Api suci milik dewa Agni berbeda dengan api suci milik Aji Sangkala. Kekuatan dan energi yang begitu besar yang berasal dari dewa Agni yang merupakan dewa api lebih kuat ketika membakar seorang iblis. Meski pun Asura telah mendapatkan anugerah dari Agni dan Surya, namun ia bukanlah dewa, Asura tetaplah iblis yang bisa mati bila dibakar atau diserang oleh senjata Dewata. "Selama terkurung di dalam batu hitam, lalu bebas dan bertemu dengan Arya Santanu, dan melanjutkan perjalanan untuk membunuh para saudaramu dengan bantuan dari Ki Janggan Nayantaka dan Dewi Sari Kencana, apa menurutmu semua itu hanyalah kebetulan belaka?" Dewa Agni memberitahu bila takdir Asura tidaklah sebebas yang ia ingin tentukan.AAAAAARRRHHHH!!!Asura terbakar hebat dan berlutut memohon kepada dewa Agni untuk memadamkan api suci tersebut. Kulitnya yang begitu keras dan tidak mempan terhadap api sudah mulai terbakar. "Ampun! Ampuni aku, wahai dewa Agni!" Asura memohon.Dengan berat hati, dewa Agni memadamkan api
Sebuah laporan tentang kerusuhan besar baru saja masuk ke istana emas. Patih dan sekaligus pemimpin dari pasukan Bhayangkara, Widura Sri Mada memberitahu kepada raja tentang kerusuhan yang terjadi di kerajaan Ranau Baringin. Ki Janggan Nayantaka juga ikut mendengarkan rincian dari laporan tersebut. Saat disebut seorang pendekar yang menggunakan pakaian serba hitam dan topi caping serta memiliki tindikan di wajahnya, ia langsung mengetahui bila pendekar yang dimaksud adalah pendekar iblis hitam. "Raja, pendekar yang mengacau di kerajaan Ranau Baringin adalah salah satu mayat hidup milik salah satu iblis Nuswapala. Bila pendekar itu ada di sana, maka iblis yang mengendalikannya pasti juga berada di dekat sana." Ki Janggan Nayantaka coba menjelaskannya. "Begitu rupanya. Kalau begitu, siapkan dua pasukan Bhayangkara untuk bergegas mengeceknya. Musnahkan pendekar itu. Dan bila iblis tersebut memang benar ada di sana, jangan beri ampun, bunuh ia juga." Raja Swarnabhumi sudah memberikan p
Kobaran api tersebut sampai terlihat dari kejauhan. Beberapa penduduk yang mengungsi di tepi danau Ranau pun menoleh ke arah kerajaan dan terkejut dengan api yang begitu besar menyeruak dari arah alun-alun. Singa Putih yang baru saja tiba di pesisir danau sambil membawa tubuh raja Ranau Baringin pun merasa khawatir dengan keadaan temannya. Ia segera ingin pergi ke sana, namun dirinya harus memastikan dahulu keselamatan dari raja Ranau Baringin. Singa Putih segera menggunakan energi miliknya untuk membantu penyembuhan luka dari raja Ranau Baringin. Masyarakat sekitar pun pada menghampiri Singa Putih dan raja Ranau Baringin. Mereka memberi perhatian kepada raja mereka. "Terima kasih banyak. Aku sangat bahagia saat raja Swarnabhumi mendatangkan kalian untuk membantu kami." Raja Ranau Baringin menepuk pundak Singa Putih. "Sudah menjadi tanggung jawab dari raja Swarnabhumi untuk melindungi seluruh kerajaan pendukung. Kami, para Bhayangkara pun juga tetap setia dengan seluruh kerajaan pe
"Kau tidak apa-apa?" Singa Putih membantu temannya untuk kembali berdiri. Ia memberikan bantuan energi untuk memulihkan diri si macan Ireng. "Kita harus menyerangnya bersama-sama. Akan sangat susah bila menyerangnya sendirian. Kau siap dengan taktik itu?" Macan Ireng kembali berdiri. Ia memberi aba-aba kepada Singa Putih. "Aku mengerti. Aku sudah siap." Singa Putih mengembuskan napas. Ia menutup kedua matanya dan mulai berkonsentrasi dengan energi miliknya. Aliran energi berwarna putih pucat menyelubungi tubuhnya. Begitu lembut seperti asap, energi tersebut perlahan membentuk sebuah zirah berwarna gading gajah. "Zirah Singa Gading dan cakar perak ini sepertinya cukup untuk memotong-motong tubuhnya." Singa Putih telah siap seutuhnya. Di kedua telapak tangannya muncul begitu panjang cakar dari logam perak yang keluar dari sela-sela jari tangannya. Zirah yang ia kenakan pun terbuat dari logam keras yang mirip seperti zirah macan kumbang milik si Macan Ireng. Penampakan wajahnya yang
Eyang Maung Tutul memberikan sedikit energi miliknya untuk menopang energi di tubuh Macan Ireng. Ia tahu bila muridnya yang satu itu telah kelelahan menggunakan energi miliknya. Tangannya diletakkan di dada Macan Ireng. Ia mengalirkan energi miliknya secara perlahan-lahan. Eyang Maung Tutul melirik ke arah iblis itu, energi yang ia rasakan dari iblis itu begitu besar. Bahkan bila disejajarkan, menyamai sepuluh bukit yang berada di dekat situ. "Kakek tua, rupanya kau juga ingin menyetor nyawamu. Bukankah lebih baik kau beristirahat di gubuk tua dan menikmati waktu-waktu terakhirmu?" Narakashura menyindir."Aku sedang menikmati waktu luangku. Bertarung Bersama dengan kedua muridku adalah saat-saat yang aku nikmati. Dan setelah ini berakhir, aku pasti bisa beristirahat dengan tenang. Bukankah begitu, Singa Putih?" Eyang Maung Tutul tersenyum. Meski ia tidak menunjukkan wajahnya ke arah Singa Putih, namun muridnya sadar akan raut wajah gurunya."Benar. Aku pun sangat bersyukur guru ada d
Arya Santanu tersenyum. Ia menyindir Narakashura dengan ekspresi di wajahnya. Keterkejutan Narakashura ketika melihat Arya Santanu masih tidak berubah. Kedua matanya masih terbelalak dan menatap dengan penuh tanya. Di samping Arya Santanu yang tiba-tiba muncul, Aji Sangkala pun juga ikut serta datang dan membantu Eyang Maung Tutul di seberang danau satunya. Ia berhasil menyelamatkan kakek tua itu dari dalam air."Bertahanlah, Eyang." Aji Sangkala menarik tombak api dan menghancurkannya. Ia segera menutup luka di dada Eyang Maung Tutul dengan menggunakan energi miliknya yang dialirkan secara perlahan. Arya Santanu menghampiri Aji Sangkala dan menitipkan Macan Ireng dan juga Singa Putih yang ikut ia selamatkan. Aji Sangkala tahu benar bila keadaan Singa Putih begitu parah. Ia meminta bantuan kepada Arya Santanu untuk menutup luka-luka yang disebabkan dari tusukan tombak-tombak api. Saat melesak cepat tadi, Arya Santanu berhasil membawa keduanya pergi dan mengejutkan si pemilik tombak.
Raja Swarnabhumi memerintahkan kepada rakyat yang berada di dalam ibukota emas untuk segera mengungsi ke arah utara. Mereka diminta untuk menuju ke benteng perak yang berada di ujung utara. "Widura Sri Mada, gunakan jalur barat untuk mengungsikan mereka semua. Lalu segera berikan perintah kepada kerajaan pendukung lainnya untuk ikut mengungsikan seluruh penduduknya. Sesuai kehendak anakku, kita harus mengubah ibukota emas menjadi benteng pertahanan paling kokoh." Raja Swarnabhumi tersenyum, ia tidak menyangka bila Arya Santanu masih memikirkan kerajaannya. "Baiklah, paduka. Saat ini pangeran Adityawarman dan Dewi Sari Kencana sedang membantu perpindahan para penduduk. Semua pasukan Bhayangkara pun juga demikian. Melalui jalur rahasia, mereka telah melalui tebing sempit dan menuju ke jalur barat yang Anda maksud." Widura Sri Mada menyelesaikan laporannya. Ki Janggan Nayantaka yang duduk di samping raja Swarnabhumi merasa kewalahan. Tidak adanya Arya Santanu dan Asura membuat dirinya
Asura mencegat laju dari rombongan kapal perang dari wilayah pelabuhan Sundapura. Ia tahu bila adiknya, si kerbau atau banteng bodoh berada di atas kapal tersebut. Asura juga harus menghentikan armada perang tersebut untuk memberikan waktu kepada para pengungsi menuju ke benteng utara. "Asura, kau datang untuk membunuh kami semua? Perang belum dimulai, dan kau sudah merangsak datang ke sini untuk mendahului kesucian dari sebuah peperangan?" Mahishashura bicara seakan ia tahu benar tentang aturan berperang. "Cih! Jangan menasihatiku mengenai aturan perang. Kau dan saudara-saudara bodohmu itu telah melanggar aturan yang kau sebutkan tadi. Narakashura menyerang wilayah selatan Swarnadwipa dan meluluhlantakkan satu kerajaan pendukung di Ranau Baringin. Kau masih ingin bilang kesucian perang? Mana yang kau sebut suci? Kau saja seorang iblis!" Asura menunjuk tajam ke arah adik bodohnya.Mahishashura tidak tahu bila Narakashura menyerang wilayah selatan dari Swarnadwipa. Bila yang dikataka
Benteng besar perak dan semua penduduk, pasukan serta raja Swarnabhumi yang terhapus oleh jarum waktu milik Indrajit Maghanada telah kembali hidup. Mereka semua saling melihat satu sama lain dengan tatapan bingung."Raja? A–apa yang terjadi? Kenapa kita semua kembali hidup?" Tanya seorang prajurit."Arya Santanu, apa ini perbuatanmu?" Raja Swarnabhumi masih sangat bingung.Yang Maha Kuasa telah mengembalikan orang-orang itu, namun ia tidak bisa mengembalikan mereka yang tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan teknik ruang dan waktunya. Beberapa daerah yang hancur oleh sepuluh Rakshasa Buto juga kembali pulih. Namun tidak dengan orang-orangnya yang tewas akibat kejadian itu. Dewi Sari Kencana dan Larasati juga tidak bisa dihidupkan kembali karena mereka tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan elemen waktu.Yang Maha Kuasa memisahkan dirinya dari tubuh Arya Santanu. Pemuda itu kembali mendapatkan dirinya dan berubah menjadi Arya
"Menakjubkan! Akhirnya kau datang juga!" Indrajit Maghanada sangat menunggu kehadiran Yang Maha Kuasa."Ada apa? Kau terlihat senang sekali dengan kehadiranku? Yang Maha Kuasa merasa Indrajit aneh."Aku akhirnya bisa membunuh-Mu! Aku bisa menjadi Yang Maha Kuasa dan menduduki takhta tertinggi dari seluruh penciptaan!" Indrajit Maghanada menjadi begitu bersemangat."Tunggu sebentar, kambing gila! Kau berpikir bisa mengkudeta diriku?" Yang Maha Kuasa merasa pikiran makhluk kotor satu ini sudah tidak bisa dibersihkan.Indrajit Maghanada mencengkeram tubuh Yang Maha Kuasa dengan elemen ruang dan membuatnya tidak berdaya melawan gravitasi super kuat yang mengekang tubuh Dzat nomor satu di multisemesta itu. "Aku adalah pengendali ruang dan waktu. Aku yang lebih pantas memimpin multisemesta dan para dunia bawah dan dunia para dewa!" Indrajit Maghanada mengulurkan tangan kirinya ke depan. Dari telapak tangannya, ia menciptakan sebuah j
Kedua mata Indrajit Maghanada mengeluarkan cahaya hijau terang. Iblis itu terus berteriak sangat keras hingga membuka ribuan portal dimensi ruang dan waktu di sekitarnya. Ribuan varian atau wujud diri dari Indrajit Maghanada dari berbagai dimensi waktu dan alam semesta berkumpul di sekitar Arya Santanu."Apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali Indrajit Maghanada?" Arya Santanu terkejut akan kemunculan mereka."Sudah kubilang, aku tidak akan mati!" Indrajit Maghanada meminta kepada para dirinya yang lain untuk menyumbangkan jiwa mereka.Satu per satu, para Indrajit itu melebur dirinya dan memberikan jiwa serta kekuatannya kepada Indrajit Maghanada yang sedang dicekik oleh Arya Santanu. Kekuatan besar mengalir deras secara terus-menerus ketika para Indrajit lainnya mulai menyatu dengan Indrajit gila itu. Cengkeraman tangan dari Arya Santanu semakin melemah, tubuh dari Indrajit menjadi lebih tinggi dan lebih besar dari sebelumnya.
Hati Arya Santanu seperti baru disiram oleh air sejuk. Ia tertegun untuk sesaat dan menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Untuk sesaat dirinya seakan hanyut dalam sebuah penantian panjang yang akhirnya telah ia temukan jawabannya. "Kau…?" Arya Santanu menatap Ki Janggan Nayantaka."Akhirnya kau tersenyum. Bagaimana bila kita berpindah tempat," ucap Ki Janggan Nayantaka. Ia menjentikkan jarinya.SNAP!!!Dalam sekejap keduanya berpindah ke tempat yang lebih terang dan seluruhnya hanyalah berwarna putih. Ki Janggan Nayantaka merubah kembali wujudnya ke dalam bentuk cahaya terang. "Maaf, aku tidak mengenalimu sama sekali," ucap Arya Santanu."Aku tidak apa-apa. Yang terpenting orang yang telah melupakan-Ku tidaklah melupakan dirinya. Banyak dari mereka yang kehilangan arah setelah melupakan-Ku, lalu perlahan mereka juga melupakan diri mereka sendiri. Bukankah itu adalah hal yang mengerikan?" Yang Maha Kuasa akhirnya menunju
Arya Santanu tidak membalas perkataan dari Indrajit Maghanada. Ketika asal hitam mengepul keluar dari mulutnya, ia seakan telah menghilang dari tubuhnya dan tinggal hanya tersisa sebuah cangkang kosong saja. Rasa sakit dari masa lalu pun hadir kembali. Adik tercintanya yang tewas di desanya membuat ia mengenang genangan darah dari tubuh anak kecil yang telah hidup bersama dirinya, meski pun ia hanyalah saudara tirinya. Lalu rasa sakit lainnya ketika ia harus menguburkan teman yang ia temui diperjalanan membuat dirinya semakin tersudut di ujung ruangan. Larasati tidak sepantasnya mati dengan cara seperti itu. Arya Santanu merasa bersalah atas perginya wanita itu. "Aku tidak bisa menerima kematian lagi…." Arya Santanu bergelut dengan pikiran negatifnya di sudut terdalam alam bawah sadarnya. "Dewi Sari Kencana, Asura, Ki Janggan Nayantaka, dua adikku yang tercinta, Larasati, ayah… dan ibu." Arya Santanu terus memikirkan semua orang-orang itu. Pik
"Sangat disayangkan, tapi kali ini aku akan menang," ucap Indrajit Maghanada sambil tersenyum kecil. "Terserah kau saja!" Arya Santanu waspada dengan apa yang akan dilakukan oleh iblis itu.Indrajit Maghanada bergerak dengan menarik ruang dan waktu ke dirinya. Dengan begitu, ia bisa muncul di hadapan Arya Santanu dan menyentil dahi pemuda itu dengan segenap kekuatan yang ia miliki.PLAK!!!Alhasil, Arya Santanu terlempar ke belakang hingga menghantam permukaan tanah berkali-kali. Ia terhempas sangat jauh hingga menghantam tebing tempat Aji Sangkala bangkit. Arya Santanu tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya untuk menahan atau menghentikan laju tubuhnya. Ia seperti terseret oleh arus udara dan tidak bisa melawan energi besar dari sentilan tangan Indrajit Maghanada."Bagaimana? Inilah kekuatanku yang asli. Begitu tak terbatas!" Indrajit Maghanada muncul kembali di hadapan Arya Santanu."Yah, sentilanmu sangat menyakit
"Kita harus melakukan sesuatu dengan bola energi itu!" Ucap Asura."Bila kita melawannya dengan kekuatan, ledakan besar dari bola energi itu bisa meluluhlantakkan seluruh daratan Swarnadwipa," ujar Aji Sangkala."Lalu apa yang harus kita lakukan?" Arya Santanu membidik bola energi itu menggunakan panah petir hitam miliknya. "Lemparkan bola itu ke angkasa!" Aji Sangkala memiliki ide bagus."Aku mengerti," jawab Arya Santanu.Ia segera mengubah panah petir hitam menjadi panah cahaya. Arya Santanu menembakkan satu anak panah ke arah langit, lalu ia menembakkan satu anak panah lagi ke arah bola energi tersebut. WUSH!!!Ketika bola energi para Rakshasa Buto menghantam panah cahaya milik Arya Santanu, bola energi menghilang dan berpindah ke tempat panah cahaya yang melesak ke angkasa berada. Bola energi tersebut dipindahkan Arya Santanu ke angkasa untuk menghindari dampak ledakan yang sungguh luar biasa. Dan bebera
Sepuluh persen kekuatannya meningkat secara drastis. Energi tersebut meluap dan terlihat seperti sebuah selubung asap putih di sekitar tubuh Arya Santanu. Namun yang paling jelas dirasakan adalah udara dan permukaan tanah disekitar dirinya yang seakan terangkat dan terus mengalirkan angin lembut.Arya Santanu melipat keempat jari kanannya dan hanya membiarkan satu jari telunjuk saja yang menunjuk. Ia memusatkan energi cahaya yang begitu besar di satu jari tersebut. "Hancurlah!" Arya Santanu berpindah tempat dengan sangat cepat. Ia langsung mengayunkan telunjuk kanannya ke arah dada kanan Indrajit Maghanada. WUSH!!!DUUUM!!!DUUUAR!!!BRUUUAR!!!Serangan tersebut menembakkan sebuah energi besar yang terlempar dari satu jari Arya Santanu ke arah depan. Seketika permukaan tanah terbelah dan menggulung menjadi dua bagian. Tercipta sebuah kawah besar seperti aliran sungai yang panjangnya mencapai sepuluh kilometer
Dengan cepat rantai-rantai tersebut menarik jiwa milik Arya Santanu dan membaginya menjadi ratusan buah. Seluruh jiwa Arya Santanu tersebut ditarik paksa menuju ke dalam cermin dimensi dan disegel sepenuhnya. "Bagaimana rasanya mati dengan cara jiwamu dimutilasi hingga ratusan bagian!" HAHAHAHA!!!Indrajit Hitam tertawa sangat keras ketika melihat tubuh dari Arya Santanu perlahan menjadi lapuk dan membusuk. Pemuda itu sudah tidak bergerak. Ia mati sepenuhnya. "Apa ia sudah mati?" Tanya Indrajit Putih."Tentu saja! Aku pastikan ia mati dan tidak akan berkoar lagi!" Indrajit Hitam merasa senang dengan rencana itu. Sayangnya, ia yang menguasai dunia peralihan tidak bisa dibunuh dengan mudahnya. "Kau mungkin belum kuberitahu tentang apa itu dimensi peralihan. Maaf, itu salahku." Tiba-tiba Arya Santanu kembali muncul di belakang kedua Indrajit tersebut. Ia kembali dari kematian, atau lebih tepatnya melakukan trik kotor u