Beranda / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Mayat di Tengah Jalan

Share

Mayat di Tengah Jalan

Penulis: Junn_Badranaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 10:12:58

Tanpa banyak tedeng aling-aling, Ular Merah langsung melancarkan sebuah serangan. Serangan yang sederhana. Namun justru sangat mematikan!

Pedangnya menebas dari arah kanan ke kiri. Kecepatan serangan itu sukar untuk dilukiskan. Orang-orang yang ada di sana, tidak ada yang mampu menyaksikannya secara jelas.

Kecuali hanya mereka yang sudah mempunyai kemampuan diatas rata-rata.

Satu detik kemudian, sebuah kepala tiba-tiba jatuh menggelinding. Tubuh orang tersebut baru ambruk setelah beberapa saat kemudian.

"Tuan ..." beberapa orang berseru secara bersamaan.

Rupanya kepala yang menggelinding itu milik Cui Si. Dia tewas sebelum sempat mengeluarkan golok andalan yang selama ini telah mengantarkan namanya ke puncak kejayaan.

Kini, si Golok Panjang Cui Si hanya tinggal namanya saja. Kalau tidak menyaksikan secara langsung, niscaya siapa pun tidak akan ada yang percaya bahwa dia tewas tanpa perlawanan sedikit pun.

"Apakah masih ada yang ingin enasib dengan dirinya?" si Ular Merah melirik ke arah orang-orang Jasa Ekspedisi Elang Putih.

Sembari berkata, dia mendekatkan pedang yang masih berlumuran darah ke mulutnya. Kemudian ia menjilati darah yang masih berceceran pada senjata tersebut.

Setelah menyaksikan kejadian barusan, tentu saja orang-orang itu tidak ada yang berani bertindak bodoh. Memangnya siapa pula yang mau memberikan nyawanya dengan percuma?

"Mana barang itu?" tanya si Ular Hitam sambil membentak.

"I-ini, Tuan," seseorang tiba-tiba berkata sambil memberikan sebuah kotak yang ukurannya cukup besar.

Si Ular Hitam mengambil kotak itu. Ia lalu membuka dan melihat isinya. Setelah dipastikan benar, dia langsung mengajak rekannya pergi.

Keduanya sudah bersiap untuk melangkahkan kaki dari warung arak tersebut. Namun sebelum benar-benar pergi, tiba-tiba si Ular Merah memandang ke arah meja lain.

"Tidak kusangka, ternyata di tempat ini juga ada seorang pendekar muda yang namanya cukup terkenal," ucapnya dengan suara nyaring. Matanya menatap ke arah meja di mana A San dan si pemuda duduk sambil minum arak.

"Bukankah dia adalah Li Bing, Tuan Muda Li yang kabarnya lenyap belasan tahun lalu?" tanya si Ular Hitam sambil melirik ke rekannya.

"Benar. Memang dialah orangnya,"

"Rupanya kalian juga mengenalku. Salam kenal, aku senang bisa bertemu dengan Sepasang Ular Dari Timur," kata Li Bing sambil bangkit berdiri. "Ternyata kabar yang tersiar dalam dunia persilatan bukanlah omong kosong. Kecepatan pedang yang sungguh luar biasa,"

"Tuan Muda Li terlalu memuji," si Ular Merah tersenyum simpul. Namun tidak dapat dipungkiri, dalam senyuman itu terselip rasa angkuh yang sulit disembunyikan.

"Kami harap kau tidak akan ikut campur dalam persoalan ini," kata Ular Hitam menyambung.

"Aku memang tidak menginginkan barang itu, jadi kalian tenang saja. Tapi entah dengan orang lain,"

"Asalkan kau tidak ikut campur, orang lain bukanlah suatu masalah,"

"Baiklah. Semoga kalian bisa berumur panjang,"

"Terimakasih,"

Selesai bercakap-cakap dengan Li Bing, Sepasang Ular Dari Timur segera melanjutkan langkahnya yang terhenti.

Li Bing tidak menghiraukan mereka lagi. Dia kembali minum arak yang masih tersedia di atas meja.

"Tuan Muda, apakah kau tahu apa isi dari kotak tersebut?" tanya A San secara tiba-tiba.

"Entahlah. Tapi aku yakin, isi dari kotak itu adalah suatu barang yang sangat berharga dan mempunyai nilai jual tinggi,"

"Bagaimana Tuan Muda bisa seyakin itu?"

"A San, apakah kau tahu siapa sebenarnya Sepasang Ular Dari Timur?"

A San menggelengkan kepala. Pertanda bahwa dia tidak mengetahui mereka secara mendalam, kecuali ketenaran nama dan kejamnya Sepasang Ular Dari Timur.

Li Bing meminum arak dalam cawannya. Setelah arak masuk ke dalam perut, dia baru melanjutkan bicara.

"Asal kau tahu saja, Sepasang Ular Dari Timur adalah jenis orang-orang yang sangat mementingkan uang. Mereka tidak pernah mau melakukan sesuatu jika tidak menghasilkan uang sama sekali," katanya secara singkat.

"Jadi karena itulah Tuan Muda yakin bahwa barang itu merupakan sesuatu yang sangat berharga?"

Li Bing tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda mengiyakan.

"Kira-kira, barang apa yang ada dalam kotak tersebut?"

"Yang pasti sebuah benda mustika,"

A San dan Li Bing tidak berbicara lagi. Mereka kembali meneruskan minum arak dan menyantap daging segar yang tadi dipesan. Setelah arak dan daging habis, keduanya segera pergi dari warung arak tersebut.

"Tuan Muda, apakah kita akan tetap menuju ke sana?" tanya A San sebelum menjalankan kembali kereta kuda.

"Ya," jawab Li Bing mengangguk. "Aku ingin melihat bagaimana keadaan rumah Keluarga Li sekarang,"

Li Bing sangat penasaran dengan rumahnya yang dulu.

Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah rumah itu masih berdiri kokoh? Ataukah sudah hancur lebur dan menyatu dengan tanah? Bagaimana pula keadaan di sekitarnya?

A San tidak banyak bicara lagi. Dia langsung menjalankan kereta kuda, menuju ke pusat Kota Yu Nan. Tempat di mana rumah Keluarga Li berdiri.

Sepanjang perjalanan, Li Bing tiada hentinya menenggak arak yang sempat dia beli di warung tadi.

Sementara itu, diluar sana salju terus saja turun tanpa henti. Jalanan yang ada semakin dipenuhi oleh salju. Jejak-jejak roda kereta pun terlihat dengan jelas.

Pada saat itu, tiba-tiba kereta berhenti secara mendadak.

"Ada apa, A San?" tanya Li Bing karena dia pun merasa kaget.

"Ada mayat yang tergeletak di tengah jalan, Tuan Muda,"

"Berapa orang?"

"Dua orang,"

Dua orang? Apakah kedua mayat itu adalah Sepasang Ular Dari Timur?

Tanpa bicara lagi, Li Bing langsung turun dari kereta kuda dan berjalan ke depan sana. Ia mendekat ke arah di mana dua mayat itu berada. Ternyata dugaannya benar, yang tergeletak itu adalah Sepasang Ular Dari Timur.

Li Bing berjongkok dan segera memeriksa keduanya. Si Ular Hitam telah mati. Namun si Ular Merah masih bernafas. Walaupun keadaannya saat itu tidak berbeda jauh dengan orang yang sudah mati.

Buru-buru dia memberikan sebutir pil kepadanya.

"Siapa yang telah menyerang kalian?" tanyanya setelah Ular Merah berhasil menelan pil tersebut.

"Seseorang yang memakai cadar hitam," jawabnya dengan susah payah.

"Sebenarnya barang apa yang kalian bawa itu?"

"Se-sebuah sarung tangan,"

Saat itu Li Bing ingin mengajukan pertanyaan yang selanjutnya. Namun sebelum bertanya, si Ular Merah sudah tewas lebih dulu. Rupanya dia tidak sanggup lagi bertahan dari luka-luka yang diderita di seluruh tubuhnya.

Anak muda itu segera bangkit berdiri. Ia mengawasi keadaan di sekeliling. Li Bing juga menatap ke atas sana. Ternyata tanpa dia sadari hari sudah gelap.

Hawa dingin semakin menusuk tulang. Angin malam berhembus secara perlahan layaknya belaian seorang kekasih.

"Sepertinya dunia persilatan akan mengalami badai yang besar," katanya bergumam seorang diri.

"Tuan Muda, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya A San.

"Tetap pada tujuan awal," jawab Li Bing sambil masuk kembali ke dalam kereta.

"Apakah Tuan Muda tidak mau menyelidiki persoalan ini?"

"Sebenarnya sih tidak. Tapi bagaimana lagi, mau tidak mau kita tetap harus melakukannya,"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Tangan Dewa   Serangan Dalam Gelap

    Kereta kuda terus berjalan. Setiap jalan raya yang telah dilewatinya pasti meninggalkan jejak kereta yang cukup dalam. Kegelapan semakin menyelimuti muka bumi. Walaupun belum larut, tapi keadaan di Kota Yu Nan sudah terlihat sepi. Hal itu dikarenakan saat ini sedang musim salju. Pada saat seperti ini, kebanyakan orang lebih memilih diam di dalam rumah daripada keluyuran di luar. Mereka lebih memilih tidur dibalik selimut atau menikmati arak yang hangat daripada harus keluar rumah. Sepanjang perjalanan itu, sedikitnya Li Bing telah menghabiskan dua cawan arak. Namun dia tidak kelihatan sudah mabuk. Wajahnya tetap berseri, matanya juga tetap bersinar terang. "Kita sudah sampai, Tuan," ucap A San sambil menghentikan kereta kuda. Begitu ucapan tersebut didengar, Li Bing segera turun dari kereta. Begitu kakinya menginjak tanah bersalju, matanya langsung dihadapkan dengan sebuah rumah yang besar. Dulu, rumah ini adalah salah satu rumah termewah di Kota Yu Nan. Semua penduduk kota past

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Pendekar Tangan Dewa   Menemui Sahabat Lama

    Baik Li Bing dan A San, keduanya sama-sama terkejut. Sedikit pun mereka tidak menyangka bahwa ketiga orang itu akan tewas secara mendadak. Keduanya saling pandang untuk beberapa saat. Setelah itu Li Bing menggusur ketiga mayat tersebut ke tempat yang lebih terang. Selanjutnya dia langsung memeriksa dengan seksama. "Mereka tewas karena di serang oleh senjata rahasia yang datang secara bersamaan," ucapnya setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan. A San penasaran. Dia pun segera berjongkok dan memeriksanya sendiri. Rupanya di antara leher mereka ada sebuah titik hitam. Bekas luka itu sangat kecil. Jika tidak diperiksa secara teliti, mustahil luka tersebut akan terlihat."Apakah pelakunya lebih dari satu orang?" tanya A San yang kini tampak bingung. "Tidak," jawab Li Bing sambil menggelengkan kepala. "Pelakunya hanya satu, cuma kemampuan dia dalam melemparkan senjata rahasia sudah diatas rata-rata," Li Bing sangat yakin akan dugaannya tersebut. Apalagi dia sudah menyaksikannya den

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

    "Apakah kau benar-benar tidak mengenalnya?" Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. Walaupun dia sudah mencoba untuk mengingat, tapi ia tetap tidak dapat mengenalinya. "Wajah anak muda ini memang mirip seseorang. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu," Saat itu, Li Bing belum memberitahu siapa dirinya. Walaupun ia mendengar ucapan si Tua Jie, tapi pemuda tersebut tetap menutup mulut. Dia hanya tersenyum penuh arti. "Rupanya sekarang kau sudah benar-benar tua," kata A San sambil menghembus nafas panjang. "Dia adalah Tuan Muda Li, Li Bing. Apakah kau ingat?" Mendengar nama Li Bing disebut, seluruh tubuh si Tua Jie tiba-tiba bergetar. Air mata seketika mengembang di kedua pelupuk matanya. Rasa sedih, bahagia, semuanya bercampur menjadi satu. Detik itu juga, dia langsung maju menubruk Li Bing. Si Tua Jie memeluknya dengan sangat erat. "Tuan Muda Li, ah ... akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku tidak menyangka kau masih hidup. Maafkan aku yang sudah tua ini sehingga tidak dapat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Pendekar Tangan Dewa   Racun yang Sangat Berbahaya

    Manusia mana yang bisa melawan takdir? Manusia mungkin bisa mengubah nasibnya, tapi dia tidak akan pernah mampu mengubah takdirnya. Bukankah sejatinya memang seperti itu? Selain menerima semuanya dengan lapang dada, memangnya apalagi yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi takdirnya? Li Bing mengangguk perlahan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menguasai emosinya.Setelah melihat Li Bing kembali tenang, Si Tua Jie kembali berkata, "Terkadang yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang selalu ada dan dekat dengan kita,"Ucapan orang tua itu benar lagi. Di dunia ini, yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Entah itu keluarga, sahabat, teman, atau bahkan pasangan sendiri. Di muka bumi ini, kira-kira berapa banyak yang sakit hati karena ucapan orang-orang di sekitarnya? Berapa banyak pula manusia yang memutuskan untuk mengakhiri hidup karena kejamnya mulut manusia? "Paman Jie benar. Hari ini, aku telah menerima ilmu pengetahuan ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Ikuti Saja Alurnya!

    Wushh!!! Sebuah titik keperakan melesat secepat kedipan mata. Target sasarannya adalah Li Bing. Kalau orang lain yang dituju, walaupun dia sudah mengetahui serangan tersebut, niscaya ia tidak akan mampu lagi menghindar. Sebab serangan tersebut terlampau cepat. Dengan jarak sedekat itu, sudah tentu tidak ada waktu lagi untuk melakukan perlawanan. Tetapi dalam hal ini, Li Bing adalah pengecualian! Ia menatap datangnya serangan tersebut dengan tajam. Begitu jaraknya sudah dekat, tiba-tiba tubuhnya berputar dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Li Bing mengangkat botol arak dan ditaruh di depan sejajar dengan dadanya. Prakk!!! Botol arak langsung pecah berkeping-keping. Araknya sendiri tumpah membasahi lantai. Dibalik pecahan guci dan arak, terlihat ada sebuah jarum perak sepanjang jari telunjuk. Jarum perak yang sangat kecil. Tapi juga sangat tajam! Kejadian itu berlangsung singkat. Walaupun Li Bing terlihat dengan mudah melakukannya, tetapi ia telah membuang tenaganya cukup banyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • Pendekar Tangan Dewa   Dua Biksu Sesat Kewalahan

    "Benarkah? Apa kau begitu yakin akan ucapanmu?" tanya Li Bing masih terlihat santai. "Aku sangat-sangat yakin. Sebab seluruh area Kuil Seribu Budha, saat ini sudah dikepung oleh pasukanku," kayanya dengan nada dingin.Li Bing tergetar. Diam-diam dia merasa kaget. Rupanya biksu sesat itu benar-benar telah merencanakan semua ini dengan sangat sempurna. Bahkan dia sudah mengantisipasi apabila rencana gagal. Hebat. Harus Li Bing akui bahwa orang tua itu mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Namun meskipun demikian, Li Bing tidak memperlihatkan keterkejutannya. Dia masih terlihat tenang dan santai. "Tidak aku sangka, ternyata kau juga memiliki pasukan yang bisa diandalkan," katanya seraya tersenyum. "Itu karena aku tidaklah sesederhana yang kau lihat, bocah keparat!" "Oh, benarkah? Sayangnya, aku tidak peduli akan hal itu," Kemarahan Biksu Bertangan Delapan semakin bergejolak. Semakin dia bicara lebih lama dengan pemuda itu, semakin panas juga hatinya. "Kubunuh kau!" Wushh!!! B

  • Pendekar Tangan Dewa   Jurus Bayangan Kematian Menyelimuti Dunia

    Menghadapi serangan yang bertenaga keras, Li Bing tidak mau bertindak gegabah. Buru-buru ia mundur ke belakang sambil menahan pukulan beruntun yang dilancarkan oleh si Elang Hitam.Plakk!!! Benturan telapak tangan terjadi! Elang Hitam merasa tangannya tergetar. Hawa panas segera menjalar ke seluruh bagian lengannya.'Tenaga sakti yang dia miliki sangat tinggi. Padahal aku sudah mengeluarkan Pukulan Bayangan, tapi ternyata ia masih mampu membalikkan tenaga yang aku berikan,' batinnya sambil menatap Li Bing dengan tajam. Sementara di pihak lain, Li Bing juga merasa telapak tangannya sedikit tergetar. Tapi ia memang sengaja tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Li Bing ingin tahu setinggi apa tenaga musuhnya itu. Setelah terjadinya benturan barusan, Li Bing jadi tahu bahwa kemampuan si Elang Hitam setidaknya masih berada tiga tingkat di bawahnya. 'Kalau aku bertarung langsung melawan Sepasang Elang Hitam Putih dengan kekuatan penuh, mungkin aku bisa membereskannya dalam waktu ti

  • Pendekar Tangan Dewa   Sepasang Elang Hitam Putih

    "Baik, baik. Aku akan menuruti apa yang kau katakan, Biksu To," ujar Li Bing setelah dia terdiam untuk beberapa saat. "Tetapi ada syaratnya," "Syarat apa?" tanya Biksu To dengan cepat. Sekilas wajahnya menggambarkan kegembiraan ketika Li Bing mengatakan akan menuruti ucapannya. Namun ekspresi kegirangan tersebut sirna dalam sekejap pada saat pemuda itu mengajukan sebuah syarat. "Asal kalian bisa bertahan selama lima puluh jurus dari semua seranganku, maka aku akan mengatakan bahwa akulah yang membunuh Biksu Agung Berhati Suci!" katanya dengan suara tegas. Setiap patah kata yang ia ucapkan seolah-olah mengandung daya kekuatan yang mampu menggetarkan hati orang lain. Puluhan orang itu terdiam. Tidak ada satu pun yang berani bicara. Mereka hanya bisa saling pandang satu sama lain. Li Bing juga belum mengambil tindakan apapun. Ia sedang menatap mereka secara bergantian. Tatapan matanya sangat tajam. Setajam pedang pusaka! Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi dingin.

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuduhan

    Sampai dua puluh lima jurus kemudian, semua usaha yang dilakukan oleh Biksu Bertangan Delapan tidak pernah membuahkan hasil sedikit pun. Setiap jurus dan serangan yang dia lancarkan, selalu bisa dihindari oleh Li Bing. Pemuda itu benar-benar seperti hantu. Ia sangat sulit untuk disentuh. Gerakannya juga cepat bagai kilat. Kenyataan ini semakin membuat Biksu To penasaran. Bagaimana mungkin seorang pendekar muda seperti Li Bing mampu menghindari semua jurusnya? Padahal setiap jurus yang dia keluarkan bukan jurus kelas rendah. Semua itu adalah jurus kelas atas yang bahkan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pendekar kelas satu sekali pun. Tetapi nyatanya, di hadapan pemuda yang berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu, semua jurus yang selama ini dia banggakan seolah-olah sudah hilang keampuhan-nya. "Li Bing!" seru Biksu To yang sudah mengganti panggilannya. "Kenapa kau tidak membalas seranganku?" tanyanya geram. ."Aku tidak ingin mencari permusuhan denganmu, Biksu To. Oleh karena itu

  • Pendekar Tangan Dewa   Tewasnya Biksu Agung Berhati Suci

    "Dari percakapan itu. Mereka yang terlibat bukan hanya membicarakan tentang bagaimana cara menjebakmu. Mereka juga membicarakan bagaimana cara membunuhku," "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka telah menyerangku dengan pukulan beracun. Menurut firasatku, aku hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Dan sekarang adalah hari yang terakhir," Semakin lama Li Bing bercakap-cakap dengan Biksu Agung Berhati Suci, maka semakin terkejut dan marah juga dirinya. Licik! Kejam! Tidak manusiawi! Rasanya hanya tiga kata itu saja yang cocok untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi dalang dibalik sandiwara ini! "Biksu Agung, bolehkah aku tahu, kenapa kau bisa terluka?" tanya Li Bing lebih lanjut. Sekarang dia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka dari itu, Li Bing hanya ingin tahu lebih banyak tentang sandiwara yang sedang berlangsung saat ini. "Seseorang telah menyimpan racun yang tidak berbau dan tidak berwana dalam makananku. Tidak berhenti sampai di situ, bahk

  • Pendekar Tangan Dewa   Jebakan

    Biksu To segera tersenyum sambil mengangguk. Ia kemudian berdiri dan mengajak Li Bing menemui Biksu Agung Berhati Suci.Pemuda itu pun segera mengikuti di belakangnya. Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana Biksu Agung Berhati Suci selama ini mengasingkan diri. Rupanya, orang tua itu tinggal di sebuah pondok sederhana, tepat di belakang Kuil Seribu Budha. Keadaan di sana sepi sunyi. Tidak ada seorang murid pun yang melakukan penjagaan. "Selama ini guru beristirahat di sana, Tuan Muda Li," kata Biksu To menjelaskan. "Guru menginginkan suasana yang tenang dan sunyi. Sehingga aku tidak memperbolehkan seorang murid pun yang mendekat ke area ini," "Jadi, ini adalah tempat terlarang?" "Ya, bisa dibilang begitu," Li Bing memperhatikan suasana di sekitarnya. Di sana memang tidak ada bangunan lain lagi, kecuali hanya pondok itu saja. Di kanan kirinya diliputi oleh pepohonan yang berjajar. "Tuan Muda Li, silahkan," katanya memberi isyarat supaya Li Bing segera pergi ke sana. Li Bing m

  • Pendekar Tangan Dewa   Biksu Bertangan Delapan

    Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya Li Bing berhasil membebaskan diri dari kepungan barisan tersebut. Pemuda itu kemudian melesat ke arah pintu utama Kuil Seribu Budha. Begitu kakinya tiba di lantai, pintu mendadak terbuka. Seorang biksu yang usianya sudah enam puluhan tahun menyambut kedatangan Li Bing. Biksu itu mempunyai janggut yang panjangnya sampai menyentuh dada. Tangan kanannya berada di depan dada dengan gaya menyembah. Tangan kirinya memegang tasbih berukuran seibu jari. Sinar mata biksu tua itu terlihat tenang. Tapi sekaligus juga tajam. Pertanda bahwa dia mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. "Maaf, apakah aku sedang berhadapan dengan Biksu Bertangan Delapan, Ketua Kuil Seribu Budha?" tanya Li Bing dengan hormat. "Amithaba ...," biksu tersebut terdengar memuji Sang Budha. "Benar, Tuan Muda. Kalau boleh tahu, siapa Tuan Muda ini?" "Ah, syukurlah. Perkenalkan, namaku Li Bing ...," "Tuan Muda Li dari Kota Yu Nan?" "Benar, Biksu," "Tuan Muda Li yang berju

  • Pendekar Tangan Dewa   Kuil Seribu Budha

    Li Bing tidak berhenti. Dia meneruskan perjalannya. Pemuda itu mulai menaiki bukit yang nantinya akan mengantarkan ia ke Kuil Seribu Budha. Kuil itu memang berdiri di puncak bukit yang berdekatan dengan Gunung Song. Sehingga dari kejauhan pun orang bisa melihat Kuil yang berdiri dengan megah dan kokoh tersebut. Pihak Kuil Seribu Budha sudah membuatkan jalan khusus untuk mereka yang ingin beribadah ataupun berkunjung ke kuilnya. Hal ini tentu mempermudah para wisatawan sehingga perjalanan mereka bisa lebih cepat daripada yang seharusnya. Li Bing berhasil tiba di pintu masuk kuil ketika matahari tenggelam dibalik bukit. Selama perjalanannya itu, tidak ada halangan yang berarti. Tetapi bukan tidak ada gangguan juga. Li Bing tahu bahwa sejak awal dirinya sudah diintai dari beberapa penjuru. Maklum, bukit itu mempunyai banyak pohon-pohon yang tinggi dan rimbun, sehingga untuk melakukan pengintaian bukanlah suatu pekerjaan yang sulit. Beberapa kali pemuda itu memergoki ada seseorang ya

  • Pendekar Tangan Dewa   Kota Zhengzhou

    "Musnahkan semua Keluarga Li!" Sepucuk surat itu hanya berisi tiga kata saja. Tiga kata perintah! Tiga kata yang mewajibkan untuk menghabisi semua Keluarga Li! Walaupun dalam surat itu tidak menjelaskan Keluarga Li yang mana, namun Li Bing tahu, Keluarga Li yang mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, hanya Keluarga Li miliknya saja. Itu artinya, selama dalang dibalik layar ini belum ditemukan atau dibunuh, maka selama itu pula hidupnya tidak akan pernah tenang. Tetapi kalau benar dalang dibalik layar ini adalah orang-orang yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan mendiang ayahnya, apakah dia juga harus tetap membunuhnya? Li Bing tidak tahu. Setiap kali pertanyaan semacam itu muncul dalam benaknya, dia selalu tidak mempunyai jawaban yang pasti. Dia hanya berharap, semoga saja apa yang di khawatirkan-nya selama ini tidak pernah terjadi. Pemuda itu kemudian membuka topeng penyerangnya tadi. Ketika seraut wajah yang asli terlihat, ketika itu pula Li Bing terkejut setengah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status