"Eh guru, Li. Kenapa aku tidak boleh menggunakan ilmu pedang yang aku miliki?" tanya Zizi menatap Li Haoxi dengan lekat. Saat ini Li Haoxi dan Zizi tengah duduk bersama di pinggir lapangan. Li Haoxi duduk dengan sopan, sedangkan Zizi, meski perempuan cara duduk gadis itu tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Zizi duduk sembari mengangkat kaki kanannya yang diletakkan di kaki kiri. Li Haoxi tidak menegur, pria itu hanya tersenyum kecil sembari menatap kaki Zizi. Merasa ditatap oleh gurunya, Zizi menggaruk kepalanya dengan kikuk. "Eh, ada apa, Guru?" tanya Zizi. "Apa kamu tidak mendengarkan pelajaran hari ini?" tanya Li Haoxi. "Pelajaran?" Zizi bertanya balik. Gadis itu seolah tengah berpikir keras. Sadar akan yang dia lakukan, gadis itu segera menurunkan kakinya. "Hehehe ... maaf, Guru. Sudah kebiasaan nangkring di atas pohon," jawab Zizi menepuk-nepuk kakinya. Li Haoxi mengernyitkan dahinya menengar ucapan Zizi. "Ah lupakan saja, aku sudah terbiasa duduk begitu," kata Zizi meng
"Ahhh ... rasanya senang sekali," ucap Zizi berjalan sembari merentangkan tangannya. Sesekali gadis itu akan memutar-mutar kepalanya untuk mengurangi rasa pegalnya. Latihan dengan guru Li sangat menyenangkan, meski Zizi harus sekuat tenaga melawan Guru Li, setidaknya Guru Li lawan yang imbang dan tidak benar-benar melukainya. "Eh ... di mana teman-temanku?" Zizi menatap ke sekelilingnya yang tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda satu orang pun di sana. Zizi berlari untuk menuju ke aula mencari teman-temannya. Senyum masih mengembang di wajah gadis itu. Terlihat sekali kalau Zizi tengah bahagia. "Ekheem ...." Suara orang berdehem sedikit kencang terdengar di telinga Zizi saat Zizi melewati ruang hukuman. Ruangan yang pernah ia masuki dan membuat punggungnya sakit bukan main. Tetapi Zizi harus berlagak seperti seorang pendekar yang tidak merasakan sakit. Padahal aslinya Zizi juga ingin menangis. "Ekheem ... ekheemm ...." Suara orang berdehem-dehem saling bersahutan. Zizi menolehkan kep
"Eh eh eh ... ikut!" pekik Zizi ikut masuk ke ruang baca. Gadis itu menatap Lan Feiyu yang tampak memilih-milih buku. Zizi menutup ruang baca dan menguncinya dari dalam agar tidak ada yang masuk mengikutinya. Gadis itu bersandar di pintu, Zizi masih mencerna apa yang dikatakan Lan Feiyu. Lan Feiyu mengatakan dirinya dan Li Haoxi berlatih tidak wajar. "Eh guru, aku dan guru Li berlatih tidak wajar bagaimana maksudnya?" tanya Zizi masih berpikir keras. Gadis itu masih bersandar di pintu, jari jemarinya mengetuk-ketuk dagunya dan matanya yang menatap ke bawah. "Perasaan aku berlatih biasa saja," tambah Zizi. "Eh guru, apa guru punya cara lain untuk mengajari murid yang berbeda dengan guru Li sampai guru mengatakan kami latihan tidak wajar?" Zizi terus mengoceh seorang diri. Lan Feiyu benar-benar tidak menanggapi Zizi, pria itu sibuk mencari buku yang ingin ia baca. "Guru, katakan sesuatu padaku!" pekik Zizi menatap frustasi ke arah Lan Feiyu yang masih bungkam. Lan Feiyu menatap Zi
Bagi Lan Feiyu, orang paling konyol yang pernah ia temui adalah Yan Zai Ziliu. Jalan pikiran orang normal dengan orang tidak normal sangatlah berbeda jauh. Bagi Lan Feiyu, Zizi adalah orang tidak normal. Lan Feiyu dan Li Haoxi sama-sama seorang laki-laki, bagaimana mungkin Lan feiyu cemburu karena alasan Li Haoxi dekat dengan Zizi? Yang ada Lan Feiyu cemburu karena Zizi dekat dengan Li Haoxi. "Eh guru, apa guru percaya kalau ada cinta pada pandangan pertama?" Bahkan saat ini Zizi seolah merasa tidak berdosa sama sekali. Zizi juga merasa apa yang diucapkan benar adanya bahwa Lan Feiyu ingin berlatih pedang pada guru Li. Saat ini Zizi tengah membaca buku sembari tidur di lantai dengan tengkurap. Mulut Lan Feiyu seolah sudah berbusa karena menegur Zizi. Ditegur satu kali, Zizi pun duduk dengan baik dan tegak, tetapi baru lima menit Zizi sudah tengkurap lagi. Ditegur dua kali, Zizi kembali duduk dengan tegak, tetapi tidak bertahan lama Zizi malah membaca sembari telentang. Hal itu jelas
"Akhhh perutku sakit." "Aduh capeknya." "Aduh kakiku ...." "Ah Zizi sialan." Umpatan-umpatan dan keluhan-keluhan terdengar dari bibir Ji Lian saat pria itu dihukum lari di lapangan sebanyak seratus putaran karena sudah menyembunyikan buku cinta di ruang baca. Hari ini bagai kutukan untuk Ji Lian yang tidak terduga. Selama berbulan-bulan ia berhasil menyembunyikan buku cintanya di ruang baca tanpa ketahuan, dan sekarang gara-gara ulah Zizi, ia ketahuan oleh guru Lan. Ji Lian menyembunyikan buku cinta di ruang baca karena ia yakin di sana sangat aman. Kalau ia meletakkan di kamar, saat ada penggeledahan mendadak, ia bisa dihukum. Di Mata Air peraturannya sangat ketat, bisa sewaktu-waktu ada pengawas untuk menggeledah satu persatu kamar murid untuk menghindari penyusupan. Yang ditakutkan lagi kalau ada murid yang dikirim sebagai mata-mata. Pada akhirnya apapun yang disembunyikan dengan rapi tetap saja akan ketahuan kebenarannya. Hari ini tidak pernah terpikirkan oleh Ji Lian kalau
Seorang pria dengan cekatan menyabetkan pedangnya ke udara. Pria itu terlihat sangat lihai memainkan pedangnya, sesekali pria yang tengah menutup matanya dengan kain hitam itu melemparkan pedangnya ke udara. Meski matanya dalam keadaan tertutup, insting pria itu sangat kuat. Bagaimana pun juga Yan Liqin adalah keturunan Klan Yan yang memiliki ilmu sabre terhebat. Yan Liqin yang dikabarkan sudah mati, nyatanya dia masih hidup dan kini tengah mempelajari banyak ilmu bela diri dan sihir. Yan Liqin memasukkan pedangnya ke tempatnya. Pria itu menarik kain putih yang terikat di kepalanya. Dua bola mata indah dan bulu mata yang sangat lentik terlihat sangat indah tatkala Yan Liqin membuka tutup matanya. Yan Liqin, pria berparas tampan yang kehebatannya tidak perlu diragukan. Dulu Yan Liqin selalu hidup bersembunyi dari kejaran Klan-klan lain, tetapi sekarang pria itu tidak takut lagi menampakkan dirinya. Bahkan tujuan Yan Liqin adalah mengatakan pada dunia kalau dia masih hidup. "Selamat
Siang ini seluruh ketua Klan besar berkumpul di Istana Klan Ji yang ada di Kota Anggrek. Kota yang penuh bunga anggrek itu terkenal dengan keindahan pemandangan alamnya. Banyak merpati yang berterbangan membuat suasana di sana terasa lebih ramai dari Klan lain. Kota dengan minim penduduk itu sangat damai dan terjaga. Setiap bulannya seluruh Klan rutin melakukan rapat untuk membicarakan perdamaian dan menumpas kejahatan. Lan Feiyu, Li Haoxi, Aixing turut hadir dan duduk di tempat yang sudah disediakan. Sang tuan rumah Ji Jinhan tengah berbicara di depan sana. "Seperti yang kita ketahui kalau empat Klan besar tidak pernah bersekutu dalam bentuk apa pun. Klan Lan, Klan Li, Klan Wei, dan Klan Xuan, tidak pernah terlibat dalam keributan apapun. Klan Yan pun sudah lama tidak terendus keberadaannya. Aku harap semua tetap pada pendiriannya untuk tidak membuat keributan. Demi perdamaian antara kita," ujar Ji Jinhan. "Tapi Klan Yu sudah lama membelot dan membuat keributan besar dengan mencar
"Tiga orang itu sudah berkhianat pada kalian semua. Lan Feiyu, Li Haoxi dan satu murid kurangajar itu, mereka sudah menyembunyikan anak dari Yan Ambira. Aku melihat jelas dengan mata kepalaku sendiri," ucap Yu Yulong menunjuk Lan Feiyu, Li Haoxi dan Aixing. "Tuan Lan, apa benar yang dikatakan Yu Yulong?" tanya Wei Long. "Tentu saja benar. Aku melihat dengan jelas wajah Yan Ambira dalam gadis itu." "Bukankah anak dari Klan Lan adalah laki-laki yang bernama Yan Liqin? Kabar yang aku dengar, dia mati di tangan Lan Feiyu." Lan Feiyu menatap tajam Ji Jinhan saat namanya turut disebut. Lan Feiyu mengepalkan tangannya dengan erat. Andai ia berada di wilayahnya sendiri, dia tidak akan segan melemparkan pedangnya pada Yu Yulong. Tetapi kini ia berada di wilayah Klan Ji. "Kabar kematian Yan Liqin simpang siur, tetapi banyak yang pernah melihatnya dengan tidak sengaja. meski begitu sampai saat ini belum ada yang tahu keberadaan Yan Liqin," celetuk Xuan Ni yang ikut bersuara. "Kabar kematia