Home / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Suami Istri yang Luar Biasa

Share

Suami Istri yang Luar Biasa

last update Last Updated: 2024-11-29 10:11:48

Setelah berhasil menotok kedua anak itu, A San segera lari menuju ke halaman belakang di mana terdapat istal kuda. A San memilih kuda jempolan yang biasa dipakai oleh Li Hoan. Kemudian memilih dua kuda jempolan lainnya.

Setelah itu, ia segera menyiapkan kereta kudanya. Begitu semua persiapan selesai, A San langsung pergi lewat jalur lain.

Suara ringkik tiga ekor kuda itu terdengar keras. Li Hoan yang saat itu sudah berlumuran darah dan tubuhnya penuh luka, dapat mendengar suaranya dengan jelas.

Perasaannya menjadi lega. Meskipun dirinya harus tewas malam ini, tapi asalkan dua orang anak itu selamat, maka mati pun tidak menjadi persoalan.

Ia rela mati asalkan keturunannya bisa selamat.

Ketika Li Hoan menutup kedua mata, mendadak telinganya mendengar suara orang berlari. Dia segera membuka matanya kembali. Dilihatnya Bi Lian sudah berada di sisi sambil menangis tersedu-sedu.

Wanita itu lalu mengangkat kepala Lo Hoan. Kini kepalanya berada di atas pangkuan sang istri.

"Istriku, mengapa ... mengapa kau tidak ikut pergi bersama A San?" tanyanya lirih.

"Tidak, aku tidak mau ikut dengannya. Kita sudah bersumpah untuk bersama sampai maut memisahkan," ucap Bi Lian sambil memegangi wajah suaminya yang sudah mulai pucat pasi.

Sekulum senyuman segera tersungging di bibir Li Hoan. Jawaban istrinya ini benar-benar membuatnya bahagia. Tapi di satu sisi, dia pun merasa sedih.

Sebab mereka tidak bisa lagi bercanda gurau seperti biasanya.

"Apakah A San sudah pergi?" tanya memastikan.

"Ya, dia sudah pergi,"

"Syukurlah. Aku bisa lebih tenang,"

Bi Lian tidak menjawab. Hanya saja air mata yang keluar dari kedua mata itu semakin deras. Laksana hujan yang mengguyur saat ini.

"Bi Lian, apakah kau tidak menyesal menikah denganku?"

"Mengapa harus menyesal? Aku bahkan sangat bahagia bisa hidup dan mati bersamamu. Kalau ada kesempatan dilahirkan kembali, aku tetap ingin menjadi istrimu lagi,"

"Terimakasih. Kau benar-benar istri yang terbaik,"

Sepasang suami istri itu bicara dengan tenang dan santai. Terhadap empat orang bercadar yang kini berada di sana, mereka tidak menganggapnya sama sekali.

Seolah-olah di tempat itu hanya ada mereka berdua saja.

"Sungguh sepasang suami istri yang malang," kata salah satu dari musuhnya dengan nada mengejek.

"Selain pintar membuka usaha, ternyata dia juga pintar memilih istri," sambung temannya yang lain.

Memang, raut wajah Bi Lian benar-benar cantik. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut panjang hitam yang selalu dibiarkan terurai. Bola matanya bening seperti embun di pagi hari. Hidungnya mancung dengan mulut mungil menggiurkan.

Singkatnya, setiap wanita yang melihat Bi Lian, pasti akan merasa iri. Dan setiap pria yang memandangnya pasti akan merasa darahnya bergolak.

Walaupun usianya saat ini tidak bisa dibilang muda, tapi kecantikan dan kesempurnaan tubuhnya masih dapat terlihat dengan jelas.

"Waktu kita sudah tidak banyak. Mari kita selesaikan pekerjaan ini," salah seorang dari mereka membuka suara.

Orang itu sadar, kalau terlalu lama membuang-buang waktu, mungkin kejadian berikutnya bisa diluar dugaan.

Tiga rekannya mengangguk setuju. Secara serentak keempat orang tersebut segera melesat ke arah Li Hoan dan Bi Lian.

Melihat kedatangan musuh, sepasang suami istri itu langsung sigap. Keduanya bangkit berdiri dan siap menghadapi serangan yang datang.

"Istriku, mari kita berjuang sampai tetes darah terakhir,"

"Baik. Demi menjaga kehormatan Keluarga Li, aku siap berjuang di sampingmu," jawab Bi Lian.

Walaupun dia bukan tokoh dunia persilatan, tapi sedikit banyak, ia pun mempunyai kemampuan yang cukup lumayan.

Setidaknya, Bi Lian masih bisa disejajarkan dengan pendekar kelas dua.

Kini keempat orang bercadar itu sudah datang dengan empat macam serangan yang berbeda. Li Hoan dan Bi Lian menyambut kedatangan mereka.

Jurus-jurus simpanan keduanya segera digelar. Pertarungan kembali terjadi. Sepasang suami itu bertarung bagaikan dua ekor harimau yang terluka.

Serangan mereka benar-benar ganas dan sudah tidak memikirkan keselamatan diri.

Pada saat itu, tiba-tiba dari arah lain muncul lagi lima belas orang. Mereka adalah para penjaga dan sebagian anak buah Li Hoan yang bekerja di perusahaannya.

Walaupun orang-orang itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian ini, tapi sebagai rasa setia kawan dan terimakasih, mereka siap untuk mati bersama majikannya.

"Mengapa kalian kemari? Pergilah! Jangan sampai kalian menjadi korban keganasan para iblis ini," kata Li Hoan di tengah-tengah pertarungannya.

"Kami tidak akan pergi. Kami akan di sini bersamamu, Tuan," kata salah seorang penjaga yang sudah mengabungkan diri ke dalam pertarungan.

"Jangan bodoh. Kalau tetap di sini, kalian bisa mati,"

"Kalau begitu, biarlah kami akan mati bersamamu,"

Penjaga tersebut berkata dengan mantap. Sedikit pun tidak ada keraguan.

Hati Li Hoan merasa terharu. Setetes air mata kembali keluar. Dia sangat bersyukur karena hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang setia.

"Baiklah. Terimakasih atas apa yang telah kalian lakukan kepadaku selama ini,"

Pertarungan terus berlanjut. Sepak terjangnya Li Hoan dan Bi Lian semakin lama, makin brutal. Meskipun seluruh tubuh mereka sudah dipenuhi oleh luka-luka, tapi semangatnya tidak pernah padam.

Sedangkan lima belas orang penjaga dan anak buahnya, satu persatu dari mereka mulai menemui ajal.

Keempat orang bercadar itu mempunyai kemampuan yang benar-benar tinggi. Ilmu mereka juga sudah mencapai tahap sempurna. Setiap serangannya mengandung tenaga besar. Setiap tubuhnya berkelebat, pasti ada nyawa yang melayang.

Hujan masih mebgguru tanpa henti. Gemuruh guntur pun masih terdengar.

Seolah-olah alam juga merasa sedih melihat peristiwa yang menimpa Keluarga Li.

Lima belas menit kemudian, setelah bertarung mati-matian, akhirnya selesai sudah kisah hidup suami istri itu. Li Hoan tewas karena mengalami luka di sekujur tubuh dan kehabisan darah, sedangkan Bi Lian menemui ajal setelah sebatang pedang menusuk jantungnya.

Jasad suami istri itu berdampingan. Bahkan sebelum ajal benar-benar menjemput, mereka sempat berpegangan tangan sebagai tanda keduanya tidak bisa dipisahkan.

Cinta sejati!

Cinta sejati ternyata benar-benar ada di dunia ini. Begitu besarnya kekuatan cinta sampai-sampai mampu membuat seseorang berkorban segalanya demi orang yang tercinta.

Pertarungan berdarah itu sudah selesai. Keempat orang bercadar tadi entah pergi ke mana. Yang jelas mereka sudah menghilang dari pandangan mata.

Hujan deras akhirnya berhenti. Guntur pun hilang bagai ditelan bumi. Suasana di gedung Keluarga Li kembali sepi sunyi.

Di sana sudah tidak ada manusia hidup lagi. Yang ada hanyalah mayat-mayat yang bergelimpangan.

Darah yang menggenang telah bercampur dengan air hujan. Bau amis darah segar segera terbawa oleh semilir angin malam yang dingin.

Di kejauhan sana tiba-tiba terdengar suara lolongan serigala sehingga menambah daya seram malam itu.

Perlahan namun pasti, kegelapan malam mulai berlalu. Langit yang tadinya kelam, kini mulai berubah menjadi terang.

Fajar baru menyingsing. Namun keadaan di Kota Yunan sudah ramai. Bahkan lebih ramai dari biasanya.

Semua orang kini telah berkumpul di gedung Keluarga Li. Mereka semua sedang menyaksikan puluhan mayat yang tewas mengenaskan.

Hati orang-orang itu diliputi oleh perasaan ngeri. Terlebih lagi, semua orang yang hadir merasa sedih melihat kematian Keluarga Li yang terkenal baik dan royal tersebut.

Setiap yang ada di sana mempunyai pertanyaan yang sama dalam benaknya.

Siapa orang yang tega membunuhnya? Dan apa pula alasannya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rafael Jaya
novel yang bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pendekar Tangan Dewa   Sepasang Ular Dari Timur

    Waktu berlalu begitu cepat. Lima belas tahun telah lewat kembali. Keadaan di setiap penjuru kota telah banyak berubah. Kotaraja semakin maju. Gunung Thai San juga tampak semakin agung. Lalu bagaimana dengan Kota Yu Nan? Apakah di sana juga telah terjadi banyak perubahan? Apakah semakin maju? Atau malah sebaliknya? Apakah pemandangan alamnya masih indah dan alami? Atau pemandangan itu telah hilang dan digantikan dengan gedung-gedung yang mewah serta megah? Saat itu musim salju telah tiba. Setiap jalanan yang ada dipenuhi oleh salju putih. Sebuah kereta sederhana yang ditarik oleh dua ekor kuda tampak berjalan dengan perlahan. Kereta kuda itu datang dari luar kota dan mungkin berniat untuk memasuki wilayah Kota Yu Nan. Ternyata hal itu tidak salah. Kereta kuda sederhana tersebut benar-benar masuk ke dalam kota. Setelah melewati pemeriksaan, sang kusir kembali menjalankan kudanya. Di dalam kabin kereta, di sana tampak ada seorang pemuda yang sedang duduk sambil menikmati arak. Dia

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Mayat di Tengah Jalan

    Tanpa banyak tedeng aling-aling, Ular Merah langsung melancarkan sebuah serangan. Serangan yang sederhana. Namun justru sangat mematikan! Pedangnya menebas dari arah kanan ke kiri. Kecepatan serangan itu sukar untuk dilukiskan. Orang-orang yang ada di sana, tidak ada yang mampu menyaksikannya secara jelas.Kecuali hanya mereka yang sudah mempunyai kemampuan diatas rata-rata. Satu detik kemudian, sebuah kepala tiba-tiba jatuh menggelinding. Tubuh orang tersebut baru ambruk setelah beberapa saat kemudian. "Tuan ..." beberapa orang berseru secara bersamaan. Rupanya kepala yang menggelinding itu milik Cui Si. Dia tewas sebelum sempat mengeluarkan golok andalan yang selama ini telah mengantarkan namanya ke puncak kejayaan.Kini, si Golok Panjang Cui Si hanya tinggal namanya saja. Kalau tidak menyaksikan secara langsung, niscaya siapa pun tidak akan ada yang percaya bahwa dia tewas tanpa perlawanan sedikit pun. "Apakah masih ada yang ingin enasib dengan dirinya?" si Ular Merah melirik

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Serangan Dalam Gelap

    Kereta kuda terus berjalan. Setiap jalan raya yang telah dilewatinya pasti meninggalkan jejak kereta yang cukup dalam. Kegelapan semakin menyelimuti muka bumi. Walaupun belum larut, tapi keadaan di Kota Yu Nan sudah terlihat sepi. Hal itu dikarenakan saat ini sedang musim salju. Pada saat seperti ini, kebanyakan orang lebih memilih diam di dalam rumah daripada keluyuran di luar. Mereka lebih memilih tidur dibalik selimut atau menikmati arak yang hangat daripada harus keluar rumah. Sepanjang perjalanan itu, sedikitnya Li Bing telah menghabiskan dua cawan arak. Namun dia tidak kelihatan sudah mabuk. Wajahnya tetap berseri, matanya juga tetap bersinar terang. "Kita sudah sampai, Tuan," ucap A San sambil menghentikan kereta kuda. Begitu ucapan tersebut didengar, Li Bing segera turun dari kereta. Begitu kakinya menginjak tanah bersalju, matanya langsung dihadapkan dengan sebuah rumah yang besar. Dulu, rumah ini adalah salah satu rumah termewah di Kota Yu Nan. Semua penduduk kota past

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Menemui Sahabat Lama

    Baik Li Bing dan A San, keduanya sama-sama terkejut. Sedikit pun mereka tidak menyangka bahwa ketiga orang itu akan tewas secara mendadak. Keduanya saling pandang untuk beberapa saat. Setelah itu Li Bing menggusur ketiga mayat tersebut ke tempat yang lebih terang. Selanjutnya dia langsung memeriksa dengan seksama. "Mereka tewas karena di serang oleh senjata rahasia yang datang secara bersamaan," ucapnya setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan. A San penasaran. Dia pun segera berjongkok dan memeriksanya sendiri. Rupanya di antara leher mereka ada sebuah titik hitam. Bekas luka itu sangat kecil. Jika tidak diperiksa secara teliti, mustahil luka tersebut akan terlihat."Apakah pelakunya lebih dari satu orang?" tanya A San yang kini tampak bingung. "Tidak," jawab Li Bing sambil menggelengkan kepala. "Pelakunya hanya satu, cuma kemampuan dia dalam melemparkan senjata rahasia sudah diatas rata-rata," Li Bing sangat yakin akan dugaannya tersebut. Apalagi dia sudah menyaksikannya den

    Last Updated : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

    "Apakah kau benar-benar tidak mengenalnya?" Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. Walaupun dia sudah mencoba untuk mengingat, tapi ia tetap tidak dapat mengenalinya. "Wajah anak muda ini memang mirip seseorang. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu," Saat itu, Li Bing belum memberitahu siapa dirinya. Walaupun ia mendengar ucapan si Tua Jie, tapi pemuda tersebut tetap menutup mulut. Dia hanya tersenyum penuh arti. "Rupanya sekarang kau sudah benar-benar tua," kata A San sambil menghembus nafas panjang. "Dia adalah Tuan Muda Li, Li Bing. Apakah kau ingat?" Mendengar nama Li Bing disebut, seluruh tubuh si Tua Jie tiba-tiba bergetar. Air mata seketika mengembang di kedua pelupuk matanya. Rasa sedih, bahagia, semuanya bercampur menjadi satu. Detik itu juga, dia langsung maju menubruk Li Bing. Si Tua Jie memeluknya dengan sangat erat. "Tuan Muda Li, ah ... akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku tidak menyangka kau masih hidup. Maafkan aku yang sudah tua ini sehingga tidak dapat

    Last Updated : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Racun yang Sangat Berbahaya

    Manusia mana yang bisa melawan takdir? Manusia mungkin bisa mengubah nasibnya, tapi dia tidak akan pernah mampu mengubah takdirnya. Bukankah sejatinya memang seperti itu? Selain menerima semuanya dengan lapang dada, memangnya apalagi yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi takdirnya? Li Bing mengangguk perlahan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menguasai emosinya.Setelah melihat Li Bing kembali tenang, Si Tua Jie kembali berkata, "Terkadang yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang selalu ada dan dekat dengan kita,"Ucapan orang tua itu benar lagi. Di dunia ini, yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Entah itu keluarga, sahabat, teman, atau bahkan pasangan sendiri. Di muka bumi ini, kira-kira berapa banyak yang sakit hati karena ucapan orang-orang di sekitarnya? Berapa banyak pula manusia yang memutuskan untuk mengakhiri hidup karena kejamnya mulut manusia? "Paman Jie benar. Hari ini, aku telah menerima ilmu pengetahuan ba

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Ikuti Saja Alurnya!

    Wushh!!! Sebuah titik keperakan melesat secepat kedipan mata. Target sasarannya adalah Li Bing. Kalau orang lain yang dituju, walaupun dia sudah mengetahui serangan tersebut, niscaya ia tidak akan mampu lagi menghindar. Sebab serangan tersebut terlampau cepat. Dengan jarak sedekat itu, sudah tentu tidak ada waktu lagi untuk melakukan perlawanan. Tetapi dalam hal ini, Li Bing adalah pengecualian! Ia menatap datangnya serangan tersebut dengan tajam. Begitu jaraknya sudah dekat, tiba-tiba tubuhnya berputar dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Li Bing mengangkat botol arak dan ditaruh di depan sejajar dengan dadanya. Prakk!!! Botol arak langsung pecah berkeping-keping. Araknya sendiri tumpah membasahi lantai. Dibalik pecahan guci dan arak, terlihat ada sebuah jarum perak sepanjang jari telunjuk. Jarum perak yang sangat kecil. Tapi juga sangat tajam! Kejadian itu berlangsung singkat. Walaupun Li Bing terlihat dengan mudah melakukannya, tetapi ia telah membuang tenaganya cukup banyak

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Pendekar Tangan Dewa   Dua Biksu Sesat Kewalahan

    "Benarkah? Apa kau begitu yakin akan ucapanmu?" tanya Li Bing masih terlihat santai. "Aku sangat-sangat yakin. Sebab seluruh area Kuil Seribu Budha, saat ini sudah dikepung oleh pasukanku," kayanya dengan nada dingin.Li Bing tergetar. Diam-diam dia merasa kaget. Rupanya biksu sesat itu benar-benar telah merencanakan semua ini dengan sangat sempurna. Bahkan dia sudah mengantisipasi apabila rencana gagal. Hebat. Harus Li Bing akui bahwa orang tua itu mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Namun meskipun demikian, Li Bing tidak memperlihatkan keterkejutannya. Dia masih terlihat tenang dan santai. "Tidak aku sangka, ternyata kau juga memiliki pasukan yang bisa diandalkan," katanya seraya tersenyum. "Itu karena aku tidaklah sesederhana yang kau lihat, bocah keparat!" "Oh, benarkah? Sayangnya, aku tidak peduli akan hal itu," Kemarahan Biksu Bertangan Delapan semakin bergejolak. Semakin dia bicara lebih lama dengan pemuda itu, semakin panas juga hatinya. "Kubunuh kau!" Wushh!!! B

  • Pendekar Tangan Dewa   Jurus Bayangan Kematian Menyelimuti Dunia

    Menghadapi serangan yang bertenaga keras, Li Bing tidak mau bertindak gegabah. Buru-buru ia mundur ke belakang sambil menahan pukulan beruntun yang dilancarkan oleh si Elang Hitam.Plakk!!! Benturan telapak tangan terjadi! Elang Hitam merasa tangannya tergetar. Hawa panas segera menjalar ke seluruh bagian lengannya.'Tenaga sakti yang dia miliki sangat tinggi. Padahal aku sudah mengeluarkan Pukulan Bayangan, tapi ternyata ia masih mampu membalikkan tenaga yang aku berikan,' batinnya sambil menatap Li Bing dengan tajam. Sementara di pihak lain, Li Bing juga merasa telapak tangannya sedikit tergetar. Tapi ia memang sengaja tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Li Bing ingin tahu setinggi apa tenaga musuhnya itu. Setelah terjadinya benturan barusan, Li Bing jadi tahu bahwa kemampuan si Elang Hitam setidaknya masih berada tiga tingkat di bawahnya. 'Kalau aku bertarung langsung melawan Sepasang Elang Hitam Putih dengan kekuatan penuh, mungkin aku bisa membereskannya dalam waktu ti

  • Pendekar Tangan Dewa   Sepasang Elang Hitam Putih

    "Baik, baik. Aku akan menuruti apa yang kau katakan, Biksu To," ujar Li Bing setelah dia terdiam untuk beberapa saat. "Tetapi ada syaratnya," "Syarat apa?" tanya Biksu To dengan cepat. Sekilas wajahnya menggambarkan kegembiraan ketika Li Bing mengatakan akan menuruti ucapannya. Namun ekspresi kegirangan tersebut sirna dalam sekejap pada saat pemuda itu mengajukan sebuah syarat. "Asal kalian bisa bertahan selama lima puluh jurus dari semua seranganku, maka aku akan mengatakan bahwa akulah yang membunuh Biksu Agung Berhati Suci!" katanya dengan suara tegas. Setiap patah kata yang ia ucapkan seolah-olah mengandung daya kekuatan yang mampu menggetarkan hati orang lain. Puluhan orang itu terdiam. Tidak ada satu pun yang berani bicara. Mereka hanya bisa saling pandang satu sama lain. Li Bing juga belum mengambil tindakan apapun. Ia sedang menatap mereka secara bergantian. Tatapan matanya sangat tajam. Setajam pedang pusaka! Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi dingin.

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuduhan

    Sampai dua puluh lima jurus kemudian, semua usaha yang dilakukan oleh Biksu Bertangan Delapan tidak pernah membuahkan hasil sedikit pun. Setiap jurus dan serangan yang dia lancarkan, selalu bisa dihindari oleh Li Bing. Pemuda itu benar-benar seperti hantu. Ia sangat sulit untuk disentuh. Gerakannya juga cepat bagai kilat. Kenyataan ini semakin membuat Biksu To penasaran. Bagaimana mungkin seorang pendekar muda seperti Li Bing mampu menghindari semua jurusnya? Padahal setiap jurus yang dia keluarkan bukan jurus kelas rendah. Semua itu adalah jurus kelas atas yang bahkan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pendekar kelas satu sekali pun. Tetapi nyatanya, di hadapan pemuda yang berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu, semua jurus yang selama ini dia banggakan seolah-olah sudah hilang keampuhan-nya. "Li Bing!" seru Biksu To yang sudah mengganti panggilannya. "Kenapa kau tidak membalas seranganku?" tanyanya geram. ."Aku tidak ingin mencari permusuhan denganmu, Biksu To. Oleh karena itu

  • Pendekar Tangan Dewa   Tewasnya Biksu Agung Berhati Suci

    "Dari percakapan itu. Mereka yang terlibat bukan hanya membicarakan tentang bagaimana cara menjebakmu. Mereka juga membicarakan bagaimana cara membunuhku," "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka telah menyerangku dengan pukulan beracun. Menurut firasatku, aku hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Dan sekarang adalah hari yang terakhir," Semakin lama Li Bing bercakap-cakap dengan Biksu Agung Berhati Suci, maka semakin terkejut dan marah juga dirinya. Licik! Kejam! Tidak manusiawi! Rasanya hanya tiga kata itu saja yang cocok untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi dalang dibalik sandiwara ini! "Biksu Agung, bolehkah aku tahu, kenapa kau bisa terluka?" tanya Li Bing lebih lanjut. Sekarang dia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka dari itu, Li Bing hanya ingin tahu lebih banyak tentang sandiwara yang sedang berlangsung saat ini. "Seseorang telah menyimpan racun yang tidak berbau dan tidak berwana dalam makananku. Tidak berhenti sampai di situ, bahk

  • Pendekar Tangan Dewa   Jebakan

    Biksu To segera tersenyum sambil mengangguk. Ia kemudian berdiri dan mengajak Li Bing menemui Biksu Agung Berhati Suci.Pemuda itu pun segera mengikuti di belakangnya. Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana Biksu Agung Berhati Suci selama ini mengasingkan diri. Rupanya, orang tua itu tinggal di sebuah pondok sederhana, tepat di belakang Kuil Seribu Budha. Keadaan di sana sepi sunyi. Tidak ada seorang murid pun yang melakukan penjagaan. "Selama ini guru beristirahat di sana, Tuan Muda Li," kata Biksu To menjelaskan. "Guru menginginkan suasana yang tenang dan sunyi. Sehingga aku tidak memperbolehkan seorang murid pun yang mendekat ke area ini," "Jadi, ini adalah tempat terlarang?" "Ya, bisa dibilang begitu," Li Bing memperhatikan suasana di sekitarnya. Di sana memang tidak ada bangunan lain lagi, kecuali hanya pondok itu saja. Di kanan kirinya diliputi oleh pepohonan yang berjajar. "Tuan Muda Li, silahkan," katanya memberi isyarat supaya Li Bing segera pergi ke sana. Li Bing m

  • Pendekar Tangan Dewa   Biksu Bertangan Delapan

    Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya Li Bing berhasil membebaskan diri dari kepungan barisan tersebut. Pemuda itu kemudian melesat ke arah pintu utama Kuil Seribu Budha. Begitu kakinya tiba di lantai, pintu mendadak terbuka. Seorang biksu yang usianya sudah enam puluhan tahun menyambut kedatangan Li Bing. Biksu itu mempunyai janggut yang panjangnya sampai menyentuh dada. Tangan kanannya berada di depan dada dengan gaya menyembah. Tangan kirinya memegang tasbih berukuran seibu jari. Sinar mata biksu tua itu terlihat tenang. Tapi sekaligus juga tajam. Pertanda bahwa dia mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. "Maaf, apakah aku sedang berhadapan dengan Biksu Bertangan Delapan, Ketua Kuil Seribu Budha?" tanya Li Bing dengan hormat. "Amithaba ...," biksu tersebut terdengar memuji Sang Budha. "Benar, Tuan Muda. Kalau boleh tahu, siapa Tuan Muda ini?" "Ah, syukurlah. Perkenalkan, namaku Li Bing ...," "Tuan Muda Li dari Kota Yu Nan?" "Benar, Biksu," "Tuan Muda Li yang berju

  • Pendekar Tangan Dewa   Kuil Seribu Budha

    Li Bing tidak berhenti. Dia meneruskan perjalannya. Pemuda itu mulai menaiki bukit yang nantinya akan mengantarkan ia ke Kuil Seribu Budha. Kuil itu memang berdiri di puncak bukit yang berdekatan dengan Gunung Song. Sehingga dari kejauhan pun orang bisa melihat Kuil yang berdiri dengan megah dan kokoh tersebut. Pihak Kuil Seribu Budha sudah membuatkan jalan khusus untuk mereka yang ingin beribadah ataupun berkunjung ke kuilnya. Hal ini tentu mempermudah para wisatawan sehingga perjalanan mereka bisa lebih cepat daripada yang seharusnya. Li Bing berhasil tiba di pintu masuk kuil ketika matahari tenggelam dibalik bukit. Selama perjalanannya itu, tidak ada halangan yang berarti. Tetapi bukan tidak ada gangguan juga. Li Bing tahu bahwa sejak awal dirinya sudah diintai dari beberapa penjuru. Maklum, bukit itu mempunyai banyak pohon-pohon yang tinggi dan rimbun, sehingga untuk melakukan pengintaian bukanlah suatu pekerjaan yang sulit. Beberapa kali pemuda itu memergoki ada seseorang ya

  • Pendekar Tangan Dewa   Kota Zhengzhou

    "Musnahkan semua Keluarga Li!" Sepucuk surat itu hanya berisi tiga kata saja. Tiga kata perintah! Tiga kata yang mewajibkan untuk menghabisi semua Keluarga Li! Walaupun dalam surat itu tidak menjelaskan Keluarga Li yang mana, namun Li Bing tahu, Keluarga Li yang mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, hanya Keluarga Li miliknya saja. Itu artinya, selama dalang dibalik layar ini belum ditemukan atau dibunuh, maka selama itu pula hidupnya tidak akan pernah tenang. Tetapi kalau benar dalang dibalik layar ini adalah orang-orang yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan mendiang ayahnya, apakah dia juga harus tetap membunuhnya? Li Bing tidak tahu. Setiap kali pertanyaan semacam itu muncul dalam benaknya, dia selalu tidak mempunyai jawaban yang pasti. Dia hanya berharap, semoga saja apa yang di khawatirkan-nya selama ini tidak pernah terjadi. Pemuda itu kemudian membuka topeng penyerangnya tadi. Ketika seraut wajah yang asli terlihat, ketika itu pula Li Bing terkejut setengah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status