"Tiga orang itu sudah berkhianat pada kalian semua. Lan Feiyu, Li Haoxi dan satu murid kurangajar itu, mereka sudah menyembunyikan anak dari Yan Ambira. Aku melihat jelas dengan mata kepalaku sendiri," ucap Yu Yulong menunjuk Lan Feiyu, Li Haoxi dan Aixing. "Tuan Lan, apa benar yang dikatakan Yu Yulong?" tanya Wei Long. "Tentu saja benar. Aku melihat dengan jelas wajah Yan Ambira dalam gadis itu." "Bukankah anak dari Klan Lan adalah laki-laki yang bernama Yan Liqin? Kabar yang aku dengar, dia mati di tangan Lan Feiyu." Lan Feiyu menatap tajam Ji Jinhan saat namanya turut disebut. Lan Feiyu mengepalkan tangannya dengan erat. Andai ia berada di wilayahnya sendiri, dia tidak akan segan melemparkan pedangnya pada Yu Yulong. Tetapi kini ia berada di wilayah Klan Ji. "Kabar kematian Yan Liqin simpang siur, tetapi banyak yang pernah melihatnya dengan tidak sengaja. meski begitu sampai saat ini belum ada yang tahu keberadaan Yan Liqin," celetuk Xuan Ni yang ikut bersuara. "Kabar kematia
Di dalam ruangan, pertumpahan darah benar-benar terjadi. Prajurit dari Yu Yulong berubah menjadi monster yang tidak bisa dikendalikan. Mata prajurti Yu Yulong berubah semerah darah, para prajurit itu seolah kehilangan kesadaran dirinya dan menyerang tanpa ampun. Prajurit dari Ji Jinhan sudah banyak yang tumbang. Sedangkan ketua sekte berusaha melawan habis prajurit Yu Yulong. "Tuan Li, mereka kehilangan kesadaran diri mereka," ucap Ji Jinhan pada Li Haoxi. Li Haoxi menganggukkan kepalanya dan masih menyerang prajurit Yu Yulong yang menyerangnya. Li Haoxi sudah menusuk perut para prajurit itu, darah segar keluar dan meleber kemana-mana, tetapi prajurit itu masih bisa berdiri tegak untuk menyerang. Li Haoxi juga merasa ada yang tidak beres dengan para prajurit itu. "Tuan Li, bagaima ini? Bisa-bisa tempat ini hancur karena ulah mereka," teriak Ji Jinhan yang sudah panik. Ia susah payah untuk membangun istana-nya, ia tidak rela bila dihancurkan oleh Klan Yu begitu saja. "Mereka makin
"Sialan, bedebah itu membuatku malu di hadapan banyak orang," teriak Yu Yulong menendang guci dengan kenvang membuat guci itu hancur seketika. Yu Yulong marah bukan main, sejak datang pria itu terus mengamuk. Benar kalau ia menargetkan Lan Feiyu, sejak dulu Yu Yulong sangat membenci Lan Feiyu. Bocah ingusan yang menjadi ketua kultivator. Berjam-jam ia bertarung dan karena Aixing, ia gagal menumbangkan Lan Feiyu. "Bocah sialan," umpat Yu Yulong lagi. "Haiyah ... siapa sebenarnya yang payah." Suara penuh ejekan itu terdengar membuat Yu Yulong melirik ke arah kanan. Di mana ada seorang pria tengah menyesap gulungan tembakau seraya duduk sambil mengangkat sebelah kakinya. Pria itu menatap Yu Yulong penuh ejekan. "Diamlah!" titah Yu Yulong menatap Xing Lang dengan sinis. "Hahah ... kalau bukan aku yang menolongmu, saat ini kamu akan mati di tangan Lan Feiyu," ujar Xing Lang. Yu Yulong terdiam, benar apa yang dikatakan Xing Lang. Andai tadi Xing Lang tidak datang, mungkin saat ini Yu
Zizi tengah menyangka kepalanya dengan kedua tangannya yang ia letakkan di dagu. Gadis itu tengah duduk di batu besar yang ada di samping pintu utama Mata Air. Tiga hari sudah ia tidak bertemu dengan Lan Feiyu, gadis itu merasa kesepian karena tidak ada yang dia usili. Zizi memang baru kenal dengan Lan Feiyu beberapa hari saja, tetapi melihat Lan Feiyu marah, melihat tatapan tajam Lan Feiyu dan melihat pria itu yang kesal padanya membuat Zizi senang. Tatapan marah Lan Feiyu adalah candu untuk Zizi. Maka itu Zizi sering mencari gara-gara dengan Lan Feiyu. Tetapi sudah tiga hari ini Lan Feiyu pergi tanpa memberitahu dirinya apa-apa. "Yizi, menurutmu kemana Aixing?" tanya Zizi. Sebenarnya yang dicari Zizi adalah Lan Feiyu, tetapi yan ia tanyakan adalah Aixing agar temannya tidak curiga. Saat ini Xuan Yi, Ji Lian dan Wei Yizi menemani Zizi yang tengah duduk di batu. Hari sudah menjelang malam, tetapi mereka tidak kunjung kembali ke kamar. "Kenapa sejak kemarin kamu bertanya Aixing? Jang
Bukan Zizi namanya kalau tidak mempunyai ide yang aneh. Kata Yizi, saat malam hari tidak diperbolehkan masak di dapur, jadi cara satu-satunya yang dimiliki Zizi adalah masak di kamarnya. Zizi menata tungku kecil di sudut ruangan dan memasukkan kayu-kayu kecil di sana. Untuk menghidupkan api tidaklah sulit bagi Zizi, cukup menjentikkan jarinya, api sudah membakar kayu-kayu kecil di tungku. Zizi berdiri, gadis itu tersenyum menata seluruh kamarnya yang bagian jendela sengaja ia buka lebar. Zizi membuka telapak tangannya dan melempar cahaya putih ke seluruh kamarnya. Zizi membentengi kamarnya agar harum masakannya tidak tercium ke luar. Kalau aroma masakannya sampai tercium di luar, Zizi yakin seratus persen ia akan dihukum untuk ke sekian kali. Setelah memastikan aman, Zizi meraih beras dan mencucinya. Zizi tidak bisa masak, gadis itu hanya makan seadanya. Menangkap ikan dan membakarnya dengan menaburkan cabe halus, menangkap ayam hutan dan membakarnya dengan cabe atau pun mencari buah
"Zizi, asapnya tidak bisa keluar dari kamarmu," ucap Lan Feiyu masih mengibas-kibaskan tangannya ke udara. "Aku memang berniat menyimpannya sampai besok pagi. Kalau besok Yizi sudah masak, aku lepas segelnya. Kalau lepas sekarang bisa ketahuan pengawas. Tadi saja saat aku menunggu guru di depan pintu utama, aku hampir dimakan pengawas," oceh Zizi. Lan Feiyu tercengang mendengar kalimat Zizi yang terakhir.Sadar akan apa yang diucapkan, Zizi segera menggelengkan kepalanya. "Maksudku saat aku berjalan-jalan di sana," ralat Zizi. Gadis itu ingin pergi, tetapi tangan kanannya dicekal oleh Lan Feiyu membuat Zizi terkesiap. Gadis itu menatap tangan besar Lan Feiyu memegang tangannya. "Apa yang kamu katakan benar?" tanya Lan Feiyu. "A ... apa? Aku benar sedang jalan-jalan," jawab Zizi sedikit tergagap. "Tadi saja saat aku menunghu guru di depan pintu utama, aku hampri dimakan pengawas. Apa itu benar?" tanya Lan Feiyu menirukan ucapan Zizi. Zizi tersenyum canggung, gadis itu menggelengkan
"Zizi, bagaimana kalau kamu menceritakan kehidupanmu sebelumnya padaku?" tanya Lan Feiyu menatap gadis di hadapannya yang tampak sibuk merajut kain. Setelah memakan bubur cabe atau lebih tepatnya bubur racun, Lan Feiyu masih berada di kamar Zizi. Pria itu enggan untuk pergi. Lan Feiyu duduk tegap di hadapan Zizi yang saat ini merajut kain sembari duduk dengan menekuk satu sikunya. Sesekali gadis itu akan memotong benang dengan giginya. Sudah tidak terhitung berapa kali Lan Feiyu menegur Zizi, tetapi gadis itu sama sekali tidak peduli. Malam ini sudah beberapa kali Zizi melanggar peraturan Mata Air. Persetan dengan peraturan, toh tidak ada yang tahu. Kalau pun Lan Feiyu ingin menghukumnya, Lan Feiyu tidak akan keberatan. "Zi," panggil Lan Feiyu. Zizi mendongakkan kepalanya menatap Lan Feiyu. "Kenapa guru sangat penasaran dengan kehidupan ku sebelumnya?" tanya Zizi menatap lekat ke arah gurunya. "Tidak apa. Aku menemukanmu di danau kupu-kupu, aku pikir kamu pasti menyenangkan hidup
Zimai berdiri di belakang padepokan dengan mata yang menatap awas ke arah pepohonan. Gadis itu mendengar suara gaduh di balik padepokan Mata Air. Zimai menarik pedangnya bersiaga. Suara gaduh itu semakin terdengar kencang. Zimai berjalan lebih dekat ke arah pepohonan yang menjulang tinggi di balik padepokan. Pohon itu berada di wilayah yang berbeda Mata Air. Apapun yang berada di luar Mata Air tidak akan bisa masuk ke Mata Air, tetapi sebuah pedang masih bisa melesat ke luar sana. Zimai melempar pedangnya ke pepohonan itu. Suara burung unta terdengar sangat nyaring tatkala pohon yang dituju Zimai terkoyok karena pedang gadis itu. Burung unta itu terbang menjauhi pohon diiringi burung-burung kecil yang mengikutinya. "Burung unta milik siapa itu?" tanya Zimai seorang diri. Gadis itu menarik pedangnya dari kejauhan hingga kembali ke tangannya. "Akhhh!" Tubuh Zimai mundur beberapa langkah saat pedang itu kembali ke tangannya. Zimai memegang tangannya dengan erat, pedang Zizmaibergetar