Lan Feiyu kembali ke Padepokan Mata Air. Saat ini Lan Feiyu, Aixing dan Li Ren tengah berada di aula hening tempat mereka mengadakan perbincangan. Tidak hanya mereka bertiga, ada juga Li Haoxi, anak pertama dan satu-satunya dari guru Li Ren.
"Sejak satu bulan yang lalu, Yu Yulong mengirimkan mata-mata untuk mengawasi padepokan Mata Air," ucap Li Haoxi.
"Mereka mengirimkan burung kenari yang membuat gaduh di belakang padepokan," tambah pria itu.
"Kita bisa membunuhnya sekarang," ujar Aixing. Lan Feiyu menyenggol bahu Aixing kencang membuat Aixing mengatupkan bibirnya.
"Sebaiknya kita mengatur strategi untuk menangkap burung itu," ucap Li Haoxi.
"Tapi burung itu dikendalikan oleh Yu Yulong. Percuma kita menangkapnya kalau roh yang dikirim Yu Yulong diambil kembali," jelas Lan Feiyu.
Li Ren menatap muridnya, pria paruh baya itu setuju dengan ucapan Lan Feiyu. Yu Yulong adalah pemimpin Sekte Yu, salah satu sek
Hari ini Lan Feiyu mulai melakukan perjalanannya untuk mendapatkan Lempeng Vi. Dengan Aixing dan Li Haoxi, Lan Feiyu mulai meninggalkan padepokan Mata Air. Lempeng Vi harus segera ditemukan dan disegel menjadi satu agar tidak menimbulkan perpecahan. Menghancurkan lempeng Vi menjadi delapan bagian nyatanya bukanlah pilihan yang tepat, karena lempeng itu masih bisa disatukan meski sudah dihancurkan menjadi delapan. Andai saat itu lempeng dihancurkan sampai menjadi abu, mungkin tidak akan ada peperangan yang dasyat. Lan Feiyu tidak akan membiarkan hal itu kembali terjadi.Prinsip Sekte Li, menegakkan kebenaran, menjaga perdamaian, melindungi yang lemah, kemanusiaan di atas segalanya, memerangi kebathilan, melakukan kebaikan. Untuk itu mereka akan mencari Lempeng Vi. Saat keluar mencari lempeng Vi, mereka sadar akan bahaya apa saja yang akan menghadang mereka. Namun, mereka seorang ksatria, tidak ada rasa takut sedikit pun selama mereka menegakkan kebaikan."Lan Feiy
Li Haoxi, Lan Feiyu dan Aixing sampai di daerah Saxum yang artinya daerah Batu. Di daerah terpencil itu ada gua batu raksaksa di sudut daerahnya. Semakin berbaya tempat, semakin aman tempat itu. Lan Feiyu yakin kalau tempat-tempat yang berbahaya adalah tempat di mana Lempeng Vi berada."Ada bahaya ... ada bahaya ...." Suara teriakan warga dari arah utara terdengar sangat kencang. Beberapa warga berlari sembari membawa obor di tangannya. Hari sudah mulai gelap, dan banyak anak-anak kecil menangis karena ketakutan."Tunggu!" Lan Feiyu menghentikan satu pria yang tengah berlari. Pria itu menepis tangan Lan Feiyu."Cepat, kita tidak ada waktu lagi, kita harus lari," ujar orang itu dengan panik. Lan Feiyu kembali meraih tangan pria itu saat pria itu akan berlari."Ada apa? kenapa mereka kabur?" tanya Lan Feiyu."Batu raksaksa di gua batu hidup lagi," jawabnya menepis tangan Lan Feiyu dan kembali kabur.Suara ri
Li Haoxi masih menyerang Xi Lang yang semakin membabi buta. Xi Lang seorang Villain yang licin bak belut. Xi Lang bisa menyamar menjadi apa saja dengan mantra sihir yang dia punyai. Xi Lang terus menyabetkan pedangnya pada Li Haoxi, beberapa kali juga pria itu melepas sihirnya untuk Tuan Muda Li. Li Haoxi menghindari beberapa serangan dan membalas serangan Xi Lang. Sesekali Li Haoxi menatap ke belakang, melihat Lan Feiyu dan Aixing yang menuju ke gua batu. Bagaimana pun juga Lempeng Vi harus cepat ditemukan dan disegel."Menyerah saja, Li Haoxi!" ucap Xi Lang tersenyum sinis. Senyum sinis dan tawa menyebalkan menjadi ciri khas Xi Lang."Kenapa tidak kamu saja yang menyerah, Xi Lang," jawab Li Haoxi."Bedebah!""Aku sudah sering mendapatkan gangguan darimu. Untuk ke sekian kali aku akan meladenimu," ujar Li Haoxi melemparkan pedang ke perut Xi Lang. Xi Lang ingin menghindar, tapi kalah cepat dengan pedang Li Haoxi yang menggores per
Xi Lang menatap Kai An Yu yang mengobati perutnya dengan telaten. Setelah menaburkan obat, Kai An Yu mengambil selembar kain untuk menutupi tubuh Xi Lang. "Lukamu akan sembuh dalam waktu satu minggu. Untuk sementara berbaringlah di sini, aku akan membereskan mayat keluargaku," ucap Kai An Yu.Xi Lang tidak bersuara, pria itu masih menatap Kai An Yu yang wajahnya tampak sayu. Meski perempuan itu mengusung senyum, terlihat sekali mata Kai An Yu berkaca-kaca. Kai An Yu keluar dar rumahnya, ada beberapa warga yang sudah membantu menyingkirkan mayat-mayat yang sudah tidak bernyawa. Kai An Yu menatap ayahnya, ayahnya lah dalang di balik orang-orang tidak bersalah yang saat ini mati. Dulu ibunya juga menjadi korban keserakahan ayahnya hingga ibunya meninggal saat ia masih berusia lima tahun. Kai An Yu dibesarkan oleh ayahnya, saat remaja Kai An Yu memutuskan untuk menjadi Kultivator wanita. Kai An Yu ikut pemburuan malam bersama ayah dan para klan Kai. Dan sebelum kejadian ini
Lan Feiyu dan Aixing menatap gua batu yang sangat gelap. Saat memasuki gua tersebut, hawa dingin langsung menyerangsampai ke tulang. "Aixing, tetap waspada dan hati-hati!" ujar Lan Feiyu yang kini mulai mendekat ke batu besar berbentuk ular dengan mulut yang menganga lebar."Iya, Guru," jawab Aixing menarik pedangnya. Mitos yang beredar di masyarakat batu itu bisa hidup setiap bulan purnama dan gerhana bulan. Malam ini bulan purnama, dan warga sudah pergi berlarian meninggalkan daerah gua batu.Kilau cahaya merah menyerang Aixing, Aixing menyabetkan pedangnya menangkis serangan kilat itu. Lan Feiyu menolehkan kepalanya pada Aixing. Awalnya serangan itu hanya satu kali berbentuk cahaya merah, tapi kini berkali-kali cahaya itu melemparkan serangannya. Lan Feiyu menarik pedangnya dan menangkis semua serangan cahaya merah yang semakin membabi buta.Suara gemuruh terdengar degan kencang disertai gua yang mereka pijak bergerak. "Guru, apa ada g
Yan ZaiZiliusampai di gurun Vinum tempat yang dikatakan oleh Lan Feiyu. Pria itu masih berada di kaki gurun, Yan Zai Ziliu istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa lelahnya. Perjalannya menuju ke Gurun Vinum tidak lah mudah, beberapa kali ia bertemu dengan Klan lain yang wajahnya tidak asing di matanya karena beberapa kali orang itu mencarinya. Yan Zai Ziliu hanya bisa menghindar karenajelas kalau mereka melawannya, Yan Zai Ziliu yang akan kalah. Yan ZaiZiliutidak tahu mengapa ia terus diburu oleh Klan dan Sekte lain. Yan ZaiZiliumerasa dari kecil ia tidak pernah membuat salah pada kelompok lain sekali pun. Yan ZaiZiliumenatap gurun yang sangat tandus, tidak ada buah satu pun yang bisa dimakan. Jangankan satu buah, satu pohon pun tidak ada. Dengan lemas Zizimengambil kendi air yang ia bawa dan dia ikat di pinggangnya. Namun sudah tidak ada air di sana."Akhhh ...."Gadis itu menendang kerikil dengan kesa
Jing Yao, Xi Lilang, Li Yuan, dan Yan Ahhes, empat orang yang bersahabat di jaman dahulu. Keempat orang itu mempunyai hubungan yang sangat baik. Dari ketiganya itu Yan Ahhes adalah tetua dari Klan Yan yang mengajarkan kultivasi suci. Tetua keluarga Li lah yang menciptakan Lempeng Vi. Lempeng itu bisa dipakai oleh empat keturunan meski itu hanya satu kepingan. Li, Jing, Xi dan Yan. Tapi, tidak banyak yang tahu soal itu, begitu pun dengan Li, yang keluarga Li tahu, lempeng itu hanya milik tetua Li. Satu kepingan dapat digunakan oleh empat Klan, kecuali kalau orang lain yang menggunakannya, maka dibutuhkan delapan kepingan lempeng lalu disatukan dan dileburkan bersama. Maka itu Lempeng Vi terus diburu oleh berbagai sekte. Mereka berlomba untuk mendapatkan delapan bagian lempeng itu. Yan Zai Ziliu jatuh tidak sadarkan diri setelah Jing Yao memasukkan adamas core di nadinya hingga menyebar ke seluruh darah Yan Za Ziliu. Sudah lebih dari tiga jam gadis itu tidak membuka matanya di dalam gu
Zizi masih terus menghindari serangan Yu Yaqin. Yu Yaqin menggunakan pedang untuk menyerangnya bertubi-tubi, sedangkan Zizi tidak ada tenaga untuk sekadar menarik pedangnya. Zizi sudah sangat lelah, seluruh tenaganya seolah terkuras habis. Jing Yao sudah mengatakan kondisinya yang lemah akan bertahan tiga hari. Namun kalau begini caranya ia bisa mati di tangan Yu Yaqin. "Kenapa kamu terus menghindar, Yan Zai Ziliu?" tanya Yu Yaqin mengacungkan pedangnya ke leher Zizi, dengan cekatan Zizi menghindar. "Aku tidak mengenalmu," jawab Zizi. Yu Yaqin menarik pedangnya lagi, pria itu memasukkan pedang pada tempatnya. "Kamu tidak mengenalku?" tanya Yu Yaqin. "Buat apa aku mengenal perusuh seperti dirimu? Kita bertemu beberapa kali, tapi aku tidak tahu kenapa kamu terus menyerangku," ujar Zizi. Zizi terbatuk-batuk karena dadanya yang terasa sesak."Dimana kakakmu?" tanya Yu Yaqin. "Mana aku tahu? Kalau pun aku tahu, aku tidak akan memberitahukan padamu. Cuih, tidak berguna." Zizi berucap s