"Kutukan yang kamu katakan bisa membuat Lan Feiyu menderita suatu saat nanti," ucap Poetry, Permaisuri Sang raja.
Angkara hanya diam, pemegang tahta tertinggi kerajaan itu hanya menatap lurus ke depan seraya menikmati hawa hangat perapian. Saat ini Raja dan istrinya tengah berada di perapian, Angkara mengambil minuman dan meneguknya dengan cepat.
"Tarik kembali kutukanmu. Cepat!" desak Peotry lagi.
"Apa yang sudah keluar dari mulutku tidak bisa keluar lagi," jawab Angkara.
"Kamu sudah melakukan kesalahan besar. Apa kamu tidak ingat, kamu sudah mendapatkan kalung dari Dewa. Apapun yang kamu ucapkan akan benar terjadi. Kalau itu terjadi pada Lan Feiyu, siapa yang akan bertanggung jawab?"
"Lan Feiyu pantas mendapatkannya. Dia Putra satu-satunya keturunanku, tapi tidak pernah mau menuruti perintahku. Sekarang dia sudah pergi dari istana."
"Dia tidak akan pergi. Aku yakin dia masih di sekitar sini, cari dia, ajak pulang!" Poetry terus mendesak suaminya.
Meski perasaan Poetry selalu tergores karena sikap Lan Feiyu, tetapi kalau Feiyu mendapat kutukan, hatinya akan terasa lebih sakit. Selama ini Feiyu tidak pernah menurut bila dinobatkan menjadi raja, tapi Feiyu selalu melindungi istana saat ada kelompok yang mengganggu. Dengan ilmu bela dirinya, Feiyu juga melatih para prajurit hingga prajurit dari kerajaan Lembah menjadi prajurit paling kuat.
Hari ini ia mendengar kutukan dari bibir suaminya membuat perasaannya jauh lebih terluka. Hari sudah gelap, tapi Feiyu tidak menunjukkan batang hidungnya. Suara guntur yang menggelegar membuat Poetry segera menuju ke luar, dengan langkah tergesa-gesa wanita cantik itu keluar ruang perapian. Hujan turun dengan deras dengan kilat yang mmenyambar-nyambar.
"Lan Feiyu, kembalilah," bisik Poetry menatap langit yang sangat gelap. Kilatan petir itu terus menyambar-nyambar membuat Poetry mengeratkan bajunya.
Poetry mendapatkan kutukan dari Dewi Keabadian bahwa dia hanya punya satu anak. Dan saat anak satu-satunya pergi, ia merasa sendirian di sini.
Di sisi lain, Lan Feiyu kembali menyusuri hutan belantara. Seluruh tubuh Lan Feiyu basah kuyup, pria itu menunggangi kudanya dengan pelan. Menikmati air yang membasahi seluruh tubuhnya. Suara gemuruh guntur dan kilatan petir tidak membuat Lan Feiyu takut. Pria itu tidak pernah takut pada apapun.
Sedikit pun Lan Feiyu tidak tertekan dengan kutukan yang digaungkan raja. Lan Feiyu tidak pernah percaya apapun yang keluar dari bibir Sang Raja. Saat ini Lan Feiyu ingin kembali ke balik danau, di mana ada padepokan tempat tinggalnya. Ia membangun padepokan kecil, ada lima puluh murid yang tinggal di sana bersama dirinya.
Lan Feiyu tidak pernah jatuh cinta pada siapapun. Ia juga tidak tahu bagaimana definisi cinta sejati yang dikatakan ayahnya. Baginya, hidup sendiri sudah membuatnya tenang, buat apa harus berpasangan yang belum tentu bisa membuatnya senang juga.
Lan Feiyu sampai di padepokannya. Di sana tampak sepi, hanya ada dua murid yang duduk di depan padepokan sembari menatap hujan dengan pandangan kosong. Pria itu turun dari kudanya dan memasukkan kudanya ke tempat teduh. Lan Feiyu menatap langit yang tampak gelap, dalam kedipan matanya, hujan itu reda seketika. Awan mendung yang membuat suasana gelap berpindah ke arah timur.
Aixing dan Sabana yang tengah duduk memandangi hujan pun dengan spontan menolehkan kepalanya pada Lan Feiyu.
"Guru, kenapa hujannya dihentikan?" tanya Aixing sembari berdiri. Aixing dan Sabana dua murid Lan Feiyu yang paling besar. Mereka yang paling lama ikut dan mengabdi pada Lan Feiyu.
"Sudah cukup kalian menatap hujan," jawab Lan Feiyu. Lan Feiyu mempunyai kekuatan memindahkan hujan. Kini padepokan sudah kering dan awan hitam di langit sudah pergi. Meski langit tetap gelap, setidaknya tidak segelap tadi saat hujan.
"Guru, apakah guru akan meninggalkan kami?" tanya Sabana yang mendekat pada Lan Feiyu.
Keresahan Aixing, Sabana dan lainnya sama. Mereka resah membayangkan Lan Feiyu dinobatkan menjadi raja. Kalau Lan Faiyu menjadi raja, bagaimana nasib semua murid yang bergantung pada Lan Feiyu. Mereka datang dari berbagai daerah dan berguru pada Lan Feiyu, tapi akhir-akhir ini mereka mendengar kabar simpang siur kalau Lan Feiyu akan dinobatkan menjadi raja.
Lan Feiyu menatap Sabana dan Aixing dengan lekat. Mereka berdua dan seluruh murid yang ada di Padepokan Lacus yang didirikan Lan Feiyu lah yang menjadi pertimbangan besar Feiyu untuk menolak menjadi raja. Feiyu tidak bisa melepas anak muridnya yang belum sepenuhnya menguasi ilmu bela diri. Kalau ia menjadi raja, ia tidak bisa mengajar lagi. Dalam hati Lan Feiyu sudah berjanji untuk mengabdikan diri pada orang-orang lemah dan mengajari mereka ilmu bertarung.
"Guru, kami senang dengan penobatan guru menjadi raja," ujar Aixing menundukkan kepalanya.
"Aixing, Sabana, katakan pada teman-teman kalian, aku tidak akan menerima tahta itu," ucap Lan Feiyu.
Angin segar seolah menerjang Aixing dan Sabana, mereka saling berpandangan dan mengusung senyum bahagianya.
"Aku akan terus berada di sini. Bahkan bila aku mati, aku pastikan mati dalam keadaan menjadi guru kalian, bukan Raja kerajaan lembah," ujar Lan Feiyu lagi.
"Terimakasih guru, terimakasih banyak," ucap Aixing dan Sabana dengan kompak. Mereka pamit undur diri untuk masuk dan memberikan kabar penting itu pada teman-temannya.
Sesaat muridnya pergi, Lan Feiyu mengusung senyum tipisnya. Pria itu kembali menatap langit malam yang gelap. Ia sudah mendedikasikan dirinya di padepokan, ia tidak akan mengingkari sumpahnya sendiri. Pun bila ia tidak memiliki pasangan selama seribu tahun kedepan, itu tidak menjadi masalahnya.
Setelah puas memandangi langit, Lan Feiyu segera pergi ke kamarnya. Pria itu menuju ke meja besar di mana ada kertas yang membentang lebar. Di kertas itu ada gambaran tangan Lan Feiyu. Pria itu mengambil bulu burung dara dan mencelupkan ke tinta, menggoreskan ke kertas itu. Raut Lan Feiyu tampak serius, matanya menatap tajam setiap goresan yang ia ciptakan.
"Akhh," pekik Lan Feiyu saat tangannya kehilangan kendali, satu helai bulu itu terlepas dari tangannya.
Lan Feiyu terdiam sejenak, matanya terpejam dan menajamkan telinganya. Lan Feiyu sangat peka dengan suara-suara yang ada di sekitarnya, pun dari jarak ratusan kilo meter. Pria itu mempunyai kemampuan yang lebih dari manusia lain.
Suara segerombol kuda yang berlari menginjak tanah dan dedaunan kering terdengar di telinga Lan Feiyu. Pria itu semakin menajamkan pendengarannya.
"Sabana, Aixing!" panggil Lan Feiyu dengan kencang. Tidak menunggu waktu lama, dua muridnya segera menghadap.
"Kirimkan pesan ke istana, ada kerajaan lain yang datang menyerang. Suruh Wexian untuk mengirimkan ini ke istana," ucap Lan Feiyu menggulung kertas lebarnya dan memberikan pada Aixing. Aixing menerimanya.
"Kerajaan mana yang menyerang, Guru?" tanya Sabana.
"Kerajaan Api," jawab Lan Feiyu mengepalkan tangannya dengan kuat. Lan Feiyu memukulkan kepalan tangannya ke meja, membuat meja besar itu retak hingga tidak butuh waktu lama terbelah menjadi beberapa bagian.
"Raja, Pangeran Lan Feiyu mengirim pesan bahwa kerajaan Api akan datang menyerang," ucap Wangga pada Angkara."Sejak bertahun-tahun, Raja Ambira ingin mengakusisi tanah kekuasaan Lembah. Sekarang mereka berulah lagi," jelas Wangga lagi."Siapkan pasukan!" titah Angkara."Pangeran bilang besok malam Ambira akan sampai."Angkara menganggukkan kepalanya. Lan Feiyu selalu tahu siapa saja yang akan menyerang kerajaan mereka. Dengan ilmu yang dimilikinya membuat Lan Feiyu cukup peka bila ada serangan. Musuh pun tidak akan bertahan lama bila Lan Feiyu ikut dalam peperangan. Dulu sebelum ada Lan Feiyu, Angkara membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyatakan keberhasilannya. Namun saat Lan Feiyu tumbuh dewasa, tidak butuh waktu lama, musuh sudah berjatuhan bersimbah darah."Pangeran akan datang membantu, tapi dengan syarat," ujar Wangga menundukkan kepalanya."Syarat apa yang diajukan?""Setelah memena
Pertempuran masih berlanjut dengan sengit. Raja Angkara kembali bangkit, orang yang menjabat sebagai tahta tertinggi di kerajaan itu mengambil pedangnya. Raja Angkara berlari menghampiri Raja Ambira. Raja Angkara menyabet Ambira dengan pedangnya hingga Ambira kembali jatuh. Ambira tergeletak di tanah, darah segar keluar dari bibirnya.Angkara menginjak dada Ambira kencang membuat darah di mulut Ambira kembali keluar. Ambira sudah berada di ujung batas saat Angkara meletakkan pedang tepat ke arah jantungnya."Kamu yang menguji kesabaranku, Ambira. Sejak dulu kamu mengusik kerajaan Lembah yang bahkan tidak pernah sejengkal pun menginjak tanah kekuasaan Api," ucap Angkara."Bersiaplah Ambira," ujar Angkara menusukkan pedang tepat ke jantung Ambira.Suara teriakan menggelegar terdengar kencang. Yan Lixin menolehkan kepalanya, pria itu berteriak nyaring melihat ayahnya tergeletak dengan darah yang mengalir dari berbagai arah. Yan Lixin me
Lan Feiyu berjalan-jalan ke danau kupu-kupu. Sejak satu tahun yang lalu, ia ingin mendatangi dan singgah di danau yang terkenal dengan danau paling bening di kota Papilio itu. Namun ia tidak kunjung ada waktu untuk datang karena kesibukannya di padepokan. Guru Li Ren mengajarinya ilmu khusus dan mengharuskannya bermeditasi. Juga, banyaknya peraturan di Padepokan Mata Air yang harus ia patuhi.Hari ini Lan Feiyu mempunyai kesempatan untuk keluar. Dengan membawa pedang putihnya, Lan Feiyu berjalan pelan menuju ke danau Kupu-kupu. Baju putihnya dan ikat putih di tangannya membuat orang segan dengannya karena ikat putih di tangan itu melambangkan kehormatan seorang guru.Angin segar berhembus menerpa tubuh Lan Feiyu, rambut panjangnya tampak berkibar dengan indah. Saat kakinya menuju di pinggiran danau, matanya menangkap jembatan yang penuh dengan bunga kertas di kanan kirinya. Juga anak-anak kecil berkerumun di sana sembari tertawa riang. Lan Feiyu mambalikkan
Suara sabetan pedang yang beradu dengan angin terdengar sangat kencang di heningnya suasana di balik danau. Zizi berlatih pedang seorang diri, gadis itu tampak cekatan menggerakkan pedangnya. Yang menjadi korban Zizi adalah pohon-pohon kering yang tidak ada daunnya. ZIzi membabat habis pohon kering dengan lemparan pedangnya. Gadis itu benar-benar belum memikirkan cara yang tepat bagaimana bisa masuk ke Padepokan Mata Air. Guru Li Ren tidak akan membiarkan orang sepertinya masuk.Zizi melemparkan pedangnya ke pohon kering yang berada di ujung danau. Belum sempat pedangnya sampai, sebuah pedang lain menepis pedang Zizi hingga pedang Zizi jatuh ke tanah. Zizi menarik pedangnya dari kejauhan, pedang itu kembali sendiri ke tempatnya yang terselip di samping tubuh Zizi.Zizi menolehkan kepalanya, seorang pria berdiri tidak jauh darinya pun juga tengah menatapnya. Melihat itu, Zizi kembali menarik pedangnya, gadis itu berlari mengacungkan pedangnya. Pria asing itu
"Eh Lan Feiyu, ternyata kamu guru di padepokan Mata Air," ucap Zizi memukul pundak Lan Feiyu dengan pelan. Lan Feiyu sedikit menjauhkan tubuhnya."Kenapa kamu tidak masukin aku saja ke sana? Lan Feiyu, aku janji akan belajar dengan giat. Memberantas kejahatan dan melakukan kebaikan," ucap Zizi lagi meletakkan telapak tangannya di samping wajah seolah bersumpah."Lan Feiyu, bukan kah prinsip di Mata Air begitu? Angkat aku jadi muridmu, aku akan mengabdi padamu. Lan Feiyu, jadikan aku muridmu, ya." Zizi terus merengek meminta diangkat menjadi murid. Gadis itu memegang erat tangan Lan Feiyu dan menggoyang-goyangkan tangannya."Lan Feiyu!" panggil Zizi karena Lan Feiyu masih belum mengeluarkan sepatah kata pun."Tidak," jawab Lan Feiyu."Lan Feiyu, apa bedanya aku dengan murid yang lain?""Kamu tidak mempunyai-""Ya ya aku tahu aku tidak mempunyai Adamas Core. Hari ini juga, aku akan berangkat ke Gunung
Lan Feiyu kembali ke Padepokan Mata Air. Saat ini Lan Feiyu, Aixing dan Li Ren tengah berada di aula hening tempat mereka mengadakan perbincangan. Tidak hanya mereka bertiga, ada juga Li Haoxi, anak pertama dan satu-satunya dari guru Li Ren."Sejak satu bulan yang lalu, Yu Yulong mengirimkan mata-mata untuk mengawasi padepokan Mata Air," ucap Li Haoxi."Mereka mengirimkan burung kenari yang membuat gaduh di belakang padepokan," tambah pria itu."Kita bisa membunuhnya sekarang," ujar Aixing. Lan Feiyu menyenggol bahu Aixing kencang membuat Aixing mengatupkan bibirnya."Sebaiknya kita mengatur strategi untuk menangkap burung itu," ucap Li Haoxi."Tapi burung itu dikendalikan oleh Yu Yulong. Percuma kita menangkapnya kalau roh yang dikirim Yu Yulong diambil kembali," jelas Lan Feiyu.Li Ren menatap muridnya, pria paruh baya itu setuju dengan ucapan Lan Feiyu. Yu Yulong adalah pemimpin Sekte Yu, salah satu sek
Hari ini Lan Feiyu mulai melakukan perjalanannya untuk mendapatkan Lempeng Vi. Dengan Aixing dan Li Haoxi, Lan Feiyu mulai meninggalkan padepokan Mata Air. Lempeng Vi harus segera ditemukan dan disegel menjadi satu agar tidak menimbulkan perpecahan. Menghancurkan lempeng Vi menjadi delapan bagian nyatanya bukanlah pilihan yang tepat, karena lempeng itu masih bisa disatukan meski sudah dihancurkan menjadi delapan. Andai saat itu lempeng dihancurkan sampai menjadi abu, mungkin tidak akan ada peperangan yang dasyat. Lan Feiyu tidak akan membiarkan hal itu kembali terjadi.Prinsip Sekte Li, menegakkan kebenaran, menjaga perdamaian, melindungi yang lemah, kemanusiaan di atas segalanya, memerangi kebathilan, melakukan kebaikan. Untuk itu mereka akan mencari Lempeng Vi. Saat keluar mencari lempeng Vi, mereka sadar akan bahaya apa saja yang akan menghadang mereka. Namun, mereka seorang ksatria, tidak ada rasa takut sedikit pun selama mereka menegakkan kebaikan."Lan Feiy
Li Haoxi, Lan Feiyu dan Aixing sampai di daerah Saxum yang artinya daerah Batu. Di daerah terpencil itu ada gua batu raksaksa di sudut daerahnya. Semakin berbaya tempat, semakin aman tempat itu. Lan Feiyu yakin kalau tempat-tempat yang berbahaya adalah tempat di mana Lempeng Vi berada."Ada bahaya ... ada bahaya ...." Suara teriakan warga dari arah utara terdengar sangat kencang. Beberapa warga berlari sembari membawa obor di tangannya. Hari sudah mulai gelap, dan banyak anak-anak kecil menangis karena ketakutan."Tunggu!" Lan Feiyu menghentikan satu pria yang tengah berlari. Pria itu menepis tangan Lan Feiyu."Cepat, kita tidak ada waktu lagi, kita harus lari," ujar orang itu dengan panik. Lan Feiyu kembali meraih tangan pria itu saat pria itu akan berlari."Ada apa? kenapa mereka kabur?" tanya Lan Feiyu."Batu raksaksa di gua batu hidup lagi," jawabnya menepis tangan Lan Feiyu dan kembali kabur.Suara ri
"Hahaha ... rasain," pekik Zizi mendorong tubuh Ji Lian ke sungai di bawah air terjun. Zizi sudah sembuh sejak kemarin, gadis itu senang saat ia bangun ia mendapati teman-temannya yang datang. Dan saat ini teman-temannya malah tidak mau kembali ke Mata Air. Kata teman-temannya lebih enak di Lianhua dari pada Mata Air. "Zizi, kamu nakal sekali. rasain ini!" pekik Ji Lian menarik tangan Zizi hingga Zizi ikut jatuh ke sungai. Kedua orang itu tertawa dengan nyaring. Wei Yizi dan Xuan Yi demikian. Kedua orang itu sedang saling dorong untuk menjatuhkan lawannya agar jatuh ke air. "Rasain ini, rasain," pekik Wei Yizi mendorong Xuan Yi agar jatuh, tetapi dirinya sendiri lah yang terjatuh ke air. Xuan Yi tertawa dengan kencang, menertawakan Wei Yizi yang jatuh sendiri. Keempat orang itu saling melempar tawa. Zizi memainkan air untuk mengguyurnya ke Wei Yizi. Terlihat jelas di raut wajah mereka kalau mereka sedang bahagia. Kini segala permasalahan yang terjadi sudah teratasi. Lempeng Vi, dan
Setelah tiga hari, Lan Feiyu sudah sehat seperti sedia kala. Saat ini Lan Feiyu tengah menatap pemandangan yang indah di hadapannya. Pria itu berada di depan tangga yang penuh pohon kertas di kanan dan kirinya. "Lan Feiyu, kita harus mengambil lempeng Vi secepatnya," ucap Li Haoxi pada Lan Feiyu. Lan Feiyu menganggukkan kepalanya. Yan Liqin datang bersama Zizi menghampiri mereka. Yan Liqin menarik bajunya hingga memperlihatkan tubuh atasnya. Cahaya emas keluar dari tubuh Yan Liqin yang menyilaukan. "Aku sudah siap, ambil secepatnya," ucap Yan Liqin. "Kakak," panggil Zizi memegang tangan kakaknya. "Kakak tidak akan kenapa-napa," ucap Yan Liqin meyakinkan adiknya. "Kakak harus janji padaku kalau kakak akan baik-baik saja!" pinta Zizi. "Zizi, kultivasi di diri kakak tidak rendah, hanya mengeluarkan lempeng Vi tidak akan sulit buat kakak." "Apa nanti kekuatan kakak akan hilang?" "Tidak," jawab Yan Liqin. Yan Liqin mengajak Lan Feiyu, Li Haoxi dan Li Ren menuju ruang pengobatan.
Lianhua yang berarti teratai, seperti namanya, tempat ini dipenuhi dengan bunga teratai yang sangat indah. Lan Feiyu, Zizi, Aixing, Li Ren, Li Haoxi, Xiaowen, Yan Liqin, dan Wei Yizi memijakkan kakinya di gerbang utama Lianhua yang sangat megah. Zizi menatap takjup ke arah air terjun di samping istana yang penuh dengan bunga kertas. Di samping kanan ada lapangan yang sepertinya digunakan oleh Yan Liqin untuk berlatih, sedangkan di sampingnya ada danau dengan banyak bunga teratai. Di sisi kiri, ada istana megah dengan banyak bunga kertas di sana. Zizi tidak bisa menghentikan kekagumannya menatap ke sana. Lan Feiyu yang masih setengah sadar ikut takjup melihat tempat yang ditinggali Yan Liqin. Yan Liqin menolehkan kepalanya, pria itu melihat Lan Feiyu yang lemas dibantu Xiaowen. Yan Liqin menghampiri Xiaowen, pria itu menarik tangan Lan Feiyu dan mengalungkan ke lehernya. Yan Liqin menggendong tubuh Lan Feiyu. "Aku masih bisa jalan sendiri," ucap Lan Feiyu. "Xiowen, panggilkan tabib
"Li Zimai, ini sangat tidak masuk akal. Kamu sudah lama berlatih di Mata Air, kamu juga menguasai ilmu sabre yang baik. Aku pernah melawanmu, dan aku tahu betul bagaimana kemampuanmu. Tetapi hanya karena alasan sepele, kamu membelot mengikuti kultivasi hitam. Sangat konyol," ujar Zizi menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang konyol bagiku. Ini bukan salahku, tetapi salah kalian. Siapa kamu Zizi, kamu adalah gadis yang tidak tahu diri. Karena kamu, aku tidak lagi punya tempat di Mata Air." "Kalau sejak awal kamu menginginkan tempat di Mata Air, kamu bisa mengatakannya padaku. Dengan senang hati aku akan keluar. Tetapi yang saat ini kamu lakukan, kamu sudah menghianati kepercayaan Klanmu sendiri. Kamu dibesarkan oleh Guru Li, tetapi saat besar kamu menjadi musuh dalam selimut. Kamu menikam kami semua dengan menghadang perjalanan kami saat mencari lempeng Vi. Yang lebih tidak tahu malu itu kamu!" tunjuk Zizi dengan marah. "Guru Li, Lan Feiyu dan Aixing bekerja keras untuk mendapatkan
Suasana semakin ricuh saat mereka terus beradu kekuatan. Zizi tidak tinggal diam, perempuan itu ikut menyerang menggunakan pedangnya. Tidak sengaja Zizi menebas tangan Yu Yulong saat pria itu akan pergi. Yu Yulong mati di tempat karena Zizi. Ji Nian, Wei Mingho yang menjadi provokasi dalam pengepungan itu pun kini kuwalahan dengan keberaniannya sendiri. Kini pertarungan menjadi dua kubu, kubu yang dipimpin Wei Minghao dan kubu yang dipimpin oleh Yan Liqin. Kekuatan Yan Liqin saat ini menjadi kekuatan paling kuat, penguasa gunung setan sudah ia taklukkan. menaklukkan barisan orang serakah yang saat ini ada di depannya tidak membuat Yan Liqin gentar. Aixing mengeluarkan busurnya, pria itu melesakkan tujuh anak panah yang mengeluarkan api. Seketika bisa membunuh orang-orang yang akan menyerangnya. Selalu ada yang dikorbankan untuk sesuatu yang lebih besar. Bukan Lan Feiyu ingin membuat keributan hingga banyak nyawa yang tumbang, tetapi demi perdamaian di kemudian hari. Orang-orang yang
"Aku akan membawa Zizi," ucap Lan Feiyu. Namun, Yan Liqin segera membopong tubuh Zizi, pria itu membawa Zizi dalam gendongannya. "Aku bilang aku yang bawa Zizi," ucap Lan Feiyu menghadang Yan Liqin yang akan berjalan. "Aku kakakknya, aku yang berhak membawanya," jawab Yan Liqin. "Aku kekasihnya," kata Lan Feiyu. "Lan Feiyu, kita bahas di luar. Di gua ini menyerap energi," ucap Li Haoxi menarik tangan Lan Feiyu agar menyingkir dari Yan Liqin. Yan Liqin meninggalkan Lan Feiyu, pria itu berjalan keluar dari gua. Lan Feiyu, Li Haoxi, dan Aixing mengikuti Yan Liqin. Saat mereka sampai di luar, langit yang tadi saat mereka datang berwarna gelap, kini menjadi cerah seketika. Gunung setan itu kini tidak lagi tandus dan kering, hewan-hewan yang tadi ada di sana juga hilang seketika. "Eh, keadaan tanah sudah tidak tandus lagi," ucap Aixing menatap tanah yang sudah terlihat subur. "Anyao sudah mati, sihir jahat yang dia kelola ikut musnah," kata Yan Liqin. "Kamu mau membawa Zizi kemana?
Zizi memeluk tubuh Yan Liqin dengan erat, pun dengan Yan Liqin yang membalas pelukan adiknya tidak kalah erat. Bertahun-tahun mereka berpisah, dan kali ini mereka dipertemukan. Yan Liqin merasakan dadanya yang basah karena tangisan adiknya, pun dengan dirinya yang tidak bisa membendung air matanya. Setiap detiknya ia sangat merindukan Zizi, baru kali ini ia bisa menemui adiknya. Setelah Yan Liqin meminta Xiaowen untuk mencari jejak Lan Feiyu, akhirnya Yan Liqin bisa menemukan Lan Feiyu beserta adiknya di gunung Setan. Aixing, Lan Feiyu dan Li Haoxi terdiam melihat Yan Liqin dan Zai Ziliu saling berpelukan. Yan Liqin mengelus kepala adiknya dengan lembut. "Kakak, selama ini kakak kemana saja? Kakak sudah janji padaku untuk kembali dengan cepat, tetapi ini sudah sepuluh tahun kakak baru datang," ucap Zizi menangis sesenggukan. "Maafkan kakak," jawab Yan Liqin. Yan Liqin mengurai pelukannya dengan adiknya, tetapi Zizi menahannya. Zizi terus memeluk tubuh Yan Liqin dengan erat. "Jang
Di gua hutan tembakau, Wei Yizi menatap penyendera dirinya yang masih asik tertidur di atasnya. Suara langkah kaki membuat Wei Yizi dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Yan Liqin, tidak hanya itu, Wei Yizi juga menendang Yan Liqin dengan kencang. "Ada apa?" tanya Xiaowen yang membuat Wei Yizi terkesiap. Tanpa menjawab pertanyaan Xiaowen, Wei Yizi segera pergi dari sana. Gadis itu berlari keluar dan kembali ke tempat temna-temannya berada. Napas wei Yizi naik turun, dadanya berdetak cepat dan jantungnya sangat bertalu-talu. "Wei Yizi, kamu dari mana? Yan Liqin tidak berbuat jahat padamu, Kan?" tanya Xuan Yi yang khawatir. Wei Yizi menggeleng, "Yan Liqin tidak berbuat apa-apa padaku," jawabnya. "Semalaman kamu hilang, aku pikir Yan Liqin sudah berbuat jahat padamu."Wei Yizi membulatkan matanya mendengar ucapan Ji Lian. Ia tidak menyangka kalau sudah semalam penuh ia tidur seraya menyangga tubuh Yan Liqin. Yizi pikir itu hanya sesaat, tetapi ternyata sudah semalaman. Wei Yizi menepu
"Aku adalah putri bunga yang dikutuk oleh tetua karena aku mencintai orang dari klan iblis. Aku berada di sini sudah ratusan tahun. Tidak aku sangka, sekarang aku bisa bebas dari kutukan ini," ucap putri bunga yang sangat cantik. Putri bunga itu memetik bunga peony di sampingnya dan memberikannya pada Lan Feiyu. "Kutukan itu sudah hilang sekarang, sama seperti kutukanmu yang hilang. Dengan menyelamatkanku, lima ratus kutukanmu yang tersisa sudah hilang," ucap putri bunga itu. Senyum tipis tersungging di bibir Lan Feiyu. Benar apa kata gurunya, kalau semua akan terjawab saat ia keluar dari Mata Air. Kini kutukan yang ia pikir akan memberatkannya, sudah hilang dan ia terbebas dari beban itu. "Terimakasih," ucap Lan Feiyu. "Aku yang seharusnya berterimakasih," jawab putri itu. "Aku harus melanjutkan perjalanan. Sekarang aku masih punya tiga lempeng Vi, satu dibawa gadis bertopeng, kurang empat lempeng lagi yang harus aku dapatkan," ucap Lan Feiyu. "Dua lempeng ada di gunung setan, s