"Apa?! Ko-koma?" Sontak Bu Salamah dan Daniel terlihat sangat syok mendengarnya.Bahkan karena saking syoknya, tubuh Bu Salamah langsung terasa lemas dan hampir saja limbung. Untung saja Daniel yang berada tepat di sampingnya dengan cepat menahan tubuh rentanya itu. "Tante, Tante tidak apa-apa?" tanyanya merasa khawatir.Wanita paruh baya berbaju putih dengan motif bunga itu menggeleng pelan."Lalu, apa ada kemungkinan yang lainnya, Dok?" tanya Daniel berusaha untuk tetap terlihat tegar."Pasien juga kehilangan banyak darah, kami sudah berusaha mengganti darah yang hilang. Bila organ tubuhnya bisa bekerja dengan normal ada kemungkinan pasien akan kembali sadar meskipun kemungkinannya sangat kecil.""Dan ... ada satu kabar duka lagi yang harus saya sampaikan." Dengan sangat hati-hati Dokter muda itu terus memberikan informasi tentang kondisi si pasien.Degh!Wajah Bu Salamah semakin terlihat cemas dan kian merasa ketakutan saja. "Ka-bar duka? Kabar duka apa, Dok?" tanyanya panik."Em
Arga masih tertegun menatap amplop putih yang kini ada di tangannya."Em, pasti kau bertanya bagaimana bisa aku mendapatkan amplop itu, 'kan?" Sembari melipat tangan, Daniel menatap wajah kebingungan Arga. Dan ia bisa membaca apa yang sedang dipikirkan oleh lelaki tersebut saat ini."Tadi pagi aku tak sengaja menabrak seseorang. Dan ketika aku ingin meminta maaf kepada orang itu, eh ... orang itu malah terlihat panik dan buru-buru langsung kabur gitu aja. Nah, di saat itulah aku menemukannya.""Dan pas aku baca, ada namamu di sana. Ya udah, aku pikir ini adalah milikmu." Panjang lebar Daniel menceritakan saat kejadian waktu di rumah sakit tadi pagi. "Entah apa pun isi di dalam amplop itu, aku merasa ada yang dengan sengaja ingin menukar ataupun memanipulasi dari hasil amplop itu, Ga," pikir Daniel berkesimpulan."Dan jika kau masih peduli dengan Nayla, kau bisa liat sendiri bagaimana keadaannya di rumah sakit sekarang!""Coblah bepikirlah dengan tenang, jangan pakai emosi! Agar kau t
Ting-tong ... ting-tong!Terdengar suara bel terus berbunyi nyaring, hingga membuat sang penghuni rumah pun tepaksa terbangun karena merasa sangat terganggu.Lalu, dengan rasa penasaran sepasang suami isti itu harus membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, mereka cukup kaget ketika melihat ada sesosok lak-laki muda berparas tampan yang tidak lain dan tidak bukan adalah menantunya sendiri, suami dari putri tunggalnya yaitu Arga Dewantara sedang berdiri di depan rumah."Nak, Arga?!" pekik keduanya tampak syok melihatnya. "Mana Larissa? katakan di mana Larissa sekarang?" Dengan tanpa permisi pemuda berkemeja hitam itu langsung menerobos masuk ke dalam rumah. "Larissa! Di mana kau? Jangan sembunyi, keluarlah kau sekarang!" Sudah seperti orang yang sedang mencari orang hilang di tengah hutan, lelaki itu mulai berteriak kencang memanggil nama istrinya."Hey, apa yang kau lakukan, Arga? Kenapa kau berteriak-teriak seperti ini? Tidak bisakan kau bersikap lebih sopan?" cegat Aditama. Dengan
Dua hari telah berlalu, namun belum ada tanda- tanda kalau Nayla akan segera siuman. Hingga membuat semua orang merasa khawatir.Bahkan Bu Salamah sempat beberapa kali pingsan, tubuhnya tak mampu menerima berita yang baru saja didengarnya. Beberapa orang yang berdiri di sebelahnya langsung menangkap tubuhnya dan membopongnya ke salah satu kamar pasien. Desy dan Wati, teman Nayla yang kini sering datang membesuk sedang menemaninya di kamar itu.Meskipun dalam kondisi tidak sadar namun kondisi Nayla secara keseluruhan cukup baik. Detak jantung dan tekanan darahnya normal. Dia tidak butuh alat bantu pernapasan sehingga dokter melepas ventilator yang menempel di tubuhnya.Kondisi tubuhnya tidak lagi kritis sehingga dokter memindahkan ke ruang perawatan. Meskipun ventilator sudah dilepas namun peralatan medis lainnya masih tampak menempel di tubuhnya.Memasuki fase vegetatif membuatnya tidak bisa bereaksi terhadap lingkungan sekitar. Sehingga dalam hal pemberian makanan obat-obatan dan pe
Flashback.Setelah kedatangan Arga di malam itu. Di keesokan paginya, tiba-tiba kediaman Pak Aditama digemparkan dengan kedatangan mobil polisi yang berkunjung di rumah tersebut."Selamat pagi, Pak, Bu. Apakah benar ini adalah rumah Bapak Aditama, keluarga dari saudari Larissa Aditama Putri?" tanya seorang pria berseragam polisi yang kini tengah berdiri di depan rumah."Ya, benar. Saya Aditama ayah dari Larissa. Ada apa ya, Pak?" Pria berkacamata itu merasa cukup syok dan kebingungan melihat kedangan dua pria tersebut."Kami dari pihak kepolisian ingin menangkap saudari Larissa dengan tuduhan percobaan pembunuhan kepada saudari Nayla Putri Anissa pada tadi malam," terang sang polisi."Apaa?! Pe-pembunuhan?" Jelas kedua pasang paruh baya itu merasa sangat syok mendengarnya."Tidak-tidak, tidak mungkin putriku melakukan pembunuhan. Pasti ini ada yang salah, Pak Polisi." Dengan menggelengkan kepala, Winda merasa tak percaya. "Tapi maaf, tadi pagi ada yang melaporkannya putri Anda dengan
"S-s-sarah!" Dengan sangat terkejut, Rico pun tertegun menatap wanita yang kini berdiri tepat ada di hadapannya.Sungguh ia tak mengira kalau wanita yang berstatus sebagai istrinya itu akan mengetahui tempatnya berada kini. Glekk!Dengan menelan ludah kasar, seketika wajah pria berkulit sawo matang itu menjadi pucat pasi, bulir-bulir keringat dingin pun mulai mengalir deras di sekujur wajah. Sungguh baru kali ini merasa sangat panik dan juga ketakutan padanya."Ya, ini aku. Kenapa, kok keliatanya kamu kaget banget liat aku? Kaya lagi ngeliat setan aja deh, kamu." Dengan dahi yang mengerut, wanita cantik yang usianya kira-kira sebaya dengan Larissa itu mulai memberinya tatapan curiga.Lalu, tanpa disuruh masuk, wanita berambut lurus sebawah bahu itu bejalan santai langsung menerobos masuk ke dalam epartemen.Sehingga membuat lelaki itu kian bertambah semakin ketar ketir saja padanya. Lalu, dengan wajah yang terlihat sangat tegang, Rico segera menghadangnya. "Tu-tunggu, kau mau ngapain
Plakk!Dengan penuh emosi, Bu Salamah melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Arga.Arga hanya diam menunduk pasrah, sama sekali tak berani menatap wanita paruh baya itu.Sementara semua orang yang kini berada di depan ruang rawat Nayla cukup dibuat syok melihatnya. Namun mereka memakluminya, karena mereka tau apa yang kini dirasakan Bu Salamah saat melihat apa yang telah dilakukan Arga pada Nayla tadi, pasti membuat siapapun akan merasa sangat emosi padanya."Aku sudah memberi kesempatan padamu untuk bisa menemui Nayla. Tapi, apa yang kau lakukan tadi sudah sangat keterlaluan. Apa kau memang sengaja ingin mebuat keadaan Nayla semakin parah, huh?" bentak Bu salamah marah."Maafkan, aku, Bu! A-aku ... hanya ingin membuatnya bisa tersadar, Bu," jawab Arga."Tapi bukan seperti itu caranya. Itu sama saja kau hanya akan membuatnya semakin parah," sahut Bu Salamah geram.Semua orang yang berada di sekitar sana langsung menganggukan kapala merasa setuju dengan ucapan Bu Salamah.
Plakk!Dengan sangat syok, sebelah pipi Arga kembali mendapatkan sebuah tamparan keras dari seorang wanita paruh baya. Sehingga membuat semua orang yang berada di sekitarnya pun langsung dibuat kagèt dan melongo kebingungan melihatnya.Terlebih lagi Daniel dan Reza, ikut meringis miris membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban tamparan dari dua orang wanita yang berbeda."Uhh!" Sambil memegangi pipinya sendiri, kedua pria itu cukup merasa prihatin padanya.Namun, kali ini bukanlah Bu Salamah yang melakukannya. Melainkan sang ibu mertuanya.Dengan wajah yang terlihat merah padam, wanita berpakaian modis dan elegan itu melotot tajam ke arahnya menantunya. Sungguh ia merasa sangat marah dan tidak terima dengan tindakan Arga yang telah melaporkan putrinya ke polisi waktu itu. Hingga membuat putrinya menjadi buronan dan berakhir dengan kehilangan nyawa.Keadaan di depan ruang rawat Nayla kini terlihat kembali menegang karena peristiwa itu. Tentu semua orang-orang yang ada di sana tamp