"Zizi, asapnya tidak bisa keluar dari kamarmu," ucap Lan Feiyu masih mengibas-kibaskan tangannya ke udara. "Aku memang berniat menyimpannya sampai besok pagi. Kalau besok Yizi sudah masak, aku lepas segelnya. Kalau lepas sekarang bisa ketahuan pengawas. Tadi saja saat aku menunggu guru di depan pintu utama, aku hampir dimakan pengawas," oceh Zizi. Lan Feiyu tercengang mendengar kalimat Zizi yang terakhir.Sadar akan apa yang diucapkan, Zizi segera menggelengkan kepalanya. "Maksudku saat aku berjalan-jalan di sana," ralat Zizi. Gadis itu ingin pergi, tetapi tangan kanannya dicekal oleh Lan Feiyu membuat Zizi terkesiap. Gadis itu menatap tangan besar Lan Feiyu memegang tangannya. "Apa yang kamu katakan benar?" tanya Lan Feiyu. "A ... apa? Aku benar sedang jalan-jalan," jawab Zizi sedikit tergagap. "Tadi saja saat aku menunghu guru di depan pintu utama, aku hampri dimakan pengawas. Apa itu benar?" tanya Lan Feiyu menirukan ucapan Zizi. Zizi tersenyum canggung, gadis itu menggelengkan
"Zizi, bagaimana kalau kamu menceritakan kehidupanmu sebelumnya padaku?" tanya Lan Feiyu menatap gadis di hadapannya yang tampak sibuk merajut kain. Setelah memakan bubur cabe atau lebih tepatnya bubur racun, Lan Feiyu masih berada di kamar Zizi. Pria itu enggan untuk pergi. Lan Feiyu duduk tegap di hadapan Zizi yang saat ini merajut kain sembari duduk dengan menekuk satu sikunya. Sesekali gadis itu akan memotong benang dengan giginya. Sudah tidak terhitung berapa kali Lan Feiyu menegur Zizi, tetapi gadis itu sama sekali tidak peduli. Malam ini sudah beberapa kali Zizi melanggar peraturan Mata Air. Persetan dengan peraturan, toh tidak ada yang tahu. Kalau pun Lan Feiyu ingin menghukumnya, Lan Feiyu tidak akan keberatan. "Zi," panggil Lan Feiyu. Zizi mendongakkan kepalanya menatap Lan Feiyu. "Kenapa guru sangat penasaran dengan kehidupan ku sebelumnya?" tanya Zizi menatap lekat ke arah gurunya. "Tidak apa. Aku menemukanmu di danau kupu-kupu, aku pikir kamu pasti menyenangkan hidup
Zimai berdiri di belakang padepokan dengan mata yang menatap awas ke arah pepohonan. Gadis itu mendengar suara gaduh di balik padepokan Mata Air. Zimai menarik pedangnya bersiaga. Suara gaduh itu semakin terdengar kencang. Zimai berjalan lebih dekat ke arah pepohonan yang menjulang tinggi di balik padepokan. Pohon itu berada di wilayah yang berbeda Mata Air. Apapun yang berada di luar Mata Air tidak akan bisa masuk ke Mata Air, tetapi sebuah pedang masih bisa melesat ke luar sana. Zimai melempar pedangnya ke pepohonan itu. Suara burung unta terdengar sangat nyaring tatkala pohon yang dituju Zimai terkoyok karena pedang gadis itu. Burung unta itu terbang menjauhi pohon diiringi burung-burung kecil yang mengikutinya. "Burung unta milik siapa itu?" tanya Zimai seorang diri. Gadis itu menarik pedangnya dari kejauhan hingga kembali ke tangannya. "Akhhh!" Tubuh Zimai mundur beberapa langkah saat pedang itu kembali ke tangannya. Zimai memegang tangannya dengan erat, pedang Zizmaibergetar
"Kalau bukan di hutan apel, lalu di mana guru Lan mendapatkan apel itu?" tanya Zizi. Zizi sangat penasaran dengan apel yang dibawa Lan Feiyu. Terbesit di pikiran Zizi, apakah Lan Feiyu memperoleh apel dengan susah payah demi dirinya?. Lan Feiyiu menundukkan kepalanya menatap kakinya sendiri, pria itu tersenyum akan kebodohannya saat mendapatkan apel tersebut. Flashback ....Malam yang semakin larut membuat hawa dingin semakin menusuk kulit. Lan Feiyu, Li Haoxi dan Aixing hampir sampai di kawasan danau kupu-kupu. Tinggal menyusuri hutan apel dan mereka akan sampai di danau lalu ke Mata Air. Tiba-tiba Lan Feiyu menghentikan kudanya saat berada di pinggir hutan apel. Lan Feiyu melihat apel yang sangat merah dan terlihat matang. "Guru, ada apa?" tanya Aixing yang khawatir pada gurunya. "Tidak apa-apa, kalian berjalan lah terlebih dahulu," jawab Lan Feiyu. "Apa yang akan guru lakukan?" "Tidak ada. Aku hanya ingin melihat-lihat saja," jawab Lan Feiyu. Li Haoxi dan Aixing menatap Lan
Zizi menatap tanah di belakang Mata Air dengan seksama. Semalam Zizi merasa ada seseorang yang memanggilnya, pun dengan suara gaduh. Zizi berjongkok, memegang tanah itu dengan pelan. "Zizi, ada apa?" tanya Yizi yang datang menghampiri Zizi. "Eitss bau darah," kata Yizi menutup hidungnya. Zizi terdiam, memang ada bau darah di sana. Pandangan Zizi mengarah pada pepohonan yang menjulan tinggi di balik Mata Air."Yizi, ayo kita pergi!" ajak Zizi menarik tangan Yizi untuk pergi dari sana. Saat membalikkan tubuh, mereka mendapati Aixing yang tengah menatap mereka."Kalian dari mana?" tanya Aixing. "Kami hanya melihat-lihat, ada bau darah di-""Tidak ada apa-apa, ayo kita pergi!" Zizi menarik paksa tangan Yizi untuk pergi dari sana. Yizi pun mengikuti langkah Zizi meski dengan langkah yang terseok-seok. Zizi tidak ingin Yizi ikut campur dalam masalah apapun. Kendati demikian, Zizi bisa merasakan kehadiran seseorang yang ada di balik Mata Air. Aura sihir hitam sangat melekat kuat. Aixing
Aixing, Lan Feiyu, Li Haoxi, Zai Ziliu dan Li Ren menatap Zimai dengan lekat. Saat ini Zimai tidur di ranjang. Gadis itu tidak sadarkan diri setelah ilmu sihir itu tidak lagi mengendalikan tubuhnya. Zizi mendekati Zimai tangan gadis itu menekan leher Zimai. Masih bernyawa, tetapi wajah Zimai sangat pucat. Otot-otot zimai yang tadi keluar kini sudah kembali, hanya saja jejak-jejak hitam di leher Zimai masih terlihat jelas. "Bagaimana bisa ilmu sihir masuk ke Mata Air? Aku sudah menyegelnya sampai ke halaman belakang," ucap Li Haoxi. "Kecuali kalau Zimai yang membuat ulah terlebih dahulu," ucap Zizi membuat semua guru menatap ke arahnya. "Segel dari guru Li memang sangat kuat tidak bisa ditembus dari luar. Tetapi kalau dari dalam yang keluar tetap bisa, kan guru Li?" ujar Zizi sekaligus bertanya. Li Haoxi menganggukkan kepalanya. "Aku menebak kalau Zimai membuat ulah terlebih dahulu dengan melempar pedang, dan ilmu sihir itu datang dengan perantara pedang Zimai," jelas Zizi. "Egghh
Yan Liqin berjalan bersama Xiaowen menyusuri jalanan pinggir hutan, pria itu membawa pedangnya sembari menatap ke kanan dan ke kiri. Sepanjang perjalanan, gadis-gadis pemetik buah di pinggir hutan menatapnya penuh kagum. Selama ini belum pernah mereka melihat seorang pria dengan wajah yang sangat tampan. Kali pertamanya Yan Liqin membuka topengnya, semua orang mengagumi parasnya yang sangat tampan. Kulit seputih susu, hidung mancung, dan lesung pipi. terlebih mata Yan Liqin yang sangat indah dengan bulu mata lentik layaknya seorang perempuan. Daya tarik laki-laki itu tetap sama seperti dulu. Xiaowen hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat Yan Liqin yang tebar pesona, sejak keluar dari Lianhua, Yan Liqin terus tebar pesona. Layaknya seorang anak kecil yang tengah membanggakan dirinya dan seolah mengatakan 'akulah yang paling tampan.Xiaowen juga tahu kalau Yan Liqin sangat tampan, andai ia perempuan, ia pasti menyukai Xiaowen. Tetapi sayang ia terlahir laki-laki. "Yan Liqi
Suara pedang saling bersahutan dan berdentingan beradu saling bersahutan di ruang latihan. Zai Ziliu, seorang gadis yang paling muda di antara murid yang lainnya kini berlatih pedang dengaan tiga guru sekaligus. Zizi melawan Lan Feiyu, Aixing dan Li Haoxi dengan satu pedangnya. Gadis itu menyerang dan menahan balik serangan dari guru-gurunya. Li Haoxi menyabetkan pedang ke lengan gadis itu, pun dengan Lan Feiyu yang ingin menusukkan pedang pada Zizi. Zizi menggunakan pedangnya menepis dua pedang sekaligus. Aixing yang menyerang dari belakang pun tidak luput dari tendangan Zizi. Gadis itu berputar di udara dan menendang dada Aixing kencang. Aixing tidak berhenti di situ, pria itu mengeluarkan burusnya. Tujuh anak panah Aixing tarik ke arah Zizi. Lan Feiyu dan Li Haoxi terdiam. "Aixing, jangan keterlaluan!" tegur Lan Feiyu. Namun kekhawatiran Lan Feiyu tidak terjadi saat dengan mudahnya Zizi menangkis tujuh anak panah yang menyerangnya. Zizi terbang ke udara bersama Aixing, Aixing me