisa berharap lebih padanya. Ia juga tidak bisa memaksa agar wanita ini bisa mengikuti keinginannya.“Ah, sudahlah urusi saja urusanmu. Aku malas bertikai dengan orang bodoh sepertimu. Sebab kau terlalu buta dan tuli untuk mendengarkan apa kata-kataku!”Berlalu dengan muka masamnya. Sepertinya apa yang dilakukan oleh Dikta ini akan membuatnya semakin dingin. Padahal Dikta sudah berhasil menyentuh sisi lembut Sierra. Agaknya Bella benar-benar sengaja melakukan hal itu, a
“Jangan pernah berharap aku bisa menaruh rasa kasihan padamu!”Dan peraturan baru pun berlaku sesaat setelah Sierra melontarkan kata-kata itu. Di mana ia melarang Dikta untuk makan sebelum ia pulang. Ia juga harus menjaga apartmentnya 24 jam nonstop. Termasuk tak boleh menengok Beno. Dongkol dan geram tapi Dikta hanya bisa menerimanya begitu saja. Ia hanya bisa mengangguk lesu saat Sierra menuturkan peraturan baru itu. Sierra hanya bisa tersenyum di depannya, namun hatinya semakin geram melihat Dikta yang mengalah. Pantas saja Bella selalu berhasil menarik ulur hati pria ini. Dia benar-benar terlalu baik dalam menghadapi segala sesuatu.Dan tanpa Sierra ketahui pun, sejujurnya Dikta ingin angkat kaki dari apartmentnya. Karena terikat janji dengan sang kakek, memaksa Dikta untuk tetap bertahan dengan keadaan yang tak memungkinkan ini.Dikta hanya bisa banyak menghela napas tanpa menuturkan sepatah kata apapun. Cukup diam dan tahu diri. Itu saja yang ia camkan di dalam batinnya.Pagi
“Tuan Tuan sekalian, fakta mengungkapkan jika Pradikta Samudera itu mempunyai anak hasil hubungan gelap,” tukas Noah puas.Seketika itu juga mereka yang berada di situ langsung saling berbisik satu sama lain. Bahkan ada segelintir orang tak percaya akan apa yang dituturkan oleh Noah. Mengingat kakek Sierra bukanlah orang yang sangat gegabah dalam menentukan sesuatu. Kakek Sierra hanya bisa mengulas senyum. Lagi-lagi Noah mencoba mencari gara-gara dengannya. Padahal ia sudah mempunyai kartu AS yang terbilang lebih fatal sekali.Ia menyesap wine-nya dengan santai sambil menikmati obrolan mereka kala itu. Atau mungkin sudah benar-benar tak peduli akan apa yang dituturkan oleh Noah. Sesekali ekor matanya mendapati Noah yang semakin percaya diri jika penampilannya itu sangat cocok. Menurutnya, tapi lain hal dengan kakek Sierra. Itu sama sekali tidak cocok dengannya. Kakek Sierra malah membenci Noah akan rasa tamaknya itu. “Sayang sekali jika pria yang dielu-elukan akan menjadi CEO, tern
Hanya saja Sierra masih kebingungan akan amarah Dikta yang tak jelas alasannya. Menghela napas panjang, sepertinya sang kakek penasaran dengan apa cerita langsung dari Dikta.Berat sesungguhnya, mungkin ini waktu yang tepat untuk Dikta kembali menceritakan sedikit masa lalunya akan ulah Noah. Menceritakannya seringkas dan sepadat mungkin.Sierra hanya bisa menggelengkan kepalanya itu. Ia merasa tak percaya akan apa yang dilakukan oleh Noah. Ternyata muka piciknya itu memang sesuai sekali dengannya.“Seharusnya kau membuat perhitungan lebih padanya, Dikta!”“Lebih?”“Ya, dia kan yang mendapatkan jerat secara hukum melalui Pasal 415 RKUHP draf tanggal 4 Juli 2022 yang berisi tentang pelakor. Bahkan ia juga akan menerima hukuman pidana mengenai pencemaran nama baik di mana tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Oh ya Pasal 284 ayat (1) KUHP tentang perselingkuhan. Em, lumayan banyak juga ya hukumnya.”Dikta hanya bisa bungkam akan apa penjelasan kakek Sierra itu. Pria paruh baya itu b
Seketika, Sierra yang mendengar itu pun terkejut. Tak hanya dia, melainkan juga semua orang yang ada di sana. Kakek Sierra dan Sierra sendiri bahkan berjalan menghampiri Dikta.“Dikta, apa yang terjadi? Kenapa kamu tiba-tiba berkata seperti itu?” tanya Sierra hati-hati.Dikta yang sudah memutuskan panggilannya dengan Bella, menatap Sierra dengan raut wajah bingung juga frustrasi. Fokusnya terpecah belah. Tidak ada lagi ruang yang tersisa di kepalanya selain untuk Beno. Semuanya penuh dengan berita bahwa Beno telah hilang! Kakek Sierra yang merasa bahwa ini adalah masalah yang serius segera menepuk pundak Dikta. “Dikta, dengarkan aku. Tenangkan dirimu, berpikirlah dengan kepala dingin.”“Jawab pertanyaan Sierra. Apa yang sebenarnya terjadi pada Beno? Kenapa kamu bilang bahwa kamu tidak menculiknya?” lanjut Kakek Sierra.Dikta menghirup udara dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Seraya menelan ludahnya susah payah, dia menatap lurus kedua mata Kakek Sierra.“Kakek, Beno hilang.
“Cepat! Ayo, cepat! Hati-hati!”Dengan penuh kehati-hatian dan perasaan menegangkan, Dikta memberi arahan kepada dua orang bawahan yang diperintahkan oleh Kakek Sierra untuk membantunya dalam pencarian dan penyergapan tempat Noah menculik Beno.Setelah menuruti apa yang dikatakan Sierra, dia dan Kakek Sierra itu akhirnya berhasil melakukan pencarian dan penyelidikan. Buah dari kerja keras mereka terbayarkan sudah dengan terbongkarnya tempat yang digunakan Noah untuk menculik Beno.“Tuan, apa kita akan melakukan penyerangan secara langsung jika dia benar-benar ada di sana?” bisik salah seorang diantara mereka pada Dikta yang sedang mengendap-endap di depan.“Tidak, lakukan saja sesuai rencana yang sudah kita bahas sebelumnya bersama Sierra juga kakeknya.” Balasan mutlak tanpa bantahan dari Dikta membuat dua orang itu diam total. Mereka kemudian mengangguk tanpa suara dan mengikuti Dikta bergerak terus dalam kegelapan malam hari ini.Dikta tiba-tiba berhenti tepat sebelum dia tiba di s
Dan apa yang dikatakan oleh seseorang tak dikenal itu masuk ke gendang telinganya. Dikta menyisir semua orang yang ada di sekitarnya saat ini. Matanya tertuju pada salah satu spot di mana sosok itu berada. Ya, dia mendapati sosok yang tak dikenal masuk dikerumunannya. Terlihat seringai senyum puasnya itu terulas di mukanya. Ia menggunakan pakaian serba hitam. Sayangnya, Dikta tak bisa melihat sorot mata yang tertutup oleh bayangan topi yang dikenakannya. Tak hanya dia yang puas, melainkan sosok mereka yang ada disitu pun ikut merayakan kekalahan Dikta. Ya, walaupun sementara mereka sangat yakin itu bisa menjadi peringatan agar Dikta bisa mundur dari jabatannya. Agaknya dalam hati mereka masing-masing silih berganti menghina Dikta. Atau mungkin ada yang menertawakan Dikta juga. Entahlah, pikiran Dikta berkecamuk. Bukan karena masalah diseret tapi siapa lagi yang bermain drama dengannya saat ini. Perlahan namun pasti Dikta meninggalkan kantor utamanya dengan tangan diborgol. Keluar
Dan apa yang dikatakan oleh seseorang tak dikenal itu masuk ke gendang telinganya. Dikta menyisir semua orang yang ada di sekitarnya saat ini. Ia mendapati sosok yang tak dikenal masuk dikerumunan. Terlihat seringai senyum puasnya itu terulas di mukanya. Mereka sangat puas melihat Dikta, yang diseret paksa bak tersangka sesungguhnya. Agaknya Dikta berat sekali melangkahkan kakinya. Hanya saja Dikta tak bisa menangkapnya dengan jelas, karena polisi lebih dulu menyuruh Dikta untuk masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan Dikta benar-benar pasrah. Bahkan ia tak berbicara sepatah kata apapun. Diam. Dan mengikuti alur mereka inginnya seperti apa. Namun di balik diamnya Dikta, ia terus mengamati sosok itu dari belakang. Mengingat kembali semua yang dikatakan oleh mereka. Harap-harap ada klu yang menyudutkan pada sosok tersangka. Dikta juga masih ingat siapa saja yang ikut andil di dalam sana. Sehingga Dikta bertekad akan kebebasannya akan menelusuri siapa mereka. Apakah benar yang
Tampak nafas pria itu benar-benar tersenggal. Kentara sekali ia sangat kelelahan agaknya. "Ada apa? Minum dulu!" sosor Dikta seiring memberikan segelas air minum. Mengambil dan meneguk airnya dengan rasa tamak. Agaknya ia sangat kelelahan. Baik Sierra maupun Dikta masih menunggu apa yang ingin dikatakan olehnya itu. "Ada apa?" Hosh! Hosh! "Anu, Pak. Itu kantor—" Mata Dikta membulat sempurna mendengarkan hal itu. Kini tatapannya mulai menatap lekat untuk membenarkan rasa jujurnya itu. Sehingga batin Dikta dili seperti sudah dikejar seseorang. Memperhatikan keadaan kamar di manan Sierra berada. Dikta berusaha mencerna kembali 11 "Pak gawat kantor kena sidik oleh pihak terkait dan investor!" sosornya terburu-buru. "Jangan bercanda! Ini tidak lucu!" sanggah Dikta geram. Menelan salivanya kuat-kuat. Sierra hanya bisa menatapnya datar. Karena hal ini sering terjadi. Sierra hanya busa menonton kejadian klasik ini. Ia yakin Dikta pasti terkejut akan apa yang terjadi. Walaupun Sierr
Mengangguk. Ia ingin merangkul Sierra, hanya saja lengannya benar-benar tak kuasa menahan nyeri karena luka itu. Ditambah Dikta dihantam berkali-kali saat melawan Sony yang membuat salah satu tangannya kebas.“DIKTA TANGANMU TERLUKA! PAK CEPAT KE RUMAH SAKIT!”Sang pengawal pun langsung menginjak pedal gasnya begitu saja. Sierra benar-benar panik akan apa yang terjadi. Dikta hanya terkekeh melihat tingkah Sierra yang terlalu berlebihan ini. Padahal lukanya tak seberapa dengan rasa khawatirnya itu.Sesampainya di rumah sakit, malah bukan Dikta yang dilarikan untuk di tangani. Tapi malah Sierra yang dilarikan ke ruang UGD. Dikta memboyong tubuh wanita yang merintih kesakitan itu.“Sus, tolong!”Dengan sigap para perawat itu membawa Sierra berlalu menuju ruang UGD. Dikta hanya bisa menunggunya di depan ruangan dengan harap-harap cemas. Ia tak peduli lagi dengan rasa sakit yang diembannya saat ini.Ya, perjalanan yang cukup terjal dari tempat kejadian membuat Sierra mengalami pendarahan d
Tapi Bella malah menarik paksa pria itu dalam pelukannya. Pelukan yang selama ini ia elu-elukan setiap malam. Jujur saja, Bella sangat merindukan Dikta kala ini. Ya, dia sangat menginginkan Dikta kembali dalam pelukannya. Kembali merajut dunia yang telah lama hilang. Ternyata Bella baru menyadari, jika Diktalah yang berhasil membangun dunianya terasa megah. Atau bisa dikatakan hanya Dikta yang bisa mengerti segala keinginannya. Bukan Noah maupun kedua orangtuanya. Bahkan bisa dikatakan jika Diktalah yang berhasil membuatnya menjadi istri yang layak. Dia berhasil mengagungkan Bella dengan segala perjuangannya yang tulus itu. Dan tak pernah Bella temukan pada Noah hingga saat ini. Andai saja waktu bisa diputar kembali, mungkin Bella takan pernah melakukan itu. Dan mungkin saja anaknya masih hidup sampai saat ini kan?Dikta menepis segala rayuan Bella yang mulai menjalari tubuhnya. Sungguhpun, Dikta jijik dan muak sekali. “Bella! Lepaskan! Kenapa kau mau menjadi jalang seperti ini,
Dari root top bangunan di seberang jalan, tepatnya di seberang kosan Sony, seorang pria mengawasi Sony yang sedang dikepung oleh Dikta dan pengawalnya.Pria itu sudah siap dengan senapan laras panjangnya, bersiap membidik target. Saat itu Dikta menanyai Sony, tapi dia diam ... tidak mau berkata jujur. Setelah dihajarpun Sony ditanya kembali oleh Dikta. “Sekarang!” perintah wanita dari telepon, kepada pria yang menggunakan penutup kepala dengan earpiece di telinganya. Dan ... DOR! Dikta dan ketiga pengawal terkejut, mereka menoleh sekeliling dan mencari sumber suara. Setelah beberapa menit barulah Dikta tahu, seseorang mencoba lari dari rooftop rumah di seberang kostan yang ditinggali oleh Sony. “Di sana! Tangkap!” perintah Dikta menunjuk ke bangunan di seberang kostan, dua pengawal langsung bergerak untuk mengejar penembak Sony. “Urus mayatnya,” titah Dikta pada dua pengawal yang sedari awal memegangi tubuh Sony, dan sekarang dua pengawal itu sedikit gemetar yang mereka
Satu persatu masalah menghampiri Dikta, hampir tak berkesudahan, satu masalah selesai satu lagi muncul. Dia hampir gila, merasa ingin menyerah saat ini karena salah satu dari masalah tersebut adalah Sierra. Istrinya itu adalah kekuatannya, harta yang ia punya satu-satunya. Sedang mengandung buah hati mereka, tapi karena termakan hasutan orang dia lebih memilih pergi meninggalkannya. Dikta tidak tahu harus mencari Sierra ke mana. Ponselnya juga tak aktif, tidak bisa dihubungi sama sekali. Dikta juga tak mendapati istrinya ada di rumah kakeknya. Dia tak tahu apakah ada tempat tinggal Sierra yang lain atau istrinya itu hanya tidur di hotel. Dikta akhirnya membiarkan istrinya itu menenangkan diri dan dia berjanji akan mengurus masalahnya supaya cepat selesai. Pagi ini Dikta pergi ke kantor seperti biasanya, hari ini kakek sudah bilang tidak akan mampir ke kantornya, kakek membantu Dikta mencarikan investor baru untuk perusahaan yang dipimpin oleh Dikta itu, pria itu bersyukur sekali.
Dikta menerima telepon dari kakek Sierra, menyuruhnya untuk segera datang ke rumah orangtua Bella. “Aku ada di apartemen, Kek,” ucap Dikta, dia seketika teringat amanah dari ayah Bella yang merupakan mertuanya dulu. “Kau harus bawa mayatku juga istriku. Tolong kebumikan kami dengan layak. Aku yakin hidupku sudah tak bisa bertahan lebih lama lagi,” ucap ayah Bella sesaat sebelum dia tewas karena peluru yang bersarang di kepalanya. Dikta tak bisa untuk tidak sedih, marah dan kecewa, perasaan itu campur aduk di dalam hatinya sekarang. Karena sudah ditunggu oleh kakek, dia segera turun dan menuju ke rumah Bella lagi. Beberapa menit kemudian Dikta sampai di kediaman orangtua Bella, bunga duka sudah berjejer rapi di depan gerbang rumah, banyak mobil yang juga berderet-deret memenuhi tepi jalan. Dikta memarkirkan mobilnya, agak jauh dari kediaman mantan mertuanya itu. Dia turun kemudian melangkah masuk ke sana, orang-orang sudah datang untuk melawat. Dikta melihat ada Bella di sana y
Dikta terperangah, dia membelakakkan matanya sekarang. Kedua mantan mertuanya itu terkapar, dan malangnya di depan matanya ayah mertuanya dihabisi begitu saja. Dikta yang geram berusaha mengejar siapa penembak yang bersembunyi di gudang tadi. Dikta berlari kencang, melawan rasa sakit kepalanya akibat hantaman tongkat baseball yang mengenai kepalanya. Pria itu kabur, melesat dengan cepat berlari dari arah gudang ke depan. Dari belakang Dikta menyusul berlari kencang, seperti mengenal sosok tersebut, dia mempercepat langkah kemudian menarik jaket hitam yang dikenakan pria yang akan kabur itu. Dikta menarik dengan kedua tangannya hingga pria itu terjerembab. Pria itu menggunakan pakaian serba hitam yakni pakaian serba hitam, sepatu hitam, bertopi hitam, masker hitam dan tak lupa kedua tangannya menggunakan sarung tangan. Dikta menarik masker dan topi pria itu, membuangnya asal, dan ketika semuanya terlepas pria itu tertawa. “Hahaha ... Sudah pas bukan waktunya?” ujar Noah, dia seakan