Ikan sudah habis, apalagi ubi bakar yang mereka makan sebagai hidangan pembuka. Gendon sudah memetik beberapa lembar daun talas yang cukup lebar sebagai alas tidurnya dan Surya Yudha.Di sisi lain, Surya Yudha juga sudah kelelahan karena perjalanannya hari ini yang cukup panjang. Pemuda itu merebahkan diri di atas daun talas yang sudah digelar oleh Gendon.Suara jangkrik dan burung hantu tampaknya menjadi musik pengantar tidur mereka untuk malam itu. Surya Yudha baru saja memejamkan matanya ketika mendengar suara gemerisik dari arah semak-semak.Surya Yudha mengambil pedangnya dari cincin penyimpanan, rasa kantuk yang sebelumnya sudah menguasai separuh jiwanya kini benar-benar sirna. Dengan mengendap-endap Surya Yudha mendekati semak-semak. Tangannya selalu berada di gagang pedang, bersiap jika sewaktu-waktu dia harus menarik pedangnya. Srak!Nguik!Ketika Surya Yudha menyibak ilalang yang setinggi pinggang, telinganya mendengar suara babi menguik kencang diikuti dengan ilalang di d
Gendon yang biasanya santai kini benar-benar panik karena melihat seekor ular tergeletak tak jauh dari tempat Surya Yudha berdiri."Den bagus kenapa?" Surya Yudha menunjuk ke arah ular yang tergeletak di dekat batu besar. Sebuah ular berwarna abu-abu gelap dengan panjang setombak. Walau ukurannya tak terlalu besar, nyatanya ular itu membuat Gendon semakin panik."Ya Dewa. Den bagus digigit ular? Bagian mana yang digigit? Bukan ular gigit ular kan?" tanya Gendon panik sambil meraba-raba tubuh Surya Yudha.Dengan gemetar, Surya Yudha mengulurkan tangan kanannya yang membiru."Welahdalah ... racunnya masuk banyak ini mah!" teriak Gendon ketika melihat bagian tangan Surya Yudha. Surya Yudha meringis kesakitan, "Lalu bagaimana?""Potong aja gimana?"Plak! Sebuah pukulan mendarat di kepala Gendon. Surya Yudha dengan tangan kirinya yang melakukannya. "Gila!""Lha terus gimana? Ki Arya ngga kasih Gendon obat untuk bisa ular."Surya Yudha mendesah panjang, pemuda itu membuka mulutnya bern
Terlihat beberapa orang yang turun dari kuda dan berjalan ke arah Surya Yudha. Surya Yudha memperhatikan wajah orang-orang yang baru datang. Dilihat dari pakaian yang mereka pakai, mereka adalah pasukan puting beliung yang menjaga perbatasan. Keempat orang yang datang berlutut dengan satu kakinya dan memberi salam pada Surya Yudha. "Salam, Jendral Muda Surya Yudha. Kami dari pasukan Puting Beliung sedang berpatroli dan melihat kuda anda, jadi kami sampai ke tempat ini.""Jangan panggil aku Jendral muda lagi, kawan-kawan. Paduka Raja Wirya Semitha telah membebaskanku dari tugas."Prajurit yang berada paling depan menggeleng, "Kami tidak berani! Walau ibukota berada jauh di selatan, berita tentang keberanian Anda sudah tersebar bahkan hingga ke perbatasan. Dengan keberanian seperti itu, Anda tidak pantas mendapat balasan seperti ini.""Lancang!" bentak Surya Yudha. "Jadi kalian menentang keputusan paduka raja!"Keempat orang itu menggeleng keras, "Bukan maksud kami seperti itu ha
Surya Yudha berjalan dengan langkah gontai. Walau begitu, aura keluar dari tubuhnya masih mengesankan, tak kalah dari kharisma seorang putra mahkota seperti pangeran Abimanyu.Kedua prajurit yang menjaga ruang baca Pangeran Abimanyu menunduk hormat ketika Surya Yudha melangkah keluar dan baru mengangkat wajahnya setelah Surya Yudha berada di balai.Surya Yudha mendekati kudanya dan menuntunnya keluar dari wilayah istana Pangeran Abimanyu hingga gerbang luar istana. Dia kemudian melompat ke punggung kudanya, mengehentakan kedua kakinya hingga membuat si kuda berjalan santai nan berwibawa.Kediaman Panglima Besar Indra Yudha berada di dalam istana. Walau Panglima Besar Indra Yudha lebih senang tinggal bebas di luar, tetapi secara khusus Raja Wirya Semitha memberikan sebuah kediaman untuk Panglima Besar Indra Yudha, yang hal tersebut tidak dimiliki oleh pejabat-pejabat lain. Sesampainya di pintu masuk kediaman, dua orang prajurit penjaga menunduk hormat dan meraih tali kekang kuda yan
Setelah memberi salam pada ayahnya dan menemui ibunya beberapa saat, Surya Yudha keluar dari kediaman panglima besar Indra Yudha dan menuju barak pasukan pengawal putra mahkota yang bernama pasukan Zirah Hitam. Ketika memasuki wilayah barak, dia melihat beherapa tenda yang mulai sepi ditinggal istirahat oleh penunggunya dan juga belasan prajurit yang masih hilir mudik melakukan patroli. Baskoro, prajurit kepercayaan Surya Yudha yang sudah seperti tangan kanannya menyambut kedatangan Surya Yudha yang cukup tiba-tiba. "Jendral Muda!" Surya Yudha mengangguk pelan, pemuda bertubuh tegap itu turun dari kuda perangnya. "Baskoro, aku ingin memilih beberapa orang terbaik, kumpulkan mereka." "Saya akan mengumpulkan mereka yang terbaik."Surya Yudha mengangguk puas dan berjalan menuju lapangan latihan, menunggu pasukan zirah hitam miliknya berkumpul. Dari tempatnya berdiri saat ini, Surya Yudha mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh para prajurit di sana. Bertahun-tahun lamanya
Rembulan telah sepenuhnya pergi, digantikan semburat jingga di ufuk timur tanda kedatangan sang surya yang menyinari dunia. Barak pasukan zirah hitam tampak ramai dengan kegiatan penghuninya. Ada yang mandi, ada yang membuat sarapan, ada juga yang sudah memulai latihan. Entah itu latihan berkuda, memanah, bahkan bertarung.Surya Yudha dari tempatnya berdiri menatap para prajuritnya tanpa ekspresi. Jumlah pasukan zirah hitam tidak banyak, hanya tujuh puluh orang. Tetapi, nama mereka mampu menggetarkan hati lawan yang mendengarnya. "Jendral Muda, apa anda yakin tidak ingin membawaku bersama?" Surya Yudha melirikan matanya ke arah Baskoro, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Surya Yudha berbalik dan pergi meninggalkan Baskoro sendirian. Baskoro masih berusaha mengejar Surya Yudha hingga akhirnya langkahnya terhenti karena lirikan tajam Surya Yudha."Kau tahu jika membangkang merupakan pelanggaran serius. Apa teguranku tidak cukup berarti sehingga kau memilih dihukum?" Baskoro menelan l
Surya Yudha membersihkan badannya secepat mungkin, tak ingin membuat Pangeran Abimanyu menunggu terlalu lama.Pangeran Abimanyu duduk dengan santai di atas batu besar yang ada di tepi sungai. Walau begitu, pandangannya terus mengedar, tak ingin ada musuh yang terlewatkan olehnya.Tak berapa lama kemudian, Surya Yudha menghampiri Pangeran Abimanyu. "Maaf telah membuat Pangeran menunggu lama."Pangeran Abimanyu tersenyum kecil, "Aku tidak sekedar menunggumu, aku juga sedang menikmati pemandangan di sekitar sini.""Hari sudah terlalu malam untuk tetap menikmati pemandangan. Apa Pangeran masih ingin tetap di sini?" Pangeran Abimanyu menggeleng pelan, perutnya terasa lapar setelah sehari ini melakukan perjalanan panjang. "Aku lapar.""Kalau begitu kita pulang sekarang, Pangeran."Pangeran Abimanyu beranjak dari batu dan berjalan ke arah barat tempat mereka membangun perkemahan. "Pangeran ... Hamba mendengar Pangeran ingin berburu rusa. Jika boleh hamba tau, untuk apa rusa tersebut? Jik
Angin malam berembus pelan, suara jangkrik dan burung hantu terdengar jelas dari tempat Surya Yudha berada. Pemuda itu sedang berdiri di depan tenda Pangeran Abimanyu. Firasatnya sejak sore tadi sudah tidak baik, membuatnya tak bisa istirahat dengan tenang.Surya Yudha mengedarkan pandangannya, mencoba mencari keanehan dari wilayah sekitarnya. Dia juga menajamkan pendengarannya, berusaha untuk menangkap suara-suara mencurigakan di balik gelapnya alas pejagalan.Sejauh ini tak ada yang mencurigakan, tetapi sebagai seseorang yang percaya dengan firasat, Surya Yudha tetap gelisah jika tak menemukan alasan kegelisahannya."Sebagian dari kalian istirahat, sebagian lagi berjaga. Lindungi tenda Putra Mahkota dengan benar. Kalian mengerti?""Kami mengerti!"Surya Yudha mengangguk pelan. Setelah sekali lagi dia memeriksa keadaan, pemuda itu masuk ke tendanya untuk beristirahat. Sebenarnya bukan beristirahat, melainkan menanti kedatangan orang yang memiliki niat jahat oada rombongannya.
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t
"Tuan, ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Kami sudah berusaha untuk tetap menjaga ketenangan anda, tetapi mereka mengatakan jika anda akan menerima mereka dengan baik." Meski pelayan itu berkata dengan penuh senyuman, tetapi getaram di tangannya menunjukkan jika dia sedang gugup.Sementara itu, mendengar penjelasan pelayan itu, Surya Yudha mulai menebak-nebak siapakah orang yang ingin menemuinya itu. "Baiklah, aku akan menemui mereka."Pelayan itu mengangguk dan pergi. Surya Yudha juga turun mengikuti pelayan itu. Ketika sampai di lantai dasar, dia melihat dua orang yang sangat dia kenal. Yang satu terlihat ceria dan yang lainnya tampak kesal. "Den bagus!" Begitu melihat kedatangan Surya Yudha, pemuda bertubuh gempal itu segera berteriak memanggilnya. Surya Yudha tersenyum tipis. Sudah cukup lama sejak mereka terakhir kali bertemu. "Den bagus, wah den bagus keliatan makin gagah saja." Gendon menghampiri Surya Yudha dengan wajah cerianya. "Den bagus apa kabar?" "Sangat
Mahasura tentu saja bingung dengan reaksi yang Surya Yudha tunjukkan. Meski tidak tahu teknik apa yang pemuda itu gunakan, tetapi dia adalah orang yang paling tahu tentang akibat dari teknik tersebut. Dia yakin jika Surya Yudha baru saja memindahkan sedikit racun dari tubuhnya. Walau racun yang berpindah hanya sedikit, tetapi itu sudah mengurangi rasa sakit yang Mahasura derita, dan itu berarti rasa sakit itu berpindah pada Surya Yudha. Mahasura memang tahu jika ada teknik yang bisa menetralisir racun menggunakan tenaga dalam. Namun, dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga dalam yang tinggi untuk bisa melakukannya. Selain itu, menetralkan tenaga dalam dan memindahkannya adalah hal yang sama sekali berbeda.Dia ingin bertanya tentang teknik yang baru saja Surya Yudha gunakan. Namun, dia tidak berani bertanya karena merasa tidak memiliki hak. Melihat kebingungan di wajah Mahasura, Surya Yudha tersenyum tipis. "Paman, tenang saja. Aku sudah menguasai teknik ini, jadi jangan khawatir te
Meski disebut sebagai pasar Budak, tetapi sebenarnya tempat ini layak disebut sebagai kota kecil. Ada banyak penginapan dan kedai makanan yang buka di tempat ini. Suasananya pun tak kalah ramai dengan kota kecil di wilayah lain Jalu Pangguruh. Surya Yudha membawa Banyulingga dan budak yang baru saja dia beli ke sebuah penginapan. Pemuda itu menyewa sebuah lantai di penginapan khusus untuk mereka bertiga. Dia sengaja menyewa satu lantai karena tidak ingin diganggu. Di dalam kamar terbesar di penginapan itu, tiga orang pria duduk melingkar di meja. Salah satu pemuda menatap nanar pria yang lain seperti ingin menangis. "Paman ... Paman Mahasura. Kami mencarimu ke seluruh hutan bahkan menyusuri jurang." Air mata Surya Yudha menetes. Budak yang baru saja dia beli adalah Mahasura, salah satu orang yang melatih Surya Yudha hingga menjadi petarung yang tangguh. Setahun lalu, Mahasura mendapat misi penting dari kerajaan. Namun, misi tersebut gagal dan semua orang di dalamnya mati. Surya Y
Surya Yudha kembali mengatur napasnya yang terengah-engah. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Surya Yudha menyeka keringatnya. Melihat kondisi Banyulingga sekarang, dia merasa puas. "Bagaimana? Kau masih meremehkan pil milikku?" ucap Surya Yudha mengejek. Banyulingga menggeleng. "Aku berharap ini adalah kebodohanku yang terakhir." "Aku juga berharap seperti itu." Surya Yudha mengangguk setuju. Hal itu malah membuat Banyulingga tersenyum kecut. Saat Surya Yudha sudah mendapat kembali tenaganya, dia menemukan ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya dia mengetahui jika Cakra miliknya tersegel oleh sesuatu yang berbentuk seperti cincin berwarna ungu pekat. Namun, saat ini cincin itu tampak retak seolah dikikis oleh sesuatu. 'Baiji, apa kau bisa menjelaskan ini kepadaku?' [Menjelaskan apa?]'Cakra milikku. Segelnya seperti retak.'[Bukankah itu bagus? Kau bisa menggunakan tenaga dalammu lagi jika bisa menghancurkan segel tersebut.]Surya Yudha tersenyum senang. Apa itu berarti dia tidak
Banyulingga menatap Surya Yudha dengan cemas. "Ada apa? Kenapa kau di sini?" tanya Surya Yudha keheranan saat melihat Banyulingga yang seperti menunggunya. "Kau sudah empat hari bertapa tapi tidak bangun-bangun. Kau bilang hanya memulihkan energi, kenapa begitu lama?""Empat hari?" Surya Yudha terkejut saat mengetahui waktu yang dia habiskan. "Gawat! Aku menghabiskan terlalu banyak waktu. Kita harus pergi ke pasar budak saat ini juga!"Surya Yudha bergegas bangkit dan menyiapkan kelengkapannya. Namun, suara Banyulingga berhasil menghentikannya. "Candrika tidak akan membiarkan kita pergi sebelum memeriksa kondisimu." "Aku baik-baik saja. Aku sudah sangat sehat." Surya Yudha menunjukkan tubuhnya. Dia memang tampak sangat sehat sekarang. Tanpa berkata-kata lagi, Surya Yudha mencengkeram bahu Banyulingga. Pemuda itu mengerahkan sumber energinya ke kaki dan melompat hingga keluar dari tempat itu. Ketika tubuhnya masih berada di udara, Surya Yudha bersiul. Ringkikan kuda menyahuti si