"Kau tidak apa-apa?" Singa Putih membantu temannya untuk kembali berdiri. Ia memberikan bantuan energi untuk memulihkan diri si macan Ireng. "Kita harus menyerangnya bersama-sama. Akan sangat susah bila menyerangnya sendirian. Kau siap dengan taktik itu?" Macan Ireng kembali berdiri. Ia memberi aba-aba kepada Singa Putih. "Aku mengerti. Aku sudah siap." Singa Putih mengembuskan napas. Ia menutup kedua matanya dan mulai berkonsentrasi dengan energi miliknya. Aliran energi berwarna putih pucat menyelubungi tubuhnya. Begitu lembut seperti asap, energi tersebut perlahan membentuk sebuah zirah berwarna gading gajah. "Zirah Singa Gading dan cakar perak ini sepertinya cukup untuk memotong-motong tubuhnya." Singa Putih telah siap seutuhnya. Di kedua telapak tangannya muncul begitu panjang cakar dari logam perak yang keluar dari sela-sela jari tangannya. Zirah yang ia kenakan pun terbuat dari logam keras yang mirip seperti zirah macan kumbang milik si Macan Ireng. Penampakan wajahnya yang
Eyang Maung Tutul memberikan sedikit energi miliknya untuk menopang energi di tubuh Macan Ireng. Ia tahu bila muridnya yang satu itu telah kelelahan menggunakan energi miliknya. Tangannya diletakkan di dada Macan Ireng. Ia mengalirkan energi miliknya secara perlahan-lahan. Eyang Maung Tutul melirik ke arah iblis itu, energi yang ia rasakan dari iblis itu begitu besar. Bahkan bila disejajarkan, menyamai sepuluh bukit yang berada di dekat situ. "Kakek tua, rupanya kau juga ingin menyetor nyawamu. Bukankah lebih baik kau beristirahat di gubuk tua dan menikmati waktu-waktu terakhirmu?" Narakashura menyindir."Aku sedang menikmati waktu luangku. Bertarung Bersama dengan kedua muridku adalah saat-saat yang aku nikmati. Dan setelah ini berakhir, aku pasti bisa beristirahat dengan tenang. Bukankah begitu, Singa Putih?" Eyang Maung Tutul tersenyum. Meski ia tidak menunjukkan wajahnya ke arah Singa Putih, namun muridnya sadar akan raut wajah gurunya."Benar. Aku pun sangat bersyukur guru ada d
Arya Santanu tersenyum. Ia menyindir Narakashura dengan ekspresi di wajahnya. Keterkejutan Narakashura ketika melihat Arya Santanu masih tidak berubah. Kedua matanya masih terbelalak dan menatap dengan penuh tanya. Di samping Arya Santanu yang tiba-tiba muncul, Aji Sangkala pun juga ikut serta datang dan membantu Eyang Maung Tutul di seberang danau satunya. Ia berhasil menyelamatkan kakek tua itu dari dalam air."Bertahanlah, Eyang." Aji Sangkala menarik tombak api dan menghancurkannya. Ia segera menutup luka di dada Eyang Maung Tutul dengan menggunakan energi miliknya yang dialirkan secara perlahan. Arya Santanu menghampiri Aji Sangkala dan menitipkan Macan Ireng dan juga Singa Putih yang ikut ia selamatkan. Aji Sangkala tahu benar bila keadaan Singa Putih begitu parah. Ia meminta bantuan kepada Arya Santanu untuk menutup luka-luka yang disebabkan dari tusukan tombak-tombak api. Saat melesak cepat tadi, Arya Santanu berhasil membawa keduanya pergi dan mengejutkan si pemilik tombak.
Raja Swarnabhumi memerintahkan kepada rakyat yang berada di dalam ibukota emas untuk segera mengungsi ke arah utara. Mereka diminta untuk menuju ke benteng perak yang berada di ujung utara. "Widura Sri Mada, gunakan jalur barat untuk mengungsikan mereka semua. Lalu segera berikan perintah kepada kerajaan pendukung lainnya untuk ikut mengungsikan seluruh penduduknya. Sesuai kehendak anakku, kita harus mengubah ibukota emas menjadi benteng pertahanan paling kokoh." Raja Swarnabhumi tersenyum, ia tidak menyangka bila Arya Santanu masih memikirkan kerajaannya. "Baiklah, paduka. Saat ini pangeran Adityawarman dan Dewi Sari Kencana sedang membantu perpindahan para penduduk. Semua pasukan Bhayangkara pun juga demikian. Melalui jalur rahasia, mereka telah melalui tebing sempit dan menuju ke jalur barat yang Anda maksud." Widura Sri Mada menyelesaikan laporannya. Ki Janggan Nayantaka yang duduk di samping raja Swarnabhumi merasa kewalahan. Tidak adanya Arya Santanu dan Asura membuat dirinya
Asura mencegat laju dari rombongan kapal perang dari wilayah pelabuhan Sundapura. Ia tahu bila adiknya, si kerbau atau banteng bodoh berada di atas kapal tersebut. Asura juga harus menghentikan armada perang tersebut untuk memberikan waktu kepada para pengungsi menuju ke benteng utara. "Asura, kau datang untuk membunuh kami semua? Perang belum dimulai, dan kau sudah merangsak datang ke sini untuk mendahului kesucian dari sebuah peperangan?" Mahishashura bicara seakan ia tahu benar tentang aturan berperang. "Cih! Jangan menasihatiku mengenai aturan perang. Kau dan saudara-saudara bodohmu itu telah melanggar aturan yang kau sebutkan tadi. Narakashura menyerang wilayah selatan Swarnadwipa dan meluluhlantakkan satu kerajaan pendukung di Ranau Baringin. Kau masih ingin bilang kesucian perang? Mana yang kau sebut suci? Kau saja seorang iblis!" Asura menunjuk tajam ke arah adik bodohnya.Mahishashura tidak tahu bila Narakashura menyerang wilayah selatan dari Swarnadwipa. Bila yang dikataka
Di saat Asura tersenyum, Mahishashura merasa serangannya ada yang janggal. Tanpa ia duga, tubuh dari Asura menggelembung besar dan meledak begitu besar hingga membuat gelombang kejut yang menghempaskan udara, air dan jutaan pedang milik Mahishashura. DUUUM!!!DUUUAR!!!Mahishashura tidak bisa menghindari ledakan besar yang menyebabkan gelombang besar pada permukaan air. Ledakannya bahkan menghancurkan sepuluh armada kapal yang ia pimpin. Dari arah kerajaan Swarnabhumi, beberapa orang seperti raja Swarnabhumi dan Widura merasakan getaran dari gempa lokal yang disebabkan dari ledakan besar itu. "Mempermainkanmu itu sangatlah mudah. Aku sangat senang bisa bermain lagi dengan sapah satu dari adikku." Asura mengembalikan dirinya seperti semula dengan memadatkan kembali energi panas yang meledak berhamburan menjadi wujud dirinya lagi. Namun Mahishashura tidak merasakan senang dengan permainan milik Asura. Tubuhnya hancur di bagian kiri. Wajah hingga dada dan tangan sebelah kiri hancur.
Widura Sri Mada mengumpulkan seluruh raja dari kerajaan pendukung bersama dengan para pendekar di wilayah Swarnadwipa dan juga Yawadwipa yang memilih untuk datang membantu kerajaan Swarnabhumi. Para tetua siluman dari Yawadwipa juga datang ke Swarnadwipa untuk turutembantu bersama pasukan silumannya. Tidak lupa juga, Joko Bedul juga akan ikut berperang dengan semua warga siluman yang berhasil selamat dari kehancuran desa para siluman. Ia meminta pertolongan kepada kerajaan siluman di laut barat dari Swarnadwipa. Joko Bedul pun juga meminta tolong kepada ratu laut selatan di wilayah Yawadwipa untuk turut membantu Swarnabhumi memenangi perang ini. Mereka semua sudah berada di sekitar ibukota emas dan sedang mempersiapkan semua. "Apa semua anggota Bhayangkara sudah hadir?" Widura Sri Mada melantangkan suaranya dalam pertemuan besar itu. "Kami semua sudah di sini." Banyu Samudera menjawab perkataan pimpinannya. Ia duduk bersebelahan dengan para anggota Bhayangkara lainnya. "Dari perse
Arya Santanu menemukan ketenangan di dalam batinnya. Ia hanyut dalam posisinya yang sedang bertapa. Tanpa diketahui oleh Aji Sangkala, Arya Santanu melayang ke alam berbeda yang dimensinya jauh berada di alam para dewa. Hanya ada ruang kosong dan gelap gulita. Ia masih bisa melihat dirinya, namun ia tidak bisa melihat sekitarnya selain kegelapan. "Di mana aku sebenarnya? Apa ini alam Dewata?" Arya Santanu merasa bingung. Ia menoleh ke segala arah.Tidak ada apa pun dan siapa pun di alam itu. Semuanya tampak kosong dan Arya Santanu pun tidak mengetahui kenapa ia ada di sana. "Kau datang dengan kekuatanmu sendiri. Ini luar biasa." Tiba-tiba suara serak seperti orang tua menyapanya. Namun tidak ada wujud yang ditampakkan. Arya Santanu menoleh ke sumber suara, namun ia tidak menemukan orang yang berbicara. Sampai ketika ia menoleh kembali ke posisi awal, sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang. Pemuda itu langsung terkejut dan segera menoleh ke arah belakang. "K–Kau…?" Arya San