Share

Tak Terduga

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-06-30 16:39:46

Di sini aku sekarang. Sedang melihat gadis yang disandingkan terpaksa di sebelahku. Tak aku sangka sama sekali, Kayla—perempuan yang telah menjalin hubungan denganku selama lima tahun, harus mencampakkanku dengan cara memalukan seperti ini.

Padahal dari awal kami sudah sama-sama sepakat masalah mahar. Aku hanya mampu memberinya lima puluh juta rupiah saja. Bukan karena aku tak cinta, tetapi hanya itu kesanggupanku. Uangku ada lebih. Rencananya akan aku gunakan untuk membangun restaurant impianku sejak dulu.

Kayla tahu semua mimpi-mimpiku. Ternyata dia juga yang menghancurkannya. Benar kata orang, siapa yang paling dekat dengan kita, dia yang akan menikam kita paling dalam dengan rasa sakit tak terkira.

Sehari sebelum akad aku bahkan sudah meyakinkan Kayla, bahwa aku akan bertanggung jawab penuh pada gaya hidupnya. Tapi, apa mau dikata, satu jam sebelum akad nikah dia membatalkan semuanya, kecuali aku mempersiapkan mahar senilai 150 juta rupiah.

Kayla bilang kalau aku mencintanya, pasti aku akan memenuhi semua permintaannya. Ya, tapi tak begini juga caranya. Dia kira mempersiapkan pesta pernikahan dengan semua dana dariku ini tidak memakan sedikit biaya?

100 juta lebih uang yang sudah aku gelontorkan. Hasil menabung uang gaji selama jadi chef, menang lomba dan menerima iklan skala kecil. Konsep pernikahan bahkan sesuai dengan keinginan Kayla. Hasilnya, aku seperti menghangatkan makanan basi, dan akhirnya tak layak untuk ditelan lagi.

Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatiku. Aku sudah sangat ragu menikah dengan Kayla. Aku termasuk laki-laki biasa, berbeda dengan teman-teman satu profesiku yang ada juga berasal dari luar negeri. Mereka sudah biasa minum dan tidur dengan wanita yang bukan istrinya. Tidak denganku, aku masih menjunjung tinggi adat ketimuran. Juga aku memiliki banyak saudari perempuan. Aku takutnya perbuatan yang aku lakukan, kata orang karmanya bisa menimpa saudari kita.

Satu hari Kayla pernah mengajakku buka kamar di hotel tempatku bekerja. Sekuat tenaga aku menolak. Walau aku tak bisa berbohong, normalnya sebagai seorang laki-laki aku juga ingin sekali. Namun, demi mengingat semua akibatnya, aku tak jadi. Terbayang olehku, mama dan adik-adik perempuanku diperlakukan seperti demikian.

Salah satu adik perempuan jauhku ialah, Cantika. Gadis yang dulu aku kenal, hitam, dekil, dan tomboy habis yang sekarang secara ajaibnya sudah menjadi istriku. Cantika menggantikan posisi Kayla. Dia menyelamatkan aku dan keluargaku dari rasa malu.

Tak aku sangka dari sekian banyak gadis, Cantika yang dipilih. Dulu aku sering membullinya. Jarak usia kami cukup jauh, sampai sebelas tahun lamanya. Ketika aku sowan saat hari raya ke rumah om dan tante. Saat itu kalau tak salah ingat umurku sudah 26 tahun dan Cantika 15 tahun.

Jangan tanya lagi istriku yang sedang asyik makan nasi kuning satu piring setelah habis memakan soto betawi satu mangkuk penuh dulu seperti apa. Tidak ada cantik dan sisi perempuannya sama sekali. Dia baru pulang dari main di luar, dengan teman laki-lakinya. Membawa mangga muda yang baru dipetik dari pohon. Nyelonong masuk ke dalam rumahnya sendiri tanpa salam denganku.

“Can, ini, loh, ada Mas Jimmi. Mbok, ya disalam gitu,” kata mamanya menegur anak itu.

Dia menoleh sebentar sambil menaikkan celana pendeknya yang melorot. Muka berkeringat dan bau matahari tercium jelas. Padahal gadis seusianya seharusnya sudah belajar merawat diri.

“Malas!” Ketus memang mulutnya dari dulu denganku, sebab itu aku suka membullinya.

“Kenapa? Sini, Mas, belikan es cream campina,” jawabku waktu itu.

“Dikiranya Can nggak punya duit apa. Pah, minta duit, donk. Beli es cream di depan jalan.” Jawabannya berhasi membuatku tertawa. Om Rahmat mengeluarkan selembar uang 20 ribuan dan Can mengambilnya.

“Mau ditambahin nggak. Duit, Mas, banyak, loh.” Aku habis menerima THR dari hotel. Saat itu aku belum mulai berpacaran dengan Kayla, dan tak ada sedikitpun niatku untuk menggoda Cantika. Nama yang waktu itu bertolak belakang dengan kepribadian sepupu jauhku ini.

“Eeeh, maulah, Mas. Lumayan beli tambahan buat beli gundam.” Tanpa malu tangannya terulur meminta uangku. Ya, aku berikan saja, walau hobi laki-laki itu tak cocok untuk anak perempuan.

“Can, kamu nggak mau nikah sama Mas Jimmi. Mas pinter masak loh. Kamu rebus air aja gosong,” kata mamanya lagi. Hah, baru tahu aku anak segede batang pisang ini teryata agak oon dikit. Semalas-malasnya orang memasak, bisa sampai air gosong dibuatnya.

“Malas!”

“Kenapa?” Aku bertanya saking penasarannya. Aku tak bohong, banyak pegawai hotel yang cantik-cantik mengajakku berkenalan, tapi getaran di dalam hati belum juga ada.

“Ganteng, bisa masak, nggak cukup, Ma. Suami Can besok nggak boleh galak jadi orang. Iuuw, Mas Jimmi galaknya minta ampun. Udah gitu mulutnya lemes lagi bulli orang tiap bentar.”

“Yang mau sama kamu emang siapa, Can?” Aku bertanya kembali.

“Malas, ah, ngomong ama dia. Mending makan lontong sayur pakai rendang daging sama serundeng. Eeem, enaaak masakan Mama.”

Begitulah sekelumit kisah kami di masa lalu. Dan aku terkejut luar biasa ketika saat batal akad nikah antara aku dan Kayla, Cantika ditunjuk sebagai pengantin penggantinya. Aku nggak menyangka itu dia. Kenapa sekarang namanya sesuai dengan kepribadiannya?

Terakhir aku bertemu enam bulan lalu dengan sepupu jauhku ini. Belum secantik sekarang. Itu juga ketemunya di suatu acara. Saat dia hampir berantem dengan seorang petugas gara-gara perkara uang parkir. Can kekeh nggak mau bayar seharga lima ribu rupiah. Padahal waktu itu sedang ada event besar. Jadilah aku yang mengambil jalan tengah.

Uang lima ribu waktu itu kecil bagiku. Sekarang saja lima puluh juta rupiah akan masuk ke kantongnya. Beruntungnya kamu, Cantika Ayu Jelitta yang sekarang pakai kebaya setelan berwarna biru langit dengan kerudung warna senada. Sudah gitu pakai bedak dan lipstick yang warnanya kalem. Cantika terlihat semakin anggun. Walau mulutnya masih ketus. Aku ingat dia tadi bilang ingin meyantetku. Susah sepertinya nanti berdamai dengannya.

“Kok, masih laper, ya?” ucap Can.

Heran aku, padahal sudah makan soto dan nasi kuning. Perutmu terbuat dari apa, Can? Karet gelang apa karet ban? Semakin diisi semakin melar. Aku yakin permintaan maafku tadi nggak didengar sama dia. Nanti saja kita urus itu, yang jelas kami harus tampil meyakinkan di depan para tamu undangan yang siang nanti akan mulai berdatangan.

“Kalau laper, ya, makan,” jawabku pada Can.

Nasi sebutir pun tidak tertinggal di piringnya. Sebagai chef cara makan seperti Can menunjukkan cara pelanggan menghargai yang memasak. Lagi pula bisa jadi keuntungan tersendiri kalau orang doyan makan seperti Can di dunia ini ada banyak.

“Mas, kenapa nggak makan? Emang kenyang makan cinta?” Mulai lagi dia seperti ini.

“Duluan aja, Can. Mas nanti aja.”

“Mau disuapin?” Agak terkejut aku mendengar pertanyaan istriku yang tak terduga ini.

“Jangan mimpilah yaaa, ha ha ha.” Belum sempat aku menjawab sudah dibantahnya lebih dahulu. Ternyata hanya tampilan luar saja yang berubah. Dalamnya masih ketus dan cuek luar biasa.

Sebagai pengantin dia benar-benar turun ke tempat makan. Aku melihat Can mengambil es cendol sampai penuh. Tanpa rasa berdosa dia bawa segelas saja lalu duduk kembali. Tidak pula menawarkanku. Tak sampai sepuluh detik es cendol itu sudah berpindah ke dalam perutnya. Aku sampai geleng-geleng kepala dibuatnya. Kegalauanku ditinggal Kayla sedikit terobati dengan sikap konyol Can.

Hampir Can sendawa keras. Refleks aku menutup mulutnya. Bukan apa-apa, malu didengar banyak orang. Dia ini, astaga, seharusnya bisa jaga sikap sebentar saja sampai pesta berakhir. Tanganku ditepisnya.

“Apa, sih, Mas, cari-cari kesempatan aja.” Dia menatapku tak senang.

“Tolong, ya, Can, sekali ini aja, Mas mohon bersikaplah seperti ratu sehari aja. Biar Mas dan orang tua nggak malu.”

“Bayar!” jawabnya yang kedua kalinya.

“Oke, nanti Mas bayar. Tapi kamu tenang dulu, ya.”

“Oke.” Can berpaling.

Entah berapa lama kami duduk di sini. Lalu tamu yang khusus datang saat akad saja sudah mulai pulang dan menyalami kami satu per satu. Untuk resepsi nanti undangan yang datang lain lagi.

“Jimmi, semoga cepet dapat anak, ya.”

“Semoga rumah tangga kalian samawa sampai kakek nenek.”

Bergantian para tamu mengucapkan selamat. Pelan-pelan aku dengar Can menggerutu. Dia tak mau mengaminkan, tapi menolak doa juga nggak berani.

Datang salah seorang pamanku dari Kepulauan Riau. Dia memberikan amplop padaku. Pamanku yang satu ini mahir membuat pantun.

“Bulan puasa memakan kurma. Satu butir untuk berdua. Yang menunggu lama-lama. akhirnya bersanding penuh bahagia.”

“Eaaak,” sahut Can di depan paman kami berdua.

“Langit membentang warnanya biru. Datang hujan menimpa batu. Selamat menempuh hidup baru. Semoga bahagia sepanjang waktu.” Aku tersenyum mendengar pantun pamanku.

“Eaak, eaak, eaak.” Makin menjadi tingkah Cantika. Gusti Allah, paringi hamba sabar.

“Can juga punya pantun, Om.” Dia nggak mau kalah.

“Apa?” tanya kami kompakan. Baru aku tahu kalau sepupu jauhku ini pandai juga bersilat lidah.

“Tanam jengkol di tepi bukit.” Habis itu Can diam aja.

“Terus?” tanya kami semua karena saking penasarannya.

“Ngapain nanam jengkol sampai ke tepi bukit. Mending beli di pasar, ha ha ha.” Tawa Can pecah seketika. Lucu? Kayaknya lucu, buktinya omku tertawa sama istrinya.

“Buah kelapa jatuh ke sungai.” Om kami masih lanjut pantun.

“Terus?” tanya Can.

“Byur jatuh hanyut dibawa air.” Beliau masih tak mau kalah.

Kemudian mamaku datang. Beliau mengatakan MUA sudah harus merias ulang kami berdua. Siang nanti kami akan bersanding sampai tamu undangan pulang. Muka Can terlihat malas sekali. Soal uang aja dia cepat.

“Can, nggak, nyangka, loh. Akhirnya kamu juga yang jadi menantu Tante. Kalau tahu gini, dari habis kamu tamat SMA udah diajak nikah.” Mamaku memang akrab dengan mama Cantika.

“Jangan, Tante, jangan, Can masih kecil,” jawab anak ini absurd.

Kecil apanya? Makan sebanyak itu nggak sadar diri. Mamaku pergi duluan mengurus yang lain. Kami berdua menunggu sampai benar-benar dipanggil oleh MUA.

“Mas, pernikahan kita ini sandiwara apa beneran?” tanya adik sepupuku. Entahlah, aku pun bingung harus jawab apa.

Bersambung …

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Murni Pasha
kocak ...lucu..pingin ketawa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pengantin Dadakan    Lempar Bunga Sembunyi Tangan

    Aku tak tahu harus jawab apa. Sekali pun dalam hidup, walau aku sering dibilang orang adalah playboy, tapi tak pernah terlintas di pikiranku untuk mempermainkan pernikahan. Karena kalau main-main aku tak akan mempersiapkan sampai sedetail ini. Di pelaminan ini aku duduk lagi. Menunggu Cantika—gadis bar bar dikit yang terpaksa menjadi istriku. Anggap saja sekarang masih terpaksa. Sisanya akan aku jalani sesuai takdir. Kata orang, kalau tidak jodoh, sekali pun dekat tidak akan pernah bertemu di pelaminan. Kalau jodoh sekali pun orang yang paling dibenci akan jadi sepasang pengantin juga. Aku melihat ke arah kiri. Cantika sudah datang dipandu berjalan dengan mamaku dan mama mertua sekaligus. Aku yakin sekali dia kesulitan berjalan memakai heels. Ya, semua yang ada ini warna, dekorasi, gaun pengantin 80% meengikuti selera Kayla. Sampai juga Cantika di pelaminan. Aku tersenyum ke arah mama mertua. Walau hari ini agak terkejut sampai jungkir balik, tapi harus tetap jaga sikap di depan Ta

    Last Updated : 2023-06-30
  • Pengantin Dadakan    Ratu Drama

    Adoooh, malu, Bestieee. Udah dari tadi tampil cantik, anggunli, dan berkarakter. Malah jatuh gara-gara rok sama baju ketat luar biasa ini gak mau diajak kerja sama. Salah sendiri, kok, mau disuruh pakai baju ketat. Bukan maunya aku, wei. Soale ini, kan, size-nya si nenek lampir yang buat aku tersiksa jadi istri orang. Kayaknya badan orangnya setipis triplek. Makanya ketat banget di badan aku yang bohay kayak gentong pinguin. Mana nggak ada yang mau nolongin aku. Semuanya ketawa, termasuk Mas Jimmi(n). Awas, kamu, ya, Mas, tak uyel-uyel palamu pakai jurus petir ala Boboiboy. Terus aku terpaksa jalan anggunli lagi ke atas panggung. Pesta selesai. Tinggal kami pihak keluarga yang ada belakang gedung. Aku buru-buru ganti baju super mini ini. Nyiksa, beud, kentutku ketahan dari tadi. Mau dilepas juga malu bukan main di depan orang. “Can, Nak. Mama, Papa, sama masmu yang lain, pulang duluan, ya,” kata mamaku. Eh, jangan, donk, jangan tinggalin anakmu, Maaaa.“Mah, terus, Can gimana?”

    Last Updated : 2023-08-08
  • Pengantin Dadakan    Jalur Langit

    Di dalam mobil aku menghabiskan sisa tempe sama tahu yang aku comot. Mas Jimmi(n) menyetir mobil sangat fokus luar biasa. Nggak ada lagi drama lirik-lirikan di antara kami berdua. Mungkin masih marah karena Kayla. Nggak tahu, deh. Entah beneran karena marah atau masih nggak rela nggak jadi nikah. Hanya Mamas dan Allah yang tahu. Aku juga nggak mau tahu. Resep seblak aja sampai sekarang aku nggak pernah tahu. Mobil berbelok ke arah gang rumah si mamas. Langsung masuk parkiran. Fyi, ya, Bestie, Mas Jimmi(n) ini anak orang terpandang. Suami Tante Dian seorang dosen tetap di satu universitas ternama. Mama mertuaku juga dosen. Jadi keluarga mereka ini high class, tapi tetep santuy jadi orang. Nggak suka pamer mereka. Nggak pamer aja anaknya jadi orang semua, kok. Beda sama aku yang kata temen-temenku setengah orang setengah siluman tengkorak. Bertemen dengan Sun Go Kong dari Gunung Huwa Ko. Skip, nggak penting. Yang nggak jelas sampai sekarang ini aku udah 21 tahun, ambil jurusan ekono

    Last Updated : 2023-08-09
  • Pengantin Dadakan    Buka Kado

    Aku bangun sebelum Shubuh. Sudah biasa bagi seorang chef sepertiku ini untuk bergerak cepat. Walau rasanya kepalaku masih sakit sekali. Tentu aku terkejut melihat kaki siapa di atas kakiku. Aku singkirkan baik-baik. Eh, Gusti Allah. Anak gadis mana yang nyasar ke kamarku ini. Tidurnya, ya ampun, sampai hampir lepas sprei dari kasurnya. Sekali lagi aku mengingat. Iya, ya, kemarin aku batal nikah dengan Kayla. Jadi gantinya si Cantika yang jadi istriku. Sulit dimengerti, serasa hidupku hari senin semuanya. Teringat lagi dengan kata mamaku. Tidak ada pernikahan sandiwara atau main-main di dalamnya. Oke, aku akan coba jalani, tapi aku perlu waktu. Karena tidak ada rasa cinta sedikit pun untuk Cantika. Rasa di hati masih untuk Kayla. Semoga saja cepat enyah, karena aku baru percaya, tanpa restu dari Mama sekuat apa pun kami mencoba ada saja halangannya. Aku nggak berniat membangunkan Cantika. Aku mandi dan membersihkan diri setelah tadi malam asal tidur begitu saja karena lelah tak tert

    Last Updated : 2023-08-09
  • Pengantin Dadakan    Perjanjian

    “Iiih, kok, aneh-aneh, sih, model baju tidurnya. Selain masuk angin. Ini juga bisa memancing nafsu laki-laki. Percuma, donk, belajar pakai jilbab kalau dikasih baju ginian,” kata Cantika Ayu Jelita terang-terangan. Sepertinya dia memang nggak tahu sama sekali apa fungsi lingeri. Ya, aku juga malas mengajarinya. Ini bukan hal yang bisa ditangani laki-laki seperti aku. Lagi pula kami kaum lelaki nggak semuanya butuh baju sexi seperti itu. Ada yang lebih memilih aksi langsung daripada menunggu dirayu. “Kamu beneran nggak ada baju sama sekali?” tanyaku. Dia menjawab pertanyaanku dengan menggeleng saja.“Ya, udah agak siangan dikit kita ke rumah kamu dan ambil semua baju-bajumu.” Aku membuka kado yang lain pula. Lumayan juga jumlahnya. Nanti bisa dibagi dengan yang lain. Lagi-lagi, ya ampun, drama baju dalam yang belum juga selesai. Kali ini kadonya untukku. Can sampai memejamkan mata melihatnya. Ini pasti ulah teman-teman satu profesiku. Mereka memang sangat terbuka dan tak malu-malu

    Last Updated : 2023-08-10
  • Pengantin Dadakan    Rencana Bulan Madu

    Eh, kok, malah aku yang cium tangan si Mamas. Gimana, sih, konsepnya? Kenapa hatiku jadi jungkir balik kayak roler coster habis akad nikah sama Park Mas Jimmi(n)? Padahal tadi aku sendiri yang minta nggak boleh ada kontak fisik. “Anak pinter.” Mas Jimmi(n) ngacak-ngacak kepalaku yang masih dilapisin jilbab. Okeh, jangan baper, Can. Nggak boleh! Ingat, yang dia acak-acak itu kepala. Jangan sampai lubuk hati yang ikut merasakan. Tahan diri. Tarik napas, keluarin pelan-pelan. Terus senyum dengan menampakkan 33 gigimu. Lebih satu emang, Besti. Soalnya aku punya gingsul di bagian depan. Perkara gigi gingsul ini emang yang buat aku diputusin sama mantanku dulu. Katanya aku kayak drakula di matanya. Dia takut mati kehabisan darah kalau deket-deket sama aku. Halah, sekalipun aku beneran jadi drakula. Nggak akan mau juga hisap darah dia. Apaan, pait, gara-gara jarang mandi. Skip, skip, tentang mantan. Nggak penting. “Itu semua juga jadi punya kamu, ya. Buka aja.” Mas Park Jimmi(n) menunju

    Last Updated : 2023-08-11
  • Pengantin Dadakan    Rumah Kita, katanya

    Eh, lupa. Hari senin aku harus mengajukan judul skripsi. Yah, terpaksa nggak jadi, deh, bulan madunya. Aku memonyongkan bibirku lima senti. Masa bodo dengan Mas Park Jimmi(n) yang kelihatan sedang menunggu jawabanku. Emang kalau bulan madu aku sama dia mau ngapain juga? Kalau saling membulli tanpa harus ke Bali juga bisa. “Gimana?” Nggak sabaran banget si Mamas denger jawabanku. Apa dia ini tidak paham sama sekali mood perempuan? Dasarnya udah galak ya mau gimana lagi. Si Mamas ini kalau disandingkan sama Chef Junna, begh, damagenya nggak main-main. Aku bersumpah dengan segenap jiwa, raga, dan hatiku. Kalau sampai si mamas duet sama Chef Junna dalam suatu acara. Aku akan belajar masak sungguh-sungguh. Sampai makanan aku dibilang enak sama si mamas. Catat janji aku, ya. Catat!“Can, oi, ditanyain dari tadi loh. Kelamaan mikirnya, ini udah setengah jam kamu ngitung kancing bolak-balik dari tadi.” Mamas mulai emosi, mungkin laper. Eh, masak sih, udah setengah jam aja waktu berlalu.

    Last Updated : 2023-08-21
  • Pengantin Dadakan    Nggak Jelas

    Kenapa aku bilang kalau ini semua uangnya Mas Jimmin? Karena dia itu pekerja keras dan sudah pasti tajir. Ya, kan, selebriti chef. Soalnya dari aku baru lahir katanya dia udah suka masak-memasak. Waktu aku masih main kelereng jiwa dagangnya udah keluar. Dari cerita mama mertuaku tadi, kue pertama buatan Mas Park Jimmi(n) yang enak banget dibuat itu klepon. Duh netes air liurku membayangkannya.Rugi nggak, sih, Kayla ngelepasin semua ini hanya demi uang senilai 150 juta. Padahal rumah ini kalau dijual juga lebih dari 800 juta kok. Apa isi otak anak itu, ya? Terus untungnya buat aku apa? Nggak tahu. Ini mau dicari tahu. “Cuma dua kamar di sini, Can. Makanya ambil di pinggir. Siapa tahu suatu hari nanti mau diperbesar lagi.” Pintu kamar depan dibuka oleh si mamas. Satu lagi agak ke bagian belakang. Aneh, ya seharusnya rumah segede gini bisa buat tiga kamar deh. “Kamu mau ambil kamar depan atau belakang?” “Belakang,” jawabku sat set sat set seperti permintaannya. Dia mengalah dan men

    Last Updated : 2023-08-21

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan    Bulan Madu

    Beneran ternyata gaes aku udah nikah. Buktinya aku sekarang duduk di pelaminan barengan dia setelah tadi melewati barisan pedang pora. Seragam kami kali ini hijau muda. Jangan dibayangin seperti lontong, pokoknya aku cantik, kata dia gitu. “Kamu cantik, deh, Sayang.” Entah udah keberapa kali buaya di sebelah aku bilang gini. Mual, terlalu manis kata-katanya, heeem.“Makasih, nggak ada uang kecil.” “Nggak perlu bayar pakai uang, cukup pakai—” “Udahlah. Ya Allah, kenapa itu terus dibahas dari tadi.” Hu hu huuu, ketahuan juga sifat asli Bang Ale sejak tadi kami sudah jadi suami istri. Takut sebenernya, tapi nggak mungkin juga minta cere, kan. Nggak lucu deh. “Ya, kan, salah satu tujuan nikah untuk itu, Istriku.” “Hueek!” Mendadak ingin muntah aku tu. “Belum juga diapa-apain udah hamil duluan, tenang aja Abang akan tanggung jawab atas perbuatan kita di atas bukit.” “Hoi, bisa diem, nggak? Makin lama makin ngadi-ngadi isi kepala Abang. Di atas bukit itu dua tahun lalu juga keles. Ka

  • Pengantin Dadakan    Beneran?

    Ya, malam ini aku dandan cantik sekali. Aku nggak kelihatan seperti chef lagi, melainkan seorang putri yang akan menerima lamaran dari seorang pangeran. Setengah jam lagi seharusnya mereka tiba di sini. Setelah segala drama dan begini begitunya, akhirya kami memutuskan untuk menikah. Sempat hampir berantem dan biasalah aku minta udahan aja, tapi akhirnya lanjut lagi. Soalnya pengajuan nikah militer, ampuuu cyiiiiiin, mumet ndasku mikirnya. “Ayo, Nak, semangat, udah cantik itu jangan mandang cermin melulu,” mamaku masih sambil menggedong adekku tersayang. Segala sesuatu telah kami siapkan. Makanan, dekorasi, termasuk pihak keluarga perempuan, kecuali kamera paparazzi. Aku lagi males diliput wartawan sebisa mungkin aku rahasiakan aja dari khalayak ramai.Satu demi satu tamu mulai datang. Suara Bang Ale udah mulai kedengeran. Diandra masuk dan memberikanku segelas kopi hangat racikan tangannya sendiri. Aku minum pakai sedotan biar nggak rusak lipstik. Baru aja aku mau melangkah, eh,

  • Pengantin Dadakan    Persiapan

    Sekilas aku melihat ternyata Iqis ikut juga jadi chef di pertemuan internasional antara negara timur tengah dan Indonesia. Aku kenal dia, tapi dia nggak kenal aku. Hiiih anak itu, es batunya luar biasa. Hampir empat harian di sini, kami nggak sempat saling menyapa. Iqis harus on point di dapur dan aku pada bagian keamanan. Kemeja hitam dan jas putih senantiasa aku kenakan agar terlihat rapi. Sebenarnya letih setelah dari luar negeri tugas lagi, tapi memang mengawal orang penting perlu orang-orang berpengalaman. Ajaibnya lagi aku jumpa sama Abu Lahab. Dia ngaku baru putus sama pacarnya satu, masih ada cadangan dua lagi. Astaghfirullah, buaya arab memang beda. “That girl, my girlfriend,” tunjukku sama Iqis yang lagi jalan membawa nampan berisi makanan. Abu Lahab bilang jamilah jamilah. “May be she is boring with you,” katanya. “No, no.” Aku tegaskan tidak. Jarang jumpa memang iya, tapi bosan kayaknya nggak. Entar aku buktikan. “You don’t look handsome.” Mulut Abu Jahal emang lain.

  • Pengantin Dadakan    Keringat Dingin

    Habis drama kejar-kejaran di bandara, akhirnya aku dan dia berbaikan. Sengaja aku mengajak Bang Ale makan di restaurant tradisional Indonesia milik salah satu rekanku. Tebak apa? Dia makan banyak banget sampai tambah. “Kangen makanan Indonesia, ya?” tanyaku ketika dia tambah nasi. Bang Ale nggak menjawab hanya mengangguk saja. Ada sih, beberapa orang yang melihat kami, tapi ya, bodo amat bukan urusanku juga. “Kalau sama aku kangen, nggak?” Tsaaah, tumben aku nanyain ginian. Hatiku, kenapa kamu tidack bisa diajak kompromi sama sekali. Bang Ale berhenti makan dan menatapku sekilas. Tatapan yang membuatku ingin menyiram minyak panas ke wajahnya. Habis itu dia makan lagi. Dasar, nggak dijawabnya pertanyaan aku. “Petenya enak,” katanya, serah lo deh. “Sama kayak kamu.” Maksudnya apa, ya?“Jadi aku dan pete itu sama?” “Sama, sama-sama bauk.” Santai aja dia ngomong itu, loh, nggak ada rasa bersalah sama sekali. Refleks aku cium ketek, nggak ada bauk sama sekali. Aku udah pakai deodor

  • Pengantin Dadakan    Gadis Terasi

    Aku senang dia udah membaik keadaannya di sana. Ya, meski harus menderita beberapa luka-luka ringan. Ada satu hal yang aku sadari. Aku bukan Iqis yang dulu, ada seseorang di hati, ahaaay. Ya, gimana, ya, namaya manusia bisa jatuh cinta. Aku, kan bukan patung. Hari-hariku LDR sama dia terasa begitu cepat. Aku masih jadi juri, sekaligus influencer yang mengusung nilai-nilai kebaikan dalam setiap makanan. Sloganku jangan biarkan bahan terbuang percuma. Aku diundang memasak di istana negara ketika ada tamu dari timur tengah. Dengan senang hati aku mengerjakan semuanya. Semua rupiahku yang hilang akibat membayar kompensansi tergantikan dalam waktu setahun lebih. Nggak terasa juga lama kami LDR. Dan kalian tahu apa, Bestieh, apa yang aku dapat lagi dalam setahun. Ya, agak gimana ya, umur udah 24 tahun dapat adek bayi lagi. Ewekwekwek, Mama hamil lagi. Katanya iseng, apaan, cobak? Aku sama Diandra berasa jadi mama muda. Adek kami laki-laki, namanya Adam tanpa Smith. Adam Devano Zolla.

  • Pengantin Dadakan    Ikan Asin

    “Bang Ale, sini kamu jangan lari.” Eeh, kenapa tiba-tiba Iqis marah sama aku. Padahal aku cuman bercanda soal udah kawin lagi. Emang, sih, gadis Lebanon cakep, mata biru ada juga yang hijau ada juga yang putih semua, tapi tetap aja dia yang paling memikat hati. “Hiat.” Iqis serius lagi marah dan dia menghantam pundakku sampai jatuh di pasir. Punggungku ditekan pakai siku dia, sangat kuat sampai aku jejeritan. Gusti Allah tolooong, kenapa dia jadi liar seperti peserta MMA yang pakai kutangan sama kolor doank. “Mati kamu, hiiiiat!” Astaghfirullah. Aku bangun terkesiap ketika Iqis hampir duduk di kepalaku. Aku kucek mata dan masih berada di dalam jeep. Otewe ke desa lagi untuk bagi makanan dan membantu evakuasi warga apabila diperlukan. “What’s wrong, ya, akhi?” tanya temenku yang tadi ponselnya aku pinjam buat telpon Iqis. Itu pun pulsanya masih ngutang, nanti pas udah membaik semuanya aku bayar deh. “My girl friend, she comes in my dream, almost kiliing me.” Aku mengusap dadaku

  • Pengantin Dadakan    Juara MMA

    Aku harus tetep profesional dalam bekerja. Walau jantung degupnya bukan main lagi dan keringat dingin sudah mengucur deras. Tapi nama pemenang tetap kami umumkan. Gegap gempita dan perayaan dimulai, itu bagi mereka, tidak bagiku. Aku hanya terpaku dan tersenyum palsu tanpa tahu harus bagaimana. Kamera masih menyorotku dan aku nggak bisa pergi. Senyumanku palsu pada semua orang. Sampai ada kira-kira setengah jam perayaan belum juga selesai. Aku minta izin sama papa untuk undur diri. Nyatanya aku nggak kuat dan duduk di kursi sebelah papa. Kakiku lemes. “Kenapa?” tanya papaku yang habis minum air putih. Aku nggak sanggup bicara lagi dan hanya memberikan ponselku pada papa. Beliau juga diam dan mengembalikan benda itu padaku. “Sudah pernah Papa bilang gimana resikonya. Sekarang kamu duduk yang tenang dan tunggu kabar aja, semoga semuanya selamat. Biasanya nanti ada berita resmi atau kalau nggak, ada kabar-kabar burung di sosmed. Jangan mikir untuk buat macem-macem, ya, Nak.” Papa, m

  • Pengantin Dadakan    Melanggar Perjanjian

    Suasana di pinggiran Lebanon sangat mencekam. Udah beberapa kali kami hampir aja bentrok dengan tentara Israel yang mulai kelewat batas. Biasanya aku cuman baca gimana perangai mereka yang suka kelewat batas sama penduduk sipil tak bersenjata pula. Sekarang aku rasakan sendiri. Terbayang olehku wajah perempuan yang lemah dan berlarian demi menyelamatkan harga diri serta kesucian. Pernah aku angkat senjata dan teman-teman karena mereka berkelakuan layaknya binatang. Sudahlah di sini kami tidak bisa kontak dengan keluarga, ditambah beban mental mengayomi para tentara kurang pendidikan. Yang aku dengar di sana ada wamil dan asal comot tentara. Gimana ceritanya banci bisa pegang senjata. Mana dia tahu wilayah yang boleh diserang atau nggak, atau yang diprioritaskan untuk ditolong. Di mata tentara Israel semua yang ada di hadapan mereka adalah kecoak yang boleh diinjak. Keadaan agak tenang sedikit ketika kami memasuki pedesaan yang berbatasan langsung dengan Israel. Warga desanya takut

  • Pengantin Dadakan    Menentukan Sikap

    Di sini aku sekarang, di dalam restaurant di mana seharusnya kami makan malam bersama. Udah nggak kehitung berapa kali kami janjian tapi harus dibatalin. I think our problem is about time. Bukan orang ketiga yang jadi kendala. Karena aku mau sama satu orang aja udah bagus. Setiap hari aku mikirin mending udahan aja, tapi cuman di kepala aja gaes. Aslinya kicep aku, wkwkwkwk, banyak gaya memang. Sesaat kemudian aku v call sama dia. Aku tunjukkin kalau aku juga serius. Ya, jam tangan dan kue tart adalah salah satu bukti kalau aku bukan gadis lugu tapi nggak komitmen. Sebentar aja kami ngobrol soalnya dia bilang mau sampai di markas. Aku kasih dia pesan cinta, awas kawin banyak-banyak di sana. Jangankan banyak, satu aja aku nggak terima. Oke, nggak usah debat aku tahu itu hak laki-laki. Perempuan juga punya hak untuk memilih. Setelah balasan dari pesannya nggak muncul lagi, aku makan sendirian di restaurant. Kue tartnya aku bagiin sama pegawainya aja. Siapa yang mau makan di rumah? U

DMCA.com Protection Status