Share

Pendekar Semprul
Pendekar Semprul
Author: Bobby deck

Warok Druga

Seorang pemuda dengan pakaian pendekar berwarna hitam sedang menikmati sore hari sambil berjalan kaki dengan menghisap rokok kaung.

Rambutnya yang panjang riap-riapan terhembus angin sore. Kulitnya coklat dengan wajah yang tampan tapi rada aneh karena gayanya yang mirip bocah.

Persis di pinggir sungai yang jernih memang ada jalan setapak yang di samping nya pun terdapat taman dengan bunga berwarna-warni. Sementara di seberang sungai terdapat pepohonan yang menjulang tinggi.

Dengan santai pemuda itu berjalan dan menghisap rokok sambil bernyanyi riang.

Selagi ia asyik bernyanyi. Tiba-tiba di depan nya tampak ular bandotan sawah yang sangat beracun keluar dari semak belukar dan meliuk-liuk menuju sungai.

"Ahaaa...halo teman. Kau mau kemana...?" Anehnya pemuda itu bukannya menjauh tapi malah menghampiri dan gila nya lagi menangkapnya

"happp..."

Tanpa ragu ia pun menangkap ekor ular itu. Jelas saja ular itu berontak dan langsung menggigit tangan pemuda. Tapi pemuda itu malah mengelus-elus kepala ular yang sedang mengigit.

"Oh sayanggg terus..teruss ohh mantap. haha Yah lumayan lah nemu bandotan. Mungkin nanti di depan nemu king cobra. Hehhee..."

Setelah beberapa lama ular itu pun melepaskan gigitan nya. Lalu pemuda itu melepaskan nya dan kembali berjalan riang gembira sambil menghisap rokok kawung.

Setelah melewati sebuah tikungan, kembali pemuda itu melihat semak belukar di pinggir jalan bergoyang. Ia pun tersenyum.

"Nah kali ini mungkin king cobra..hehe..."

Namun ia terkejut karena yang keluar ternyata seorang kakek yang berwajah sangar dan berbulu lebat di sekujur tubuhnya.

"Aihh...kaget aku. Aku pikir ular bandotan..ternyata bandot beneran.." Kelakar sang pemuda

"Heyyy apa katamu?? Coba kau ulangi lagi anak muda??" Si kakek pun tersinggung dan memelototi pemuda itu

"Ohh maaf kek..aku tak sengaja mengatakannya. Habis kakek juga sih yang ngagetin aku.."

"Lancang mulutmu anak muda. Apa kau tak tahu siapa aku hah..!!??" Kakek itu membentak yang membuat pemuda itu kembali terkejut.

"Eh iya eh ngga..eh iyaa eh aduh..kakek ngagetin aku lagi. Tak usah galak-galak lah kek. Aku tak tahu siapa kakek. Tapi kau memang mirip sama bandot..ehh keceplosan lagi dah.."

"Pemuda laknat. Mulut kau memang harus di bungkam. Tapi dengar ini. Aku memang sedang mencarimu anak muda. Bukankah kau yang bernama jaka warangan..?" Tanya sang kakek sambil bertolak pinggang dan mengacungkan telunjuknya ke arah si pemuda.

"Aha...ternyata kakek adalah salah satu penggemarku. Tapi maaf kek. Aku sedang terburu-buru. Maaf aku tak bisa kasih tanda tangan.."

"Bangsat kurang ajar. Kau tak tahu tinggi nya langit dan dalam nya lautan, hah?.."

"Ya mana ku tahu kek. Aku belum pernah ngukur itu semua. Kurang kerjaan amat begituan pake di ukur-ukur.."

mendengar itu kakek pun makin emosi.

"Baik...aku adalah Warok Druga dari hutan alas roban. Aku ingin menuntut balas atas kematian anak buahku. Bersiaplah...hiyaaaa..."

Warok druga langsung menerjang dengan tendangan lurus kedepan. Tapi dengan mudah jaka warangan menghindarinya.

"Eitss...wussss". Tendangan itu lewat persis di depan muka jaka.

Sementara si kakek yang kesal karena tendangan nya luput. Langsung menerjang kembali dengan telapak tangan nya yang membabat ke sekujur tubuh jaka warangan. Namun sekali lagi kakek itu dibuat kaget oleh gerakan jaka yang meliuk-liuk bagai ular menghindari serangan sang kakek.

Dan dikala kakek itu lengah karena tertegun dengan gerakan jaka yang lincah. Maka jaka pun dengan sigap melepaskan tinjunya lurus ke depan dan tepat melesak di dada sang kakek.

"Bugg...akhhh.."

Sang kakek pun melotot kesakitan dan tersurut ke belakang sambil memegangi dada nya.

"Bangsat kau anak muda. Ternyata jurus belut putih mu boleh juga".

"Hehehe. Kau salah kek. Ini jurus ular lanang sapi melilit bumi menampar awan dan meninju langit.."

Kakek itu pun mengerutkan keningnya keheranan.

"Jurus macam apa itu hah..??"

"Ya pokoknya jurus lah. Emang kenapa? Suka-suka ku lah menamakan jurus ku.." Jawab Si pemuda sambil menyunggingkan bibirnya

"Pemuda sinting...baiklah kau boleh bangga dengan jurus mu itu. Tapi sebentar lagi kau akan mampus..happp".

Kakek itu pun tiba-tiba duduk bersila. lalu ia menyilangkan tangan nya dan membaca mantra. Tak lama kemudian telapak kaki jaka warangan secara tiba-tiba telah mendarat di mukanya.

"Buggg..huachhh..." Karuan aja Sang kakek kaget dan terguling di tanah. Lalu mengumpat-ngumpat.

"Pemuda kurang ajar. Kenapa kau tiba-tiba menyerangku...? Aku belum selesai membaca mantra.." Ujar sang kakek sambil.memegangi dadanya yang kesakitan

"Ohh ku pikir tadi kakek sudah kelar. Jadi aku harus menunggumu selesai membaca mantra gitu??..baiklah silakan kek. Maafkan seranganku tadi hehehehe.."

Maka warok druga pun kembali bersila dan membaca mantra. Tak lama tangan nya menghitam dan mengeluarkan asap.

"Widihh ada asep nya.. keren kek. Gimana caranya itu kek bisa berasep gitu..??"

"Dasar kau pemuda gila. Terimalah jurus bara geni ku ini. Hiyaaaa..."

Kakek itu pun berkelebat menyerang jaka dengan telapak tangannya yang menghitam dan berasap. Jaka yang paham bahwa serangan itu mengandung tenaga dalam yang tinggi bertindak cepat meningkatkan jurus ular lanang sapi nya menjadi jurus kobra hijau yang juga memiliki tak hanya kecepatan yang tinggi. Namun juga mengandung racun yang dahsyat.

Lengan jaka tiba-tiba menghijau dan langsung menangkis serangan kakek itu. Maka pertempuran pun semakin sengit. Asap putih berkelebat di sekeliling jaka warangan akibat dari terjangan jurus bara geni sang kakek.

Pukulan sang kakek menimbul kan bara api di tiap benturan. Sementara jaka yang terus menangkis serangan sang kakek mulai merasakan panas di lengan nya akibat benturan-benturan. Namun sang kakek pun juga mulai menyeringai kesakitan akibat racun yang mulai menjalar di urat-urat tangan nya.

Namun mereka terus begelut sengit. Melompat dan menerkam. Berguling lalu menendang. Lalu saling beradu pukulan.

'Bag bug bag bug"

Debu dan angin pun bertebaran karena pertarungan yang sengit itu. Dan tubuh mereka terlihat bagai bayang-bayang saja karena sangking cepatnya gerakan mereka.

Namun dalam satu benturan. Karena Mulai terdesak, terpaksa jaka warangan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menangkis pukulan sang kakek.

"Bugggg..."

Sang kakek pun terpental jauh kebelakang lalu berguling-guling dan akhirnya terjengkang di tanah. Ia mencoba bangkit namun jatuh kembali.

Kini tubuh sang kakek telah diliputi oleh racun dan berwarna kehijauan. Tangkisan-tangkisan jaka warangan ternyata berakibat buruk bagi sang kakek. Ia pun mengerang kesakitan karena racun yang telah menjalar di sekujur tubuhnya. Sang kakek pun tiba-tiba menggelepar dan menggelinjang sesaat.

Namun tak lama kemudian tubuh itu pun melemas dan diam tak bernyawa lagi

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status