Share

Menjenguk Papi

Author: Erna Azura
last update Huling Na-update: 2025-03-11 10:40:43

Saat Ananta masuk kembali ke kamar usai diskusi dengan Mathias, dia mendapati Zanitha sudah tertidur pulas.

Ananta menyimpan kedua tangan sembari menatap Zanitha kesal.

“Aku bilang jangan tidur dulu.” Pria itu menggerutu.

Tapi memang malam sudah sangat larut dan besok mereka akan melakukan perjalanan udara belasan jam.

Ananta merangkak naik ke atas ranjang melewati tubuh Zanitha.

Sekuat tenaga Zanitha tidak bergerak karena sesungguhnya dia belum tidur.

Dia hanya pura-pura karena belum siap bercinta dengan Ananta.

Sampai usia dua puluh lima tahun hidupnya ini jangankan pria lain, papinya sendiri saja tidak pernah menyentuhnya.

Sekalinya menyentuh Zanitha, Damar melabuhkan tamparan di pipi sang putra.

Sungguh tragis memang nasib Zanitha.

Dan ketika tadi Ananta menyentuhnya membuat seluruh syaraf Zanitha menegang.

Ananta berbaring miring menatap punggung Zanitha, kilasan adegan dewasa tadi melintas di benaknya.

Tubuh Zanitha yang mulus, seksi dan padat di tempat yang seharusn
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ferinda Yanti
karena sebenarnya papi itu lagi ngelindungin nita dari maminya,,yg kayak medusa itu
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pamit

    “Papi … Nitha akan pergi, Ananta membawa Nitha ke Swiss … Nitha pamit, mungkin enggak akan pernah balik lagi ….” Zanitha menjeda karena dadanya terasa nyeri seperti dihantam sesuatu.Damar menatap lekat putrinya dengan genangan di mata.“Nitha enggak akan nyusahin Papi lagi, maafin Nitha kalau kehadiran Nitha di dunia ini malah mendatangkan penderitaan bagi Papi ….” Zanitha mengusap air matanya menggunakan punggung tangan dengan cepat.“Papi harus sehat ya … Papi lekas sembuh biar Nitha tenang.” Zanitha membungkuk lalu mengecup kening Damar.Damar tidak bergerak namun nafasnya memburu. Tetap bungkam sampai Zanitha keluar dari ruangan itu sambil berlinang air mata.Dan ketika pintu ruangannya ditutup oleh Zanitha dari luar, baru lah tangis Damar pecah.Air matanya mengalir deras, Damar menahan erangan tangisnya dengan menggigit bibir bawah.“Maafkan Papi, Nitha … maafkan Papi … Papi hanya enggak ingin kamu terus-terusan menderita, di bully mami dan Anin juga dilecehkan Aditya …

    Huling Na-update : 2025-03-12
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terbang Ke Zurich

    Zanitha masih mendengus kesal setelah ‘kejahatan’ Ananta di pemakaman tadi, tetapi wajahnya kembali berbinar saat melihat betapa mewahnya area boarding untuk First Class Suite yang mereka gunakan untuk penerbangan ke Swiss.Bandara memang penuh dengan hiruk-pikuk, tapi begitu mereka memasuki lounge eksklusif, suasana langsung berubah menjadi tenang, nyaman, dan elegan.“Ananta… kita benar-benar terbang dengan kelas ini?” bisik Zanitha, hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Lounge ini lebih mirip hotel bintang lima, dengan sofa mewah, layanan personal, dan berbagai makanan berkelas.Lagi-lagi Ananta hanya memberikan lirikan malas sebelum menyerahkan boarding pass kepada petugas.Zanitha langsung melihat tulisan First Class Suite pada tiketnya.“Duh… Aku suka hidup mewah,” Zanitha menggumam sambil tersenyum kecil, lupa akan kesedihan tadi di rumah sakit namun ekspresinya berubah saat Ananta menatap tajam. “Maksudku, ini keren sih, Ta.” Dia meluruskan lalu menyengir lucu.

    Huling Na-update : 2025-03-12
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Tentang Keluarga Von Rotchschild

    Zanitha bangun lebih dulu, dia melewati Ananta saat hendak ke toilet.Turbulensi membuat Zanitha limbung dan nyaris menindih Ananta namun dia refleks menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuh di sisi kursi meski berakhir nyaris mencium bibir Ananta.Wajah mereka sangat dekat sekarang, dan dari jarak sedekat ini Zanitha bisa melihat detail wajah suaminya yang sangat … tampan.Zanitha sampai menahan nafas agar Ananta tidak terusik oleh hembusan nafasnya yang mungkin akan memburu karena jantungnya sedang berdebar kencang.Bulu mata Ananta cukup lebat dan lentik untuk ukuran pria, hidungnya yang mancung seperti perosotan TK dan bibirnya yang tipis pernah terasa di kulit leher juga di dada Zanitha.Sebelum Ananta terjaga, Zanitha berusaha bangkit dan melanjutkan niatnya ke lavatory.Dia membasuh wajah lalu menggosok giginya, entah sudah berapa jam mereka terbang, Zanitha lupa mengeceknya di layar televisi.Sorot matanya kembali menyendu mengingat pertemuannya dengan sang papi

    Huling Na-update : 2025-03-13
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Dunia Baru

    Begitu roda pesawat menyentuh landasan Zurich Airport, Zanitha mengembuskan napas panjang, seolah baru saja melewati fase besar dalam hidupnya.Ia menoleh ke jendela, matanya menatap takjub ke luar.Pegunungan Alpen yang jauh tampak membingkai kota dengan keindahan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Langit Zurich bersih dengan awan tipis menggantung, memberi kesan sejuk yang kontras dengan kelembaban Jakarta yang biasa ia rasakan.Zanitha menoleh ke samping, menatap Ananta yang masih tampak santai seperti tidak ada yang spesial.Tentu saja, bagi pria itu, ini bukanlah pengalaman pertama. Namun, bagi Zanitha, ini adalah pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Swiss.“Turun,” suara Ananta terdengar dingin, memecah lamunan Zanitha.Zanitha mengikuti langkahnya, menuruni tangga pesawat dengan anggun meskipun jantungnya berdebar-debar.Begitu kakinya menyentuh landasan Zurich, angin musim semi yang sejuk menyapa wajahnya. Ia menghirup napas dalam-dalam, membiarkan udara sega

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Makan Malam Keluarga Von Rotchschild

    Begitu mobil mereka memasuki halaman mansion, Zanitha terpana melihat pemandangan di depannya.Meskipun mansion ini tidak sebesar Mansion Sebastian, tetap saja ukurannya luar biasa besar jika dibandingkan dengan rumah mewah pada umumnya.Bangunannya didominasi oleh kaca dan elemen kayu gelap, menciptakan kesan modern dan elegan.Lampu-lampu eksterior yang dipasang dengan presisi memberikan nuansa hangat, sangat kontras dengan kesan aristokratik dan kaku yang ia rasakan di mansion sang kakek.Pintu besar berlapis kayu ek mewah terbuka begitu mereka turun dari mobil. Seorang pria paruh baya dengan setelan hitam berdiri di depan pintu, membungkuk dengan hormat.“Selamat datang, Tuan Ananta dan Nyonya Zanitha. Saya Klaus, kepala pelayan di mansion ini. Saya telah menyiapkan segala sesuatu sesuai instruksi Tuan.” Suaranya dalam dan penuh wibawa seperti Heinz. Apa kepalanya pelayan di keluarga Von Rotchschild memiliki standar yang sama?Zanitha melirik ke arah Ananta yang hanya memb

    Huling Na-update : 2025-03-15
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perang Dingin Di Ranjang

    “Apa-apaan itu tadi, Ta? Aku seperti dikeroyok! Untung Kakek sangat ramah dan menerimaku dengan baik.”Zanitha berjalan mondar-mandir di dalam kamar, ekspresi wajahnya tampak frustrasi.Gaun elegan itu masih melekat di tubuhnya, namun ia sudah melepas heels yang tadi dia lempar ke sudut ruangan tanpa peduli.Sementara itu, Ananta duduk di tepi ranjang dengan ekspresi datar, membuka kancing atas kemejanya dengan santai. “Memangnya kamu mengharapkan mereka menyambutmu dengan bunga dan karpet merah?” tanyanya dengan nada setengah mengejek.Zanitha berhenti melangkah, menatapnya dengan sorot mata tidak percaya. “Seenggaknya aku berharap mereka bersikap netral! Bukan langsung menilaiku seperti aku ini orang asing yang mencoba merebut warisan keluarga mereka!”Ananta mendesah panjang, lalu menyandarkan tubuhnya ke headboard ranjang. “Itulah kenyataannya, Nitha. Aku udah bilang, mereka menginginkan posisi kakek dan meskipun kamu anak Ratu Inggris sekalipun, kamu akan mendapatkan skeptis

    Huling Na-update : 2025-03-16
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pagi Yang Mengejutkan

    Pagi di mansion terasa begitu tenang, hanya terdengar kicauan burung di taman dan suara gemericik air dari pancuran kecil di halaman belakang saat Zanitha dengan langkah anggun menapaki anak tangga.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.Zanitha baru saja turun ke ruang makan ketika ia nyaris tersedak oleh pemandangan yang ia lihat.Meja makan sudah ditata dengan begitu rapi dan elegan. Taplak meja linen berwarna krem lembut, peralatan makan dari perak mengkilap, dan piring porselen dengan ukiran emas di pinggirnya tersusun sempurna. Di tengah meja, terdapat vas kristal berisi bunga putih segar yang tampak mahal.Namun yang paling membuatnya syok adalah bagaimana para pelayan berdiri di sisi meja dengan sikap penuh penghormatan, seolah ia adalah seorang putri kerajaan yang sedang menunggu suaminya untuk bersantap pagi.Zanitha menoleh ke pelayan yang berada paling dekat dengannya, seorang wanita berusia sekitar empat puluhan dengan wajah ramah.“Ini… benar-benar seperti ini

    Huling Na-update : 2025-03-16
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perangkap Yang Mulai Menjerat

    Setelah kesadaran Zanitha kembali, dia masuk ke dalam mansion dengan wajah masih terlihat linglung.Langkahnya tidak tentu arah karena masih memikirkan ciuman panas tadi bahkan bibir Zanitha terasa kesemutan.Lalu langkahnya berhenti di depan dinding kaca yang menyajikan pemandangan area kolam renang mansion yang luas dan mewah.Kolam renang infinity itu seolah menyatu dengan pemandangan pegunungan di kejauhan, airnya jernih berkilauan tertimpa cahaya matahari.Lantai di sekitar kolam terbuat dari marmer eksklusif yang terasa sejuk di bawah kaki, sementara di sekitarnya terdapat kursi-kursi santai berlapis kain linen putih, beberapa dengan payung besar untuk melindungi dari terik matahari.Taman tropis dengan pepohonan hijau tertata rapi di sekitar area, memberikan suasana yang lebih privat. Pancuran air kecil mengalir dari dinding batu alam di sisi kolam, menciptakan suara gemericik yang menenangkan. Di pojok, terdapat gazebo dengan sofa nyaman dan meja kaca, tempat sempurna untu

    Huling Na-update : 2025-03-17

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Kencan Buta

    Langit Zurich senja itu digelayuti awan tipis. Lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala, menciptakan nuansa keemasan yang sendu.Di kamar bayi Mansion Ananta Von Rotchschild, suasana lebih tenang. Ares terlelap dalam pelukan ayahnya, sementara tangan kecilnya masih menggenggam ujung kemeja Ananta.Ananta duduk di kursi goyang, menatap wajah mungil itu dengan mata yang sembab oleh kelelahan batin. Di sudut ruangan dekat meja kecil di sampingnya, sebuah dasi dan jas hitam telah tergantung rapi—pakaian yang akan ia kenakan untuk malam ini.Makan malam perjodohan.“Maaf, Ares… Daddy akan pulang larut malam,” bisiknya sambil mencium kening sang putra. “Tapi sebelum Daddy pergi… Daddy harus pastikan kamu tidur nyenyak dulu.”Ares bergumam kecil dalam tidurnya, lalu memeluk lebih erat.Ananta menutup matanya, menghela napas panjang. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Lalu dengan perlahan, ia bangkit, membaringkan Ares ke tempat tidur, dan menyelimuti tubuh kecil itu dengan hati-hat

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perjodohan

    Malam telah larut di mansion Von Rotchschild, Zurich. Cahaya lampu temaram dari kamar kerja Ananta menyinari meja besar yang dipenuhi dokumen ekspansi pelabuhan, laporan kinerja divisi Shipping dan satu map cokelat tua yang sejak enam bulan lalu tidak pernah berpindah tempat dari lacinya.Map itu berisi dokumen gugatan cerai.Dokumen yang tidak pernah disentuh lagi sejak pertama kali Taylor menyerahkannya.Ananta duduk di kursi kulit hitam, menarik laci lalu mengeluarkan map tersebut sebelum akhirnya membukanya.Di dalam map ada sebuah berkas yang tertulis nama Zanitha Azkayra Wiranata dan namanya sendiri, lengkap dengan stempel pengacara keluarga Von Rotchschild.Tangannya mengusap halaman pertama dokumen itu, lalu mendesah panjang.Sudah berbulan-bulan Sebastian menanyakan hal ini. Bahkan Heinz dan Taylor pun bergantian menyampaikan permintaan agar dokumen itu segera ditandatangani. Tapi Ananta selalu punya alasan: rapat terlalu padat, jadwal penuh, atau dokumen belum diperiks

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membuat Ananta Melupakan Zanitha

    Sementara itu di mansion Zurich, Sebastian duduk di ruang musik bersama Ares yang tengah duduk di atas pangkuannya. “Lihat ini, Ares…” katanya sambil menekan tuts piano, memainkan melodi sederhana. Ares menatap jemari tua itu lalu ikut menekan satu dua tuts sembarangan setelahnya tertawa kecil. “Ha!” Sebastian terkekeh. “Kamu punya bakat musik rupanya?” Nanny yang berdiri di dekat pintu tersenyum. “Sepertinya dia nyaman sekali dengan Tuan Sebastian.” Sebastian menoleh, menatap cicitnya yang tersenyum sambil menepuk-nepuk piano. “Ananta sudah punya segalanya… tapi wanita itu… wanita itu telah membawa warna ke hidup bocah ini,” gumam Sebastian sambil memeluk Ares erat. Kenyataan bahwa Ananta kini adalah pewaris sah Helvion Group, memiliki kekuasaan, reputasi, bahkan seorang anak sebagai penerus garis darah keluarga Von Rotchschild. Ananta secara material dan status te

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Maaf

    Pagi yang sunyi di Zurich,Langkah Ananta menggema di lorong utama mansion Sebastian Von Rotchschild saat ia berjalan menuju ke sebuah ruang kerja.Di tangannya ada map hitam berisi laporan perkembangan proyek pelabuhan baru Helvion Shipping di kawasan Asia Tenggara—sebuah proyek ekspansi strategis yang sedang ia pimpin langsung.Sesampainya di depan pintu, Ananta mengetuk pelan.“Masuk,” suara Sebastian terdengar dari dalam.Ananta membuka pintu dan masuk dengan sikap tenang, namun matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.“Ada yang ingin kamu sampaikan?” Sebastian langsung menatapnya tanpa basa-basi.Ananta mengangguk. “Aku akan ke Jakarta untuk inspeksi awal lokasi pelabuhan baru yang sedang kita rencanakan. Ada celah efisiensi distribusi di kawasan timur Indonesia. Aku perlu validasi lapangan sebelum eksekusi.”Sebastian menautkan jari-jari di atas meja. “Sendiri?” Keningnya berkerut disertai sorot mata penuh kecur

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Benci

    Pagi itu, langit Jakarta terlihat cerah, namun hati Zanitha justru terasa mendung. Ponselnya bergetar lembut dan di layar menampilkan nama: Ryan.Zanitha menjawab dengan suara pelan, “Halo, Mas Ryan?”Suara Ryan terdengar tenang, seperti biasa, tapi dengan nada berat yang tak bisa disembunyikan.“Selamat pagi, Nyonya. Saya minta maaf harus menyampaikan ini .…”Zanitha menegakkan punggung, firasat buruk langsung menyusup.“Ada apa?”“Saya… tidak bisa mendampingi Anda lagi dalam pembangunan toko bunga.”Ryan terdiam sejenak.“Ini perintah langsung dari Tuan Mathias. Saya diultimatum… dan saya tidak ingin Anda terseret masalah.”Zanitha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa kecewa. Tapi ia tetap menjaga suaranya tetap stabil.“Saya mengerti, Mas. Kamu ‘kan memang sekretaris utama Helvion Group. Aku semestinya enggak boleh mengganggu kamu ….”Ryan menarik napas lega mendengar reaksi itu, meski tetap terdengar sedih.“Saya sudah menugaskan sepupu jauh saya. Namanya Bella—dia s

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Toko Bunga

    Setelah berkeliling pasar bunga dan memastikan kontrak dengan beberapa supplier, Ryan dan Zanitha mampir ke sebuah showroom interior kecil di Kemang yang direkomendasikan seorang kenalan florist.Di dalam, ruangan dipenuhi mock-up etalase toko, meja kasir bergaya industrial, lampu gantung rotan, serta rak kayu bergaya rustic. Segalanya tampak menawan—dan terlalu banyak pilihan untuk Zanitha yang perfeksionis.“Mas, kayu jati atau kayu pinus?” Zanitha berdiri di depan dua contoh rak display. “Yang jati lebih kokoh, tapi pinus warnanya lebih cerah.”Ryan mendekat, membuka map hitamnya lagi, lalu mencatat. “Kalau dari biaya produksi, pinus lebih murah. Tapi daya tahannya—”“Mas Ryan,” sela Zanitha cepat, “kamu tahu enggak, kamu tuh… bisa kerja jadi wedding planner.”Ryan tertawa pelan. “Jadi Nyonya mau bilang saya cerewet dan penuh catatan?”Zanitha nyengir. “Iya… Mas Ryan kaya google.”Ryan mengangguk dramatis. “Google… tapi versi manusia. Tanpa iklan.”Zanitha tertawa. Kemudian

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Nyaman Tapi Tidak Bahagia

    Hidup nyaman bukan berarti hidup bahagia.Setidaknya itu yang Zanitha pelajari dalam satu minggu terakhir tinggal di apartemen megah kawasan SCBD. Kamar tidur luas dengan ranjang empuk, dapur lengkap, ruang kerja pribadi, balkon dengan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, bahkan mobil mewah dan supir yang selalu siap kapan pun. Tapi setiap malam saat ia terjaga dari tidur gelisah, hanya ada satu yang mengisi pikirannya.Ares.Tangisnya. Senyumnya. Suara gumam pelannya saat tertidur di dada Zanitha. Jemari mungilnya yang menggenggam erat saat menyusu. Semua itu tidak pernah benar-benar pergi dari ingatan. Bahkan dalam diam, tubuh Zanitha masih terasa nyeri karena tidak lagi menyusui.Sementara itu, satu nama lainnya yang juga tak bisa ia lupakan…Ananta.Pria itu tidak menghubunginya, tidak mengirim pesan. Tidak juga mencoba menjelaskan. Seolah hubungan mereka sudah benar-benar selesai.Padahal Zanitha tahu, Ananta bukan pria yang begitu saja bisa melepaskan. Tapi mungkin…

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Sepi

    Damar menatap punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan meja teller sebuah bank swasta milik asing.Sebenarnya Damar tidak tega melakukan ini tapi dia tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar lagi setelah hutangnya menumpuk di bank.Hanya Zanitha yang bisa menolongnya, beruntung uang kompensasi kawin kontrak yang diberikan Ananta jumlahnya sangat besar dan Damar yakin bisa mengembalikan perusahaannya seperti dulu.Damar tersenyum saat melihat Zanitha telah selesai dengan teller dan sedang berjalan mendekat.“Papi … transfernya sudah berhasil, ini buktinya.” Zanitha yang sudah duduk di samping Damar memberikan secarik kertas bukti yang diberikan teller.“Terimakasih Nitha … Terimakasih ya.” Damar menggenggam tangan Zanitha erat dengan tatapan nanar.Sang papi tidak pernah sedekat ini dengannya membuat Zanitha terharu.“Tapi Papi janji ya jangan berbuat curang lagi … Papi harus inget, Nitha seperti ini karena Von Rotchschild menganggap Papi adalah musuh mereka.” Zanitha men

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Menemui Papi Damar

    Keesokan paginya, bel pintu apartemen berbunyi.Seorang pelayan membukakan pintu dan Ryan masuk dengan sopan.“Nyonya,” sapanya hangat.Zanitha keluar dari kamar, masih mengenakan kimono tidur. Rambutnya belum disisir, wajahnya tampak lelah dan sayu dengan mata bengkak karena semalaman memeras air mata. Ia memandang Ryan dengan alis terangkat.“Ada apa pagi-pagi sekali?” gumamnya pelan.“Saya hanya ingin mengecek keadaan nyonya,” jawab Ryan jujur. Zanitha menatapnya datar. “Seriusan? Ananta yang nyuruh Mas Ryan?” Dia menebak.“Enggak Nyonya, ini inisiatif saya …,” ujar Ryan tenang. “Sebagai orang yang ditugaskan membantu semua keperluan Anda di Jakarta… saya merasa perlu memastikan keadaan Anda secara langsung.”Zanitha tidak merespon. Ia hanya berbalik, berjalan ke arah sofa, lalu duduk dengan tubuh lemas.“Kopinya Nyonya ….” Asisten rumah tangga membawa dua mug kopi untuk Zanitha dan Ryan.Ryan duduk di single sofa di living room itu.“Saya juga ingin menyampaikan satu h

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status