Home / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Suami Istri yang Luar Biasa

Share

Suami Istri yang Luar Biasa

last update Last Updated: 2024-11-29 10:11:48

Setelah berhasil menotok kedua anak itu, A Li segera lari menuju ke halaman belakang di mana terdapat istal kuda. A Li memilih kuda jempolan yang biasa dipakai oleh Li Hoan. Kemudian memilih dua kuda jempolan lainnya.

Setelah itu, ia segera menyiapkan kereta kudanya. Begitu semua persiapan selesai, A Li langsung pergi lewat jalur lain.

Suara ringkik tiga ekor kuda itu terdengar keras. Li Hoan yang saat itu sudah berlumuran darah dan tubuhnya penuh luka, dapat mendengar suaranya dengan jelas.

Perasaannya menjadi lega. Meskipun dirinya harus tewas malam ini, tapi asalkan dua orang anak itu selamat, maka mati pun tidak menjadi persoalan.

Ia rela mati asalkan keturunannya bisa selamat.

Ketika Li Hoan menutup kedua mata, mendadak telinganya mendengar suara orang berlari. Dia segera membuka matanya kembali. Dilihatnya Bi Lian sudah berada di sisi sambil menangis tersedu-sedu.

Wanita itu lalu mengangkat kepala Lo Hoan. Kini kepalanya berada di atas pangkuan sang istri.

"Istriku, mengapa ... mengapa kau tidak ikut pergi bersama A Li?" tanyanya lirih.

"Tidak, aku tidak mau ikut dengannya. Kita sudah bersumpah untuk bersama sampai maut memisahkan," ucap Bi Lian sambil memegangi wajah suaminya yang sudah mulai pucat pasi.

Sekulum senyuman segera tersungging di bibir Li Hoan. Jawaban istrinya ini benar-benar membuatnya bahagia. Tapi di satu sisi, dia pun merasa sedih.

Sebab mereka tidak bisa lagi bercanda gurau seperti biasanya.

"Apakah A Li sudah pergi?" tanya memastikan.

"Ya, dia sudah pergi,"

"Syukurlah. Aku bisa lebih tenang,"

Bi Lian tidak menjawab. Hanya saja air mata yang keluar dari kedua mata itu semakin deras. Laksana hujan yang mengguyur saat ini.

"Bi Lian, apakah kau tidak menyesal menikah denganku?"

"Mengapa harus menyesal? Aku bahkan sangat bahagia bisa hidup dan mati bersamamu. Kalau ada kesempatan dilahirkan kembali, aku tetap ingin menjadi istrimu lagi,"

"Terimakasih. Kau benar-benar istri yang terbaik,"

Sepasang suami istri itu bicara dengan tenang dan santai. Terhadap empat orang bercadar yang kini berada di sana, mereka tidak menganggapnya sama sekali.

Seolah-olah di tempat itu hanya ada mereka berdua saja.

"Sungguh sepasang suami istri yang malang," kata salah satu dari musuhnya dengan nada mengejek.

"Selain pintar membuka usaha, ternyata dia juga pintar memilih istri," sambung temannya yang lain.

Memang, raut wajah Bi Lian benar-benar cantik. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut panjang hitam yang selalu dibiarkan terurai. Bola matanya bening seperti embun di pagi hari. Hidungnya mancung dengan mulut mungil menggiurkan.

Singkatnya, setiap wanita yang melihat Bi Lian, pasti akan merasa iri. Dan setiap pria yang memandangnya pasti akan merasa darahnya bergolak.

Walaupun usianya saat ini tidak bisa dibilang muda, tapi kecantikan dan kesempurnaan tubuhnya masih dapat terlihat dengan jelas.

"Waktu kita sudah tidak banyak. Mari kita selesaikan pekerjaan ini," salah seorang dari mereka membuka suara.

Orang itu sadar, kalau terlalu lama membuang-buang waktu, mungkin kejadian berikutnya bisa diluar dugaan.

Tiga rekannya mengangguk setuju. Secara serentak keempat orang tersebut segera melesat ke arah Li Hoan dan Bi Lian.

Melihat kedatangan musuh, sepasang suami istri itu langsung sigap. Keduanya bangkit berdiri dan siap menghadapi serangan yang datang.

"Istriku, mari kita berjuang sampai tetes darah terakhir,"

"Baik. Demi menjaga kehormatan Keluarga Li, aku siap berjuang di sampingmu," jawab Bi Lian.

Walaupun dia bukan tokoh dunia persilatan, tapi sedikit banyak, ia pun mempunyai kemampuan yang cukup lumayan.

Setidaknya, Bi Lian masih bisa disejajarkan dengan pendekar kelas dua.

Kini keempat orang bercadar itu sudah datang dengan empat macam serangan yang berbeda. Li Hoan dan Bi Lian menyambut kedatangan mereka.

Jurus-jurus simpanan keduanya segera digelar. Pertarungan kembali terjadi. Sepasang suami itu bertarung bagaikan dua ekor harimau yang terluka.

Serangan mereka benar-benar ganas dan sudah tidak memikirkan keselamatan diri.

Pada saat itu, tiba-tiba dari arah lain muncul lagi lima belas orang. Mereka adalah para penjaga dan sebagian anak buah Li Hoan yang bekerja di perusahaannya.

Walaupun orang-orang itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian ini, tapi sebagai rasa setia kawan dan terimakasih, mereka siap untuk mati bersama majikannya.

"Mengapa kalian kemari? Pergilah! Jangan sampai kalian menjadi korban keganasan para iblis ini," kata Li Hoan di tengah-tengah pertarungannya.

"Kami tidak akan pergi. Kami akan di sini bersamamu, Tuan," kata salah seorang penjaga yang sudah mengabungkan diri ke dalam pertarungan.

"Jangan bodoh. Kalau tetap di sini, kalian bisa mati,"

"Kalau begitu, biarlah kami akan mati bersamamu,"

Penjaga tersebut berkata dengan mantap. Sedikit pun tidak ada keraguan.

Hati Li Hoan merasa terharu. Setetes air mata kembali keluar. Dia sangat bersyukur karena hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang setia.

"Baiklah. Terimakasih atas apa yang telah kalian lakukan kepadaku selama ini,"

Pertarungan terus berlanjut. Sepak terjangnya Li Hoan dan Bi Lian semakin lama, makin brutal. Meskipun seluruh tubuh mereka sudah dipenuhi oleh luka-luka, tapi semangatnya tidak pernah padam.

Sedangkan lima belas orang penjaga dan anak buahnya, satu persatu dari mereka mulai menemui ajal.

Keempat orang bercadar itu mempunyai kemampuan yang benar-benar tinggi. Ilmu mereka juga sudah mencapai tahap sempurna. Setiap serangannya mengandung tenaga besar. Setiap tubuhnya berkelebat, pasti ada nyawa yang melayang.

Hujan masih mebgguru tanpa henti. Gemuruh guntur pun masih terdengar.

Seolah-olah alam juga merasa sedih melihat peristiwa yang menimpa Keluarga Li.

Lima belas menit kemudian, setelah bertarung mati-matian, akhirnya selesai sudah kisah hidup suami istri itu. Li Hoan tewas karena mengalami luka di sekujur tubuh dan kehabisan darah, sedangkan Bi Lian menemui ajal setelah sebatang pedang menusuk jantungnya.

Jasad suami istri itu berdampingan. Bahkan sebelum ajal benar-benar menjemput, mereka sempat berpegangan tangan sebagai tanda keduanya tidak bisa dipisahkan.

Cinta sejati!

Cinta sejati ternyata benar-benar ada di dunia ini. Begitu besarnya kekuatan cinta sampai-sampai mampu membuat seseorang berkorban segalanya demi orang yang tercinta.

Pertarungan berdarah itu sudah selesai. Keempat orang bercadar tadi entah pergi ke mana. Yang jelas mereka sudah menghilang dari pandangan mata.

Hujan deras akhirnya berhenti. Guntur pun hilang bagai ditelan bumi. Suasana di gedung Keluarga Li kembali sepi sunyi.

Di sana sudah tidak ada manusia hidup lagi. Yang ada hanyalah mayat-mayat yang bergelimpangan.

Darah yang menggenang telah bercampur dengan air hujan. Bau amis darah segar segera terbawa oleh semilir angin malam yang dingin.

Di kejauhan sana tiba-tiba terdengar suara lolongan serigala sehingga menambah daya seram malam itu.

Perlahan namun pasti, kegelapan malam mulai berlalu. Langit yang tadinya kelam, kini mulai berubah menjadi terang.

Fajar baru menyingsing. Namun keadaan di Kota Yunan sudah ramai. Bahkan lebih ramai dari biasanya.

Semua orang kini telah berkumpul di gedung Keluarga Li. Mereka semua sedang menyaksikan puluhan mayat yang tewas mengenaskan.

Hati orang-orang itu diliputi oleh perasaan ngeri. Terlebih lagi, semua orang yang hadir merasa sedih melihat kematian Keluarga Li yang terkenal baik dan royal tersebut.

Setiap yang ada di sana mempunyai pertanyaan yang sama dalam benaknya.

Siapa orang yang tega membunuhnya? Dan apa pula alasannya?

Related chapters

  • Pendekar Tangan Dewa   Sepasang Ular Dari Timur

    Waktu berlalu begitu cepat. Lima belas tahun telah lewat kembali. Keadaan di setiap penjuru kota telah banyak berubah. Kotaraja semakin maju. Gunung Thai San juga tampak semakin agung. Lalu bagaimana dengan Kota Yu Nan? Apakah di sana juga telah terjadi banyak perubahan? Apakah semakin maju? Atau malah sebaliknya? Apakah pemandangan alamnya masih indah dan alami? Atau pemandangan itu telah hilang dan digantikan dengan gedung-gedung yang mewah serta megah? Saat itu musim salju telah tiba. Setiap jalanan yang ada dipenuhi oleh salju putih. Sebuah kereta sederhana yang ditarik oleh dua ekor kuda tampak berjalan dengan perlahan. Kereta kuda itu datang dari luar kota dan mungkin berniat untuk memasuki wilayah Kota Yu Nan. Ternyata hal itu tidak salah. Kereta kuda sederhana tersebut benar-benar masuk ke dalam kota. Setelah melewati pemeriksaan, sang kusir kembali menjalankan kudanya. Di dalam kabin kereta, di sana tampak ada seorang pemuda yang sedang duduk sambil menikmati arak. Dia

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Mayat di Tengah Jalan

    Tanpa banyak tedeng aling-aling, Ular Merah langsung melancarkan sebuah serangan. Serangan yang sederhana. Namun justru sangat mematikan! Pedangnya menebas dari arah kanan ke kiri. Kecepatan serangan itu sukar untuk dilukiskan. Orang-orang yang ada di sana, tidak ada yang mampu menyaksikannya secara jelas.Kecuali hanya mereka yang sudah mempunyai kemampuan diatas rata-rata. Satu detik kemudian, sebuah kepala tiba-tiba jatuh menggelinding. Tubuh orang tersebut baru ambruk setelah beberapa saat kemudian. "Tuan ..." beberapa orang berseru secara bersamaan. Rupanya kepala yang menggelinding itu milik Cui Si. Dia tewas sebelum sempat mengeluarkan golok andalan yang selama ini telah mengantarkan namanya ke puncak kejayaan.Kini, si Golok Panjang Cui Si hanya tinggal namanya saja. Kalau tidak menyaksikan secara langsung, niscaya siapa pun tidak akan ada yang percaya bahwa dia tewas tanpa perlawanan sedikit pun. "Apakah masih ada yang ingin enasib dengan dirinya?" si Ular Merah melirik

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Serangan Dalam Gelap

    Kereta kuda terus berjalan. Setiap jalan raya yang telah dilewatinya pasti meninggalkan jejak kereta yang cukup dalam. Kegelapan semakin menyelimuti muka bumi. Walaupun belum larut, tapi keadaan di Kota Yu Nan sudah terlihat sepi. Hal itu dikarenakan saat ini sedang musim salju. Pada saat seperti ini, kebanyakan orang lebih memilih diam di dalam rumah daripada keluyuran di luar. Mereka lebih memilih tidur dibalik selimut atau menikmati arak yang hangat daripada harus keluar rumah. Sepanjang perjalanan itu, sedikitnya Li Bing telah menghabiskan dua cawan arak. Namun dia tidak kelihatan sudah mabuk. Wajahnya tetap berseri, matanya juga tetap bersinar terang. "Kita sudah sampai, Tuan," ucap A San sambil menghentikan kereta kuda. Begitu ucapan tersebut didengar, Li Bing segera turun dari kereta. Begitu kakinya menginjak tanah bersalju, matanya langsung dihadapkan dengan sebuah rumah yang besar. Dulu, rumah ini adalah salah satu rumah termewah di Kota Yu Nan. Semua penduduk kota past

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Menemui Sahabat Lama

    Baik Li Bing dan A San, keduanya sama-sama terkejut. Sedikit pun mereka tidak menyangka bahwa ketiga orang itu akan tewas secara mendadak. Keduanya saling pandang untuk beberapa saat. Setelah itu Li Bing menggusur ketiga mayat tersebut ke tempat yang lebih terang. Selanjutnya dia langsung memeriksa dengan seksama. "Mereka tewas karena di serang oleh senjata rahasia yang datang secara bersamaan," ucapnya setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan. A San penasaran. Dia pun segera berjongkok dan memeriksanya sendiri. Rupanya di antara leher mereka ada sebuah titik hitam. Bekas luka itu sangat kecil. Jika tidak diperiksa secara teliti, mustahil luka tersebut akan terlihat."Apakah pelakunya lebih dari satu orang?" tanya A San yang kini tampak bingung. "Tidak," jawab Li Bing sambil menggelengkan kepala. "Pelakunya hanya satu, cuma kemampuan dia dalam melemparkan senjata rahasia sudah diatas rata-rata," Li Bing sangat yakin akan dugaannya tersebut. Apalagi dia sudah menyaksikannya den

    Last Updated : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

    "Apakah kau benar-benar tidak mengenalnya?" Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. Walaupun dia sudah mencoba untuk mengingat, tapi ia tetap tidak dapat mengenalinya. "Wajah anak muda ini memang mirip seseorang. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu," Saat itu, Li Bing belum memberitahu siapa dirinya. Walaupun ia mendengar ucapan si Tua Jie, tapi pemuda tersebut tetap menutup mulut. Dia hanya tersenyum penuh arti. "Rupanya sekarang kau sudah benar-benar tua," kata A San sambil menghembus nafas panjang. "Dia adalah Tuan Muda Li, Li Bing. Apakah kau ingat?" Mendengar nama Li Bing disebut, seluruh tubuh si Tua Jie tiba-tiba bergetar. Air mata seketika mengembang di kedua pelupuk matanya. Rasa sedih, bahagia, semuanya bercampur menjadi satu. Detik itu juga, dia langsung maju menubruk Li Bing. Si Tua Jie memeluknya dengan sangat erat. "Tuan Muda Li, ah ... akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku tidak menyangka kau masih hidup. Maafkan aku yang sudah tua ini sehingga tidak dapat

    Last Updated : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Racun yang Sangat Berbahaya

    Manusia mana yang bisa melawan takdir? Manusia mungkin bisa mengubah nasibnya, tapi dia tidak akan pernah mampu mengubah takdirnya. Bukankah sejatinya memang seperti itu? Selain menerima semuanya dengan lapang dada, memangnya apalagi yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi takdirnya? Li Bing mengangguk perlahan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menguasai emosinya.Setelah melihat Li Bing kembali tenang, Si Tua Jie kembali berkata, "Terkadang yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang selalu ada dan dekat dengan kita,"Ucapan orang tua itu benar lagi. Di dunia ini, yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Entah itu keluarga, sahabat, teman, atau bahkan pasangan sendiri. Di muka bumi ini, kira-kira berapa banyak yang sakit hati karena ucapan orang-orang di sekitarnya? Berapa banyak pula manusia yang memutuskan untuk mengakhiri hidup karena kejamnya mulut manusia? "Paman Jie benar. Hari ini, aku telah menerima ilmu pengetahuan ba

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Ikuti Saja Alurnya!

    Wushh!!! Sebuah titik keperakan melesat secepat kedipan mata. Target sasarannya adalah Li Bing. Kalau orang lain yang dituju, walaupun dia sudah mengetahui serangan tersebut, niscaya ia tidak akan mampu lagi menghindar. Sebab serangan tersebut terlampau cepat. Dengan jarak sedekat itu, sudah tentu tidak ada waktu lagi untuk melakukan perlawanan. Tetapi dalam hal ini, Li Bing adalah pengecualian! Ia menatap datangnya serangan tersebut dengan tajam. Begitu jaraknya sudah dekat, tiba-tiba tubuhnya berputar dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Li Bing mengangkat botol arak dan ditaruh di depan sejajar dengan dadanya. Prakk!!! Botol arak langsung pecah berkeping-keping. Araknya sendiri tumpah membasahi lantai. Dibalik pecahan guci dan arak, terlihat ada sebuah jarum perak sepanjang jari telunjuk. Jarum perak yang sangat kecil. Tapi juga sangat tajam! Kejadian itu berlangsung singkat. Walaupun Li Bing terlihat dengan mudah melakukannya, tetapi ia telah membuang tenaganya cukup banyak

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Pendekar Tangan Dewa   Tabib Kehidupan I

    "Tabib Kehidupan," jawab orang tua tak dikenal itu dengan suara dalam. "Tabib Kehidupan?" A San membelalakkan matanya sambil mengulangi lagi ucapan tersebut. "Benar, hanya dia seorang yang mampu menolong nyawa Tuan Muda Li," Li Bing dan A San tersenyum getir. Keduanya jelas tahu siapa itu Tabib Kehidupan. Di Kerajaan Jin, siapa yang tidak tahu atau tidak pernah mendengar nama Tabib Kehidupan? Semua orang pasti tahu dan pasti pernah mendengar namanya. Tabib Kehidupan adalah seorang tabib yang kemampuannya sangat luar biasa. Di Tionggoan, rasanya tidak ada tabib lain yang melebihi kemampuan Tabib Kehidupan. Kalau pun ada, maka hal itu pasti bisa dihitung dengan satu tangan.Menurut informasi yang beredar selama ini, ilmu pertabiban milik Tabib Kehidupan sudah hampir mencapai tahap sempurna. Selama orang itu masih bernafas, walaupun dia terkena racun atau penyakit yang sangat berbahaya sekali pun, maka nyawa orang tersebut pasti bisa diselamatkan. Semua orang di Tionggoan, teruta

  • Pendekar Tangan Dewa   Sekarang Aku Hanya Ingin Minum Arak

    "Di depan sana memang ada warung arak, Tuan Muda," ujar A San memberitahu. "Baiklah, kita ke sana saja," "Baik. Semoga saja di sana ada Dewa Penolong," kata A San penuh harap. "Masa bodoh dengan Dewa Penolong, A San. Aku sudah tidak peduli lagi dengan hal itu. Sekarang aku hanya ingin minum arak," A Saja mengangguk beberapa kali. "Baik. Hari ini kita akan minum arak sampai mabuk," serunya berusaha menahan kepedihan. "Hahaha ..., bagus. Mati pun tidak menjadi soal asal aku bisa minum arak bersamamu," Tanpa disadari, mereka berdua sudah tiba di depan warung arak. A San langsung masuk. Suasana di sana terhitung ramai. Setidaknya ada lima belas orang yang sedang minum arak bersama teman-temannya. "Keluarkan semua arak yang ada di warung ini. Aku ingin minum arak yang paling enak di sini," ucap A San berseru keras. Suaranya mengagetkan semua orang yang ada di dalam. Serempak mereka menoleh. Ketika melihat yang bicara itu ternyata adalah pria yang sedang menggendong pria lain, maka

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuan Muda, Bertahanlah!

    Sesaat berikutnya, tepat ketika arak dalam botol sudah habis, Li Bing langsung pingsan. Bertepatan dengan kejadian tersebut, dua buah bayangan manusia yang mengenakan cadar tiba-tiba muncul. Gerakan mereka sangat cepat. Menandakan bahwa ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai tahap yang tinggi.Kini keduanya sudah berdiri di hadapan Li Bing. Tatapan mata yang satu orang memancarkan dendam membara. Sampai kapan pun, rasanya dendam itu tidak kan pernah bisa dihilangkan. "Di mana barang itu?" tanya uang satu orangnya lagi. "Katanya masih di tubuh si Rase Terbang," "Apakah kau yakin?" "Kenapa tidak kau lihat saja? Bukankah mayatnya ada di depan matamu?" Orang bercadar tersebut tidak bicara lagi. Dia langsung mendekat ke arah mayat si Rase Terbang dan memeriksa tubuhnya. Ternyata benar, Sarung Tangan Setan Hijau itu ada pada tubuh si Rase Terbang Han Guang.Dia menyimpan benda pusaka tersebut dibalik bajunya. Setelah menemukan benda yang dicari dan mendapatkannya, orang bercadar t

  • Pendekar Tangan Dewa   Dewi Bunga Mawar

    "Menurutmu?" orang bertopeng itu balik bertanya. "Aku belum melihat wajahmu, bagaimana mungkin bisa tahu?" "Hemm ..., jadi kau ingin melihat wajahku?" "Tentu saja," jawab Li Bing sambil tersenyum menggoda. "Cihh! Rupanya Tuan Muda Li pandai membujuk juga," Sembari berkata demikian, dia langsung membuka topeng yang menutupinya. Begitu topeng dibuka, seraut wajah yang sangat cantik langsung terlihat dengan jelas. Ia benar-benar wanita! Malah wanita yang sangat cantik jelita. Sepasang bola matanya hitam bening. Seolah-olah bola mata itu memancarkan cahaya ribuan bintang. Alisnya berbentuk golok dan menambah daya tarik yang sulit dilukiskan. Hidungnya mancung. Kedua pipinya lembut dan kemerahan seperti buah tomat. Yang paling menggoda adalah bibirnya. Bibir wanita itu mungil, tapi sangat menggugah selera. Setiap pria yang memandangnya pasti mempunyai hasrat ingin melumat bibir tersebut. Deretan giginya yang putih menambah kecantikan dan kesempurnaannya. Li Bing mendesah perlahan

  • Pendekar Tangan Dewa   Rase Terbang Han Guang

    Tangan kanan Li Bing didorong ke depan dengan posisi terbuka. Segulung tenaga dalam yang amat besar namun tak terlihat oleh mata telanjang langsung menerjang ke arah orang bercadar hitam tersebut. Serangan itu mengarah tepat ke arah dada. Ke titik yang paling rawan! Orang bercadar hitam sangat terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Li Bing ternyata masih mempunyai tenaga yang begitu dahsyat. Dalam waktu yang bersamaan, dengan gerakan cepat, dia sudah melayang mundur ke belakang. Semua benda-benda di sekitarnya ikut terlempar ke segala arah. Sayangnya usaha orang itu sedikit terlambat. Dia masih kalah cepat dengan serangan Li Bing. Meskipun benar dirinya berhasil melayang mundur, namun tetap saja serangan barusan telah mengenai dadanya dengan telak. Begitu kakinya mendarat di lantai, darah segar langsung keluar dari mulutnya. Darah segar itu merembes membasahi cadar yang ia kenakan. "Bagaimana ..., bagaimana kau masih mempunyai tenaga sebesar ini?" tanyanya dengan susah payah

  • Pendekar Tangan Dewa   Racun Selaksa Kalajengking

    Walaupun di dunia persilatan banyak pendekar yang ahli dalam hal penyamaran, tapi menurut Li Bing, orang tua itu tidak sedang menyamar. Dia memang sudah tua dan tidak mengerti apa-apa tentang ilmu silat. 'Apakah aku telah salah lihat?' Li Bing sedikit ragu. Tadi, jelas-jelas dia melihat bahwa orang yang sedang dikejar masuk ke dalam warung makan ini. Ia tidak mungkin salah lihat. Mata Li Bing sangat tajam, ia sudah melatih penglihatannya selama belasan tahun sehingga bisa berada di titik tersebut. Di dunia persilatan, jarang ada orang yang mampu lari dari penglihatannya.Tapi, kenapa kejadian kali ini tidak seperti biasanya?Li Bing tidak mau banyak pikiran lagi. Dia langsung menyantap bakmi yang sudah ada di hadapannya. Masalah orang tadi, biarlah diurus nanti saja. Kalau makanan sudah tersedia di depan mata, maka jangan terlalu lama mengabaikannya. Hal itu adalah salah satu ajaran yang diberikan oleh gurunya. Menurut beliau, itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepad

  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status