"Itu adalah kutipan dari perkataanmu saat aku berumur delapan tahun. Saat itu kita berdiri di halaman depan istana sambil menoleh ke arah pemukiman di bawah tebing ini. Wajahmu begitu bersinar saat diterpa bias cahaya dari matahari senja. Bagaimana menurutmu, ayahanda? Apa bukti itu cukup untuk membuatmu yakin bila aku adalah anakmu?" Arya Santanu menatap kedua mata raja Swarnabhumi.Raja Swarnabhumi tidak bisa berkata apa pun lagi. Ucapan yang ia ucapkan ke anak sulungnya kala itu adalah ingatan kecilnya yang membuat dirinya sangat merindukan sosok Satrio Wijayaningrat. Setiap sebelum tidur air matanya menetes hanya untuk mengingat momen tersebut. Ingatan itu yang membuatnya terus mengingat sosok putra sulungnya. "Perkataan itu adalah ucapanku ketika aku dan anakku hanya berdua saja ketika melihat senja datang. Tidak ada siapa pun di sana. Jadi, hanya aku yang bisa mengatakan apakah ucapanmu benar atau tidak." Raja Swarnabhumi akhirnya membuka mulutnya. "Lalu, apa perkataan dari Ar
Baru pertama kali membuka mata, Arya Santanu telah berpindah ke tempat lain. Di depannya ada Aji Sangkala yang berdiri menatap ke arah depan ruangan putih. Arya Santanu bingung, seluruh yang ia lihat di sekelilingnya hanyalah ruangan putih tanpa ujung. Bahkan ia tidak bisa membedakan apakah ada dinding pembatas yang membatasi ruangan itu atau tidak. "Aji Sangkala, ini di mana?" Arya Santanu bertanya. "Oh, kau berada di alam peralihan. Alam ini berada di antara alam dunia dan alam gaib. Setiap pendekar yang memiliki ilmu pengetahuan untuk mengakses dua dunia pasti bisa datang ke alam ini. Namun, setiap pendekar memiliki akses yang berbeda-beda untuk memasuki alam peralihan." Aji Sangkala mencoba menjelaskan."Hah? A–, Aku tidak mengerti maksudmu." Arya Santanu merasa bingung. "Mudahnya, setiap pendekar yang memiliki ilmu energi yang sangat tinggi memiliki satu alam peralihan yang bisa ia masuki untuk berlatih atau bertapa. Satu hari di alam pelatihan bisa disesuaikan dengan waktu di
"Jangan bercanda! Aku tidak punya waktu meladeni orang-orangan sawah bertipe air ini!" Arya Santanu berteriak kesal. Para manusia air menyerang ke arah Arya Santanu. Mereka memadatkan air dan mengubahnya menjadi sebuah pedang. Arya Santanu yang harus berkonsentrasi dengan energi di telapak kakinya harus melawan mereka semua dengan tangan kosong. "Sial, mereka banyak sekali!" Arya Santanu menahan beberapa serangan mereka. Dari arah belakang, mereka menyerang Arya Santanu seperti seekor semut mengerubungi mangsanya. "Jangan meremehkanku!" Arya Santanu mengubah tangan iblis di kedua lengannya dengan aliran energi alam yang menyelimuti lengannya. Ia mengayunkan tinju miliknya dan berhasil menghancurkan sebagian dari mereka. Namun sayangnya para manusia air bisa kembali meregenerasi dan melawan dirinya lagi. "Hei, Aji Sangkala! Manusia air ini tidak bisa dihentikan!" Arya Santanu mulai merasa risih. "Kau harus mengalahkan air dengan elemen lain! Jangan terpaku dengan serangan fisik
Api suci milik dewa Agni berbeda dengan api suci milik Aji Sangkala. Kekuatan dan energi yang begitu besar yang berasal dari dewa Agni yang merupakan dewa api lebih kuat ketika membakar seorang iblis. Meski pun Asura telah mendapatkan anugerah dari Agni dan Surya, namun ia bukanlah dewa, Asura tetaplah iblis yang bisa mati bila dibakar atau diserang oleh senjata Dewata. "Selama terkurung di dalam batu hitam, lalu bebas dan bertemu dengan Arya Santanu, dan melanjutkan perjalanan untuk membunuh para saudaramu dengan bantuan dari Ki Janggan Nayantaka dan Dewi Sari Kencana, apa menurutmu semua itu hanyalah kebetulan belaka?" Dewa Agni memberitahu bila takdir Asura tidaklah sebebas yang ia ingin tentukan.AAAAAARRRHHHH!!!Asura terbakar hebat dan berlutut memohon kepada dewa Agni untuk memadamkan api suci tersebut. Kulitnya yang begitu keras dan tidak mempan terhadap api sudah mulai terbakar. "Ampun! Ampuni aku, wahai dewa Agni!" Asura memohon.Dengan berat hati, dewa Agni memadamkan api
Sebuah laporan tentang kerusuhan besar baru saja masuk ke istana emas. Patih dan sekaligus pemimpin dari pasukan Bhayangkara, Widura Sri Mada memberitahu kepada raja tentang kerusuhan yang terjadi di kerajaan Ranau Baringin. Ki Janggan Nayantaka juga ikut mendengarkan rincian dari laporan tersebut. Saat disebut seorang pendekar yang menggunakan pakaian serba hitam dan topi caping serta memiliki tindikan di wajahnya, ia langsung mengetahui bila pendekar yang dimaksud adalah pendekar iblis hitam. "Raja, pendekar yang mengacau di kerajaan Ranau Baringin adalah salah satu mayat hidup milik salah satu iblis Nuswapala. Bila pendekar itu ada di sana, maka iblis yang mengendalikannya pasti juga berada di dekat sana." Ki Janggan Nayantaka coba menjelaskannya. "Begitu rupanya. Kalau begitu, siapkan dua pasukan Bhayangkara untuk bergegas mengeceknya. Musnahkan pendekar itu. Dan bila iblis tersebut memang benar ada di sana, jangan beri ampun, bunuh ia juga." Raja Swarnabhumi sudah memberikan p
Kobaran api tersebut sampai terlihat dari kejauhan. Beberapa penduduk yang mengungsi di tepi danau Ranau pun menoleh ke arah kerajaan dan terkejut dengan api yang begitu besar menyeruak dari arah alun-alun. Singa Putih yang baru saja tiba di pesisir danau sambil membawa tubuh raja Ranau Baringin pun merasa khawatir dengan keadaan temannya. Ia segera ingin pergi ke sana, namun dirinya harus memastikan dahulu keselamatan dari raja Ranau Baringin. Singa Putih segera menggunakan energi miliknya untuk membantu penyembuhan luka dari raja Ranau Baringin. Masyarakat sekitar pun pada menghampiri Singa Putih dan raja Ranau Baringin. Mereka memberi perhatian kepada raja mereka. "Terima kasih banyak. Aku sangat bahagia saat raja Swarnabhumi mendatangkan kalian untuk membantu kami." Raja Ranau Baringin menepuk pundak Singa Putih. "Sudah menjadi tanggung jawab dari raja Swarnabhumi untuk melindungi seluruh kerajaan pendukung. Kami, para Bhayangkara pun juga tetap setia dengan seluruh kerajaan pe
"Kau tidak apa-apa?" Singa Putih membantu temannya untuk kembali berdiri. Ia memberikan bantuan energi untuk memulihkan diri si macan Ireng. "Kita harus menyerangnya bersama-sama. Akan sangat susah bila menyerangnya sendirian. Kau siap dengan taktik itu?" Macan Ireng kembali berdiri. Ia memberi aba-aba kepada Singa Putih. "Aku mengerti. Aku sudah siap." Singa Putih mengembuskan napas. Ia menutup kedua matanya dan mulai berkonsentrasi dengan energi miliknya. Aliran energi berwarna putih pucat menyelubungi tubuhnya. Begitu lembut seperti asap, energi tersebut perlahan membentuk sebuah zirah berwarna gading gajah. "Zirah Singa Gading dan cakar perak ini sepertinya cukup untuk memotong-motong tubuhnya." Singa Putih telah siap seutuhnya. Di kedua telapak tangannya muncul begitu panjang cakar dari logam perak yang keluar dari sela-sela jari tangannya. Zirah yang ia kenakan pun terbuat dari logam keras yang mirip seperti zirah macan kumbang milik si Macan Ireng. Penampakan wajahnya yang
Eyang Maung Tutul memberikan sedikit energi miliknya untuk menopang energi di tubuh Macan Ireng. Ia tahu bila muridnya yang satu itu telah kelelahan menggunakan energi miliknya. Tangannya diletakkan di dada Macan Ireng. Ia mengalirkan energi miliknya secara perlahan-lahan. Eyang Maung Tutul melirik ke arah iblis itu, energi yang ia rasakan dari iblis itu begitu besar. Bahkan bila disejajarkan, menyamai sepuluh bukit yang berada di dekat situ. "Kakek tua, rupanya kau juga ingin menyetor nyawamu. Bukankah lebih baik kau beristirahat di gubuk tua dan menikmati waktu-waktu terakhirmu?" Narakashura menyindir."Aku sedang menikmati waktu luangku. Bertarung Bersama dengan kedua muridku adalah saat-saat yang aku nikmati. Dan setelah ini berakhir, aku pasti bisa beristirahat dengan tenang. Bukankah begitu, Singa Putih?" Eyang Maung Tutul tersenyum. Meski ia tidak menunjukkan wajahnya ke arah Singa Putih, namun muridnya sadar akan raut wajah gurunya."Benar. Aku pun sangat bersyukur guru ada d