Eshan menatap keluar jendela mobil. Di luar tampak hujan begitu deras disertai petir menghiasi langit yang beranjak malam. Pikiran Eshan terus dipenuhi Dzurriya. Padahal dia sendiri tadi yang menyuruh Dzurriya naik mobil sendiri bersama pengawalnya. Ia bahkan melarang Ryan untuk menemani Dzurriya, dan malah memintanya mengantar Alexa duluan.Sekarang, wanita itu masih tertinggal di belakang bersama para pengawal. Sementara Eshan dan yang lain sudah lebih dulu berangkat.‘Apa dia baik-baik saja?’Lalu, ia mendesah sendiri, menyadari kalau rasa khawatir ini begitu konyol. Tidak mungkin dia mengkhawatirkan wanita jahanam itu.“Putarlah sesuatu!” perintah Eshan dingin, kepada anak buahnya.“Baik, Pak,” jawab pengawal yang duduk di sebelah sopir sambil memutar radio dan mencari saluran yang pas. Sebuah lagu mengalun merdu, membawa pendengarnya merasakan isi lagu tersebut. Suasana hujan menambah syahdu lagu yang bernada pelan itu.Pikiran Eshan semakin tak tenang. Padahal satu kilometer l
“Jadi kalian semua meninggalkannya sendiri di mobil untuk mencari bantuan? Apa kalian tahu mobil itu ringsek dihantam pohon yang roboh! Hah!”Dzurriya mengernyitkan dahinya di antara sadar dan tidak sadar. Suara hardikan samar-samar itu mengusiknya. Ia membuka matanya pelan-pelan, mengintip keadaan sekitar. Sebentar saja ia sudah tahu jika sudah berada di kamarnya.“Enyah kalian! Jangan pernah muncul di depanku!” suara keras Eshan menggelegar, bahkan dengan pintu yang tertutup.Ini pertama kalinya Dzurriya mendengar Eshan semarah itu. Biasanya, lelaki itu hanya berkata dingin dan menusuk, kadang juga sarkas. Namun kali ini, Eshan benar-benar berteriak.Dzurriya jadi bertanya-tanya, apa yang membuat suaminya itu semarah itu.Selang tak berapa lama, terdengar gagang pintu di tarik turun. Sepertinya seseorang akan masuk. Dzurriya spontan menutup matanya lagi.‘Kalau itu Eshan, aku tak mau kena marah lagi. Lebih baik aku pura-pura tidur saja’Suara langkah kaki yang sangat dikenalnya ter
Kata-kata suaminya itu terdengar seperti ribuan petir yang menyengat habis isi otaknya, hingga ia hanya mampu terpaku lemas. Kakinya pun melunglai hingga hampir jatuh kalau saja tangannya tidak berpegangan pada tembok. “Hari ini kita ada cek lab telur dan sperma, kau tak boleh stres. Sudah, jangan berpikir macam-macam lagi!” suara Eshan berubah menjadi lembut, tapi itu malah membuat Dzurriya semakin terluka.Di sana, istri pertamanya sedang di tenangkan. Di sini, ia sendiri seperti istri yang tak diinginkan tapi harus bertahan….Lantas, Dzurriya segera menyeret langkahnya beranjak dari tempat itu. Ia mengusap air matanya yang tak mau berhenti. Tidak ada orang di sana yang pantas melihatnya menangis.“Dari awal, ini bukan pernikahan baginya , tapi apa yang sedang kamu lakukan, Dzurriya….”Dzurriya terus berjalan sambil terus mengusap air mata yang tak mau berhenti mengalir.Ia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras, kemudian terduduk di belakang pintu itu. Tangannya y
Dzurriya pura-pura bersikap biasa saja, dan mengabaikan keberadaan Eshan. Ia melangkahkan kakinya menuju kulkas, dan melewati Eshan tanpa berbicara sepatah kata pun pada lelaki itu yang menoleh padanya.Ia buka pintu kulkas itu kemudian mengambil sebotol air dan meminumnya. Rasa laparnya langsung lenyap begitu saja, mungkin ia akan minum air saja dan kembali tidur. Dalam kesenyapan, ia menaruh botol itu dan menutup kulkas. Kemudian berbalik dan…“Astagfirullah!”Dzurriya memekik ketika Eshan sudah tiba-tiba berada di hadapannya. Tubuhnya yang tinggi tampak menjulang, menutupi bayangan Dzurriya sendiri. Matanya itu menatap Dzurriya yang lebih pendek darinya. Keduanya beradu pandang beberapa saat, bersamaan dengan detak jantungnya yang berpacu dengan cepat. Apalagi wajah lelaki itu benar-benar hanya berjarak beberapa centi dari dirinya. Dzurriya bisa merasakan hembusan napasnya yang begitu lembut menyentuh dahinya.Pada saat yang sama…“AKU TAK SUDI MENIKAHINYA.”Kalimat itu bergema
Hacih!Setelah siang itu, Dzurriya tetap berada kamar sampai waktu makan malam. Namun, karena ia basah-basahan tengah hari, dan tidak langsung mandi setelah itu, badannya mulai mengalami demam.Puncaknya adalah pagi ini. Kepala Dzurriya terasa berat dan berdenyut, seluruh tubuhnya tiba-tiba juga terasa nyeri. Ia terus bersin sejak bangun tidur, hingga membuat hidungnya itu memerah.Setelah mandi dan berganti pakaian, Dzurriya berniat untuk sarapan. Ini sudah hampir jam setengah 8, Alexa dan Eshan pasti sudah selesai sarapan. Ia tidak ingin merepotkan pelayan yang membawa makanannya ke kamarnya lagi.Dzurriya bersin sekali lagi ketika membuka pintu.Tepat saat itu, seorang lelaki tiba-tiba berhenti melangkah di depan kamarnya karena terkejut. Dzurriya ikut terkejut sampai berhenti menggosok-gosok hidung, dan mengangkat kepalanya. Suaminya ada di sana tengah menatapnya dalam-dalam. Dzurriya yang masih merasa kesal, berlalu begitu saja tanpa menghiraukan atau balik menatapnya. Ia melen
‘Aku tahu ini rumahmu, tapi tak bisakah kau cari tempat lain di rumah sebesar ini?’Sekarang, dibanding berdebar, Dzurriya malah merasa kesal sendiri. Niatnya untuk mencari udara segar, terancam gagal. Jika bersama Eshan di sini, bisa-bisa dirinya malah semakin pusing.Dzurriya mendengus saat suaminya itu menyadari kehadirannya. Ia segera berbalik, tetapi tiba-tiba Ryan sudah berdiri di balik punggungnya.“Astaga!” pekik Dzurriya saat menabrak dada Ryan. “M-maaf!” ucap Dzurriya terbata sambil menyilangkan tangan di atas dadanya. “Kau mau cokelat?” tanya Ryan sambil menunjukkan dua batang coklat almond.Dzurriya tidak langsung mengambilnya, hanya menatap Ryan bergantian dengan cokelat itu. “Kenapa kau memberiku cokelat?”Dzurriya meraih cokelat itu perlahan, tapi tidak bisa menghilangkan perasaan herannya. “Te… rima kasih,” sahutnya canggung.“Itu cokelat favoritmu, sudah pasti kau suka—”“Apa?”Ryan langsung menggeleng. “Maksudku, cokelat itu pasti akan jadi favoritmu.”Walaupun masi
Napas wangi lelaki itu membentur pipinya dengan lembut, membuat mata Dzurriya menutup secara otomatis. Ia tidak tahu ekspresi apa yang Eshan tunjukan sekarang. Ia takut, tapi perasaan takut ini berbeda dari biasanya.Napas Eshan semakin panas, dan sekarang terasa mendekat ke arah telinga Dzurriya. Ujung bibirnya yang basah terasa menyentuh kain kerudung Dzurriya dengan lembut. Matanya terpejam semakin rapat.Lantas, suara rendah dan serak lelaki itu terdengar.“Jangan keras kepala! Kalau sakit, minumlah obat!”Lelaki itu berdesah di telinganya.Setelah itu, tekanan itu seperti hilang sepenuhnya ketika Eshan menjauhkan diri. Dzurriya membuka mata. Lelaki itu tampak memunggungi sekarang.“Ambil obatmu di Tikno.” Itu adalah kalimat terakhir Eshan sebelum meninggalkan Dzurriya yang kacau dengan wajah memerah di atas meja kerjanya.***Hari itu, setelah Dzurriya keluar dari ruang kerja Eshan, ia langsung disambut Tikno yang berdiri di sana. Awalnya, Dzurriya terkejut, takut Tikno bertanya
Sore harinya, masih tetap senyap.Dzurriya duduk di halaman belakang, sedang membaca buku yang ia temukan di ruang depan tadi. Ia tak benar-benar memahami buku yang bercerita tentang seni berbisnis itu. Ia hanya membacanya karena bosan.Dari serambi belakang, ia melihat seorang pelayan tengah membawa baki dengan sebuah cangkir dan mangkok di atasnya. Ia mendekat ke arah Dzurriya.“Nyonya, Pak Tikno meminta saya membawakan ini untuk Nyonya,” ujar pelayan itu sesampainya di depan Dzurriya sambil menyodorkan baki tersebut.Itu aroma bubur yang tidak asing.Bubur itu tampak sangat polos, hanya ada potongan ayam dan jagung yang berwarna pucat. Melihatnya saja tidak berselera. Sudah hampir 3 hari Dzurriya memakan bubur yang sama.“Terima kasih,” ucap Dzurriya, dan pelayan itu pun pergi setelah memberikan baki tersebut. Dzurriya memandang bubur yang masih panas itu, dan menaruhnya di atas meja. Perutnya bergejolak bukan karena lapar, tapi karena ia merasa mual. Selama lima belas menit, ia
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin
BekTerdengar suara pukulan begitu keras, diikuti cairan yang terasa memancar di pipi kiri Dzurriya, tapi anehnya Dzurriya tak merasakan apa-apa.“Apa yang terjadi?” pikirnya.Dengan heran dibukanya matanya perlahan penuh was-was.Tampak tubuh tua bangka itu tergolek lemah di sampingnya dengan sisa-sisa bercak di tepi mulutnya, sepertinya itu adalah darah.Seketika Dzurriya langsung tersentak, sembari kembali menutup mulutnya yang mendesah singkat.Dialihkannya kemudian pandangannya ke arah seseorang berkemeja putih yang tampak memukul satu persatu para pengawal itu dengan membabi buta di depannya.“Mas!” Panggil Dzurriya lirih, begitu mendapati wajah lelaki yang tadi membelakanginya itu tiba-tiba menendang kepala seorang pengawal hinggap badannya memutar menghadap ke arah Dzurriya.Sementara itu tiba-tiba terlihat tangan Braha yang tersungkur di sebelahnya meraba-raba, seperti tengah hendak meraihnya. Dzurriya yang terperanjat kaget langsung menyeret tubuhnya mundur.Namun badan le
Dzurriya hendak menjelaskan kalau dia benar-benar amnesia, dan baru ingat semuanya, namun tiba-tiba tubuh Ryan tersentak hebat bersamaan dengan darah yang tiba-tiba memancar keluar dari dalam mulut mantan tunangannya itu.Sontak Eshan begitu terperanjat kaget dan terlihat langsung menghampiri sepupunya itu, kemudian menggendongnya.Dzurriya yang begitu syok hanya bisa menoleh sambil mendesah cepat, dan seketika menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya sendiri langsung berkaca-kaca.Ia lalu mengikuti suaminya yang setengah berlari dengan panik itu.Namun tiba-tiba tangan kanan Alexa menjulur dan menghalangi jalannya.Dzurriya menoleh ke arah wanita itu dengan heran, namun wanita tak punya hati itu malah tersenyum nyengir ke hadapannya, dan segera melirik ke arah pengawalnya tadi, yang sepertinya terlupakan oleh suaminya.Dia kemudian menggerakkan bola matanya melirik ke arah Dzurriya dengan cepat.Alhasil dalam sepersekian detik saja, para pengawal itu langsung membungkam mulut
Dzurriya segera mencari sesuatu di badan Ryan. Kalau perkiraannya benar, dan lelaki itu datang ke sana untuk menyelamatkannya, pasti dia membawa sesuatu untuk membela diri, dan benar saja itu yang menemukan senjata api di bagian dalam saku jaketnya.Dzurriya segera mengambil senjata itu dan berlari ke belakang pintu. Namun na’as, pintu itu tiba-tiba terbuka begitu saja, mata Dzurriya langsung membelalak lebar, tubuhnya pun yang tadinya condong kedepan karena buru-buru berlari ke belakang pintu, sontak menegak bersamaan dengan matanya yang menoleh ke arah pintu tersebut.Dengan panik, ia segera mengokang pistolnya, dan mengarahkan pistol itu pada seseorang yang masuk pertama, yang tak lain adalah paman istri pertama suaminya itu.Tapi karena Ia tidak mahir sama sekali juga begitu gugup, peluru pistol itu malah meluncur ke arah daun pintu tadi dan menyebabkan suara dentuman yang begitu keras. Alhasil Alexa dan Braha berhasil mundur dan menghindar.“Kurang ajar! berani sekali dia melaku
“Hi, Sayang! Apa kau sudah tertidur?” Mata Dzurriya langsung tersentak bangun mendengar suara yang mendesah berat tersebut, Ia langsung seketika berusaha mengangkat dirinya yang terikat kuat tersebut sampai-sampai kursi itu terangkat dan bergeser sedikit, kemudian terantuk ke lantai begitu keras.“Apa maumu, jangan coba-coba menyentuhku!” ancam Dzurriya dengan matanya yang membulat sempurna menoleh ke arah Tua bangka, Braha sialan itu, yang tengah memandangnya dengan dengan tatapan yang begitu menjijikan.“Kamu kira kamu bisa menghindar dariku sekarang?” ujar lelaki itu sambil meringis, belum lagi tangannya yang kotor dan keriput itu mengusap pipinya, membuat Dzurriya benar-benar muak dan segera menolehkan wajahnya ke arah lelaki itu, kemudian….“Akh!”Terdengar jeritan kesakitan yang begitu keras dan panjang dari lelaki itu, karena Dzurriya sengaja menggigit jemari tangannya yang barusan menyentuhnya sembarangan tersebut.Lelaki yang tampak kesakitan itu berusaha memukul badan dan k
“Apa? Kurang Ajar!” seru Eshan naik pitam, sambil menggebrak meja dengan keras, membuat Tikno yang baru saja masuk ke ruang kerjanya itu ikut tersentak kaget, dan langsung mengangkat kepala menatapnya.“Bagaimana kalian bisa dikecoh oleh seorang wanita seperti itu? Dasar Bodoh! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu, atau kepala kalian taruhannya!” lanjutnya sembari langsung menutup teleponnya dengan nafas yang terengah-engah marah.“Beraninya dia bermain-main denganku?” gumamnya sambil menundukkan punggungnya dan menyandarkan tangannya di atas meja kerjanya.“Ada apa, apa dia menghilang?”Eshan mengangkat bola mata dan alisnya bersamaan ke arah Tikno.“Sepertinya tak ada cara lain, Tuan harus memasang penyadap di mobil Nyonya, ini pasti ada hubungannya dengan lelaki itu,” saran Tikno.“Kita bicarakan itu nanti,” ujar Eshan sembari menegakkan badannya berdiri. Selama ini dia berusaha tidak memata-matai dan percaya pada istrinya, sebagaimana janjinya dulu pada wanita itu sebelum me
Dzurriya sontak tersentak bangun dengan nafasnya yang ngop-ngopan, gimana tidak? tiba-tiba saja wajahnya ditimpa guyuran air yang menamparnya begitu deras. Padahal ia baru saja pingsan tertidur karena kelelahan, setelah hampir seharian ia ditampar dan dipukuli oleh Alexa dan Pamannya.“Enak sekali ya tidurnya?” tanya Alexa yang kini tengah berdiri kembali di hadapannya sambil membawa ember.“Kenapa kau terus menyiksaku?” tanya Dzurriya memberanikan diri.“Pertanyaan apa itu? Menurutmu, apa semua ini sudah sepadan untuk wanita perusak ruma tangga orang lain sepertimu, Hah?” tanya balik Alexa sambil dengan nada membentak.“Bukankah kau yang membawaku ke rumah itu, kau yang memaksaku untuk menikah dengan suami? Apa kau lupa? sekarang sikapmu sungguh kekanak-kanakan, kenapa— apa kau takut dengan keberadaanku?” tanya Dzurriya berusaha balik memprovokasinya.“Aku? takut dengan keberadaanmu? Apa kau sudah gila? Wanita murahan sepertimu, bagian dirimu mana yang harus aku iri?” tanya wanita it
“Lihat siapa yang ada di depanku!” seru Alexa lirih, sepertinya ia menikmati sekali keterkejutan Dzurriya.“Tak salah aku kembali, mau menangkap koi dapat piranha,” lanjut wanita itu sinis. Dzurriya berusaha mengabaikannya dan hendak melewatinya pergi begitu saja. Namun wanita itu tiba-tiba menarik lengannya dan menatapnya tajam.“Dasar Babu sialan, ikuti perintahku!”Dzurriya hanya bisa terdiam pasrah, pinggangnya ditodong pisau oleh istri pertama suaminya itu.Wanita gila itu lalu menyeret pisaunya itu mengitari pinggang sampai punggung Dzurriya.“Jalan!” perintahnya sambil mendorong tiba-tiba bahu Dzurriya.Tak ada pilihan lain, Dzurriya mulai berjalan melewati lorong demi lorong rumah sakit itu dengan was-was, sambil menunggu kesempatan untuk melarikan diri dari wanita kejam itu.Dan akhirnya kesempatan itu datang, terlihat dari lorong di seberangnya, para pengawal suaminya tampak panik berjalan setengah berlari, sepertinya mereka telah menyadari kalau ia telah kabur.‘Lebih baik