Share

Jalur Langit

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-08-09 06:27:20

Di dalam mobil aku menghabiskan sisa tempe sama tahu yang aku comot. Mas Jimmi(n) menyetir mobil sangat fokus luar biasa. Nggak ada lagi drama lirik-lirikan di antara kami berdua. Mungkin masih marah karena Kayla.

Nggak tahu, deh. Entah beneran karena marah atau masih nggak rela nggak jadi nikah. Hanya Mamas dan Allah yang tahu. Aku juga nggak mau tahu. Resep seblak aja sampai sekarang aku nggak pernah tahu.

Mobil berbelok ke arah gang rumah si mamas. Langsung masuk parkiran. Fyi, ya, Bestie, Mas Jimmi(n) ini anak orang terpandang. Suami Tante Dian seorang dosen tetap di satu universitas ternama. Mama mertuaku juga dosen. Jadi keluarga mereka ini high class, tapi tetep santuy jadi orang.

Nggak suka pamer mereka. Nggak pamer aja anaknya jadi orang semua, kok. Beda sama aku yang kata temen-temenku setengah orang setengah siluman tengkorak. Bertemen dengan Sun Go Kong dari Gunung Huwa Ko. Skip, nggak penting.

Yang nggak jelas sampai sekarang ini aku udah 21 tahun, ambil jurusan ekonomi, tapi otakku lelet sekali kalau mikir. Tibake buat konten aja baru lancar. Aku merasa kuliahku sia-sia aja. Makanya aku belajar cari uang sendiri ikut jalur lagi viral. Lumayan enam bulan sudah menampakkan hasil, jutaan rupiah.

Makanya aku sempat merasa, kok, hah banget gitu, ya, Bestie, Kuntie, Ukhtie. Kenapa aku yang dipilih jadi pengantin penggantinya. Secara sepupuku yang lain juga banyak yang lebih pintar daripada aku. Tapi kebanyakan laki-laki, sih. Mungkin itu kali penyebab si mamas gak mau.

Meskipun si mamas seorang chef. Sekolahnya jauh beud, sampai ke luar negeri. Hasil masakannya, ya, aku nggak pernah cobain langsung. Cuman dari cerita mamaku katanya enak banget sumpah demi cintaku padamu. Dari situ aku pengen dapat suami pintar masak.

Ya, tapi kenapa harus seperti ini caranya. Pasti dinilai negative sama orang.

Namanya orang ada aja isi kepalanya. Nikah muda dikata hamidun duluan. Nikah banyak persiapan dikata pilih-pilih. Nikah tua dikata gak sadar diri. Emang paling bener dia doank kayaknya. Suka cari-cari kesalahan orang lain.

“Can, itu masuk ke kamar pengantin, ya, sudah didekor seadanya sama WO.” Tante Dian sama suaminya sudah pakai baju tidur santai dan nongkrong di depan tivi.

Mas Jimmi(n) ini empat bersaudara. Dia anak kedua, ada dua adik perempuannya yang usianya di atas aku, Bestie. Mana udah kerja satu jadi pengacara beneran. Bukan pengangguran banyak acara. Satu lagi menuju jadi dokter muda.

So aku secara tidak langsung si anak bungsu ini dapat dua adik. Gimana, ya, sudah biasa nggak ada bawahan, eh, malah sekarang dapat. Huh, semoga nggak ada drama kakak sama adik ipar kayak di sinetron indosair.

“Iya, Tan, eh, Ma.” Habis jawab itu, jujurli aku bingung mau gimana.

Mas Jimmi(n) udah masuk ke kamar. Di sinilah aku ikutan nonton entah apa acaranya aku nggak ngerti. Jadi aku ambil hapeku dan nonton Boboiboy Galaxy The Movie Season 2.

“Loh, kok, masih di sini, Can. Sana masuk ke kamar Mas Jimmi. Ngapain malu-malu segala. Kan, dari dulu udah sering berantem.” Tante Dian menegurku.

Beda perkara Tante. Anak dari mama mertuaku itu dulu aku ajak adu bulli membulli. Sekarang udah jadi suami. Terus aku harus bagaimana? Masak bulli dia juga.

“Perlu dianterin kali, Ma.” Om Wisnu nyahut.

“Eh, Nggak, ehm, Can, bisa terbang sendiri. Entar juga sayapnya tumbuh.” Tuiing, aku melipir segera ke depan kamar si mamas.

Nggak dikunci pas aku mutar kenop pintunya. Wiiih suasana udah kayak rumah horor aja pas aku melangkahkan kaki kananku masuk. Seserem ini ternyata. Kalau hantu bisa dilempar batu sembunyi tangan. Ya, kalau sama mamas? Mana bisa gitu, kan, kan?

Dia aku lihat lagi baring pakai baju sambil mijit kepalanya. Ya, jangankan si mamas. Aku aja udah mulai berdenyut ini kepala. Cuman, masalahnya, aku mau ganti baju pakai apa coba? Mana katanya Mas Hilmi mau nganterin? Sampai sekarang nggak ada sehelai bajuku yang datang.

Itu satu hal. Dua, aku mau tidur di mana, Bestie. Iiih masih nggak mau satu kasur sama si Mamas. Entar aku dimasak sama dia. Dia galak dari dulu. Tapi mataku ngantuk, badanku pegel, betisku sakit. Duh, Gusti Allah, aku mau pulang ke rumah mama. Sprei sama selimut Boboiboy-ku udah nungguin minta diuyel-uyel.

Beneran aku bingung dan aku mau keluar dari kamar Mas Jimmi(n). Nggak usah ditanya lagi. Dia pasti masih mikirin Kayla, kok. Nggak mungkin dalam sehari rasa itu berubah. Aku aja ngelupain mantanku yang kayak keset welcome itu butuh waktu satu bulan. Disambi makan bakso beranak. Alhamdulillah, fase-fase mengsedih akhirnya terlewati.

“Mau ke mana, Can?” Bersuara juga dia akhirnya. Kirain cuman bisa membeku kayak es batu.

“Makan.” Duh, kok, malah jawab itu, sih aku. Ya Allah malunya. Padahal ke dapur aja aku nggak berani. Kikuk.

“Masih laper?”

“Nggak, Mas, nggak jadi lupain aja.” Udahlah ngambek aku ditanyain gituan. Lagi enak-enak makan diganggu Kayla itu jadi kenyangnya cepet ilang.

Eh, dia diem aja. Yaudah apa, sih, maumu, Can? Kamu ngarep apa sama Mas Jimmi(n) hatinya itu masih milik mantannya. Hati kamu? Setengahnya udah habis dimakan ayam. Yang akrab itu mamaku sama mama Mas Jimmi(n), kaminya ya nggak.

Ya udah, aku keluar kamar. Terserah mau tidur di kandang kucing juga nggak apa-apa kalau muat. Masalahnya, gerah. Pakai kebaya biru laut mati yang dipakai dari pagi. Aku kangen celana boxerku.

“Loh, Can, kok malah tidur di sini?” Duh, gaswat, mama mertuaku pakai acara keluar kamar lagi. Udah bagus diem aja dari tadi.

“Eh, anu tante. Anu pokoknya.” Aku bingung mau jawab apa.

“Belum siap anu? Ya nggak apa-apa. Nggak ada yang maksa juga, kok.”

“Haduh, bukan anu itu tante. Tapi anu satu lagi. Anu, malu sama Mas Jimmi(n).” Ya, serius beneran aku malu. Mau bersin aja aku tahan dari tadi. Apalagi nguap.

“Jimmi, gimana, sih. Anak orang, kok, didiemin gini.” Pintu kamar anak dari mama mertuaku langsung diketuk. Mas Jimmi(n) gercep buka pintu, sambil matanya agak-agak terpejam.

“Istrimu itu, loh. Anak orang kamu ambil tadi pagi. Udah bagus Cantika mau selamatin mukak kita satu keluarga dari malu besar. Sekarang kamu biarin dia di luar kayak anak kucing, Jim!”

Allahu Akbar, Ya Rabb. Udahlah tadi dibilang anak bebek sama Kayla, sekarang dibilang anak kucing. Please, aku ini anak manusia. Mamaku itu bidadari tanpa sayap yang suaranya menggelegar kalau ngejar maling.

“Bukan gitu maksud aku, Ma.” Mas Jimmi membela diri.

“Terus kalau bukan gitu, bukan gini jadinya?”

“Nggak, sumpah. Aku tadi sakit kepala, Ma, ini juga masih. Jadi nggak terlalu fokus sama Cantika. Ayo, Can, tidur di kamar aja. Tapi, maaf, Mas, nggak bisa urus kamu malam ini.”

Maksudnya ngurus aku malam ini apa, hoi? Perlu diperjelas ini apa maknanya.

“Masuk, Can. Mama nggak mau tahu. Pernikahan di antara kalian berdua nggak boleh dianggap mainan. Soal Kayla lupain aja. Kamu juga dibilangin sama Mama dari dulu nggak mau nurut. Gaya kayak lonte aja masih kamu pertahanin Kayla. Syukur Alhamdulillah doa Mama gagal mantu sama dia makbul juga.” Mama mertuaku bersungut sambil balik kanan grak.

Oh, ternyata Bestie, Kunti, dan Ukhtie sholehaah sejagad raya. Gagalnya pernikahan Mas Jimmi(n) ada andil besar mamanya suamiku sekarang ini. Cara yang sangat elegan. Jalur langit tikung tajam, tanjakan luar biasa dahsyat. Cuman, kenapa harus aku yang ditumbali, please. Ah udahlah, sekarang tidur dulu. Besok bangun pagi makan lagi.

Kami tidur satu kasur, beneran tidur aja nggak ngapa-ngapain. Pakai pembatas bantal guling. Aku masih pakai kebaya biru laut mati. Mas Jimmi(n) juga nggak ganti baju. Lima detik kemudian aku zzzzzz …

Bersambung …

Related chapters

  • Pengantin Dadakan    Buka Kado

    Aku bangun sebelum Shubuh. Sudah biasa bagi seorang chef sepertiku ini untuk bergerak cepat. Walau rasanya kepalaku masih sakit sekali. Tentu aku terkejut melihat kaki siapa di atas kakiku. Aku singkirkan baik-baik. Eh, Gusti Allah. Anak gadis mana yang nyasar ke kamarku ini. Tidurnya, ya ampun, sampai hampir lepas sprei dari kasurnya. Sekali lagi aku mengingat. Iya, ya, kemarin aku batal nikah dengan Kayla. Jadi gantinya si Cantika yang jadi istriku. Sulit dimengerti, serasa hidupku hari senin semuanya. Teringat lagi dengan kata mamaku. Tidak ada pernikahan sandiwara atau main-main di dalamnya. Oke, aku akan coba jalani, tapi aku perlu waktu. Karena tidak ada rasa cinta sedikit pun untuk Cantika. Rasa di hati masih untuk Kayla. Semoga saja cepat enyah, karena aku baru percaya, tanpa restu dari Mama sekuat apa pun kami mencoba ada saja halangannya. Aku nggak berniat membangunkan Cantika. Aku mandi dan membersihkan diri setelah tadi malam asal tidur begitu saja karena lelah tak tert

    Last Updated : 2023-08-09
  • Pengantin Dadakan    Perjanjian

    “Iiih, kok, aneh-aneh, sih, model baju tidurnya. Selain masuk angin. Ini juga bisa memancing nafsu laki-laki. Percuma, donk, belajar pakai jilbab kalau dikasih baju ginian,” kata Cantika Ayu Jelita terang-terangan. Sepertinya dia memang nggak tahu sama sekali apa fungsi lingeri. Ya, aku juga malas mengajarinya. Ini bukan hal yang bisa ditangani laki-laki seperti aku. Lagi pula kami kaum lelaki nggak semuanya butuh baju sexi seperti itu. Ada yang lebih memilih aksi langsung daripada menunggu dirayu. “Kamu beneran nggak ada baju sama sekali?” tanyaku. Dia menjawab pertanyaanku dengan menggeleng saja.“Ya, udah agak siangan dikit kita ke rumah kamu dan ambil semua baju-bajumu.” Aku membuka kado yang lain pula. Lumayan juga jumlahnya. Nanti bisa dibagi dengan yang lain. Lagi-lagi, ya ampun, drama baju dalam yang belum juga selesai. Kali ini kadonya untukku. Can sampai memejamkan mata melihatnya. Ini pasti ulah teman-teman satu profesiku. Mereka memang sangat terbuka dan tak malu-malu

    Last Updated : 2023-08-10
  • Pengantin Dadakan    Rencana Bulan Madu

    Eh, kok, malah aku yang cium tangan si Mamas. Gimana, sih, konsepnya? Kenapa hatiku jadi jungkir balik kayak roler coster habis akad nikah sama Park Mas Jimmi(n)? Padahal tadi aku sendiri yang minta nggak boleh ada kontak fisik. “Anak pinter.” Mas Jimmi(n) ngacak-ngacak kepalaku yang masih dilapisin jilbab. Okeh, jangan baper, Can. Nggak boleh! Ingat, yang dia acak-acak itu kepala. Jangan sampai lubuk hati yang ikut merasakan. Tahan diri. Tarik napas, keluarin pelan-pelan. Terus senyum dengan menampakkan 33 gigimu. Lebih satu emang, Besti. Soalnya aku punya gingsul di bagian depan. Perkara gigi gingsul ini emang yang buat aku diputusin sama mantanku dulu. Katanya aku kayak drakula di matanya. Dia takut mati kehabisan darah kalau deket-deket sama aku. Halah, sekalipun aku beneran jadi drakula. Nggak akan mau juga hisap darah dia. Apaan, pait, gara-gara jarang mandi. Skip, skip, tentang mantan. Nggak penting. “Itu semua juga jadi punya kamu, ya. Buka aja.” Mas Park Jimmi(n) menunju

    Last Updated : 2023-08-11
  • Pengantin Dadakan    Rumah Kita, katanya

    Eh, lupa. Hari senin aku harus mengajukan judul skripsi. Yah, terpaksa nggak jadi, deh, bulan madunya. Aku memonyongkan bibirku lima senti. Masa bodo dengan Mas Park Jimmi(n) yang kelihatan sedang menunggu jawabanku. Emang kalau bulan madu aku sama dia mau ngapain juga? Kalau saling membulli tanpa harus ke Bali juga bisa. “Gimana?” Nggak sabaran banget si Mamas denger jawabanku. Apa dia ini tidak paham sama sekali mood perempuan? Dasarnya udah galak ya mau gimana lagi. Si Mamas ini kalau disandingkan sama Chef Junna, begh, damagenya nggak main-main. Aku bersumpah dengan segenap jiwa, raga, dan hatiku. Kalau sampai si mamas duet sama Chef Junna dalam suatu acara. Aku akan belajar masak sungguh-sungguh. Sampai makanan aku dibilang enak sama si mamas. Catat janji aku, ya. Catat!“Can, oi, ditanyain dari tadi loh. Kelamaan mikirnya, ini udah setengah jam kamu ngitung kancing bolak-balik dari tadi.” Mamas mulai emosi, mungkin laper. Eh, masak sih, udah setengah jam aja waktu berlalu.

    Last Updated : 2023-08-21
  • Pengantin Dadakan    Nggak Jelas

    Kenapa aku bilang kalau ini semua uangnya Mas Jimmin? Karena dia itu pekerja keras dan sudah pasti tajir. Ya, kan, selebriti chef. Soalnya dari aku baru lahir katanya dia udah suka masak-memasak. Waktu aku masih main kelereng jiwa dagangnya udah keluar. Dari cerita mama mertuaku tadi, kue pertama buatan Mas Park Jimmi(n) yang enak banget dibuat itu klepon. Duh netes air liurku membayangkannya.Rugi nggak, sih, Kayla ngelepasin semua ini hanya demi uang senilai 150 juta. Padahal rumah ini kalau dijual juga lebih dari 800 juta kok. Apa isi otak anak itu, ya? Terus untungnya buat aku apa? Nggak tahu. Ini mau dicari tahu. “Cuma dua kamar di sini, Can. Makanya ambil di pinggir. Siapa tahu suatu hari nanti mau diperbesar lagi.” Pintu kamar depan dibuka oleh si mamas. Satu lagi agak ke bagian belakang. Aneh, ya seharusnya rumah segede gini bisa buat tiga kamar deh. “Kamu mau ambil kamar depan atau belakang?” “Belakang,” jawabku sat set sat set seperti permintaannya. Dia mengalah dan men

    Last Updated : 2023-08-21
  • Pengantin Dadakan    Kuda Lumping

    “Assalammualaikum, Ukhtie, Bestie, Kunti. Di sinilah aku sekarang. Sedang berada di dapur Chef setengah terkenal Jimmi Zolla, atau yang sekarang ini aku beri gelas Mas Park Jimmi(n).” Cantika mulai merekam isi dapur yang didesign oleh salah seorang arsitek mengikuti selera yang aku inginkan.Can tadi bilang kalau rumah dan dapur ini adalah segalanya tentang Kayla. Sama sekali tidak. Rumah dan dapur ini sesuai dengan keinginanku dari dulu. Mungkin terkesan otoriter, tapi 100% uang untuk membangun hunian sekarang. Aku tidak pernah meminta pada kedua orang tuaku apalagi Kayla. Mantan kekasihku sebenarnya menghendaki kami tinggal di apartement. Tapi tidak cocok denganku. Memang aku sibuk, pergi kerja pagi pulang malam. Belum lagi akhir-akhir ini seperti kata Can aku mulai populer. Dan aku tidak mau terlalu larut dalam suasana. Sebagai seorang chef aku tetaplah makhluk sosial. Tinggal di apartement terlalu private bagiku. Lagi pula orang tuaku jadi tak bebas mau berkunjung. Kalau di sin

    Last Updated : 2023-08-22
  • Pengantin Dadakan    Berantem

    Oh, iya, dulu kan, aku pernah nonton kuda lumping makan beling. Kupikir dulu mereka makan dalam keadaan kesurupan. Apakah istri yang jarak usianya dua belas tahun di hadapanku juga sedang kerasukan?Lihatlah bagaimana dia menyeruput kuah sup yang panas dan pedas itu sekali telan. Astaga. Kuda lumping makan beling aja kalah dibuatnya. Apakah dia manusia atau jangan-jangan siluman jaran kepang yang nyasar. Lekas kudekati memastikan keadaan kalau Can baik-baik saja. Takut dia kenapa-kenapa dan aku sebagai suaminya harus tanggung jawab. “Apa, sih, Mas?” Dia menepis tanganku yang menempel di jidatnya. Oh, kurasa Can beneran sehat. “Kirain sesak napas kalau makan banyak gini, Can.” “Supnya enak, Mas,” ucapnya dengan mata dikedip-kedipkan cepat. Persis ulat keket kecentilan. “Terus?” Aku balik tanya. “Makasih.” Eh, bisa juga Can bilang makasih sambil tersenyum manis. Kirain cuman bisa tendang orang doang. “Itu aja?” Pelit amat Cantika. “Jadi maunya gimana?” Berhubung ditanyakan, aku

    Last Updated : 2023-08-22
  • Pengantin Dadakan    Setor Mahar

    Sebentar aja lampu mati. Hmm mengganggu agenda pribadiku saja bersama Can. Sudah bisa ditebak setelahnya Can jadi malu sendiri. Lirik kiri, kanan, lalu berusaha untuk kabur. Oh tidak bisa semudah itu tentunya. Aku menarik jilbab Can refleks. Ternyata dia tidak memakai jepitan sama sekali. Sampai kain segi empat ini akhirnya aku pegang. “Iiih, apa, sih nyebelin deh jadi orang.” Bersamaan dengan jilbabnya lepas, terurai semua rambut hitamnya. Perubahan yang cukup signifikan. Dari tempatku berdiri saja sudah jelas sekali kalau Cantika yang dulu tomboi benar-benar melakukan perawatan. Terlihat rambutnya mudah diatur dan halus. Bukan seperti sarang burung walet terakhir kali aku jumpa dengan dia. “Balikin, nggak?” Dia memasang kuda-kuda ingin taekwondo. Dia pikir aku musuhnya. “Bisa minta tolong nggak, Can.” Aku bicara baik-baik dengannya. Untuk menyudahi drama ini. “Bisa,” jawabnya dengan mata berkedip cepat. Dipikirnya aku akan kasihan. Cepat sekali mood gadis berlesung pipi ini be

    Last Updated : 2023-08-31

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan    Bulan Madu

    Beneran ternyata gaes aku udah nikah. Buktinya aku sekarang duduk di pelaminan barengan dia setelah tadi melewati barisan pedang pora. Seragam kami kali ini hijau muda. Jangan dibayangin seperti lontong, pokoknya aku cantik, kata dia gitu. “Kamu cantik, deh, Sayang.” Entah udah keberapa kali buaya di sebelah aku bilang gini. Mual, terlalu manis kata-katanya, heeem.“Makasih, nggak ada uang kecil.” “Nggak perlu bayar pakai uang, cukup pakai—” “Udahlah. Ya Allah, kenapa itu terus dibahas dari tadi.” Hu hu huuu, ketahuan juga sifat asli Bang Ale sejak tadi kami sudah jadi suami istri. Takut sebenernya, tapi nggak mungkin juga minta cere, kan. Nggak lucu deh. “Ya, kan, salah satu tujuan nikah untuk itu, Istriku.” “Hueek!” Mendadak ingin muntah aku tu. “Belum juga diapa-apain udah hamil duluan, tenang aja Abang akan tanggung jawab atas perbuatan kita di atas bukit.” “Hoi, bisa diem, nggak? Makin lama makin ngadi-ngadi isi kepala Abang. Di atas bukit itu dua tahun lalu juga keles. Ka

  • Pengantin Dadakan    Beneran?

    Ya, malam ini aku dandan cantik sekali. Aku nggak kelihatan seperti chef lagi, melainkan seorang putri yang akan menerima lamaran dari seorang pangeran. Setengah jam lagi seharusnya mereka tiba di sini. Setelah segala drama dan begini begitunya, akhirya kami memutuskan untuk menikah. Sempat hampir berantem dan biasalah aku minta udahan aja, tapi akhirnya lanjut lagi. Soalnya pengajuan nikah militer, ampuuu cyiiiiiin, mumet ndasku mikirnya. “Ayo, Nak, semangat, udah cantik itu jangan mandang cermin melulu,” mamaku masih sambil menggedong adekku tersayang. Segala sesuatu telah kami siapkan. Makanan, dekorasi, termasuk pihak keluarga perempuan, kecuali kamera paparazzi. Aku lagi males diliput wartawan sebisa mungkin aku rahasiakan aja dari khalayak ramai.Satu demi satu tamu mulai datang. Suara Bang Ale udah mulai kedengeran. Diandra masuk dan memberikanku segelas kopi hangat racikan tangannya sendiri. Aku minum pakai sedotan biar nggak rusak lipstik. Baru aja aku mau melangkah, eh,

  • Pengantin Dadakan    Persiapan

    Sekilas aku melihat ternyata Iqis ikut juga jadi chef di pertemuan internasional antara negara timur tengah dan Indonesia. Aku kenal dia, tapi dia nggak kenal aku. Hiiih anak itu, es batunya luar biasa. Hampir empat harian di sini, kami nggak sempat saling menyapa. Iqis harus on point di dapur dan aku pada bagian keamanan. Kemeja hitam dan jas putih senantiasa aku kenakan agar terlihat rapi. Sebenarnya letih setelah dari luar negeri tugas lagi, tapi memang mengawal orang penting perlu orang-orang berpengalaman. Ajaibnya lagi aku jumpa sama Abu Lahab. Dia ngaku baru putus sama pacarnya satu, masih ada cadangan dua lagi. Astaghfirullah, buaya arab memang beda. “That girl, my girlfriend,” tunjukku sama Iqis yang lagi jalan membawa nampan berisi makanan. Abu Lahab bilang jamilah jamilah. “May be she is boring with you,” katanya. “No, no.” Aku tegaskan tidak. Jarang jumpa memang iya, tapi bosan kayaknya nggak. Entar aku buktikan. “You don’t look handsome.” Mulut Abu Jahal emang lain.

  • Pengantin Dadakan    Keringat Dingin

    Habis drama kejar-kejaran di bandara, akhirnya aku dan dia berbaikan. Sengaja aku mengajak Bang Ale makan di restaurant tradisional Indonesia milik salah satu rekanku. Tebak apa? Dia makan banyak banget sampai tambah. “Kangen makanan Indonesia, ya?” tanyaku ketika dia tambah nasi. Bang Ale nggak menjawab hanya mengangguk saja. Ada sih, beberapa orang yang melihat kami, tapi ya, bodo amat bukan urusanku juga. “Kalau sama aku kangen, nggak?” Tsaaah, tumben aku nanyain ginian. Hatiku, kenapa kamu tidack bisa diajak kompromi sama sekali. Bang Ale berhenti makan dan menatapku sekilas. Tatapan yang membuatku ingin menyiram minyak panas ke wajahnya. Habis itu dia makan lagi. Dasar, nggak dijawabnya pertanyaan aku. “Petenya enak,” katanya, serah lo deh. “Sama kayak kamu.” Maksudnya apa, ya?“Jadi aku dan pete itu sama?” “Sama, sama-sama bauk.” Santai aja dia ngomong itu, loh, nggak ada rasa bersalah sama sekali. Refleks aku cium ketek, nggak ada bauk sama sekali. Aku udah pakai deodor

  • Pengantin Dadakan    Gadis Terasi

    Aku senang dia udah membaik keadaannya di sana. Ya, meski harus menderita beberapa luka-luka ringan. Ada satu hal yang aku sadari. Aku bukan Iqis yang dulu, ada seseorang di hati, ahaaay. Ya, gimana, ya, namaya manusia bisa jatuh cinta. Aku, kan bukan patung. Hari-hariku LDR sama dia terasa begitu cepat. Aku masih jadi juri, sekaligus influencer yang mengusung nilai-nilai kebaikan dalam setiap makanan. Sloganku jangan biarkan bahan terbuang percuma. Aku diundang memasak di istana negara ketika ada tamu dari timur tengah. Dengan senang hati aku mengerjakan semuanya. Semua rupiahku yang hilang akibat membayar kompensansi tergantikan dalam waktu setahun lebih. Nggak terasa juga lama kami LDR. Dan kalian tahu apa, Bestieh, apa yang aku dapat lagi dalam setahun. Ya, agak gimana ya, umur udah 24 tahun dapat adek bayi lagi. Ewekwekwek, Mama hamil lagi. Katanya iseng, apaan, cobak? Aku sama Diandra berasa jadi mama muda. Adek kami laki-laki, namanya Adam tanpa Smith. Adam Devano Zolla.

  • Pengantin Dadakan    Ikan Asin

    “Bang Ale, sini kamu jangan lari.” Eeh, kenapa tiba-tiba Iqis marah sama aku. Padahal aku cuman bercanda soal udah kawin lagi. Emang, sih, gadis Lebanon cakep, mata biru ada juga yang hijau ada juga yang putih semua, tapi tetap aja dia yang paling memikat hati. “Hiat.” Iqis serius lagi marah dan dia menghantam pundakku sampai jatuh di pasir. Punggungku ditekan pakai siku dia, sangat kuat sampai aku jejeritan. Gusti Allah tolooong, kenapa dia jadi liar seperti peserta MMA yang pakai kutangan sama kolor doank. “Mati kamu, hiiiiat!” Astaghfirullah. Aku bangun terkesiap ketika Iqis hampir duduk di kepalaku. Aku kucek mata dan masih berada di dalam jeep. Otewe ke desa lagi untuk bagi makanan dan membantu evakuasi warga apabila diperlukan. “What’s wrong, ya, akhi?” tanya temenku yang tadi ponselnya aku pinjam buat telpon Iqis. Itu pun pulsanya masih ngutang, nanti pas udah membaik semuanya aku bayar deh. “My girl friend, she comes in my dream, almost kiliing me.” Aku mengusap dadaku

  • Pengantin Dadakan    Juara MMA

    Aku harus tetep profesional dalam bekerja. Walau jantung degupnya bukan main lagi dan keringat dingin sudah mengucur deras. Tapi nama pemenang tetap kami umumkan. Gegap gempita dan perayaan dimulai, itu bagi mereka, tidak bagiku. Aku hanya terpaku dan tersenyum palsu tanpa tahu harus bagaimana. Kamera masih menyorotku dan aku nggak bisa pergi. Senyumanku palsu pada semua orang. Sampai ada kira-kira setengah jam perayaan belum juga selesai. Aku minta izin sama papa untuk undur diri. Nyatanya aku nggak kuat dan duduk di kursi sebelah papa. Kakiku lemes. “Kenapa?” tanya papaku yang habis minum air putih. Aku nggak sanggup bicara lagi dan hanya memberikan ponselku pada papa. Beliau juga diam dan mengembalikan benda itu padaku. “Sudah pernah Papa bilang gimana resikonya. Sekarang kamu duduk yang tenang dan tunggu kabar aja, semoga semuanya selamat. Biasanya nanti ada berita resmi atau kalau nggak, ada kabar-kabar burung di sosmed. Jangan mikir untuk buat macem-macem, ya, Nak.” Papa, m

  • Pengantin Dadakan    Melanggar Perjanjian

    Suasana di pinggiran Lebanon sangat mencekam. Udah beberapa kali kami hampir aja bentrok dengan tentara Israel yang mulai kelewat batas. Biasanya aku cuman baca gimana perangai mereka yang suka kelewat batas sama penduduk sipil tak bersenjata pula. Sekarang aku rasakan sendiri. Terbayang olehku wajah perempuan yang lemah dan berlarian demi menyelamatkan harga diri serta kesucian. Pernah aku angkat senjata dan teman-teman karena mereka berkelakuan layaknya binatang. Sudahlah di sini kami tidak bisa kontak dengan keluarga, ditambah beban mental mengayomi para tentara kurang pendidikan. Yang aku dengar di sana ada wamil dan asal comot tentara. Gimana ceritanya banci bisa pegang senjata. Mana dia tahu wilayah yang boleh diserang atau nggak, atau yang diprioritaskan untuk ditolong. Di mata tentara Israel semua yang ada di hadapan mereka adalah kecoak yang boleh diinjak. Keadaan agak tenang sedikit ketika kami memasuki pedesaan yang berbatasan langsung dengan Israel. Warga desanya takut

  • Pengantin Dadakan    Menentukan Sikap

    Di sini aku sekarang, di dalam restaurant di mana seharusnya kami makan malam bersama. Udah nggak kehitung berapa kali kami janjian tapi harus dibatalin. I think our problem is about time. Bukan orang ketiga yang jadi kendala. Karena aku mau sama satu orang aja udah bagus. Setiap hari aku mikirin mending udahan aja, tapi cuman di kepala aja gaes. Aslinya kicep aku, wkwkwkwk, banyak gaya memang. Sesaat kemudian aku v call sama dia. Aku tunjukkin kalau aku juga serius. Ya, jam tangan dan kue tart adalah salah satu bukti kalau aku bukan gadis lugu tapi nggak komitmen. Sebentar aja kami ngobrol soalnya dia bilang mau sampai di markas. Aku kasih dia pesan cinta, awas kawin banyak-banyak di sana. Jangankan banyak, satu aja aku nggak terima. Oke, nggak usah debat aku tahu itu hak laki-laki. Perempuan juga punya hak untuk memilih. Setelah balasan dari pesannya nggak muncul lagi, aku makan sendirian di restaurant. Kue tartnya aku bagiin sama pegawainya aja. Siapa yang mau makan di rumah? U

DMCA.com Protection Status