Beranda / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

Share

Dalang Dibalik Tragedi Berdarah

Penulis: Junn_Badranaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 11:22:44

"Apakah kau benar-benar tidak mengenalnya?"

Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. Walaupun dia sudah mencoba untuk mengingat, tapi ia tetap tidak dapat mengenalinya.

"Wajah anak muda ini memang mirip seseorang. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu,"

Saat itu, Li Bing belum memberitahu siapa dirinya. Walaupun ia mendengar ucapan si Tua Jie, tapi pemuda tersebut tetap menutup mulut. Dia hanya tersenyum penuh arti.

"Rupanya sekarang kau sudah benar-benar tua," kata A San sambil menghembus nafas panjang. "Dia adalah Tuan Muda Li, Li Bing. Apakah kau ingat?"

Mendengar nama Li Bing disebut, seluruh tubuh si Tua Jie tiba-tiba bergetar. Air mata seketika mengembang di kedua pelupuk matanya.

Rasa sedih, bahagia, semuanya bercampur menjadi satu.

Detik itu juga, dia langsung maju menubruk Li Bing. Si Tua Jie memeluknya dengan sangat erat.

"Tuan Muda Li, ah ... akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku tidak menyangka kau masih hidup. Maafkan aku yang sudah tua ini sehingga tidak dapat mengenali majikannya sendiri," Si Tua Jie berkata sambil tidak kuasa menahan tangisannya.

Dia memeluk Li Bing sangat erat layaknya seorang ayah yang baru bertemu dengan anaknya selama belasan tahun.

Li Bing juga memeluk orang tua itu dengan penuh rasa haru. Bagaimanapun juga, perasaannya saat ini sangat sulit untuk digambarkan.

Si Tua Jie adalah salah satu sosok yang berperan penting dalam Keluarga Li. Walaupun dulunya dia hanya menjadi tukang kebun, tapi kesetiannya itu tidak bisa diragukan lagi.

Buktinya, walaupun tidak bertemu setelah belasan tahun, tapi ia masih tetap menghormati Li Bing.

"Paman Jie, aku senang bisa bertemu denganmu," kata Li Bing sambil melepaskan pelukan. "Sejak peristiwa berdarah itu, Keluarga Li yang terhormat sudah tidak ada lagi. Maka dari itu, mulai sekarang kau cukup sebut saja namaku. Jangan pakai sebutan Tuan Muda segala,"

"Tidak bisa, tidak bisa begitu," Si Tua Jie menggelengkan kepala beberapa kali. "Bagaimanapun juga, kau tetap majikanku. Sampai mati, aku akan tetap memanggilmu Tuan Muda Li,"

Orang tua itu bersikeras. Li Bing tidak bisa berkata apa-apa lagi kecuali hanya mengucapkan kata terimakasih.

Si Tua Jie kemudian membawa mereka masuk. Tidak lupa juga dia menyuguhkan arak. "Semoga Tuan Muda Li menyukai arak murahan ini," katanya sambil tertawa.

"Arak tetaplah arak, mau itu murah atau mahal, tetap sama saja. Yang membedakan adalah cara kita menikmatinya. Lagi pula, di cuaca seperti ini, arak yang keras lebih baik daripada arak lembut," jawab Li Bing seraya tertawa pula.

Ketiga orang itu tertawa. Mereka sangat merindukan suasana seperti ini. Si Tua Jie mengajak dua orang tamu istimewanya bersulang. Setelah perjamuan sederhana selesai, Li Bing segera menceritakan tujuan yang sebenarnya.

"Dari informasi yang aku tahu, otak pelaku pembunuhan itu sebenarnya hanya dua orang saja," katanya mulai bercerita. "Sedangkan yang lainnya, mereka hanya para pembunuh yang dibayar dengan harga tinggi,"

"Apakah para pembunuh bayaran itu adalah pendekar-pendekar kelas atas?" tanya Li Bing mulai tertarik dengan cerita tersebut.

"Ya, tentu saja, Tuan Muda. Kalau mereka pendekar kelas bawah, memangnya orang-orang itu akan sanggup membunuh Tuan Besar Li?"

Walaupun usia Li Hoan saat itu sudah tidak muda lagi, tapi kemampuannya belum mengalami banyak penurunan. Apalagi dia masih sering berlatih di halaman belakang.

Maka dari itu, para pendekar kelas bawah mustahil bisa membunuhnya.

Li Bing menganggukkan kepala. Dia cukup mengerti tentang hal ini.

"Lalu, apakah dua orang dalang dibalik layar tersebut ikut turun tangan?"

"Tidak. Setelah melakukan perbuatan keji itu, keduanya langsung hilang tanpa jejak,"

Si Tua Jie menarik nafas dalam. Ketika teringat akan peristiwa tersebut, hatinya selalu sakit. Kemarahannya selalu berkobar.

"Walaupun keberadaan mereka sangat rahasia, tapi kaki tangannya ada di mana-mana. Sepertinya kedua orang itu bukan manusia sembarangan," gumam Li Bing.

Dia sangat yakin dengan ucapannya. Karena beberapa saat yang lalu, Li Bing sudah mengalami kejadian yang hampir merenggut nyawa.

"Oh, apakah Tuan Muda Li sempat menemui rintangan di perjalanan?"

Li Bing mengangguk mengiyakan. Ia lalu menceritakan pengalaman saat berada di kediamannya dahulu.

"Sepertinya mereka sudah tahu bahwa Keluarga Li masih ada yang tersisa. Jadi secara diam-diam, mereka telah mencari informasi terkait keberadaan Tuan Muda,"

"Ya, kemungkinan besar begitu,"

"Ambisi mereka untuk memusnahkan Keluarga Li ternyata masih belum hilang. Entah masalah apa yang membuat keduanya sangat bernafsu,"

"Paman Jie, kalau aku boleh tahu, siapa sebenarnya kedua orang itu?"

"Kalau aku memberitahu Tuan Muda, apakah Tuan Muda akan percaya?" Si Tua Jie menatap Li Bing lekat-lekat. Sepertinya dia tidak sedang bercanda.

"Ya, aku pasti akan percaya ucapanmu, Paman Jie,"

Orang tua itu kemudian melirik ke arah A San. Seolah-olah dia sedang meminta pertimbangan apakah dirinya harus memberitahu semuanya dengan jujur atau tidak.

A San mengerti maksud dari tatapan Si Tua Jie. Maka dari itu dia pun langsung mengangguk.

"Kedua orang itu adalah Zhang Yun dan Li Fei," katanya sepatah demi sepatah.

Mendengar ucapan Si Tua Jie, seketika Li Bing kaget setengah mati. Seolah-olah ada petir yang menyambarnya secara tiba-tiba. Perubahan wajah pemuda itu dapat terlihat dengan sangat jelas.

Seumur hidup, rasanya baru kali ini saja Li Bing merasakan kaget seperti itu.

A San juga mengalami hal serupa. Sehingga untuk beberapa saat, kedua orang itu tidak mampu berkata apa-apa. Mereka hanya bisa saling pandang dalam diam.

Zhang Yun? Li Fei? Benarkah kedua orang itu adalah dalang dibalik layar pembunuhan keluarganya?

Li Bing jelas mengetahui siapa mereka. Apalagi keduanya bukan orang luar. Mereka masih termasuk oreng sendiri dan bahkan merupakan keluarga.

Tapi, mengapa mereka melakukan hal sekeji ini kepada keluarganya sendiri?

Paman Jie, apakah aku tidak salah dengar?" tanya Li Bing memastikan kembali setelah ia tersadar dari lamunan.

"Tidak, Tuan Muda," jawab Si Tua Jie. "Tuan Muda tidak salah dengar,"

"Tapi ... mengapa harus Paman Yun dan Paman Fei yang melakukan perbuatan terkutuk ini? Mengapa bukan orang lain?" emosi Li Bing tidak terkendali. Nada bicaranya sedikit meninggi.

Zhang Yun adalah adik seperguruan Li Hoan. Keduanya berasal dari perguruan sekaligus berguru kepada orang yang sama.

Sedangkan Li Fei, dia tak lain adalah adik kandung ayangnya sendiri. Saudara kandung! Bukan saudara angkat! Apalagi saudara jauh.

Sampai detik ini, Li Bing masih tidak mau mempercayai informasi yang diberikan Si Tua Jie. Kalau tahu sejak awal bahwa dalang dibalik pembunuh tersebut adalah keluarganya sendiri, ia lebih memilih untuk tidak mencari tahu.

Di dunia ini, terkadang memang ada banyak hal-hal yang lebih baik tidak kau ketahui daripada mengetahuinya.

"Semua ini mungkin sudah suratan takdir, Tuan Muda. Mau tidak mau kau harus menerimanya dengan lapang dada,"

Bab terkait

  • Pendekar Tangan Dewa   Racun yang Sangat Berbahaya

    Manusia mana yang bisa melawan takdir? Manusia mungkin bisa mengubah nasibnya, tapi dia tidak akan pernah mampu mengubah takdirnya. Bukankah sejatinya memang seperti itu? Selain menerima semuanya dengan lapang dada, memangnya apalagi yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi takdirnya? Li Bing mengangguk perlahan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menguasai emosinya.Setelah melihat Li Bing kembali tenang, Si Tua Jie kembali berkata, "Terkadang yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang selalu ada dan dekat dengan kita,"Ucapan orang tua itu benar lagi. Di dunia ini, yang paling sering menyakiti adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Entah itu keluarga, sahabat, teman, atau bahkan pasangan sendiri. Di muka bumi ini, kira-kira berapa banyak yang sakit hati karena ucapan orang-orang di sekitarnya? Berapa banyak pula manusia yang memutuskan untuk mengakhiri hidup karena kejamnya mulut manusia? "Paman Jie benar. Hari ini, aku telah menerima ilmu pengetahuan ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Ikuti Saja Alurnya!

    Wushh!!! Sebuah titik keperakan melesat secepat kedipan mata. Target sasarannya adalah Li Bing. Kalau orang lain yang dituju, walaupun dia sudah mengetahui serangan tersebut, niscaya ia tidak akan mampu lagi menghindar. Sebab serangan tersebut terlampau cepat. Dengan jarak sedekat itu, sudah tentu tidak ada waktu lagi untuk melakukan perlawanan. Tetapi dalam hal ini, Li Bing adalah pengecualian! Ia menatap datangnya serangan tersebut dengan tajam. Begitu jaraknya sudah dekat, tiba-tiba tubuhnya berputar dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Li Bing mengangkat botol arak dan ditaruh di depan sejajar dengan dadanya. Prakk!!! Botol arak langsung pecah berkeping-keping. Araknya sendiri tumpah membasahi lantai. Dibalik pecahan guci dan arak, terlihat ada sebuah jarum perak sepanjang jari telunjuk. Jarum perak yang sangat kecil. Tapi juga sangat tajam! Kejadian itu berlangsung singkat. Walaupun Li Bing terlihat dengan mudah melakukannya, tetapi ia telah membuang tenaganya cukup banyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pendekar Tangan Dewa   Racun Selaksa Kalajengking

    Walaupun di dunia persilatan banyak pendekar yang ahli dalam hal penyamaran, tapi menurut Li Bing, orang tua itu tidak sedang menyamar. Dia memang sudah tua dan tidak mengerti apa-apa tentang ilmu silat. 'Apakah aku telah salah lihat?' Li Bing sedikit ragu. Tadi, jelas-jelas dia melihat bahwa orang yang sedang dikejar masuk ke dalam warung makan ini. Ia tidak mungkin salah lihat. Mata Li Bing sangat tajam, ia sudah melatih penglihatannya selama belasan tahun sehingga bisa berada di titik tersebut. Di dunia persilatan, jarang ada orang yang mampu lari dari penglihatannya.Tapi, kenapa kejadian kali ini tidak seperti biasanya?Li Bing tidak mau banyak pikiran lagi. Dia langsung menyantap bakmi yang sudah ada di hadapannya. Masalah orang tadi, biarlah diurus nanti saja. Kalau makanan sudah tersedia di depan mata, maka jangan terlalu lama mengabaikannya. Hal itu adalah salah satu ajaran yang diberikan oleh gurunya. Menurut beliau, itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Pendekar Tangan Dewa   Rase Terbang Han Guang

    Tangan kanan Li Bing didorong ke depan dengan posisi terbuka. Segulung tenaga dalam yang amat besar namun tak terlihat oleh mata telanjang langsung menerjang ke arah orang bercadar hitam tersebut. Serangan itu mengarah tepat ke arah dada. Ke titik yang paling rawan! Orang bercadar hitam sangat terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Li Bing ternyata masih mempunyai tenaga yang begitu dahsyat. Dalam waktu yang bersamaan, dengan gerakan cepat, dia sudah melayang mundur ke belakang. Semua benda-benda di sekitarnya ikut terlempar ke segala arah. Sayangnya usaha orang itu sedikit terlambat. Dia masih kalah cepat dengan serangan Li Bing. Meskipun benar dirinya berhasil melayang mundur, namun tetap saja serangan barusan telah mengenai dadanya dengan telak. Begitu kakinya mendarat di lantai, darah segar langsung keluar dari mulutnya. Darah segar itu merembes membasahi cadar yang ia kenakan. "Bagaimana ..., bagaimana kau masih mempunyai tenaga sebesar ini?" tanyanya dengan susah payah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Pendekar Tangan Dewa   Dewi Bunga Mawar

    "Menurutmu?" orang bertopeng itu balik bertanya. "Aku belum melihat wajahmu, bagaimana mungkin bisa tahu?" "Hemm ..., jadi kau ingin melihat wajahku?" "Tentu saja," jawab Li Bing sambil tersenyum menggoda. "Cihh! Rupanya Tuan Muda Li pandai membujuk juga," Sembari berkata demikian, dia langsung membuka topeng yang menutupinya. Begitu topeng dibuka, seraut wajah yang sangat cantik langsung terlihat dengan jelas. Ia benar-benar wanita! Malah wanita yang sangat cantik jelita. Sepasang bola matanya hitam bening. Seolah-olah bola mata itu memancarkan cahaya ribuan bintang. Alisnya berbentuk golok dan menambah daya tarik yang sulit dilukiskan. Hidungnya mancung. Kedua pipinya lembut dan kemerahan seperti buah tomat. Yang paling menggoda adalah bibirnya. Bibir wanita itu mungil, tapi sangat menggugah selera. Setiap pria yang memandangnya pasti mempunyai hasrat ingin melumat bibir tersebut. Deretan giginya yang putih menambah kecantikan dan kesempurnaannya. Li Bing mendesah perlahan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01

Bab terbaru

  • Pendekar Tangan Dewa   Tabib Kehidupan I

    "Tabib Kehidupan," jawab orang tua tak dikenal itu dengan suara dalam. "Tabib Kehidupan?" A San membelalakkan matanya sambil mengulangi lagi ucapan tersebut. "Benar, hanya dia seorang yang mampu menolong nyawa Tuan Muda Li," Li Bing dan A San tersenyum getir. Keduanya jelas tahu siapa itu Tabib Kehidupan. Di Kerajaan Jin, siapa yang tidak tahu atau tidak pernah mendengar nama Tabib Kehidupan? Semua orang pasti tahu dan pasti pernah mendengar namanya. Tabib Kehidupan adalah seorang tabib yang kemampuannya sangat luar biasa. Di Tionggoan, rasanya tidak ada tabib lain yang melebihi kemampuan Tabib Kehidupan. Kalau pun ada, maka hal itu pasti bisa dihitung dengan satu tangan.Menurut informasi yang beredar selama ini, ilmu pertabiban milik Tabib Kehidupan sudah hampir mencapai tahap sempurna. Selama orang itu masih bernafas, walaupun dia terkena racun atau penyakit yang sangat berbahaya sekali pun, maka nyawa orang tersebut pasti bisa diselamatkan. Semua orang di Tionggoan, teruta

  • Pendekar Tangan Dewa   Sekarang Aku Hanya Ingin Minum Arak

    "Di depan sana memang ada warung arak, Tuan Muda," ujar A San memberitahu. "Baiklah, kita ke sana saja," "Baik. Semoga saja di sana ada Dewa Penolong," kata A San penuh harap. "Masa bodoh dengan Dewa Penolong, A San. Aku sudah tidak peduli lagi dengan hal itu. Sekarang aku hanya ingin minum arak," A Saja mengangguk beberapa kali. "Baik. Hari ini kita akan minum arak sampai mabuk," serunya berusaha menahan kepedihan. "Hahaha ..., bagus. Mati pun tidak menjadi soal asal aku bisa minum arak bersamamu," Tanpa disadari, mereka berdua sudah tiba di depan warung arak. A San langsung masuk. Suasana di sana terhitung ramai. Setidaknya ada lima belas orang yang sedang minum arak bersama teman-temannya. "Keluarkan semua arak yang ada di warung ini. Aku ingin minum arak yang paling enak di sini," ucap A San berseru keras. Suaranya mengagetkan semua orang yang ada di dalam. Serempak mereka menoleh. Ketika melihat yang bicara itu ternyata adalah pria yang sedang menggendong pria lain, maka

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuan Muda, Bertahanlah!

    Sesaat berikutnya, tepat ketika arak dalam botol sudah habis, Li Bing langsung pingsan. Bertepatan dengan kejadian tersebut, dua buah bayangan manusia yang mengenakan cadar tiba-tiba muncul. Gerakan mereka sangat cepat. Menandakan bahwa ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai tahap yang tinggi.Kini keduanya sudah berdiri di hadapan Li Bing. Tatapan mata yang satu orang memancarkan dendam membara. Sampai kapan pun, rasanya dendam itu tidak kan pernah bisa dihilangkan. "Di mana barang itu?" tanya uang satu orangnya lagi. "Katanya masih di tubuh si Rase Terbang," "Apakah kau yakin?" "Kenapa tidak kau lihat saja? Bukankah mayatnya ada di depan matamu?" Orang bercadar tersebut tidak bicara lagi. Dia langsung mendekat ke arah mayat si Rase Terbang dan memeriksa tubuhnya. Ternyata benar, Sarung Tangan Setan Hijau itu ada pada tubuh si Rase Terbang Han Guang.Dia menyimpan benda pusaka tersebut dibalik bajunya. Setelah menemukan benda yang dicari dan mendapatkannya, orang bercadar t

  • Pendekar Tangan Dewa   Dewi Bunga Mawar

    "Menurutmu?" orang bertopeng itu balik bertanya. "Aku belum melihat wajahmu, bagaimana mungkin bisa tahu?" "Hemm ..., jadi kau ingin melihat wajahku?" "Tentu saja," jawab Li Bing sambil tersenyum menggoda. "Cihh! Rupanya Tuan Muda Li pandai membujuk juga," Sembari berkata demikian, dia langsung membuka topeng yang menutupinya. Begitu topeng dibuka, seraut wajah yang sangat cantik langsung terlihat dengan jelas. Ia benar-benar wanita! Malah wanita yang sangat cantik jelita. Sepasang bola matanya hitam bening. Seolah-olah bola mata itu memancarkan cahaya ribuan bintang. Alisnya berbentuk golok dan menambah daya tarik yang sulit dilukiskan. Hidungnya mancung. Kedua pipinya lembut dan kemerahan seperti buah tomat. Yang paling menggoda adalah bibirnya. Bibir wanita itu mungil, tapi sangat menggugah selera. Setiap pria yang memandangnya pasti mempunyai hasrat ingin melumat bibir tersebut. Deretan giginya yang putih menambah kecantikan dan kesempurnaannya. Li Bing mendesah perlahan

  • Pendekar Tangan Dewa   Rase Terbang Han Guang

    Tangan kanan Li Bing didorong ke depan dengan posisi terbuka. Segulung tenaga dalam yang amat besar namun tak terlihat oleh mata telanjang langsung menerjang ke arah orang bercadar hitam tersebut. Serangan itu mengarah tepat ke arah dada. Ke titik yang paling rawan! Orang bercadar hitam sangat terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Li Bing ternyata masih mempunyai tenaga yang begitu dahsyat. Dalam waktu yang bersamaan, dengan gerakan cepat, dia sudah melayang mundur ke belakang. Semua benda-benda di sekitarnya ikut terlempar ke segala arah. Sayangnya usaha orang itu sedikit terlambat. Dia masih kalah cepat dengan serangan Li Bing. Meskipun benar dirinya berhasil melayang mundur, namun tetap saja serangan barusan telah mengenai dadanya dengan telak. Begitu kakinya mendarat di lantai, darah segar langsung keluar dari mulutnya. Darah segar itu merembes membasahi cadar yang ia kenakan. "Bagaimana ..., bagaimana kau masih mempunyai tenaga sebesar ini?" tanyanya dengan susah payah

  • Pendekar Tangan Dewa   Racun Selaksa Kalajengking

    Walaupun di dunia persilatan banyak pendekar yang ahli dalam hal penyamaran, tapi menurut Li Bing, orang tua itu tidak sedang menyamar. Dia memang sudah tua dan tidak mengerti apa-apa tentang ilmu silat. 'Apakah aku telah salah lihat?' Li Bing sedikit ragu. Tadi, jelas-jelas dia melihat bahwa orang yang sedang dikejar masuk ke dalam warung makan ini. Ia tidak mungkin salah lihat. Mata Li Bing sangat tajam, ia sudah melatih penglihatannya selama belasan tahun sehingga bisa berada di titik tersebut. Di dunia persilatan, jarang ada orang yang mampu lari dari penglihatannya.Tapi, kenapa kejadian kali ini tidak seperti biasanya?Li Bing tidak mau banyak pikiran lagi. Dia langsung menyantap bakmi yang sudah ada di hadapannya. Masalah orang tadi, biarlah diurus nanti saja. Kalau makanan sudah tersedia di depan mata, maka jangan terlalu lama mengabaikannya. Hal itu adalah salah satu ajaran yang diberikan oleh gurunya. Menurut beliau, itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepad

  • Pendekar Tangan Dewa   Sebuah Tanggungjawab

    "Tuan Muda Li," kata orang berbaju hijau sambil melangkah ke depan. "Namaku Ji Ko, dan ini adalah rekanku, Su Te," begitu disebut namanya, orang yang bernama Su Te pun langsung maju selangkah. "Karena kau tidak mau menyerahkan barang itu secara sukarela, maka terpaksa kita harus bertarung. Walaupun aku tidak mungkin bisa mengalahkanmu, tapi aku harus tetap melakukannya. Sebab ini adalah tanggungjawabku," kata Ji Ko sungguh-sungguh. Begitu sampai pada kalimat terakhir, ia menaikan suaranya. Mungkin saat itu, Ji Ko sedang menyindir tiga orang di belakangnya. "Bagus, aku sangat menghormati pria yang mau bertanggungjawab," ucap Li Bing. Pria sejati adalah dia yang mau bertanggungjawab. Baik itu karena tugas, maupun karena kewajibannya. "Silahkan dimulai," katanya kepada Ji Ko dan Su Te.Kedua orang yang dimaksud menganggukkan kepala. Satu tarikan nafas kemudian, mereka langsung menerjang ke arah Li Bing. Pertarungan sudah dimulai! Mereka yang tidak ikut dalam pertarungan ini langsu

  • Pendekar Tangan Dewa   Lima Bocah Tua dan si Kembar Kilat

    Tidak lama setelah dia berkata, tiba-tiba dari sisi kanan ada lima orang yang melompat secara bersamaan. Gerakan mereka cukup cepat. Bahkan ketika menginjak salju pun, bekas kaki yang ditinggalkannya tidak terlalu dalam. Hal tersebut menandakan bahwa orang-orang itu merupakan pendekar kelas atas. Li Bing dan A San memandangi mereka berlima. Penampilan orang-orang tersebut cukup aneh sekaligus unik. Masing-masing menggunakan pakaian yang berbeda. Ukuran bajunya pun lebih besar daripada tubuhnya. Wajahnya di penuhi oleh bedak yang tidak merata. Sekilas pandang mereka terlihat seperti anak kecil dengan usia tua. "Rupanya Lima Bocah Tua," kata Li Bing. "Apa kabar Tuan Muda Li? Senang bisa bertemu denganmu," kata salah satu dari mereka menyapa Li Bing. "Kabarku baik, tapi nasibku sial," ia menjawab sambil berkelakar. "Aku pun senang bisa bertemu dengan Lima Bocah Tua. Apalagi kalian datang dengan formasi yang lengkap,"Keduanya bicara seperti sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. N

  • Pendekar Tangan Dewa   Yao Tian, Namaku Yao Tian!

    "Aku tidak kenal siapa kalian berdua," ia tiba-tiba bicara. Suaranya terdengar begitu dingin dan kesepian. Lebih dingin dari salju, lebih sepi dari malam tanpa rembulan. "Kau ..." "Biar aku yang bicara dengannya, A San," kata Li Bing segera mencegah A San supaya tidak bicara lebih jauh. Tiba-tiba Li Bing turun dari kereta kuda. Dia kemudian berjalan menghampiri anak muda yang aneh namun unik tersebut."Mari kita makan, aku tahu kau sedang lapar. kebetulan aku juga belum makan," katanya sambil menepuk pundak. "Aku tidak punya uang," "Itu urusan mudah. Kau tinggal makan saja sepuasnya. Masalah bayaran, serahkan kepadaku," "Aku tidak ingin menerima budi kebaikan seseorang tanpa aku bisa membalasnya. Hal ini sama saja dengan hutang," "Kita bicarakan hal ini nanti. Sekarang, ayo kita masuk," Li Bing menarik tangan pemuda tersebut. Saat itu, dia sudah mengerahkan seluruh tenaga supaya Li Bing tidak bisa menariknya. Siapa sangka, usaha itu sia-sia. Li Bing tetap mampu menariknya, bah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status