Share

Ratu Drama

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-08-08 18:39:28

Adoooh, malu, Bestieee. Udah dari tadi tampil cantik, anggunli, dan berkarakter. Malah jatuh gara-gara rok sama baju ketat luar biasa ini gak mau diajak kerja sama. Salah sendiri, kok, mau disuruh pakai baju ketat.

Bukan maunya aku, wei. Soale ini, kan, size-nya si nenek lampir yang buat aku tersiksa jadi istri orang. Kayaknya badan orangnya setipis triplek. Makanya ketat banget di badan aku yang bohay kayak gentong pinguin.

Mana nggak ada yang mau nolongin aku. Semuanya ketawa, termasuk Mas Jimmi(n). Awas, kamu, ya, Mas, tak uyel-uyel palamu pakai jurus petir ala Boboiboy. Terus aku terpaksa jalan anggunli lagi ke atas panggung.

Pesta selesai. Tinggal kami pihak keluarga yang ada belakang gedung. Aku buru-buru ganti baju super mini ini. Nyiksa, beud, kentutku ketahan dari tadi. Mau dilepas juga malu bukan main di depan orang.

“Can, Nak. Mama, Papa, sama masmu yang lain, pulang duluan, ya,” kata mamaku.

Eh, jangan, donk, jangan tinggalin anakmu, Maaaa.

“Mah, terus, Can gimana?”

“Lah, kamu, kan udah jadi istri orang, Nak. Tanggung jawab kamu udah sama Mas Jimmi sekarang.” Mama ngomong gitu pas banget Tante Dian datang.

“Iya, Nduk, tinggal sama Tante dulu sebentar, ya. Nanti baru pindah ke rumah Mas Jimmi. Itu kado-kado udah dipindahin ke mobil. Nah, nanti kamu sama Mas Jimmi buka kadonya. Urusan malam pertama kalau nggak capek ya, gas, aja, Can.”

Hah, groook, malam pertama terus, sih, yang dibahas sama dua mamaku ini.

Letih, aing, astaghfirullah. Udah capek disuruh sandiwara dari tadi. Masih harus mikirin malam pertama lagi? Aku pastikan tidak akan ada hal seperti itu. Dicium kening aja aku udah kayak cacing kepanasan. Apalagi kalau cium … tiiiiin, sensor, anak kecil lewat.

“Tapi baju-baju, Can, gimana, Ma? Masak Can pakai daster?”

“Itu gampang, nanti Mama suruh Mas Hilmi antar ke rumah Tante Dian, ya. Tinggal sat set sat set, selesai. Dadah anak bungsu Mama yang udah nikah. Mudah-mudahan cepet dapat cucu.” Ya ampun cucu lagi yang dibahas.

“Aamiiiin.” Kompakan keluarga dari dua belah pihak mendoakan.

Aduh, gawat ini, aku maunya pernikahan ini cuman sandiwara. Tapi kalau lihat reaksi kedua belah pihak. Kok, kayak bahagia dan mendoakan banget aku sama Mas Jimmi jadi beneran. Jadian dalam versi halal. Mimpi, apa, sih, aku tadi malam?

“Can, kita pulang, yuk. Satu mobil.” Mas Jimmi(n) muncul selesai mamaku pergi. Dia sudah ganti baju pakai celana jeans dan kaus berkerah. Rapi, ganteng, tapi galak, Bestiee.

“Ya, tunggu bentar, Mas. Eh, gado-gado tadi masih ada sisa, nggak?” Suer aku nggak sempat rasain makanan itu tadi. Sate Padang cuman dapat kuahnya doank.

“Habis. Nanti bisa dibuat di rumah. Ya udah, Mas, tungguin di luar.” Dia biasa aja ngelihatin aku. Begitu pun denganku.

Karena apa, ya? Mungkin udah kenal dari dulu. Jadi nggak ada rasa penasaran lagi. Iya kalau kenal doank. Ini saling membulli satu sama lain. Mas bilang aku ketus. Aku bilang Mas galak. Anehnya kami jadi sepasang pengantin di pelaminan. Harusnya aku jadi tamu. Sekali lagi jadi tamu. Tahu gini, aku nggak datang ke acara nikahan!

***

“Tuh, Nak, mobil Mas Jimmi. Kamu naik ke sana, ya.” Hari sudah gelap waktu Tante Dian—yang sekarang sudah jadi mama mertuaku menyuruhku masuk ke mobil. Jujur hari ini memang sangat luar biasa dalam hidupku.

“Nggak bisa sama Tante aja?” Serius, aku takut satu mobil sama Mas Jimmi. Takut dilempar panci sama dia.

“Lah, kenapa? Mas Jimmi nggak galak, kok, Nduk. Dia itu emang suaranya tegas gitu dari dulu. Udah, nggak apa-apa. Nanti kalau mamasmu galak bilang sama Tante, ya. Eh, jangan panggil Tante lagi, donk, harusnya, yah. Panggil apa, Can?” tanya Tante Dian kayak anak TK.

“Panggil Mama,” jawabku sambil bergaya dua tangan mekar di dagu ala-ala girl band korea.

Akhirnya di sinilah aku, Ukhti, Bestie, Kunti sekalian. Satu mobil sama Mas Jimmi. Di kursi bagian penumpang ada beberapa kado yang masih terbungkus rapi. Kami cuman diem. Nggak tahu sampai kapan. Mungkin sampai monyet nikah sama kambing dan lahirlah buaya warna warni.

Tanya, nggak, ya, kenapa si nenek lampir ninggalin Mas Jimmi. Ditanya segan. Nggak ditanya penisirin. Sesekali aku melirik dia dari kaca spion. Yang ternyata dia juga melirik aku. Sampai kapan kami lirik-lirikan? Sampai Upin Ipin tumbuh rambut lebat kayak iklan sampho di televisi.

“Aku … jadi duta shampo lain, ahahahahha.” Refleks aku ngomong gitu. Gak sengaja, suer. Sampai Mas Jimmi kedip-kedip matanya. Mungkin dia juga nyesel kali, ya. Kenapa harus seorang Cantika Ayu Jelitta yang jadi istrinya.

Ya terus ente ngarep siapa, Mas? Lisa Black Pink? Atau Ji Soo. Mimpi kali yeee.

“Kamu masih laper?” Si Mamas akhirnya bicara juga. Jarak dari rumah dia ke gedung nikah lumayan jauh, sih. Sekitar 45 menit kalau bawa mobilnya kayak kura-kura. Beda cerita kalau aku yang bawa. Aku jamin nggak akan pernah sampai ke rumah. Karena apa? Karena aku nggak bisa nyetir, please.

“Masih, Mas. Mana kenyang makan angin.”

“Mau makan pecel lele, nggak? Kalau mau buat gado-gado bisa. Cuma Mas lagi capek banget mau masuk ke supermarket beli bahannya.” Eh, mana galaknya Mas Jimmi(n). Kok jadi lemah lembut baik hati meleleh kayak es crem gini, ya? Kesambet apa?

“Can,” panggilnya lagi.

Seketika aku menoleh ke arahnya. Kami terpaku sejenak. Adeeh absurd bener. Mending kita berantem, aja, deh, Mas, kayak dulu. Aku tu bingung mau jawab apa.

“Ya, boleh, Mas. Eh, kirain chef itu nggak suka makan makanan pinggiran, loh.”

“Sama aja yang penting enak. Setiap hari masakin buat orang. Untuk diri sendiri sering nggak diperhatikan.” Gitu kata Mas Jimmi(n).

Aduh, apes, beud, nasibmu, Mas. Udahlah nggak keurus. Dapat binik nggak bisa masak pula. Ya, gimana, ya. Terlele dadakan, sih. Coba kasih aba-aba dari tiga bulan lalu. Aku, kan, bisa belajar masak duluan.

Mobil diberhentikan Mas Jimmi(n) di sebuah pecel lele pinggir jalan. Belum terlalu rame yang datang. Kami cari tempat duduk di dalam tenda. Ada menu bakar, goreng, ada juga soto lamongan. Aku ikut aja. Aku nggak ada pantangan makan.

Sebagai pasangan suami istri baru menetas. Sambil menunggu pesanan datang, kami nggak saling tukar cerita. Malah sibuk main hape sendiri-sendiri. Aku melihat konten yang terakhir aku upload siang tadi. Widiiiih panen kolom komentar dari para buaya. Katanya, hancur sudah harapannya karena si cantik jadi milik si pemberani.

Si cantik? Maksudnya aku gitu? Ihh ya ampuun, kembang lubang hidungku baca komennya. Eh, eh, terus si pemberani Mas Jimmi(n) gitu. Bukan berani, sih. Ini namanya modal nekat.

Iya, sih, kami kenal dari kecil. Tapi, kan, luarnya aja? Cara tahu bagian dalam Mas Jimmi(n) gimana, ya? Apakah aku harus membuka seluruh bajunya. Duh, Gusti Allah, pikiranku mulai berkelana.

“Kenapa, Can?” tanya Mas Jimmi(n), mungkin dia lihat aku ketawa sendirian.

“Nggak ada, Mas, nungguin lele bakarnya, kok, lama banget.” Aku terpaksa berbohong. Dari pada si Mamas tahu isi pikiranku yang random gini.

“Sabar. Chef, tukang masak, ibu rumah tangga yang ngurus dapur, itu kadang capek luar biasa.”

“Injih, Mas.”

Nah, akhirnya pesanan kami datang. Tercium aroma nasi uduk yang menggoda selera. Aku cicip dikit. Wow, Gusti Allah, enak bener rasanya bikin merem melek. Tolong jangan mikir yang nggak-nggak, ya.

Kami fokus makan sendiri-sendiri, karena saking laparnya. Aku mencubit daging lele bakar itu. Heem, orang-orang bisa masak enak ini tangannya terbuat dari apa ya?

Dari arah kejauhan aku melihat perempuan pakai baju merah. Nggak terlalu kenal. So, aku cuek aja. Tapi tiba-tiba dia lempar dompetnya ke atas meja makan kami. Si Mamas melihat ke arah perempuan itu dan langsung narik napas panjang.

“Jim, kamu lebih milih nikah sama anak bebek ini, daripada menuhin mahar yang aku minta?”

Eh, eh, bentar. Dia bilang aku anak bebek? Dia nggak tahu apa aku megang sabuk hitam taekwondo ya? Huuh sepak mulutmu baru tahu.

“Pergi dari sini!” jawab Mas Jimmi(n).

Kapok! Rasain! Diusir. Sampai sini aku paham, pasti perempuan ini namanya Kayla jedar, jeder, jedur.

“Jim. Please, udah lima tahun kita pacaran. Segampang itu kamu baca ijab qabul sama anak bebek ini.”

Woooi, enak aja mulutnya. Didiemin ngelunjak lama-lama. Aku ambil timun sama daun kemangi. Aku colekin sambel terasi banyak-banyak. Pas dia buka mulut, haaap, aku suapin dah tu ke mulutnya. Pedes mampuslah. Rasain! Resek amat jadi orang.

“Jim. Lihat, dia nggak punya manner sama sekali, tahu.”

“Kay, pergi dari sini. Saya sudah jadi suami orang,” ucap Mas Jimmin(n).

“Jangan jadi pelakor wei, tak jahit mulutmu nanti baru tahu.” Aku nggak mau diem aja, donk.

“Nggak bisa gini, Jim. Kamu nggak bisa mencampakkan aku gini aja, donk.”

Aku lihat mata nenek lampir ini mulai berkaca-kaca. Sokor-sokor entar lagi pecah. Kok, malah dia yang playing victim, ya?

“Saya sudah sampai batas sabar, Kay. Hubungan kita sudah berakhir. Anggap aja di antara kita sudah selesai. Karena memang saya nggak akan pernah jadi suami kamu.”

“Saya, kamu ngomong saya sama aku, Jim. Kamu berubah, ya dalam setengah hari ini. Gara-gara anak bebek ini? Luar biasa sekali pengaruhnya. Apa, sih, bagusnya dia? Cantik juga nggak. Makan nggak kira-kira. Sampai tulang juga mau dimasukin ke mulut.” Kayla memandangku yang sedang membersihkan tulang ikan lele. Enak, loh, cobain, deh, sendiri.

Kamu bikin aku kesel, Kayla! Aku ambil kepala lele yag belum aku makan. Aku masukin kobokan terus masukin lagi dalam mulutnya. Telanlah situ. Kelihatan muka dia jutek.

Lah. Ini gimana, konsepnya, ya? Kan, dia, yang batalin nikah. Kok, malah dia yang sedih.

“Kita pulang.” Mas Jimmi(n) mencuci tangan. Otomatis aku ikut, mana lalapan masih banyak lagi.

Mamas meletakkan selembar uang seratus ribuan di meja. Dih, itu masih ada baliknya loh.

“Yok.” Mas Jimmi(n) memegang tanganku.

“Bentar, Mas. Sayang ditinggal.” Tangan kananku mengambil tahu dan tempe potongan terakhir. Kami meninggalkan Kayla yang nangis di meja makan. Mungin dia sedih karena nasi uduknya habis.

Bersambung …

Related chapters

  • Pengantin Dadakan    Jalur Langit

    Di dalam mobil aku menghabiskan sisa tempe sama tahu yang aku comot. Mas Jimmi(n) menyetir mobil sangat fokus luar biasa. Nggak ada lagi drama lirik-lirikan di antara kami berdua. Mungkin masih marah karena Kayla. Nggak tahu, deh. Entah beneran karena marah atau masih nggak rela nggak jadi nikah. Hanya Mamas dan Allah yang tahu. Aku juga nggak mau tahu. Resep seblak aja sampai sekarang aku nggak pernah tahu. Mobil berbelok ke arah gang rumah si mamas. Langsung masuk parkiran. Fyi, ya, Bestie, Mas Jimmi(n) ini anak orang terpandang. Suami Tante Dian seorang dosen tetap di satu universitas ternama. Mama mertuaku juga dosen. Jadi keluarga mereka ini high class, tapi tetep santuy jadi orang. Nggak suka pamer mereka. Nggak pamer aja anaknya jadi orang semua, kok. Beda sama aku yang kata temen-temenku setengah orang setengah siluman tengkorak. Bertemen dengan Sun Go Kong dari Gunung Huwa Ko. Skip, nggak penting. Yang nggak jelas sampai sekarang ini aku udah 21 tahun, ambil jurusan ekono

    Last Updated : 2023-08-09
  • Pengantin Dadakan    Buka Kado

    Aku bangun sebelum Shubuh. Sudah biasa bagi seorang chef sepertiku ini untuk bergerak cepat. Walau rasanya kepalaku masih sakit sekali. Tentu aku terkejut melihat kaki siapa di atas kakiku. Aku singkirkan baik-baik. Eh, Gusti Allah. Anak gadis mana yang nyasar ke kamarku ini. Tidurnya, ya ampun, sampai hampir lepas sprei dari kasurnya. Sekali lagi aku mengingat. Iya, ya, kemarin aku batal nikah dengan Kayla. Jadi gantinya si Cantika yang jadi istriku. Sulit dimengerti, serasa hidupku hari senin semuanya. Teringat lagi dengan kata mamaku. Tidak ada pernikahan sandiwara atau main-main di dalamnya. Oke, aku akan coba jalani, tapi aku perlu waktu. Karena tidak ada rasa cinta sedikit pun untuk Cantika. Rasa di hati masih untuk Kayla. Semoga saja cepat enyah, karena aku baru percaya, tanpa restu dari Mama sekuat apa pun kami mencoba ada saja halangannya. Aku nggak berniat membangunkan Cantika. Aku mandi dan membersihkan diri setelah tadi malam asal tidur begitu saja karena lelah tak tert

    Last Updated : 2023-08-09
  • Pengantin Dadakan    Perjanjian

    “Iiih, kok, aneh-aneh, sih, model baju tidurnya. Selain masuk angin. Ini juga bisa memancing nafsu laki-laki. Percuma, donk, belajar pakai jilbab kalau dikasih baju ginian,” kata Cantika Ayu Jelita terang-terangan. Sepertinya dia memang nggak tahu sama sekali apa fungsi lingeri. Ya, aku juga malas mengajarinya. Ini bukan hal yang bisa ditangani laki-laki seperti aku. Lagi pula kami kaum lelaki nggak semuanya butuh baju sexi seperti itu. Ada yang lebih memilih aksi langsung daripada menunggu dirayu. “Kamu beneran nggak ada baju sama sekali?” tanyaku. Dia menjawab pertanyaanku dengan menggeleng saja.“Ya, udah agak siangan dikit kita ke rumah kamu dan ambil semua baju-bajumu.” Aku membuka kado yang lain pula. Lumayan juga jumlahnya. Nanti bisa dibagi dengan yang lain. Lagi-lagi, ya ampun, drama baju dalam yang belum juga selesai. Kali ini kadonya untukku. Can sampai memejamkan mata melihatnya. Ini pasti ulah teman-teman satu profesiku. Mereka memang sangat terbuka dan tak malu-malu

    Last Updated : 2023-08-10
  • Pengantin Dadakan    Rencana Bulan Madu

    Eh, kok, malah aku yang cium tangan si Mamas. Gimana, sih, konsepnya? Kenapa hatiku jadi jungkir balik kayak roler coster habis akad nikah sama Park Mas Jimmi(n)? Padahal tadi aku sendiri yang minta nggak boleh ada kontak fisik. “Anak pinter.” Mas Jimmi(n) ngacak-ngacak kepalaku yang masih dilapisin jilbab. Okeh, jangan baper, Can. Nggak boleh! Ingat, yang dia acak-acak itu kepala. Jangan sampai lubuk hati yang ikut merasakan. Tahan diri. Tarik napas, keluarin pelan-pelan. Terus senyum dengan menampakkan 33 gigimu. Lebih satu emang, Besti. Soalnya aku punya gingsul di bagian depan. Perkara gigi gingsul ini emang yang buat aku diputusin sama mantanku dulu. Katanya aku kayak drakula di matanya. Dia takut mati kehabisan darah kalau deket-deket sama aku. Halah, sekalipun aku beneran jadi drakula. Nggak akan mau juga hisap darah dia. Apaan, pait, gara-gara jarang mandi. Skip, skip, tentang mantan. Nggak penting. “Itu semua juga jadi punya kamu, ya. Buka aja.” Mas Park Jimmi(n) menunju

    Last Updated : 2023-08-11
  • Pengantin Dadakan    Rumah Kita, katanya

    Eh, lupa. Hari senin aku harus mengajukan judul skripsi. Yah, terpaksa nggak jadi, deh, bulan madunya. Aku memonyongkan bibirku lima senti. Masa bodo dengan Mas Park Jimmi(n) yang kelihatan sedang menunggu jawabanku. Emang kalau bulan madu aku sama dia mau ngapain juga? Kalau saling membulli tanpa harus ke Bali juga bisa. “Gimana?” Nggak sabaran banget si Mamas denger jawabanku. Apa dia ini tidak paham sama sekali mood perempuan? Dasarnya udah galak ya mau gimana lagi. Si Mamas ini kalau disandingkan sama Chef Junna, begh, damagenya nggak main-main. Aku bersumpah dengan segenap jiwa, raga, dan hatiku. Kalau sampai si mamas duet sama Chef Junna dalam suatu acara. Aku akan belajar masak sungguh-sungguh. Sampai makanan aku dibilang enak sama si mamas. Catat janji aku, ya. Catat!“Can, oi, ditanyain dari tadi loh. Kelamaan mikirnya, ini udah setengah jam kamu ngitung kancing bolak-balik dari tadi.” Mamas mulai emosi, mungkin laper. Eh, masak sih, udah setengah jam aja waktu berlalu.

    Last Updated : 2023-08-21
  • Pengantin Dadakan    Nggak Jelas

    Kenapa aku bilang kalau ini semua uangnya Mas Jimmin? Karena dia itu pekerja keras dan sudah pasti tajir. Ya, kan, selebriti chef. Soalnya dari aku baru lahir katanya dia udah suka masak-memasak. Waktu aku masih main kelereng jiwa dagangnya udah keluar. Dari cerita mama mertuaku tadi, kue pertama buatan Mas Park Jimmi(n) yang enak banget dibuat itu klepon. Duh netes air liurku membayangkannya.Rugi nggak, sih, Kayla ngelepasin semua ini hanya demi uang senilai 150 juta. Padahal rumah ini kalau dijual juga lebih dari 800 juta kok. Apa isi otak anak itu, ya? Terus untungnya buat aku apa? Nggak tahu. Ini mau dicari tahu. “Cuma dua kamar di sini, Can. Makanya ambil di pinggir. Siapa tahu suatu hari nanti mau diperbesar lagi.” Pintu kamar depan dibuka oleh si mamas. Satu lagi agak ke bagian belakang. Aneh, ya seharusnya rumah segede gini bisa buat tiga kamar deh. “Kamu mau ambil kamar depan atau belakang?” “Belakang,” jawabku sat set sat set seperti permintaannya. Dia mengalah dan men

    Last Updated : 2023-08-21
  • Pengantin Dadakan    Kuda Lumping

    “Assalammualaikum, Ukhtie, Bestie, Kunti. Di sinilah aku sekarang. Sedang berada di dapur Chef setengah terkenal Jimmi Zolla, atau yang sekarang ini aku beri gelas Mas Park Jimmi(n).” Cantika mulai merekam isi dapur yang didesign oleh salah seorang arsitek mengikuti selera yang aku inginkan.Can tadi bilang kalau rumah dan dapur ini adalah segalanya tentang Kayla. Sama sekali tidak. Rumah dan dapur ini sesuai dengan keinginanku dari dulu. Mungkin terkesan otoriter, tapi 100% uang untuk membangun hunian sekarang. Aku tidak pernah meminta pada kedua orang tuaku apalagi Kayla. Mantan kekasihku sebenarnya menghendaki kami tinggal di apartement. Tapi tidak cocok denganku. Memang aku sibuk, pergi kerja pagi pulang malam. Belum lagi akhir-akhir ini seperti kata Can aku mulai populer. Dan aku tidak mau terlalu larut dalam suasana. Sebagai seorang chef aku tetaplah makhluk sosial. Tinggal di apartement terlalu private bagiku. Lagi pula orang tuaku jadi tak bebas mau berkunjung. Kalau di sin

    Last Updated : 2023-08-22
  • Pengantin Dadakan    Berantem

    Oh, iya, dulu kan, aku pernah nonton kuda lumping makan beling. Kupikir dulu mereka makan dalam keadaan kesurupan. Apakah istri yang jarak usianya dua belas tahun di hadapanku juga sedang kerasukan?Lihatlah bagaimana dia menyeruput kuah sup yang panas dan pedas itu sekali telan. Astaga. Kuda lumping makan beling aja kalah dibuatnya. Apakah dia manusia atau jangan-jangan siluman jaran kepang yang nyasar. Lekas kudekati memastikan keadaan kalau Can baik-baik saja. Takut dia kenapa-kenapa dan aku sebagai suaminya harus tanggung jawab. “Apa, sih, Mas?” Dia menepis tanganku yang menempel di jidatnya. Oh, kurasa Can beneran sehat. “Kirain sesak napas kalau makan banyak gini, Can.” “Supnya enak, Mas,” ucapnya dengan mata dikedip-kedipkan cepat. Persis ulat keket kecentilan. “Terus?” Aku balik tanya. “Makasih.” Eh, bisa juga Can bilang makasih sambil tersenyum manis. Kirain cuman bisa tendang orang doang. “Itu aja?” Pelit amat Cantika. “Jadi maunya gimana?” Berhubung ditanyakan, aku

    Last Updated : 2023-08-22

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan    Bulan Madu

    Beneran ternyata gaes aku udah nikah. Buktinya aku sekarang duduk di pelaminan barengan dia setelah tadi melewati barisan pedang pora. Seragam kami kali ini hijau muda. Jangan dibayangin seperti lontong, pokoknya aku cantik, kata dia gitu. “Kamu cantik, deh, Sayang.” Entah udah keberapa kali buaya di sebelah aku bilang gini. Mual, terlalu manis kata-katanya, heeem.“Makasih, nggak ada uang kecil.” “Nggak perlu bayar pakai uang, cukup pakai—” “Udahlah. Ya Allah, kenapa itu terus dibahas dari tadi.” Hu hu huuu, ketahuan juga sifat asli Bang Ale sejak tadi kami sudah jadi suami istri. Takut sebenernya, tapi nggak mungkin juga minta cere, kan. Nggak lucu deh. “Ya, kan, salah satu tujuan nikah untuk itu, Istriku.” “Hueek!” Mendadak ingin muntah aku tu. “Belum juga diapa-apain udah hamil duluan, tenang aja Abang akan tanggung jawab atas perbuatan kita di atas bukit.” “Hoi, bisa diem, nggak? Makin lama makin ngadi-ngadi isi kepala Abang. Di atas bukit itu dua tahun lalu juga keles. Ka

  • Pengantin Dadakan    Beneran?

    Ya, malam ini aku dandan cantik sekali. Aku nggak kelihatan seperti chef lagi, melainkan seorang putri yang akan menerima lamaran dari seorang pangeran. Setengah jam lagi seharusnya mereka tiba di sini. Setelah segala drama dan begini begitunya, akhirya kami memutuskan untuk menikah. Sempat hampir berantem dan biasalah aku minta udahan aja, tapi akhirnya lanjut lagi. Soalnya pengajuan nikah militer, ampuuu cyiiiiiin, mumet ndasku mikirnya. “Ayo, Nak, semangat, udah cantik itu jangan mandang cermin melulu,” mamaku masih sambil menggedong adekku tersayang. Segala sesuatu telah kami siapkan. Makanan, dekorasi, termasuk pihak keluarga perempuan, kecuali kamera paparazzi. Aku lagi males diliput wartawan sebisa mungkin aku rahasiakan aja dari khalayak ramai.Satu demi satu tamu mulai datang. Suara Bang Ale udah mulai kedengeran. Diandra masuk dan memberikanku segelas kopi hangat racikan tangannya sendiri. Aku minum pakai sedotan biar nggak rusak lipstik. Baru aja aku mau melangkah, eh,

  • Pengantin Dadakan    Persiapan

    Sekilas aku melihat ternyata Iqis ikut juga jadi chef di pertemuan internasional antara negara timur tengah dan Indonesia. Aku kenal dia, tapi dia nggak kenal aku. Hiiih anak itu, es batunya luar biasa. Hampir empat harian di sini, kami nggak sempat saling menyapa. Iqis harus on point di dapur dan aku pada bagian keamanan. Kemeja hitam dan jas putih senantiasa aku kenakan agar terlihat rapi. Sebenarnya letih setelah dari luar negeri tugas lagi, tapi memang mengawal orang penting perlu orang-orang berpengalaman. Ajaibnya lagi aku jumpa sama Abu Lahab. Dia ngaku baru putus sama pacarnya satu, masih ada cadangan dua lagi. Astaghfirullah, buaya arab memang beda. “That girl, my girlfriend,” tunjukku sama Iqis yang lagi jalan membawa nampan berisi makanan. Abu Lahab bilang jamilah jamilah. “May be she is boring with you,” katanya. “No, no.” Aku tegaskan tidak. Jarang jumpa memang iya, tapi bosan kayaknya nggak. Entar aku buktikan. “You don’t look handsome.” Mulut Abu Jahal emang lain.

  • Pengantin Dadakan    Keringat Dingin

    Habis drama kejar-kejaran di bandara, akhirnya aku dan dia berbaikan. Sengaja aku mengajak Bang Ale makan di restaurant tradisional Indonesia milik salah satu rekanku. Tebak apa? Dia makan banyak banget sampai tambah. “Kangen makanan Indonesia, ya?” tanyaku ketika dia tambah nasi. Bang Ale nggak menjawab hanya mengangguk saja. Ada sih, beberapa orang yang melihat kami, tapi ya, bodo amat bukan urusanku juga. “Kalau sama aku kangen, nggak?” Tsaaah, tumben aku nanyain ginian. Hatiku, kenapa kamu tidack bisa diajak kompromi sama sekali. Bang Ale berhenti makan dan menatapku sekilas. Tatapan yang membuatku ingin menyiram minyak panas ke wajahnya. Habis itu dia makan lagi. Dasar, nggak dijawabnya pertanyaan aku. “Petenya enak,” katanya, serah lo deh. “Sama kayak kamu.” Maksudnya apa, ya?“Jadi aku dan pete itu sama?” “Sama, sama-sama bauk.” Santai aja dia ngomong itu, loh, nggak ada rasa bersalah sama sekali. Refleks aku cium ketek, nggak ada bauk sama sekali. Aku udah pakai deodor

  • Pengantin Dadakan    Gadis Terasi

    Aku senang dia udah membaik keadaannya di sana. Ya, meski harus menderita beberapa luka-luka ringan. Ada satu hal yang aku sadari. Aku bukan Iqis yang dulu, ada seseorang di hati, ahaaay. Ya, gimana, ya, namaya manusia bisa jatuh cinta. Aku, kan bukan patung. Hari-hariku LDR sama dia terasa begitu cepat. Aku masih jadi juri, sekaligus influencer yang mengusung nilai-nilai kebaikan dalam setiap makanan. Sloganku jangan biarkan bahan terbuang percuma. Aku diundang memasak di istana negara ketika ada tamu dari timur tengah. Dengan senang hati aku mengerjakan semuanya. Semua rupiahku yang hilang akibat membayar kompensansi tergantikan dalam waktu setahun lebih. Nggak terasa juga lama kami LDR. Dan kalian tahu apa, Bestieh, apa yang aku dapat lagi dalam setahun. Ya, agak gimana ya, umur udah 24 tahun dapat adek bayi lagi. Ewekwekwek, Mama hamil lagi. Katanya iseng, apaan, cobak? Aku sama Diandra berasa jadi mama muda. Adek kami laki-laki, namanya Adam tanpa Smith. Adam Devano Zolla.

  • Pengantin Dadakan    Ikan Asin

    “Bang Ale, sini kamu jangan lari.” Eeh, kenapa tiba-tiba Iqis marah sama aku. Padahal aku cuman bercanda soal udah kawin lagi. Emang, sih, gadis Lebanon cakep, mata biru ada juga yang hijau ada juga yang putih semua, tapi tetap aja dia yang paling memikat hati. “Hiat.” Iqis serius lagi marah dan dia menghantam pundakku sampai jatuh di pasir. Punggungku ditekan pakai siku dia, sangat kuat sampai aku jejeritan. Gusti Allah tolooong, kenapa dia jadi liar seperti peserta MMA yang pakai kutangan sama kolor doank. “Mati kamu, hiiiiat!” Astaghfirullah. Aku bangun terkesiap ketika Iqis hampir duduk di kepalaku. Aku kucek mata dan masih berada di dalam jeep. Otewe ke desa lagi untuk bagi makanan dan membantu evakuasi warga apabila diperlukan. “What’s wrong, ya, akhi?” tanya temenku yang tadi ponselnya aku pinjam buat telpon Iqis. Itu pun pulsanya masih ngutang, nanti pas udah membaik semuanya aku bayar deh. “My girl friend, she comes in my dream, almost kiliing me.” Aku mengusap dadaku

  • Pengantin Dadakan    Juara MMA

    Aku harus tetep profesional dalam bekerja. Walau jantung degupnya bukan main lagi dan keringat dingin sudah mengucur deras. Tapi nama pemenang tetap kami umumkan. Gegap gempita dan perayaan dimulai, itu bagi mereka, tidak bagiku. Aku hanya terpaku dan tersenyum palsu tanpa tahu harus bagaimana. Kamera masih menyorotku dan aku nggak bisa pergi. Senyumanku palsu pada semua orang. Sampai ada kira-kira setengah jam perayaan belum juga selesai. Aku minta izin sama papa untuk undur diri. Nyatanya aku nggak kuat dan duduk di kursi sebelah papa. Kakiku lemes. “Kenapa?” tanya papaku yang habis minum air putih. Aku nggak sanggup bicara lagi dan hanya memberikan ponselku pada papa. Beliau juga diam dan mengembalikan benda itu padaku. “Sudah pernah Papa bilang gimana resikonya. Sekarang kamu duduk yang tenang dan tunggu kabar aja, semoga semuanya selamat. Biasanya nanti ada berita resmi atau kalau nggak, ada kabar-kabar burung di sosmed. Jangan mikir untuk buat macem-macem, ya, Nak.” Papa, m

  • Pengantin Dadakan    Melanggar Perjanjian

    Suasana di pinggiran Lebanon sangat mencekam. Udah beberapa kali kami hampir aja bentrok dengan tentara Israel yang mulai kelewat batas. Biasanya aku cuman baca gimana perangai mereka yang suka kelewat batas sama penduduk sipil tak bersenjata pula. Sekarang aku rasakan sendiri. Terbayang olehku wajah perempuan yang lemah dan berlarian demi menyelamatkan harga diri serta kesucian. Pernah aku angkat senjata dan teman-teman karena mereka berkelakuan layaknya binatang. Sudahlah di sini kami tidak bisa kontak dengan keluarga, ditambah beban mental mengayomi para tentara kurang pendidikan. Yang aku dengar di sana ada wamil dan asal comot tentara. Gimana ceritanya banci bisa pegang senjata. Mana dia tahu wilayah yang boleh diserang atau nggak, atau yang diprioritaskan untuk ditolong. Di mata tentara Israel semua yang ada di hadapan mereka adalah kecoak yang boleh diinjak. Keadaan agak tenang sedikit ketika kami memasuki pedesaan yang berbatasan langsung dengan Israel. Warga desanya takut

  • Pengantin Dadakan    Menentukan Sikap

    Di sini aku sekarang, di dalam restaurant di mana seharusnya kami makan malam bersama. Udah nggak kehitung berapa kali kami janjian tapi harus dibatalin. I think our problem is about time. Bukan orang ketiga yang jadi kendala. Karena aku mau sama satu orang aja udah bagus. Setiap hari aku mikirin mending udahan aja, tapi cuman di kepala aja gaes. Aslinya kicep aku, wkwkwkwk, banyak gaya memang. Sesaat kemudian aku v call sama dia. Aku tunjukkin kalau aku juga serius. Ya, jam tangan dan kue tart adalah salah satu bukti kalau aku bukan gadis lugu tapi nggak komitmen. Sebentar aja kami ngobrol soalnya dia bilang mau sampai di markas. Aku kasih dia pesan cinta, awas kawin banyak-banyak di sana. Jangankan banyak, satu aja aku nggak terima. Oke, nggak usah debat aku tahu itu hak laki-laki. Perempuan juga punya hak untuk memilih. Setelah balasan dari pesannya nggak muncul lagi, aku makan sendirian di restaurant. Kue tartnya aku bagiin sama pegawainya aja. Siapa yang mau makan di rumah? U

DMCA.com Protection Status