Ting-tong ... ting-tong!Terdengar suara bel terus berbunyi nyaring, hingga membuat sang penghuni rumah pun tepaksa terbangun karena merasa sangat terganggu.Lalu, dengan rasa penasaran sepasang suami isti itu harus membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, mereka cukup kaget ketika melihat ada sesosok lak-laki muda berparas tampan yang tidak lain dan tidak bukan adalah menantunya sendiri, suami dari putri tunggalnya yaitu Arga Dewantara sedang berdiri di depan rumah."Nak, Arga?!" pekik keduanya tampak syok melihatnya. "Mana Larissa? katakan di mana Larissa sekarang?" Dengan tanpa permisi pemuda berkemeja hitam itu langsung menerobos masuk ke dalam rumah. "Larissa! Di mana kau? Jangan sembunyi, keluarlah kau sekarang!" Sudah seperti orang yang sedang mencari orang hilang di tengah hutan, lelaki itu mulai berteriak kencang memanggil nama istrinya."Hey, apa yang kau lakukan, Arga? Kenapa kau berteriak-teriak seperti ini? Tidak bisakan kau bersikap lebih sopan?" cegat Aditama. Dengan
Dua hari telah berlalu, namun belum ada tanda- tanda kalau Nayla akan segera siuman. Hingga membuat semua orang merasa khawatir.Bahkan Bu Salamah sempat beberapa kali pingsan, tubuhnya tak mampu menerima berita yang baru saja didengarnya. Beberapa orang yang berdiri di sebelahnya langsung menangkap tubuhnya dan membopongnya ke salah satu kamar pasien. Desy dan Wati, teman Nayla yang kini sering datang membesuk sedang menemaninya di kamar itu.Meskipun dalam kondisi tidak sadar namun kondisi Nayla secara keseluruhan cukup baik. Detak jantung dan tekanan darahnya normal. Dia tidak butuh alat bantu pernapasan sehingga dokter melepas ventilator yang menempel di tubuhnya.Kondisi tubuhnya tidak lagi kritis sehingga dokter memindahkan ke ruang perawatan. Meskipun ventilator sudah dilepas namun peralatan medis lainnya masih tampak menempel di tubuhnya.Memasuki fase vegetatif membuatnya tidak bisa bereaksi terhadap lingkungan sekitar. Sehingga dalam hal pemberian makanan obat-obatan dan pe
Flashback.Setelah kedatangan Arga di malam itu. Di keesokan paginya, tiba-tiba kediaman Pak Aditama digemparkan dengan kedatangan mobil polisi yang berkunjung di rumah tersebut."Selamat pagi, Pak, Bu. Apakah benar ini adalah rumah Bapak Aditama, keluarga dari saudari Larissa Aditama Putri?" tanya seorang pria berseragam polisi yang kini tengah berdiri di depan rumah."Ya, benar. Saya Aditama ayah dari Larissa. Ada apa ya, Pak?" Pria berkacamata itu merasa cukup syok dan kebingungan melihat kedangan dua pria tersebut."Kami dari pihak kepolisian ingin menangkap saudari Larissa dengan tuduhan percobaan pembunuhan kepada saudari Nayla Putri Anissa pada tadi malam," terang sang polisi."Apaa?! Pe-pembunuhan?" Jelas kedua pasang paruh baya itu merasa sangat syok mendengarnya."Tidak-tidak, tidak mungkin putriku melakukan pembunuhan. Pasti ini ada yang salah, Pak Polisi." Dengan menggelengkan kepala, Winda merasa tak percaya. "Tapi maaf, tadi pagi ada yang melaporkannya putri Anda dengan
"S-s-sarah!" Dengan sangat terkejut, Rico pun tertegun menatap wanita yang kini berdiri tepat ada di hadapannya.Sungguh ia tak mengira kalau wanita yang berstatus sebagai istrinya itu akan mengetahui tempatnya berada kini. Glekk!Dengan menelan ludah kasar, seketika wajah pria berkulit sawo matang itu menjadi pucat pasi, bulir-bulir keringat dingin pun mulai mengalir deras di sekujur wajah. Sungguh baru kali ini merasa sangat panik dan juga ketakutan padanya."Ya, ini aku. Kenapa, kok keliatanya kamu kaget banget liat aku? Kaya lagi ngeliat setan aja deh, kamu." Dengan dahi yang mengerut, wanita cantik yang usianya kira-kira sebaya dengan Larissa itu mulai memberinya tatapan curiga.Lalu, tanpa disuruh masuk, wanita berambut lurus sebawah bahu itu bejalan santai langsung menerobos masuk ke dalam epartemen.Sehingga membuat lelaki itu kian bertambah semakin ketar ketir saja padanya. Lalu, dengan wajah yang terlihat sangat tegang, Rico segera menghadangnya. "Tu-tunggu, kau mau ngapain
Plakk!Dengan penuh emosi, Bu Salamah melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Arga.Arga hanya diam menunduk pasrah, sama sekali tak berani menatap wanita paruh baya itu.Sementara semua orang yang kini berada di depan ruang rawat Nayla cukup dibuat syok melihatnya. Namun mereka memakluminya, karena mereka tau apa yang kini dirasakan Bu Salamah saat melihat apa yang telah dilakukan Arga pada Nayla tadi, pasti membuat siapapun akan merasa sangat emosi padanya."Aku sudah memberi kesempatan padamu untuk bisa menemui Nayla. Tapi, apa yang kau lakukan tadi sudah sangat keterlaluan. Apa kau memang sengaja ingin mebuat keadaan Nayla semakin parah, huh?" bentak Bu salamah marah."Maafkan, aku, Bu! A-aku ... hanya ingin membuatnya bisa tersadar, Bu," jawab Arga."Tapi bukan seperti itu caranya. Itu sama saja kau hanya akan membuatnya semakin parah," sahut Bu Salamah geram.Semua orang yang berada di sekitar sana langsung menganggukan kapala merasa setuju dengan ucapan Bu Salamah.
Plakk!Dengan sangat syok, sebelah pipi Arga kembali mendapatkan sebuah tamparan keras dari seorang wanita paruh baya. Sehingga membuat semua orang yang berada di sekitarnya pun langsung dibuat kagèt dan melongo kebingungan melihatnya.Terlebih lagi Daniel dan Reza, ikut meringis miris membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban tamparan dari dua orang wanita yang berbeda."Uhh!" Sambil memegangi pipinya sendiri, kedua pria itu cukup merasa prihatin padanya.Namun, kali ini bukanlah Bu Salamah yang melakukannya. Melainkan sang ibu mertuanya.Dengan wajah yang terlihat merah padam, wanita berpakaian modis dan elegan itu melotot tajam ke arahnya menantunya. Sungguh ia merasa sangat marah dan tidak terima dengan tindakan Arga yang telah melaporkan putrinya ke polisi waktu itu. Hingga membuat putrinya menjadi buronan dan berakhir dengan kehilangan nyawa.Keadaan di depan ruang rawat Nayla kini terlihat kembali menegang karena peristiwa itu. Tentu semua orang-orang yang ada di sana tamp
"Bohong, semua itu tidak benar." Dengan wajah yang terlihat sangat panik dan juga ketakutan, Siska menggelengkan kepala mencoba untuk menyangkal. "Papah, tolong jangan percaya sama dia! Bi-bisa saja dia hanya ingin menuduhku dan ingin membuat Papah jadi salah paham terhadapku, Pah. La-lagi pula mana mungkin aku melakukan itu." Wanita yang tengah berdiri di hadapan suaminya itu terus memohon dan berusaha untuk menyakinkannya.Seperti orang yang sedang berperan sebagai antagonis, Bu Salamah kembali tergelak dengan sangat sinis dan sumbang menertawakan wajah gugup dan ketakutan wanita itu. Sedangkan Bagas masih tak bergeming, diam mematung karena kebingungang. Begitu juga dengan yang lainnya. Dengan berbagai pertanyaan yang kini mulai timbul di hati mereka masing-masing, semua orang itu hanya terdiam tak ada yang mengeluarkan suara sedikit pun. Sungguh mereka kini dibuat syok, kebingungan dan sekaligus penasaran ingin tau apa yang akan dikatakan oleh Bu Salamah selanjutnya. Dan benar
Dengan satu per satu, mata Nayla menyorot tajam ke semua orang yang kini hanya tertunduk diam membisu tidak ada yang mau angkat bicara.Sehingga membuat hatinya kian merasa sangat penasaran dan juga ketakutan membayangkan sesuatu hal yang buruk telah terjadi pada sang calon buah hatinya kini. "Kenapa kalian semua diam?" tanyanya. "Baiklah kalau kalian tidak mau menjawab, biar aku tanyakan langsung pada dokter saja sekarang." Dengan sifat keras kepalanya, tiba-tiba gadis yang masih diperban kepalanya itu hendak turun dari ranjang. Sehingga membuat semua orang itu pun menjadi panik dan langsung mencegahnya."Jangan, Nayla. Kamu diam saja di sini!" "Dengarkan Ibu, Ela. Kamu 'kan baru sadar dari koma. Jadi, sebaiknya kamu jangan berpikiran yang macam-macam dulu, Ok! Nanti bila kamu sudah benar-benar merasa baikan baru kita akan bicara lagi ya, Sayang!" Dengan penuh kelembutan, Bu Salamah mengusap pelan kepala gadis itu. Berusaha untuk menenangkannya.Namun, tampaknya hati Nayla tetap ta