Sebuah cahaya kuning berpendar saat Surya Yudha menerima token tersebut. Tubuhnya terasa bergetar dan merasa sedikit limbung karena getaran tersebut. Ketika dia membuka matanya, Surya Yudha sudah berada di tempat lain. "Ini ... di mana ini?"Sebuah bangunan kecil yang cukup ramai, ada belasan hingga puluhan orang di tempat itu. Surya Yudha melihat seseorang yang duduk di sudut ruangan, sepertinya dia adalah penjaga di tempat ini. Surya Yudha berjalan menghampiri pria tersebut. "Paman,"Pria tersebut menoleh. "Ada apa?" Saat melihat penampilan Surya Yudha, pria tersebut mengelus kumisnya yang tebal. "Anak baru rupanya, berikan tokenmu!" Surya Yudha menyerahkan token berbentuk kotak itu kepada pria tersebut. Beberapa orang di sana melirik ke arah Surya Yudha, tetapi setelah beberapa saat mereka melanjutkan aktivitas seperti biasa. Setelah memeriksa token itu selama beberapa saat, pria itu mengembalikannya kepada Surya Yudha dan memberikan setumpuk pakaian kepadanya."Seragam ini
Bibir Surya Yudha berkedut, jantungnya berdebar kencang saat mendengar ucapan pemuda itu. Beberapa hari lalu, masih ada Gendon yang menyelamatkannya, tetapi untuk hari ini dan seterusnya, dia tidak memiliki pelindung lagi. Mungkin Sakra telah mengatakan jika dia bersedia melindungi dirinya. Namun, apakah Sakra mampu melakukannya?Dia sudah melihat bahkan merasakan sendiri kekuatan Ndaru. Namun, untuk Sakra, dia tidak memiliki gambaran sedikit pun tentang batas kemampuan pemuda itu. 'Ini adalah pilihanku, bagaimanapun, aku harus bisa menghadapinya sendiri.'Mengembuskan napas pelan, Surya Yudha maju selangkah membuat jarak antara dirinya dan pemuda itu semakin menipis. "Ndaru, entah dendam apa yang ada di antara kita, tetapi aku sangat penasaran kenapa kau sangat bernafsu membunuhku."Ndaru tampak menyeringai, "Dendam apa? Ini bukan masalah dendam, lebih tapatnya, HUTANG! Hutang nyawa dibayar nyawa!""Hutang nyawa? Aku tidak pernah membunuh orang-orangmu." Surya Yudha berusaha meny
Begitu sosok Ndaru menghilang, Sakra menarik tangan Surya Yudha, memandang wajah pemuda itu dengan lekat, bahkan tidak berkedip. Perasaan gugup mulai menyelimuti hatinya."Jadi ... jadi kau adalah anak Jendral? Apa kau adalah Surya Yudha, Putra Panglima besar Indra Yudha?""Apakah Jendral yang memiliki anak bernama Surya hanya Panglima besar Indra Yudha?" tanya Surya Yudha. Sakra berdehem, dia tidak memahami seluk beluk militer dengan baik. Bahkan, dia mengerti nama Surya Yudha adalah karena sepak terjang pemuda itu yang mengerikan. "Aku tidak tahu, pengetahuanku sempit, yang aku tahu hanya Jendral Indra Yudha yang memiliki putra bernama Surya."Surya Yudha menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia sebenarnya tidak ingin membocorkan identitasnya, tetapi nyatanya Ndaru bermulut besar dan membuat beberapa orang mengetahuinya. Dia yakin, dalam beberapa jam semua orang di tempat ini akan tahu jika dia adalah anak Jendral Indra Yudha. "Hm ... aku sebenarnya tidak ingin mengatakannya, tet
Pagi-pagi sekali Surya Yudha sudah bangun, ini adalah hari pertamanya menjadi anggota Padepokan Raga Geni dan dia sangat bersemangat. Dia menoleh dan melihat Sakra masih terlelap di tempat tidur, Surya Yudha tidak memiliki niat untuk membangunkannya. Dia langsung pergi ke sumur untuk mandi. Dengan petunjuk beberapa orang, akhirnya Surya Yudha sampai di sumur. Meski disebut sumur, tetapi apa yang Surya Yudha lihat lebih cocok disebut kolam karena ukurannya sangat besar. Di sekitar tempat tersebut, tumbuh tanaman yang daunnya mirip seperti daun teh, tetapi Surya Yudha yakin jika ini bukanlah jenis teh yang bisa diminum. Sepertinya sengaja ditanam sebagai pagar keliling tempat itu. Wajah Surya Yudha bersinar saat membayangkan betapa segarnya mandi air dingin di tengah hawa panas yang melanda puncak gunung Agni. Dengan semangat dia melepas ikat kepalanya dan meraih batok kelapa yang biasa digunakan untuk menciduk air. Byur!"Arghhh!" Surya Yudha berjingkat ketika merasakan kepalany
Hari ini Ndaru benar-benar menginjak harga diri Surya Yudha. Tidak hanya menghancurkan Surya Yudha, Ndaru juga menghancurkan Sakra. Begitu Ndaru pergi, Surya Yudha menghampiri Sakra. Dia mengeluarkan dua botol pil, satu untuknya dan satu untuk Sakra. "Sakra, sepertinya kau harus menjauhi diriku mulai sekarang," ucap Surya Yudha seraya memberikan pil untuk Sakra. "Apa karena aku terlalu lemah?" tanya Sakra tampak kecewa. Surya Yudha pun menggeleng. "Tidak, bukan karena itu, aku hanya mengkhawatirkanmu.""Aku sudah bilang, aku bahkan rela mengorbankan nyawa." "Namun, aku tidak bisa membiarkan orang lain berkorban begitu saja. Jika aku mati di tangan Ndaru, setidaknya kau harus hidup untuk mengadukan hal ini kepada eyangku.""Kau tidak akan mati dengan mudah.""Siapa yang tahu?" Sakra tidak membalas ucapan Surya Yudha, mengingat bagaimana reaksi pemuda itu saat kemarin dia melakukan penolakan. Tanpa Sakra sadari, tangan kanannya yang terkulai lemas kini mulai kokoh bahkan bisa dig
Seorang pemuda yang berusia tiga puluhan tahun menyambut kedatangan Surya Yudha dan Sakra. Sakra segera memberikan senyuman ramah dan sedikit membungkuk. Saat menyadari jika Surya Yudha masih berdiri tegap dengan wajah kakunya, Sakra mencolek tangan Surya Yudha. Sadar akan isyarat yang diberikan temannya itu, Surya Yudha segera tersenyum dan sedikit membungkuk. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya pemuda itu dengan antusias. Dia mulai mengamati Surya Yudha dan Sakra yang belum memberikan jawaban. "Apa kalian anggota baru?" "Benar, kami anggota baru.""Ah begitu rupanya. Ikuti aku, kalian pasti sedang mencari Tetua Pembimbing, kan?" tanya pemuda itu. Tanpa menunggu jawaban, pemuda itu berbalik dan berjalan. Surya Yudha dan Sakra mengikutinya. Mereka menuju sebuah ruangan yang tampak seperti perpustakaan karena ada banyak rak yang dipenuhi buku berjejer di tempat itu. "Kalian bisa memanggilku Rama. Aku hanya berapa tahun lebih tua dari kalian, jadi panggil saja Rama.""Baiklah." Sur
Surya Yudha masih mengamati kitab di tangannya dengan saksama. Kitab ini begitu tebal, tetapi terasa sangat ringan saat dia pegang seolah kitab tersebut merupakan bagian tubuhnya. "Surya, aku tahu kau adalah pemuda yang cerdas, pelajari kitab tersebut seorang diri." Ki Joko membuka pintu sebuah ruangan. "Di tempat ini kau bisa berlatih dengan lebih tenang.""Terima kasih, Guru. Maaf telah merepotkanmu." Surya Yudha berkata dengan membungkuk dalam. "Kau adalah muridku, maka aku harus memberikan yang terbaik untukmu."Surya Yudha masuk ke ruangan tersebut dan merasakan sesuatu yang berbeda di tempat ini. Suhu di tempat ini cenderung dingin, membuat senyum Surya Yudha merekah seketika. Ini adalah tempat paling nyaman yang dia kunjungi selama seminggu terakhir. Ki Joko menutup pintu ruangan itu dari luar, membiarkan Surya Yudha berada di dalam ruangan tersebut sendirian. Surya Yudha mengedarkan pandangannya. Tidak ada barang perlengkapan sehari-hari di tempat itu, ruangan itu benar-be
Surya Yudha menutup matanya. Dia bisa membayangkan bagaimana cara menyerap kekuatan alam menjadi kekuatannya. "Surya, kau bisa melihat untaian benang yang tersebar? Seraplah sebisamu."Meski matanya tertutup, Surya Yudha bisa melihat untaian benang berwarna hijau dan kuning di sekelilingnya. Benang-benang tersebut tersebar di segala arah dan perlahan mendekati tubuh Surya Yudha. Pemuda itu merasakan energi seperti sambaran petir menyelimuti tubuhnya. Kulitnya seolah sedang diiris-iris dengan pisau tumpul. Satu demi satu untaian benang itu masuk ke dalam tubuh Surya Yudha, menyatu ke dalam aliran darah dan menyusuri tubuh pemuda itu hingga berhenti ketika tiba di pusar pemuda itu. Surya Yudha merasakan ada energi besar yang mencoba mendobrak paksa cakra miliknya. Oh, salah!Energi tersebut tidak mendobrak paksa cakra milik Surya Yudha, tetapi sesuatu yang terletak di belakang cakra. Krek ... krek ... krek!Dinding yang membatasi benda tersebut pecah, untaian benang yang awalnya b
Bab 92Ketika matahari mulai terbenam, Surya Yudha bersama dengan Banyulingga dan Gendon pergi ke markas Harimau Besi. Persis seperti kabar yang beredar, malam itu markas harimau besi begitu ramai. Ada banyak sekali orang yang datang ke tempat tersebut.“Den Bagus, kita mau gimana?” tanya Gendon. Surya Yudha tidak mengatakan apa pun sebelum pergi ke tempat ini.Surya Yudha meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Jangan berisik.”Pemuda itu lantas menunjuk sebuah tembok yang berada di sisi timur. “Itu adalah tempat paling dekat dengan tempat para budak itu disekap.”Gendon mengangguk mengerti. “Den Bagus jaga di sini saja, biar Gendon yang masuk dan bawa para budak keluar.”Surya Yudha menggeleng. Dia sudah punya rencana sendiri. “Kau membawa arak, kan?”Gendon menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.“Keluarkan beberapa guci arak terbaik, juga beberapa harta benda.”“Tapi Den …” Wajah Gendon menunjukkan ekspresi keberatan. “Di
Bab 91Setelah diskusi panjang nan alot, akhirnya Surya Yudha berhasil meyakinkan Mahasura dan lainnya. Ketika dirinya terdesak karena tiga orang itu, suara Baiji tiba-tiba beresonansi di kepalanya.[Asal menggunakan tombak yang kau dapatkan kemarin, tubuhmu akan baik-baik saja. Kau kelelahan karena tidak bisa mengeluarkan sumber energi dengan baik sehingga menyerang dirimu sendiri. Aku akan melatihmu mengendalikannya.]Mereka berempat kembali ke penginapan dan mendapati Candrika yang menyambut mereka dengan kemarahan. “Apa tidak cukup kalian membuatku gelisah semalam?”“Waduh … Gendon ngga ikut-ikut kalau begini.” Gendon segera berbalik dan melarikan diri. Musuh sekuat apa pun bisa dia hadapi, tetapi jika makhluk dengan jenis wanita, dia tidak pernah yakin bisa menghadapi mereka.Banyulingga yang tidak ingin mendapat masalah juga pergi. “Aku lupa meninggalkan arak yang sudah aku beli. Akan akan segera kembali.”Tersisa Surya Yudha dan Mahasura yang berdiri dengan gugup. Meski usianya
Bab 90Surya Yudha merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa sakit. Pemuda itu membuka matanya perlahan, untuk saat ini penglihatannya sedikit buram. Namun, setelah mengerjapkan mata beberapa kali, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas. Ingatan terakhirnya adalah pertarungannya melawan beruang jambul api yang dia menangkan sebelum jatuh pingsan.“Tuan Muda….”Suara lembut yang familier di telinga Surya Yudha menyiratkan kekhawatiran. Surya Yudha menoleh dan melihat Candrika yang duduk di sampingnya dengan wajah cemas. “Candrika? Ini … apa aku sudah di penginapan?”Ekspresi Candrika berubah begitu cepat. Gadis itu terlihat tak senang dengan Surya Yudha. Dengan marah dia berkata, “Kau berjanji akan baik-baik saja, tapi baru pergi dua hari malah pulang seperti ini.”Surya Yudha menghela napas pelan. Akhirnya dia mengerti dengan kecemasan gadis itu. “Aku baik-baik saja,” Pemuda itu mengedarkan pandangannya, mencari rekan-rekannya. “ Di mana Gendon dan Lingga?”Pemuda itu menyadar
Bab 89Ketika matahari mulai tinggi, Surya Yudha meninggalkan lembah sunyi bersama Gendon dan Banyulingga. Seperti yang Banyulingga katakan sebelumnya, melakukan perjalanan di lembah sunyi pada siang hari sedikit lebih mudah dibandingkan jika melakukannya pada malam hari. Tak butuh waktu lama hingga mereka bisa meninggalkan lembah Sunyi.Perjalanan terus dilakukan, beberapa kali mereka harus berhenti untuk istirahat dan memberi makan kuda.“Kita langsung ke sarang macan atau mau ketemu paman Mahasura dulu, Den?”“Kita pulang ke penginapan dulu. Besok malam baru beraksi.”Gendon mengangguk paham. Pemuda bertubuh gempal itu sedang membakar ayam hutan buruannya beberapa waktu lalu. Aroma harum yang menyebar ke segala arah menarik perhatian, tidak hanya manusia tetapi juga hewan lainnya.“Kita kedatangan tamu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Surya Yudha sudah menyadari kedatangan mereka. Pemuda itu menghela napas panjang sebelum bangkit dan menatap ke sebuah arah. Semak-semak mulai bergetar
Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tida
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t