Beranda / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Mayat di Tengah Jalan

Share

Mayat di Tengah Jalan

Penulis: Junn_Badranaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 10:12:58

Tanpa banyak tedeng aling-aling, Ular Merah langsung melancarkan sebuah serangan. Serangan yang sederhana. Namun justru sangat mematikan!

Pedangnya menebas dari arah kanan ke kiri. Kecepatan serangan itu sukar untuk dilukiskan. Orang-orang yang ada di sana, tidak ada yang mampu menyaksikannya secara jelas.

Kecuali hanya mereka yang sudah mempunyai kemampuan diatas rata-rata.

Satu detik kemudian, sebuah kepala tiba-tiba jatuh menggelinding. Tubuh orang tersebut baru ambruk setelah beberapa saat kemudian.

"Tuan ..." beberapa orang berseru secara bersamaan.

Rupanya kepala yang menggelinding itu milik Cui Si. Dia tewas sebelum sempat mengeluarkan golok andalan yang selama ini telah mengantarkan namanya ke puncak kejayaan.

Kini, si Golok Panjang Cui Si hanya tinggal namanya saja. Kalau tidak menyaksikan secara langsung, niscaya siapa pun tidak akan ada yang percaya bahwa dia tewas tanpa perlawanan sedikit pun.

"Apakah masih ada yang ingin enasib dengan dirinya?" si Ular Merah melirik ke arah orang-orang Jasa Ekspedisi Elang Putih.

Sembari berkata, dia mendekatkan pedang yang masih berlumuran darah ke mulutnya. Kemudian ia menjilati darah yang masih berceceran pada senjata tersebut.

Setelah menyaksikan kejadian barusan, tentu saja orang-orang itu tidak ada yang berani bertindak bodoh. Memangnya siapa pula yang mau memberikan nyawanya dengan percuma?

"Mana barang itu?" tanya si Ular Hitam sambil membentak.

"I-ini, Tuan," seseorang tiba-tiba berkata sambil memberikan sebuah kotak yang ukurannya cukup besar.

Si Ular Hitam mengambil kotak itu. Ia lalu membuka dan melihat isinya. Setelah dipastikan benar, dia langsung mengajak rekannya pergi.

Keduanya sudah bersiap untuk melangkahkan kaki dari warung arak tersebut. Namun sebelum benar-benar pergi, tiba-tiba si Ular Merah memandang ke arah meja lain.

"Tidak kusangka, ternyata di tempat ini juga ada seorang pendekar muda yang namanya cukup terkenal," ucapnya dengan suara nyaring. Matanya menatap ke arah meja di mana A San dan si pemuda duduk sambil minum arak.

"Bukankah dia adalah Li Bing, Tuan Muda Li yang kabarnya lenyap belasan tahun lalu?" tanya si Ular Hitam sambil melirik ke rekannya.

"Benar. Memang dialah orangnya,"

"Rupanya kalian juga mengenalku. Salam kenal, aku senang bisa bertemu dengan Sepasang Ular Dari Timur," kata Li Bing sambil bangkit berdiri. "Ternyata kabar yang tersiar dalam dunia persilatan bukanlah omong kosong. Kecepatan pedang yang sungguh luar biasa,"

"Tuan Muda Li terlalu memuji," si Ular Merah tersenyum simpul. Namun tidak dapat dipungkiri, dalam senyuman itu terselip rasa angkuh yang sulit disembunyikan.

"Kami harap kau tidak akan ikut campur dalam persoalan ini," kata Ular Hitam menyambung.

"Aku memang tidak menginginkan barang itu, jadi kalian tenang saja. Tapi entah dengan orang lain,"

"Asalkan kau tidak ikut campur, orang lain bukanlah suatu masalah,"

"Baiklah. Semoga kalian bisa berumur panjang,"

"Terimakasih,"

Selesai bercakap-cakap dengan Li Bing, Sepasang Ular Dari Timur segera melanjutkan langkahnya yang terhenti.

Li Bing tidak menghiraukan mereka lagi. Dia kembali minum arak yang masih tersedia di atas meja.

"Tuan Muda, apakah kau tahu apa isi dari kotak tersebut?" tanya A San secara tiba-tiba.

"Entahlah. Tapi aku yakin, isi dari kotak itu adalah suatu barang yang sangat berharga dan mempunyai nilai jual tinggi,"

"Bagaimana Tuan Muda bisa seyakin itu?"

"A San, apakah kau tahu siapa sebenarnya Sepasang Ular Dari Timur?"

A San menggelengkan kepala. Pertanda bahwa dia tidak mengetahui mereka secara mendalam, kecuali ketenaran nama dan kejamnya Sepasang Ular Dari Timur.

Li Bing meminum arak dalam cawannya. Setelah arak masuk ke dalam perut, dia baru melanjutkan bicara.

"Asal kau tahu saja, Sepasang Ular Dari Timur adalah jenis orang-orang yang sangat mementingkan uang. Mereka tidak pernah mau melakukan sesuatu jika tidak menghasilkan uang sama sekali," katanya secara singkat.

"Jadi karena itulah Tuan Muda yakin bahwa barang itu merupakan sesuatu yang sangat berharga?"

Li Bing tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda mengiyakan.

"Kira-kira, barang apa yang ada dalam kotak tersebut?"

"Yang pasti sebuah benda mustika,"

A San dan Li Bing tidak berbicara lagi. Mereka kembali meneruskan minum arak dan menyantap daging segar yang tadi dipesan. Setelah arak dan daging habis, keduanya segera pergi dari warung arak tersebut.

"Tuan Muda, apakah kita akan tetap menuju ke sana?" tanya A San sebelum menjalankan kembali kereta kuda.

"Ya," jawab Li Bing mengangguk. "Aku ingin melihat bagaimana keadaan rumah Keluarga Li sekarang,"

Li Bing sangat penasaran dengan rumahnya yang dulu.

Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah rumah itu masih berdiri kokoh? Ataukah sudah hancur lebur dan menyatu dengan tanah? Bagaimana pula keadaan di sekitarnya?

A San tidak banyak bicara lagi. Dia langsung menjalankan kereta kuda, menuju ke pusat Kota Yu Nan. Tempat di mana rumah Keluarga Li berdiri.

Sepanjang perjalanan, Li Bing tiada hentinya menenggak arak yang sempat dia beli di warung tadi.

Sementara itu, diluar sana salju terus saja turun tanpa henti. Jalanan yang ada semakin dipenuhi oleh salju. Jejak-jejak roda kereta pun terlihat dengan jelas.

Pada saat itu, tiba-tiba kereta berhenti secara mendadak.

"Ada apa, A San?" tanya Li Bing karena dia pun merasa kaget.

"Ada mayat yang tergeletak di tengah jalan, Tuan Muda,"

"Berapa orang?"

"Dua orang,"

Dua orang? Apakah kedua mayat itu adalah Sepasang Ular Dari Timur?

Tanpa bicara lagi, Li Bing langsung turun dari kereta kuda dan berjalan ke depan sana. Ia mendekat ke arah di mana dua mayat itu berada. Ternyata dugaannya benar, yang tergeletak itu adalah Sepasang Ular Dari Timur.

Li Bing berjongkok dan segera memeriksa keduanya. Si Ular Hitam telah mati. Namun si Ular Merah masih bernafas. Walaupun keadaannya saat itu tidak berbeda jauh dengan orang yang sudah mati.

Buru-buru dia memberikan sebutir pil kepadanya.

"Siapa yang telah menyerang kalian?" tanyanya setelah Ular Merah berhasil menelan pil tersebut.

"Seseorang yang memakai cadar hitam," jawabnya dengan susah payah.

"Sebenarnya barang apa yang kalian bawa itu?"

"Se-sebuah sarung tangan,"

Saat itu Li Bing ingin mengajukan pertanyaan yang selanjutnya. Namun sebelum bertanya, si Ular Merah sudah tewas lebih dulu. Rupanya dia tidak sanggup lagi bertahan dari luka-luka yang diderita di seluruh tubuhnya.

Anak muda itu segera bangkit berdiri. Ia mengawasi keadaan di sekeliling. Li Bing juga menatap ke atas sana. Ternyata tanpa dia sadari hari sudah gelap.

Hawa dingin semakin menusuk tulang. Angin malam berhembus secara perlahan layaknya belaian seorang kekasih.

"Sepertinya dunia persilatan akan mengalami badai yang besar," katanya bergumam seorang diri.

"Tuan Muda, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya A San.

"Tetap pada tujuan awal," jawab Li Bing sambil masuk kembali ke dalam kereta.

"Apakah Tuan Muda tidak mau menyelidiki persoalan ini?"

"Sebenarnya sih tidak. Tapi bagaimana lagi, mau tidak mau kita tetap harus melakukannya,"

Bab terkait

  • Pendekar Tangan Dewa   Serangan Dalam Gelap

    Kereta kuda terus berjalan. Setiap jalan raya yang telah dilewatinya pasti meninggalkan jejak kereta yang cukup dalam. Kegelapan semakin menyelimuti muka bumi. Walaupun belum larut, tapi keadaan di Kota Yu Nan sudah terlihat sepi. Hal itu dikarenakan saat ini sedang musim salju. Pada saat seperti ini, kebanyakan orang lebih memilih diam di dalam rumah daripada keluyuran di luar. Mereka lebih memilih tidur dibalik selimut atau menikmati arak yang hangat daripada harus keluar rumah. Sepanjang perjalanan itu, sedikitnya Li Bing telah menghabiskan dua cawan arak. Namun dia tidak kelihatan sudah mabuk. Wajahnya tetap berseri, matanya juga tetap bersinar terang. "Kita sudah sampai, Tuan," ucap A San sambil menghentikan kereta kuda. Begitu ucapan tersebut didengar, Li Bing segera turun dari kereta. Begitu kakinya menginjak tanah bersalju, matanya langsung dihadapkan dengan sebuah rumah yang besar. Dulu, rumah ini adalah salah satu rumah termewah di Kota Yu Nan. Semua penduduk kota past

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Menemui Sahabat Lama

    Baik Li Bing dan A San, keduanya sama-sama terkejut. Sedikit pun mereka tidak menyangka bahwa ketiga orang itu akan tewas secara mendadak. Keduanya saling pandang untuk beberapa saat. Setelah itu Li Bing menggusur ketiga mayat tersebut ke tempat yang lebih terang. Selanjutnya dia langsung memeriksa dengan seksama. "Mereka tewas karena di serang oleh senjata rahasia yang datang secara bersamaan," ucapnya setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan. A San penasaran. Dia pun segera berjongkok dan memeriksanya sendiri. Rupanya di antara leher mereka ada sebuah titik hitam. Bekas luka itu sangat kecil. Jika tidak diperiksa secara teliti, mustahil luka tersebut akan terlihat."Apakah pelakunya lebih dari satu orang?" tanya A San yang kini tampak bingung. "Tidak," jawab Li Bing sambil menggelengkan kepala. "Pelakunya hanya satu, cuma kemampuan dia dalam melemparkan senjata rahasia sudah diatas rata-rata," Li Bing sangat yakin akan dugaannya tersebut. Apalagi dia sudah menyaksikannya den

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

    "Apakah kau benar-benar tidak mengenalnya?" Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. Walaupun dia sudah mencoba untuk mengingat, tapi ia tetap tidak dapat mengenalinya. "Wajah anak muda ini memang mirip seseorang. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu," Saat itu, Li Bing belum memberitahu siapa dirinya. Walaupun ia mendengar ucapan si Tua Jie, tapi pemuda tersebut tetap menutup mulut. Dia hanya tersenyum penuh arti. "Rupanya sekarang kau sudah benar-benar tua," kata A San sambil menghembus nafas panjang. "Dia adalah Tuan Muda Li, Li Bing. Apakah kau ingat?" Mendengar nama Li Bing disebut, seluruh tubuh si Tua Jie tiba-tiba bergetar. Air mata seketika mengembang di kedua pelupuk matanya. Rasa sedih, bahagia, semuanya bercampur menjadi satu. Detik itu juga, dia langsung maju menubruk Li Bing. Si Tua Jie memeluknya dengan sangat erat. "Tuan Muda Li, ah ... akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku tidak menyangka kau masih hidup. Maafkan aku yang sudah tua ini sehingga tidak dapat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Racun yang Sangat Berbahaya

    Manusia mana yang bisa melawan takdir? Manusia mungkin bisa mengubah nasibnya, tapi dia tidak akan pernah mampu mengubah takdirnya. Bukankah sejatinya memang seperti itu? Selain menerima semuanya dengan lapang dada, memangnya apalagi yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi takdirnya? Li Bing mengangguk perlahan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menguasai emosinya.Setelah melihat Li Bing kembali tenang, Si Tua Jie kembali berkata, "Terkadang yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang selalu ada dan dekat dengan kita,"Ucapan orang tua itu benar lagi. Di dunia ini, yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Entah itu keluarga, sahabat, teman, atau bahkan pasangan sendiri. Di muka bumi ini, kira-kira berapa banyak yang sakit hati karena ucapan orang-orang di sekitarnya? Berapa banyak pula manusia yang memutuskan untuk mengakhiri hidup karena kejamnya mulut manusia? "Paman Jie benar. Hari ini, aku telah menerima ilmu pengetahuan ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Ikuti Saja Alurnya!

    Wushh!!! Sebuah titik keperakan melesat secepat kedipan mata. Target sasarannya adalah Li Bing. Kalau orang lain yang dituju, walaupun dia sudah mengetahui serangan tersebut, niscaya ia tidak akan mampu lagi menghindar. Sebab serangan tersebut terlampau cepat. Dengan jarak sedekat itu, sudah tentu tidak ada waktu lagi untuk melakukan perlawanan. Tetapi dalam hal ini, Li Bing adalah pengecualian! Ia menatap datangnya serangan tersebut dengan tajam. Begitu jaraknya sudah dekat, tiba-tiba tubuhnya berputar dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Li Bing mengangkat botol arak dan ditaruh di depan sejajar dengan dadanya. Prakk!!! Botol arak langsung pecah berkeping-keping. Araknya sendiri tumpah membasahi lantai. Dibalik pecahan guci dan arak, terlihat ada sebuah jarum perak sepanjang jari telunjuk. Jarum perak yang sangat kecil. Tapi juga sangat tajam! Kejadian itu berlangsung singkat. Walaupun Li Bing terlihat dengan mudah melakukannya, tetapi ia telah membuang tenaganya cukup banyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • Pendekar Tangan Dewa   Tabib Kehidupan I

    "Tabib Kehidupan," jawab orang tua tak dikenal itu dengan suara dalam. "Tabib Kehidupan?" A San membelalakkan matanya sambil mengulangi lagi ucapan tersebut. "Benar, hanya dia seorang yang mampu menolong nyawa Tuan Muda Li," Li Bing dan A San tersenyum getir. Keduanya jelas tahu siapa itu Tabib Kehidupan. Di Kerajaan Jin, siapa yang tidak tahu atau tidak pernah mendengar nama Tabib Kehidupan? Semua orang pasti tahu dan pasti pernah mendengar namanya. Tabib Kehidupan adalah seorang tabib yang kemampuannya sangat luar biasa. Di Tionggoan, rasanya tidak ada tabib lain yang melebihi kemampuan Tabib Kehidupan. Kalau pun ada, maka hal itu pasti bisa dihitung dengan satu tangan.Menurut informasi yang beredar selama ini, ilmu pertabiban milik Tabib Kehidupan sudah hampir mencapai tahap sempurna. Selama orang itu masih bernafas, walaupun dia terkena racun atau penyakit yang sangat berbahaya sekali pun, maka nyawa orang tersebut pasti bisa diselamatkan. Semua orang di Tionggoan, teruta

  • Pendekar Tangan Dewa   Sekarang Aku Hanya Ingin Minum Arak

    "Di depan sana memang ada warung arak, Tuan Muda," ujar A San memberitahu. "Baiklah, kita ke sana saja," "Baik. Semoga saja di sana ada Dewa Penolong," kata A San penuh harap. "Masa bodoh dengan Dewa Penolong, A San. Aku sudah tidak peduli lagi dengan hal itu. Sekarang aku hanya ingin minum arak," A Saja mengangguk beberapa kali. "Baik. Hari ini kita akan minum arak sampai mabuk," serunya berusaha menahan kepedihan. "Hahaha ..., bagus. Mati pun tidak menjadi soal asal aku bisa minum arak bersamamu," Tanpa disadari, mereka berdua sudah tiba di depan warung arak. A San langsung masuk. Suasana di sana terhitung ramai. Setidaknya ada lima belas orang yang sedang minum arak bersama teman-temannya. "Keluarkan semua arak yang ada di warung ini. Aku ingin minum arak yang paling enak di sini," ucap A San berseru keras. Suaranya mengagetkan semua orang yang ada di dalam. Serempak mereka menoleh. Ketika melihat yang bicara itu ternyata adalah pria yang sedang menggendong pria lain, maka

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuan Muda, Bertahanlah!

    Sesaat berikutnya, tepat ketika arak dalam botol sudah habis, Li Bing langsung pingsan. Bertepatan dengan kejadian tersebut, dua buah bayangan manusia yang mengenakan cadar tiba-tiba muncul. Gerakan mereka sangat cepat. Menandakan bahwa ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai tahap yang tinggi.Kini keduanya sudah berdiri di hadapan Li Bing. Tatapan mata yang satu orang memancarkan dendam membara. Sampai kapan pun, rasanya dendam itu tidak kan pernah bisa dihilangkan. "Di mana barang itu?" tanya uang satu orangnya lagi. "Katanya masih di tubuh si Rase Terbang," "Apakah kau yakin?" "Kenapa tidak kau lihat saja? Bukankah mayatnya ada di depan matamu?" Orang bercadar tersebut tidak bicara lagi. Dia langsung mendekat ke arah mayat si Rase Terbang dan memeriksa tubuhnya. Ternyata benar, Sarung Tangan Setan Hijau itu ada pada tubuh si Rase Terbang Han Guang.Dia menyimpan benda pusaka tersebut dibalik bajunya. Setelah menemukan benda yang dicari dan mendapatkannya, orang bercadar t

  • Pendekar Tangan Dewa   Dewi Bunga Mawar

    "Menurutmu?" orang bertopeng itu balik bertanya. "Aku belum melihat wajahmu, bagaimana mungkin bisa tahu?" "Hemm ..., jadi kau ingin melihat wajahku?" "Tentu saja," jawab Li Bing sambil tersenyum menggoda. "Cihh! Rupanya Tuan Muda Li pandai membujuk juga," Sembari berkata demikian, dia langsung membuka topeng yang menutupinya. Begitu topeng dibuka, seraut wajah yang sangat cantik langsung terlihat dengan jelas. Ia benar-benar wanita! Malah wanita yang sangat cantik jelita. Sepasang bola matanya hitam bening. Seolah-olah bola mata itu memancarkan cahaya ribuan bintang. Alisnya berbentuk golok dan menambah daya tarik yang sulit dilukiskan. Hidungnya mancung. Kedua pipinya lembut dan kemerahan seperti buah tomat. Yang paling menggoda adalah bibirnya. Bibir wanita itu mungil, tapi sangat menggugah selera. Setiap pria yang memandangnya pasti mempunyai hasrat ingin melumat bibir tersebut. Deretan giginya yang putih menambah kecantikan dan kesempurnaannya. Li Bing mendesah perlahan

  • Pendekar Tangan Dewa   Rase Terbang Han Guang

    Tangan kanan Li Bing didorong ke depan dengan posisi terbuka. Segulung tenaga dalam yang amat besar namun tak terlihat oleh mata telanjang langsung menerjang ke arah orang bercadar hitam tersebut. Serangan itu mengarah tepat ke arah dada. Ke titik yang paling rawan! Orang bercadar hitam sangat terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Li Bing ternyata masih mempunyai tenaga yang begitu dahsyat. Dalam waktu yang bersamaan, dengan gerakan cepat, dia sudah melayang mundur ke belakang. Semua benda-benda di sekitarnya ikut terlempar ke segala arah. Sayangnya usaha orang itu sedikit terlambat. Dia masih kalah cepat dengan serangan Li Bing. Meskipun benar dirinya berhasil melayang mundur, namun tetap saja serangan barusan telah mengenai dadanya dengan telak. Begitu kakinya mendarat di lantai, darah segar langsung keluar dari mulutnya. Darah segar itu merembes membasahi cadar yang ia kenakan. "Bagaimana ..., bagaimana kau masih mempunyai tenaga sebesar ini?" tanyanya dengan susah payah

  • Pendekar Tangan Dewa   Racun Selaksa Kalajengking

    Walaupun di dunia persilatan banyak pendekar yang ahli dalam hal penyamaran, tapi menurut Li Bing, orang tua itu tidak sedang menyamar. Dia memang sudah tua dan tidak mengerti apa-apa tentang ilmu silat. 'Apakah aku telah salah lihat?' Li Bing sedikit ragu. Tadi, jelas-jelas dia melihat bahwa orang yang sedang dikejar masuk ke dalam warung makan ini. Ia tidak mungkin salah lihat. Mata Li Bing sangat tajam, ia sudah melatih penglihatannya selama belasan tahun sehingga bisa berada di titik tersebut. Di dunia persilatan, jarang ada orang yang mampu lari dari penglihatannya.Tapi, kenapa kejadian kali ini tidak seperti biasanya?Li Bing tidak mau banyak pikiran lagi. Dia langsung menyantap bakmi yang sudah ada di hadapannya. Masalah orang tadi, biarlah diurus nanti saja. Kalau makanan sudah tersedia di depan mata, maka jangan terlalu lama mengabaikannya. Hal itu adalah salah satu ajaran yang diberikan oleh gurunya. Menurut beliau, itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepad

  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status