Share

Setelah Malam Panjang

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 20:25:00

Sinar matahari yang menyelinap melalui celah gorden menyentuh kulit Zanitha, membangunkannya perlahan dari tidur yang dalam dan lelap setelah semalaman digempur tanpa ampun oleh Ananta.

Begitu matanya terbuka, ia segera menyadari sesuatu—tubuhnya terasa nyeri luar biasa. Setiap inci tubuhnya seperti habis dihantam badai, terutama di bagian intinya yang terasa perih dan ngilu sekaligus.

Saat kesadarannya kembali sepenuhnya, ia menyadari satu hal lagi ternyata masih berada dalam dekapan Ananta.

Pria itu tidur dengan tenang di belakangnya, satu lengannya melingkari pinggangnya erat sementara satu tangannya lagi ada di bawah leher Zanitha seolah memastikan bahwa Zanitha tidak bisa pergi ke mana pun.

Dadanya yang bidang dan hangat bersentuhan langsung dengan punggungnya, membuat Zanitha merasakan kehangatan yang menjalar dari kulit ke kulit.

“Oh Tuhan… apa yang sudah kulakukan semalam?” Zanitha membatin sembari memejamkan mata erat.

Kilasan kejadian tadi mal
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Jalan-jalan Di Zurich

    Setelah berkendara selama beberapa menit dalam keheningan, akhirnya Ananta menghentikan mobil di sebuah kawasan yang tampak klasik dengan bangunan-bangunan tua khas Eropa yang berdiri kokoh.Udara sore di Zurich terasa sejuk, angin berembus lembut membawa aroma kopi dari kafe-kafe kecil di sepanjang jalan berbatu yang tertata rapi.Langit biru cerah dengan semburat oranye dari matahari yang mulai condong ke barat memberikan kesan hangat di tengah kesejukan musim semi.Zanitha turun dari mobil dengan hati berdebar, matanya berbinar melihat suasana sekitar. “Kita di mana?” tanyanya sambil melirik ke arah Ananta yang dengan santai memasukkan tangannya ke dalam saku celana linen-nya.“Altstadt,” jawab Ananta singkat, menutup pintu mobil dan berjalan mendahuluinya.Zanitha mengerjap, lalu mengerutkan kening. “Altstadt? Kota tua Zurich?” Dia mengejar langkah Ananta yang panjang dan sigap.Ananta mengangguk, lalu meliriknya sekilas. “Kamu bilang ingin jalan-jalan. Zurich punya banyak t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Jarak Yang Diciptakan Ananta

    Langit Zurich sudah gelap ketika mobil mereka akhirnya memasuki halaman mansion.Lampu-lampu eksterior menerangi jalan masuk, memberikan kilauan hangat di antara pepohonan yang berjajar rapi.Zanitha turun dari mobil lebih dulu, menoleh ke belakang saat melihat Ananta masih duduk di kursinya, tangannya memijit pelipis dengan gerakan lambat.Pria itu tampak… lelah.Zanitha mengernyit, tapi tidak mengatakan apa-apa.Mereka sudah menghabiskan waktu yang cukup lama di luar dan meskipun pria itu tidak menunjukkan ekspresi berlebihan, Zanitha tahu bahwa Ananta menikmati jalan-jalan mereka.Bahkan, pria itu tidak menunjukkan wajah sekaku biasanya.“Ayo masuk,” kata Ananta akhirnya, tanpa menoleh ke arah Zanitha.Wanita itu mengangguk kecil dan melangkah lebih dulu ke dalam mansion.Sesampainya di kamar, Zanitha segera mengganti pakaian dengan piyama satin lembut berwarna merah muda. Rambutnya digerai begitu saja, terasa ringan setelah seharian dia ikat saat berada di luar rumah.Ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perhatian Ananta

    Setelah Ananta pergi ke kantor, Zanitha memutuskan untuk berjalan-jalan di taman yang luas di halaman mansion.Udara sejuk dan aroma bunga yang bermekaran menyambut langkahnya. Burung-burung berkicau riang di antara pepohonan tinggi, sementara dedaunan yang berguguran tertiup angin menciptakan suasana damai.Di sudut taman, seorang tukang kebun sedang merawat tanaman dengan penuh perhatian. Pria tua itu menyadari kehadiran Zanitha dan tersenyum ramah.“Selamat pagi, Nyonya.”Zanitha membalas senyumannya. “Pagi. Tamannya indah sekali.”Tukang kebun itu mengangguk bangga. “Tuan Ananta sangat memperhatikan taman ini, beliau selalu ingin segalanya terlihat sempurna.”Mendengar itu, Zanitha terdiam sejenak. Ananta dan kesempurnaannya—tidak heran kalau pria itu selalu menuntut segalanya berada dalam kendalinya.Setelah berbasa-basi sebentar, Zanitha melanjutkan langkahnya. Ia berjalan ke halaman samping yang jarang dikunjungi sebelumnya.Di sana, hamparan bunga lavender bergoyang le

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Mengabaikan Ananta

    Suasana makan malam di mansion terasa jauh lebih hening dari biasanya.Zanitha duduk di kursinya dengan tenang, menyendok makanannya tanpa ekspresi, sementara di seberangnya, Ananta menikmati steak dengan gerakan perlahan sesekali mencuri pandang ke arah istrinya.Biasanya, meskipun hubungan mereka sering diwarnai adu argumen, Zanitha akan berbicara atau setidaknya menanyakan sesuatu kepada Ananta—walaupun hanya basa-basi karena Zanitha sama sekali bukan perempuan tipe pendiam.Tapi malam ini berbeda.Wanita itu tidak mengeluarkan satu kata pun. Bahkan tatapannya tak sekalipun terangkat untuk melihat sang suami tampan di depannya.Ananta yang semula santai mulai merasa gelisah.Tentu saja dia tahu alasan kenapa Zanitha mendiamkannya.Ananta menyuapkan potongan steak terakhirnya ke mulut, lalu meletakkan pisau dan garpunya dengan perlahan.“Kata Klaus tadi kamu jatuh di taman.” Ananta membuka topik pembicaraan, dia ingin mendengar cerita langsung dari Zanitha kenapa bisa berakh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Frustrasi Ananta Dan Cemburunya

    Sejak pagi, suasana hati Ananta sudah buruk.Duduk di kursi CEO di kantor Shipping Helvion Group, ia menatap layar MacBook dengan ekspresi datar.Seharusnya Ananta fokus pada laporan keuangan yang sedang dipresentasikan oleh manajernya, tapi pikirannya justru melayang ke mansion di mana Zanitha berada.Seharusnya ia lega karena wanita itu akhirnya berhenti mengganggunya. Seharusnya ia senang karena Zanitha tidak lagi mencari-cari perhatiannya.Tapi nyatanya?Setiap detik Ananta justru menunggu reaksi dari wanita itu.Setiap kali ponselnya bergetar, Ananta berharap itu pesan dari Zanitha—meskipun hanya satu kata singkat atau permintaan absurd.Tapi sejak pagi tadi, ponselnya tetap sepi.Tidak ada pesan.Tidak ada panggilan.Tidak ada perhatian.Ananta mendengus pelan, menyandarkan punggung ke kursinya.“Jadi … bagaimana Tuan? Apakah saya bisa lanjutkan ke laporan berikutnya?” Sang manager bertanya untuk yang kedua kalinya karena tidak ada jawaban dari Ananta padahal tatapan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Akting Ananta

    Langit Zurich sudah mulai gelap ketika mobil Ananta memasuki halaman mansion dengan kecepatan stabil. Cahaya lampu jalan yang temaram memantulkan bayangannya di kaca mobil, tetapi pria itu tetap diam dengan rahang mengeras.Di samping kemudi, Taylor-sang sekretaris, menoleh ke belakang membaca ekspresi tajam majikannya yang sedang menahan emosi.Tanpa banyak bicara, begitu mobil berhenti di depan pintu utama mansion, Ananta langsung turun. Langkahnya lebar dan penuh wibawa, tubuhnya tegak, dan sorot matanya menyiratkan ketenangan yang mencekam.Ia berjalan lurus melewati koridor menuju taman samping tempat Klaus melaporkan bahwa Elias sedang menikmati teh bersama Zanitha.Ketika pria itu sampai di taman, ia menemukan pemandangan yang langsung memanaskan darahnya.Zanitha duduk di salah satu kursi besi berbantal empuk tampak begitu anggun menggunakan dress lengan panjang motif floral, sementara Elias duduk di hadapannya dengan ekspresi santai, mengenakan kemeja linen yang terlihat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Hukuman Untuk Zanitha

    Ananta membawa Zanitha ke kamar dengan langkah lebar dan penuh amarah. Bahunya tegang, rahangnya mengeras, dan sorot matanya menggelap.Zanitha masih meronta di dalam gendongan pria itu, tangannya menghantam punggung Ananta dengan sia-sia. “Ananta, turunkan aku!” teriaknya. “Kamu enggak bisa seenaknya kaya gini!”Ananta tidak menjawab. Dengan satu gerakan kuat, ia membuka pintu kamar dan menutupnya dengan keras, lalu melangkah menuju ranjang besar mereka.Tanpa aba-aba, ia meletakkan Zanitha di kasur dengan sedikit dorongan yang membuat tubuh wanita itu terhempas ke permukaan kasur yang empuk. Napasnya memburu, dadanya naik-turun seiring dengan emosi yang bergejolak dalam dirinya.Zanitha bangkit, bersiap untuk melawan, tapi Ananta lebih cepat. Ia menindih tubuh wanita itu, kedua tangannya menahan pergelangan tangan Zanitha di atas kepala.“Kamu pikir aku akan membiarkanmu bersenang-senang dengan Elias?” suara Ananta terdengar dalam dan dingin, menggema di d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Balasan Zanitha

    “Bukan kamu yang menentukan dengan siapa aku jatuh cinta, tapi Tuhan … kalau aku jatuh cinta sama kamu dan harus merelakanmu karena kamu enggak pernah mencintai aku maka akan aku lakukan, karena aku mencintai kamu.”Kalimat Zanitha itu terngiang terus di benak Ananta hingga kini nafas dan debaran jantungnya telah kembali teratur.Sedangkan Zanitha masih ada dalam pelukannya dengan tubuh mereka yang sama-sama polos.“Apa mungkin kalau aku enggak perlu menceraikan Zanitha? Setelah nanti dia mengandung dan melahirkan anakku, anak itu juga butuh ibu yang harus mengurus, merawat dan mendidiknya.” Sisi hati Ananta yang baik bicara.“Kamu akan kerepotan hidup dengan perempuan keras kepala dan pembangkang seperti Zanitha, lebih baik seperti dulu tanpa ikatan dengan perempuan mana pun.” Sisi hati Ananta yang kelam berkata demikian.Ananta menunduk memeriksa Zanitha apakah sudah tertidur namun perlahan istrinya mendongak sehingga mata mereka bertemu dengan wajah yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23

Bab terbaru

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Kencan Buta

    Langit Zurich senja itu digelayuti awan tipis. Lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala, menciptakan nuansa keemasan yang sendu.Di kamar bayi Mansion Ananta Von Rotchschild, suasana lebih tenang. Ares terlelap dalam pelukan ayahnya, sementara tangan kecilnya masih menggenggam ujung kemeja Ananta.Ananta duduk di kursi goyang, menatap wajah mungil itu dengan mata yang sembab oleh kelelahan batin. Di sudut ruangan dekat meja kecil di sampingnya, sebuah dasi dan jas hitam telah tergantung rapi—pakaian yang akan ia kenakan untuk malam ini.Makan malam perjodohan.“Maaf, Ares… Daddy akan pulang larut malam,” bisiknya sambil mencium kening sang putra. “Tapi sebelum Daddy pergi… Daddy harus pastikan kamu tidur nyenyak dulu.”Ares bergumam kecil dalam tidurnya, lalu memeluk lebih erat.Ananta menutup matanya, menghela napas panjang. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Lalu dengan perlahan, ia bangkit, membaringkan Ares ke tempat tidur, dan menyelimuti tubuh kecil itu dengan hati-hat

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perjodohan

    Malam telah larut di mansion Von Rotchschild, Zurich. Cahaya lampu temaram dari kamar kerja Ananta menyinari meja besar yang dipenuhi dokumen ekspansi pelabuhan, laporan kinerja divisi Shipping dan satu map cokelat tua yang sejak enam bulan lalu tidak pernah berpindah tempat dari lacinya.Map itu berisi dokumen gugatan cerai.Dokumen yang tidak pernah disentuh lagi sejak pertama kali Taylor menyerahkannya.Ananta duduk di kursi kulit hitam, menarik laci lalu mengeluarkan map tersebut sebelum akhirnya membukanya.Di dalam map ada sebuah berkas yang tertulis nama Zanitha Azkayra Wiranata dan namanya sendiri, lengkap dengan stempel pengacara keluarga Von Rotchschild.Tangannya mengusap halaman pertama dokumen itu, lalu mendesah panjang.Sudah berbulan-bulan Sebastian menanyakan hal ini. Bahkan Heinz dan Taylor pun bergantian menyampaikan permintaan agar dokumen itu segera ditandatangani. Tapi Ananta selalu punya alasan: rapat terlalu padat, jadwal penuh, atau dokumen belum diperiks

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membuat Ananta Melupakan Zanitha

    Sementara itu di mansion Zurich, Sebastian duduk di ruang musik bersama Ares yang tengah duduk di atas pangkuannya. “Lihat ini, Ares…” katanya sambil menekan tuts piano, memainkan melodi sederhana. Ares menatap jemari tua itu lalu ikut menekan satu dua tuts sembarangan setelahnya tertawa kecil. “Ha!” Sebastian terkekeh. “Kamu punya bakat musik rupanya?” Nanny yang berdiri di dekat pintu tersenyum. “Sepertinya dia nyaman sekali dengan Tuan Sebastian.” Sebastian menoleh, menatap cicitnya yang tersenyum sambil menepuk-nepuk piano. “Ananta sudah punya segalanya… tapi wanita itu… wanita itu telah membawa warna ke hidup bocah ini,” gumam Sebastian sambil memeluk Ares erat. Kenyataan bahwa Ananta kini adalah pewaris sah Helvion Group, memiliki kekuasaan, reputasi, bahkan seorang anak sebagai penerus garis darah keluarga Von Rotchschild. Ananta secara material dan status te

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Maaf

    Pagi yang sunyi di Zurich,Langkah Ananta menggema di lorong utama mansion Sebastian Von Rotchschild saat ia berjalan menuju ke sebuah ruang kerja.Di tangannya ada map hitam berisi laporan perkembangan proyek pelabuhan baru Helvion Shipping di kawasan Asia Tenggara—sebuah proyek ekspansi strategis yang sedang ia pimpin langsung.Sesampainya di depan pintu, Ananta mengetuk pelan.“Masuk,” suara Sebastian terdengar dari dalam.Ananta membuka pintu dan masuk dengan sikap tenang, namun matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.“Ada yang ingin kamu sampaikan?” Sebastian langsung menatapnya tanpa basa-basi.Ananta mengangguk. “Aku akan ke Jakarta untuk inspeksi awal lokasi pelabuhan baru yang sedang kita rencanakan. Ada celah efisiensi distribusi di kawasan timur Indonesia. Aku perlu validasi lapangan sebelum eksekusi.”Sebastian menautkan jari-jari di atas meja. “Sendiri?” Keningnya berkerut disertai sorot mata penuh kecur

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Benci

    Pagi itu, langit Jakarta terlihat cerah, namun hati Zanitha justru terasa mendung. Ponselnya bergetar lembut dan di layar menampilkan nama: Ryan.Zanitha menjawab dengan suara pelan, “Halo, Mas Ryan?”Suara Ryan terdengar tenang, seperti biasa, tapi dengan nada berat yang tak bisa disembunyikan.“Selamat pagi, Nyonya. Saya minta maaf harus menyampaikan ini .…”Zanitha menegakkan punggung, firasat buruk langsung menyusup.“Ada apa?”“Saya… tidak bisa mendampingi Anda lagi dalam pembangunan toko bunga.”Ryan terdiam sejenak.“Ini perintah langsung dari Tuan Mathias. Saya diultimatum… dan saya tidak ingin Anda terseret masalah.”Zanitha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa kecewa. Tapi ia tetap menjaga suaranya tetap stabil.“Saya mengerti, Mas. Kamu ‘kan memang sekretaris utama Helvion Group. Aku semestinya enggak boleh mengganggu kamu ….”Ryan menarik napas lega mendengar reaksi itu, meski tetap terdengar sedih.“Saya sudah menugaskan sepupu jauh saya. Namanya Bella—dia s

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Toko Bunga

    Setelah berkeliling pasar bunga dan memastikan kontrak dengan beberapa supplier, Ryan dan Zanitha mampir ke sebuah showroom interior kecil di Kemang yang direkomendasikan seorang kenalan florist.Di dalam, ruangan dipenuhi mock-up etalase toko, meja kasir bergaya industrial, lampu gantung rotan, serta rak kayu bergaya rustic. Segalanya tampak menawan—dan terlalu banyak pilihan untuk Zanitha yang perfeksionis.“Mas, kayu jati atau kayu pinus?” Zanitha berdiri di depan dua contoh rak display. “Yang jati lebih kokoh, tapi pinus warnanya lebih cerah.”Ryan mendekat, membuka map hitamnya lagi, lalu mencatat. “Kalau dari biaya produksi, pinus lebih murah. Tapi daya tahannya—”“Mas Ryan,” sela Zanitha cepat, “kamu tahu enggak, kamu tuh… bisa kerja jadi wedding planner.”Ryan tertawa pelan. “Jadi Nyonya mau bilang saya cerewet dan penuh catatan?”Zanitha nyengir. “Iya… Mas Ryan kaya google.”Ryan mengangguk dramatis. “Google… tapi versi manusia. Tanpa iklan.”Zanitha tertawa. Kemudian

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Nyaman Tapi Tidak Bahagia

    Hidup nyaman bukan berarti hidup bahagia.Setidaknya itu yang Zanitha pelajari dalam satu minggu terakhir tinggal di apartemen megah kawasan SCBD. Kamar tidur luas dengan ranjang empuk, dapur lengkap, ruang kerja pribadi, balkon dengan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, bahkan mobil mewah dan supir yang selalu siap kapan pun. Tapi setiap malam saat ia terjaga dari tidur gelisah, hanya ada satu yang mengisi pikirannya.Ares.Tangisnya. Senyumnya. Suara gumam pelannya saat tertidur di dada Zanitha. Jemari mungilnya yang menggenggam erat saat menyusu. Semua itu tidak pernah benar-benar pergi dari ingatan. Bahkan dalam diam, tubuh Zanitha masih terasa nyeri karena tidak lagi menyusui.Sementara itu, satu nama lainnya yang juga tak bisa ia lupakan…Ananta.Pria itu tidak menghubunginya, tidak mengirim pesan. Tidak juga mencoba menjelaskan. Seolah hubungan mereka sudah benar-benar selesai.Padahal Zanitha tahu, Ananta bukan pria yang begitu saja bisa melepaskan. Tapi mungkin…

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Sepi

    Damar menatap punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan meja teller sebuah bank swasta milik asing.Sebenarnya Damar tidak tega melakukan ini tapi dia tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar lagi setelah hutangnya menumpuk di bank.Hanya Zanitha yang bisa menolongnya, beruntung uang kompensasi kawin kontrak yang diberikan Ananta jumlahnya sangat besar dan Damar yakin bisa mengembalikan perusahaannya seperti dulu.Damar tersenyum saat melihat Zanitha telah selesai dengan teller dan sedang berjalan mendekat.“Papi … transfernya sudah berhasil, ini buktinya.” Zanitha yang sudah duduk di samping Damar memberikan secarik kertas bukti yang diberikan teller.“Terimakasih Nitha … Terimakasih ya.” Damar menggenggam tangan Zanitha erat dengan tatapan nanar.Sang papi tidak pernah sedekat ini dengannya membuat Zanitha terharu.“Tapi Papi janji ya jangan berbuat curang lagi … Papi harus inget, Nitha seperti ini karena Von Rotchschild menganggap Papi adalah musuh mereka.” Zanitha men

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Menemui Papi Damar

    Keesokan paginya, bel pintu apartemen berbunyi.Seorang pelayan membukakan pintu dan Ryan masuk dengan sopan.“Nyonya,” sapanya hangat.Zanitha keluar dari kamar, masih mengenakan kimono tidur. Rambutnya belum disisir, wajahnya tampak lelah dan sayu dengan mata bengkak karena semalaman memeras air mata. Ia memandang Ryan dengan alis terangkat.“Ada apa pagi-pagi sekali?” gumamnya pelan.“Saya hanya ingin mengecek keadaan nyonya,” jawab Ryan jujur. Zanitha menatapnya datar. “Seriusan? Ananta yang nyuruh Mas Ryan?” Dia menebak.“Enggak Nyonya, ini inisiatif saya …,” ujar Ryan tenang. “Sebagai orang yang ditugaskan membantu semua keperluan Anda di Jakarta… saya merasa perlu memastikan keadaan Anda secara langsung.”Zanitha tidak merespon. Ia hanya berbalik, berjalan ke arah sofa, lalu duduk dengan tubuh lemas.“Kopinya Nyonya ….” Asisten rumah tangga membawa dua mug kopi untuk Zanitha dan Ryan.Ryan duduk di single sofa di living room itu.“Saya juga ingin menyampaikan satu h

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status