Lan Feiyu berjalan-jalan ke danau kupu-kupu. Sejak satu tahun yang lalu, ia ingin mendatangi dan singgah di danau yang terkenal dengan danau paling bening di kota Papilio itu. Namun ia tidak kunjung ada waktu untuk datang karena kesibukannya di padepokan. Guru Li Ren mengajarinya ilmu khusus dan mengharuskannya bermeditasi. Juga, banyaknya peraturan di Padepokan Mata Air yang harus ia patuhi.
Hari ini Lan Feiyu mempunyai kesempatan untuk keluar. Dengan membawa pedang putihnya, Lan Feiyu berjalan pelan menuju ke danau Kupu-kupu. Baju putihnya dan ikat putih di tangannya membuat orang segan dengannya karena ikat putih di tangan itu melambangkan kehormatan seorang guru.
Angin segar berhembus menerpa tubuh Lan Feiyu, rambut panjangnya tampak berkibar dengan indah. Saat kakinya menuju di pinggiran danau, matanya menangkap jembatan yang penuh dengan bunga kertas di kanan kirinya. Juga anak-anak kecil berkerumun di sana sembari tertawa riang. Lan Feiyu mambalikkan badannya, tidak ingin bergabung. Namun saat di atas sana burung cinta terbang mengepakkan sayapnya melewatinya, menuju ke jembatan, membuat Lan Feiyu kembali menolehkan kepalanya.
Suara seruling yang sangat indah terdengar di telinganya. Alunan lembut nan menenangkan, aura cinta yang begitu kuat seolah bisa menarik Lan Feiyu. Lan Feiyu melangkahkan kakinya ke jembatan. Langkah pelannya seolah berirama satu sama lain bersama alunan seruling.
Lan Feiyu menatap ikan di danau bening, ikan itu berkumpul di bawah jembatan seolah ikut terpesona dengan alunan seruling merdu. Lan Feiyu mendekati kerumunan anak-anak itu hingga matanya menatap seorang gadis yang sangat cantik. Mata Lan Feiyu menatap tidak berkedip ke arah gadis yang berpakaian serba putih, rambut menyibak memperlihatkan wajah cantik dengan kulit seputih susu. Hidung mancung dan bibir tipis yang merah. Untuk pertama kalinya, Lan Feiyu melihat gadis yang sangat cantik.
Yan Zai Zilui memainkan serulingnya seraya memejamkan matanya. Tangannya tampak gemulai menutup lubang-lubang seruling kayu itu. Kibaran rambut Zizi membuat gadis itu terlihat sangat cantik. Inilah yang disukai anak-anak darinya, alunan lembut seruling Zizi membuat semua orang bahagia. Penduduk yang kebetulan mendengar suara seruling Zizi, mereka akan sukarela menghentikan pekerjaan mereka, memilih mendengar alunan indah itu.
Tatkala mata Yan Zai Ziliu terbuka, matanya bersih tubruk dengan mata seorang pria yang sangat tampan memakai baju yang juga serba putih. Lan Feiyu yang ditatap pun tersentak. Matanya turut mengunci pandangannya dengan Zizi. Mata yang tadi terpejam memperlihatkan bulu mata yang panjang nan lentik, kini kala mata itu terbuka, keindahan mata terlihat di sana.
"Indah," puji Lan Feiyu dalam hati.
Zizi menurunkan serulingnya, pria itu menatap anak-anak kecil yang mengerubuninya. "Anak-anak, lanjutkan apa yang kalian lakukan," ucap Zizi."Kakak, kami pergi dulu. Besok kami kembali lagi," jawab anak-anak itu dengan kompak. Zizi menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan anak-anak untuk pergi.
Zizi menatap Lan Feiyu sekilas, gadi itu mendudukkan dirinya di jembatan, mengambil bunga kertas dan memainkannya. Zizi tidak mempedulikan Lan Feiyu yang berdiri, ia tidak pernah melihat pria itu sebelumnya.
"Suara serulingmu bagus," puji pria asing itu.
"Tentu, semua orang mengagumiku," jawab Zizi berbangga diri.
"Hem." Suara deheman pelan terdengar. Lan Feiyu membalikkan badannya, pria itu tidak tahu harus berbicara apa lagi.
Yan Zai Ziliu yang melihat Lan Feiyu akan pergi pun segera berdiri, "Aku Yan Zai Ziliu, kamu bisa memanggilku Zizi. Siapa namamu?" ujar Zai Ziliu sekaligus bertanya. Lan Feiyu melirik sekilas.
"Lan Feiyu," jawabnya.
"Wah nama yang bagus. Dimana kamu tinggal? Kenapa aku baru melihatmu?" oceh Zizi mendekati Lan Feiyu. Pria itu berdiri di depan Lan Feiyu. Lan Feiyu memundurkan tubuhnya karena merasa kaget.
"Tinggal di daerah sini," jawab Lan Feiyu.
"Apa kamu penduduk baru? Kamu baru pindahan ke sini? Aku akan mengajakmu berkeliling. Zizi mengoceh sembari mengibaskan rambutnya. Awalnya Zizi tidak ingin menyapa Lan Feiyu. Namun karena ia belum pernah bertemu pria itu, ia berbaik hati menyapanya.
"Tidak perlu," jawab Lan Feiyu.
"Aku akan mengajakmu ke bukit Zhi, di sana banyak pohon buah yang bisa dimakan," ujar Zizi. Lan Feiyu menggelengkan kepalanya.
"Lan Feiyu, di sana banyak apel. Ikut saja." Zizi masih mendesak. Pria itu menarik tangan Lan Feiyu, tapi Lan Feiyu menepisnya dengan kencang. Zizi mengerutkan dahinya.
Tanpa sepatah kata pun Lan Feiyu pergi meninggalkan Zizi. Zizi yang ditinggalkan pun segera menyusul Lan Feiyu.
"Lan Feiyu, kita baru berkenalan beberapa saat lalu. Kenapa sekarang kamu sudah pergi?" tanya Zizi setengah berteriak. Lan Feiyu tidak menanggapi, pria itu terus berjalan.
"Lan Feiyu, kamu gak asik. Di sana banyak pohon apel yang buahnya manis."
"Lan Feiyu, ayo!" Zizi masih terus mengikuti Lan Feiyu yang berjalan.
"Setelah tujuh belas tahun di sini, akhirnya aku punya teman seumuran denganku. Membosankan saat terus bersama anak kecil. Ayo ikut aku."
Zizi terus mengoceh seorang diri. Sedangkan Lan Feiyu masih dalam mode diamnya meski dalam hati ia tertawa ketika mendengar Zizi mengatakan mereka seumuran. Nyatanya umur Lan Feiyu jauh lebih tua dari Zizi. Hanya saja raganya yang tidak menua.
"Lan Feiyu," panggil Zizi menghadang Lan Feiyu. Mata Lan Feiyu teralih pada pedang yang terselip di samping kanan tubuh Zizi.
"Kenapa kamu membawa pedang?" tanya Lan Feiyu.
Zizi menatap pedangnya, seketika gadis itu menariknya dan menunjukkannya pada Lan Feiyu "Aku selalu berlatih pedang di balik danau itu. Apa kamu mau mencoba adu kekuatan denganku?" jawab Zizi sekaligus bertanya. Zizi memukul pelan pedang yang dibawa Lan Feiyu dengan pedangnya.
Zizi mengayunkan pedangnya. Lan Feiyu menarik pedangnya, menghadang pedang yang akan melukainya. Dengan mudah Lan Feiyu menepis pedang Zizi.
"Wah boleh juga," ujar Zizi. Zizi kembali menyerang. Dengan cekatan Lan Feiyu melawan Zizi.
Kedua orang itu tengah beradu pedang satu sama lain. Zizi berusaha keras melawan Lan Feiyu. Lan Feiyu pun demikian, pria itu menepis dan membalas serangan Zizi. Persaingan semakin sengit saat Zizi terus mengayunkan pedangnya membabi buta dan Lan Feiyu yang tidak mengalah sama sekali. Ilmu pedangnya dengan gadis di hadapannya lebih unggul, tetapi ia tidak membiarkan Zizi istirahat. Ia membalas serangan Zizi. Hingga ia berhasil menendang dada Zizi. Zizi terpental dan jatuh menubruk pohon. Lan Feiyu berlari mengacungkan pedangnya tepat di dada gadis itu.
Zizi memejamkan matanya, tapi ia hanya merasakan dinginnya ujung pedang yang menempel, tidak sampai menusuknya. Zizi membuka matanya. Lan Feiyu menatapnya tajam masih mengacungkan pedangnya ke dada Zizi.
Zizi tergelak kecil. "Lan Feiyu, aku hanya bercanda. Bagaimana kamu bisa menyerangku," ujar Zizi. Lan Feiyu kembali menyarungkan pedangnya.
"Sudah berapa lama kamu belajar ilmu pedang?" tanya Lan Feiyu.
"Sejak kecil. Tapi seperti yang kamu lihat, aku tidak ahli. Ini gara-gara si tua bangka guru Padepokan Mata Air yang tidak mengijinkan aku masuk ke sana," jawab Zizi cemberut.
"Kenapa tidak diijinkan masuk?"
"Karena aku tidak punya Adamas Core. Apa bedanya punya dan tidak punya benda itu. Aku hanya ingin belajar di sana, tapi tetap tidak diperbolehkan. Bedebah," oceh Zizi. Tampak gurat marah terlihat jelas di wajah gadis itu.
"Memang tidak sepantasnya kamu masuk," ujar Lan Feiyu membalikkan badannya. Lan Feiyu pergi meninggalkan Zizi.
"Heh, Lan Feiyu, mau kemana?" teriak Zizi. Namun Lan Feiyu tidak menjawab, pria itu masih berjalan tanpa mempedulikan teriakan di belakangnya.
Suara sabetan pedang yang beradu dengan angin terdengar sangat kencang di heningnya suasana di balik danau. Zizi berlatih pedang seorang diri, gadis itu tampak cekatan menggerakkan pedangnya. Yang menjadi korban Zizi adalah pohon-pohon kering yang tidak ada daunnya. ZIzi membabat habis pohon kering dengan lemparan pedangnya. Gadis itu benar-benar belum memikirkan cara yang tepat bagaimana bisa masuk ke Padepokan Mata Air. Guru Li Ren tidak akan membiarkan orang sepertinya masuk.Zizi melemparkan pedangnya ke pohon kering yang berada di ujung danau. Belum sempat pedangnya sampai, sebuah pedang lain menepis pedang Zizi hingga pedang Zizi jatuh ke tanah. Zizi menarik pedangnya dari kejauhan, pedang itu kembali sendiri ke tempatnya yang terselip di samping tubuh Zizi.Zizi menolehkan kepalanya, seorang pria berdiri tidak jauh darinya pun juga tengah menatapnya. Melihat itu, Zizi kembali menarik pedangnya, gadis itu berlari mengacungkan pedangnya. Pria asing itu
"Eh Lan Feiyu, ternyata kamu guru di padepokan Mata Air," ucap Zizi memukul pundak Lan Feiyu dengan pelan. Lan Feiyu sedikit menjauhkan tubuhnya."Kenapa kamu tidak masukin aku saja ke sana? Lan Feiyu, aku janji akan belajar dengan giat. Memberantas kejahatan dan melakukan kebaikan," ucap Zizi lagi meletakkan telapak tangannya di samping wajah seolah bersumpah."Lan Feiyu, bukan kah prinsip di Mata Air begitu? Angkat aku jadi muridmu, aku akan mengabdi padamu. Lan Feiyu, jadikan aku muridmu, ya." Zizi terus merengek meminta diangkat menjadi murid. Gadis itu memegang erat tangan Lan Feiyu dan menggoyang-goyangkan tangannya."Lan Feiyu!" panggil Zizi karena Lan Feiyu masih belum mengeluarkan sepatah kata pun."Tidak," jawab Lan Feiyu."Lan Feiyu, apa bedanya aku dengan murid yang lain?""Kamu tidak mempunyai-""Ya ya aku tahu aku tidak mempunyai Adamas Core. Hari ini juga, aku akan berangkat ke Gunung
Lan Feiyu kembali ke Padepokan Mata Air. Saat ini Lan Feiyu, Aixing dan Li Ren tengah berada di aula hening tempat mereka mengadakan perbincangan. Tidak hanya mereka bertiga, ada juga Li Haoxi, anak pertama dan satu-satunya dari guru Li Ren."Sejak satu bulan yang lalu, Yu Yulong mengirimkan mata-mata untuk mengawasi padepokan Mata Air," ucap Li Haoxi."Mereka mengirimkan burung kenari yang membuat gaduh di belakang padepokan," tambah pria itu."Kita bisa membunuhnya sekarang," ujar Aixing. Lan Feiyu menyenggol bahu Aixing kencang membuat Aixing mengatupkan bibirnya."Sebaiknya kita mengatur strategi untuk menangkap burung itu," ucap Li Haoxi."Tapi burung itu dikendalikan oleh Yu Yulong. Percuma kita menangkapnya kalau roh yang dikirim Yu Yulong diambil kembali," jelas Lan Feiyu.Li Ren menatap muridnya, pria paruh baya itu setuju dengan ucapan Lan Feiyu. Yu Yulong adalah pemimpin Sekte Yu, salah satu sek
Hari ini Lan Feiyu mulai melakukan perjalanannya untuk mendapatkan Lempeng Vi. Dengan Aixing dan Li Haoxi, Lan Feiyu mulai meninggalkan padepokan Mata Air. Lempeng Vi harus segera ditemukan dan disegel menjadi satu agar tidak menimbulkan perpecahan. Menghancurkan lempeng Vi menjadi delapan bagian nyatanya bukanlah pilihan yang tepat, karena lempeng itu masih bisa disatukan meski sudah dihancurkan menjadi delapan. Andai saat itu lempeng dihancurkan sampai menjadi abu, mungkin tidak akan ada peperangan yang dasyat. Lan Feiyu tidak akan membiarkan hal itu kembali terjadi.Prinsip Sekte Li, menegakkan kebenaran, menjaga perdamaian, melindungi yang lemah, kemanusiaan di atas segalanya, memerangi kebathilan, melakukan kebaikan. Untuk itu mereka akan mencari Lempeng Vi. Saat keluar mencari lempeng Vi, mereka sadar akan bahaya apa saja yang akan menghadang mereka. Namun, mereka seorang ksatria, tidak ada rasa takut sedikit pun selama mereka menegakkan kebaikan."Lan Feiy
Li Haoxi, Lan Feiyu dan Aixing sampai di daerah Saxum yang artinya daerah Batu. Di daerah terpencil itu ada gua batu raksaksa di sudut daerahnya. Semakin berbaya tempat, semakin aman tempat itu. Lan Feiyu yakin kalau tempat-tempat yang berbahaya adalah tempat di mana Lempeng Vi berada."Ada bahaya ... ada bahaya ...." Suara teriakan warga dari arah utara terdengar sangat kencang. Beberapa warga berlari sembari membawa obor di tangannya. Hari sudah mulai gelap, dan banyak anak-anak kecil menangis karena ketakutan."Tunggu!" Lan Feiyu menghentikan satu pria yang tengah berlari. Pria itu menepis tangan Lan Feiyu."Cepat, kita tidak ada waktu lagi, kita harus lari," ujar orang itu dengan panik. Lan Feiyu kembali meraih tangan pria itu saat pria itu akan berlari."Ada apa? kenapa mereka kabur?" tanya Lan Feiyu."Batu raksaksa di gua batu hidup lagi," jawabnya menepis tangan Lan Feiyu dan kembali kabur.Suara ri
Li Haoxi masih menyerang Xi Lang yang semakin membabi buta. Xi Lang seorang Villain yang licin bak belut. Xi Lang bisa menyamar menjadi apa saja dengan mantra sihir yang dia punyai. Xi Lang terus menyabetkan pedangnya pada Li Haoxi, beberapa kali juga pria itu melepas sihirnya untuk Tuan Muda Li. Li Haoxi menghindari beberapa serangan dan membalas serangan Xi Lang. Sesekali Li Haoxi menatap ke belakang, melihat Lan Feiyu dan Aixing yang menuju ke gua batu. Bagaimana pun juga Lempeng Vi harus cepat ditemukan dan disegel."Menyerah saja, Li Haoxi!" ucap Xi Lang tersenyum sinis. Senyum sinis dan tawa menyebalkan menjadi ciri khas Xi Lang."Kenapa tidak kamu saja yang menyerah, Xi Lang," jawab Li Haoxi."Bedebah!""Aku sudah sering mendapatkan gangguan darimu. Untuk ke sekian kali aku akan meladenimu," ujar Li Haoxi melemparkan pedang ke perut Xi Lang. Xi Lang ingin menghindar, tapi kalah cepat dengan pedang Li Haoxi yang menggores per
Xi Lang menatap Kai An Yu yang mengobati perutnya dengan telaten. Setelah menaburkan obat, Kai An Yu mengambil selembar kain untuk menutupi tubuh Xi Lang. "Lukamu akan sembuh dalam waktu satu minggu. Untuk sementara berbaringlah di sini, aku akan membereskan mayat keluargaku," ucap Kai An Yu.Xi Lang tidak bersuara, pria itu masih menatap Kai An Yu yang wajahnya tampak sayu. Meski perempuan itu mengusung senyum, terlihat sekali mata Kai An Yu berkaca-kaca. Kai An Yu keluar dar rumahnya, ada beberapa warga yang sudah membantu menyingkirkan mayat-mayat yang sudah tidak bernyawa. Kai An Yu menatap ayahnya, ayahnya lah dalang di balik orang-orang tidak bersalah yang saat ini mati. Dulu ibunya juga menjadi korban keserakahan ayahnya hingga ibunya meninggal saat ia masih berusia lima tahun. Kai An Yu dibesarkan oleh ayahnya, saat remaja Kai An Yu memutuskan untuk menjadi Kultivator wanita. Kai An Yu ikut pemburuan malam bersama ayah dan para klan Kai. Dan sebelum kejadian ini
Lan Feiyu dan Aixing menatap gua batu yang sangat gelap. Saat memasuki gua tersebut, hawa dingin langsung menyerangsampai ke tulang. "Aixing, tetap waspada dan hati-hati!" ujar Lan Feiyu yang kini mulai mendekat ke batu besar berbentuk ular dengan mulut yang menganga lebar."Iya, Guru," jawab Aixing menarik pedangnya. Mitos yang beredar di masyarakat batu itu bisa hidup setiap bulan purnama dan gerhana bulan. Malam ini bulan purnama, dan warga sudah pergi berlarian meninggalkan daerah gua batu.Kilau cahaya merah menyerang Aixing, Aixing menyabetkan pedangnya menangkis serangan kilat itu. Lan Feiyu menolehkan kepalanya pada Aixing. Awalnya serangan itu hanya satu kali berbentuk cahaya merah, tapi kini berkali-kali cahaya itu melemparkan serangannya. Lan Feiyu menarik pedangnya dan menangkis semua serangan cahaya merah yang semakin membabi buta.Suara gemuruh terdengar degan kencang disertai gua yang mereka pijak bergerak. "Guru, apa ada g