Sembara kini membawa Soha dalam perjalananya menuju ke Kampung Bukit Bangkirai, Sembara sebelumnya membeli seekor kuda lagi buat Soha, juga pakaian yang baru buat gadis cantik ini, sepintas baru Sembara sadar, wajah Soha sangat mirip Dawina, apalagi setelah dia mengenakan pakaian yang baru dan agak mewah.Beda saat masih berpakaian sederhana dan terlihat lusuh, kini setelah berpakaian bagus, aura kecantikan Soha nampak sekali.Tapi Soha lebih ceria dan sering tersenyum, sedangkan Dawina terlihat dingin dan pendiam, setelah 2 hari bersama, Sembara lalu mengajak Soha beristirahat di sebuah penginapan, Sembara sekaligus ingin tahu latar belakang gadis belia ini, karena ia selama dua harian ini belum berkesempatan bicara serius.Setelah makan malam, Sembara lalu bertanya latar belakang Soha, gadis ini ternyata anak pungut dari Ki Tayo, dia di angkat anak saat usianya 1,5 tahun.Soha mengaku baru tahu soal ini saat ayah dan ibu angkatnya bertengkar, gara-gara Ki Tayo ingin menyerahkan Soha
Akhirnya Sembara dan Soha sampai juga di kampung Bukit Bangkirai, namun keduanya heran melihat kampung ini amat sunyi, padahal rumah-rumah warga cukup rapat, yang menandakan kampung ini banyak penghuninya.“Bang kenapa kampung ini sunyi, padahal rumah warga banyak!” ceplos Soha.“Aku juga tak tahu Soha, kenapa jadi seperti kampung mati?” sahut Sembara sambil melihat sekeliling, mereka masih di atas kuda dan memandang jalanan yang sunyi dan rumah warga yang tertutup rapat.Namun telinga Sembara yang sudah terlatih tajam menangkap pergerakan dari kiri dan kanan, Sembara tenang-tenang saja.“Soha, agaknya kedatangan kita akan disambut warga, kamu tenang saja, kalau kamu ingin melatih ilmu silat kamu selama 3 bulanan ini, boleh kamu pakai sekarang, tapi jangan membunuh ya!” cetus Sembara menoleh ke Soha, dan gadis yang makin cantik ini lalu mengangguk, sambil turun dari kudanya, walaupun baru 3 bulan berlatih silat.Tapi kemampuan Soha sangat meningkat drastis, setelah setiap hari jalan d
Setelah 5 hari, belum ada juga tanda-tanda kelompok Dogal datang dan warga makin hari makin antusias latihan silat, sesuai petunjuk Sembara.Pagi hari di hari 6 Sembara dan Soha bertahan di Kampung Bangkirai, pemuda sakti ini pun mulai bertanya soal Nenek Samirah pada Ki Balo, saat bersantai di bale-bale rumah kepala kampung ini sambil menyaksikan para pemuda dan pemudi ini berlatih silat di halaman yang luas.“Nenek Samirah…ya aku memang pernah dengar nama itu, juga ada anak dari nenek Samirah, yang bernama Nyi Larasati…tapi sejak umur 5 tahun, bersama mendiang bapaknya pindah tinggal di kampung yang rame, dengar-dengar sih mereka pisah sebagai suami istri. Lalu Nyi Larasati setelah berumur 16 tahunan jadi istri atau selir seorang pejabat daerah, Nyi Larasati tak pernah berkunjung ke mari lagi, hingga ibunya Nyi Samirah meningga dunia karena sakit!” cerita Ki Balo.Namun Ki Balo tak tahu perjalanan hidup yang tragis dari Nyi Larasati, yang ada kaitannya dengan ayah dan paman Sembara
Jiwa pemarah Sembara seakaan kembali kumat, padahal sebelum merantau dahulu, ayahnya Prabu Malaki sudah memberi peringatan, agar Sembara jangan sembarangan membunuh siapapun.Tapi semenjak dikalahkan dan terkena pukulan pengejar roh dari si kembar setan, sehingga tenaga dalamnya sempat lenyap, dan dua pendekar bayangan serta ingat nasib Ranina yang belum ia ketahui sampai kini, semua nasehat ayahnya itu bak hilang tertiup angin.Sembara kini menatap tajam ke 16 orang ini, Dogal lalu menerjang Sembara diikuti 15 anak buahnya, debu-debu beterbangan, perkelahian terasa sangat tak seimbang, yakni 16 orang melawan 1 orang.Sembara berlompatan ke sana kemari dengan lincahnya, bahkan ia sengaja mempermainkan Dogal cs, dengan sesekali menendang pantat para kawanan perampok ini, Dogal cs makin marah dan makin ngamuk.Andai mereka paham, setelah berkali-kali kena tendang di pantat hingga mereka jatuh terseruduk ke tanah, dan Sembara bak bayangan yang sulit di jangkau, harusnya mereka sadar Semb
Dengan gaya yang gemulai, Nyi Padmasari memperkenalkan diri pada Sembara. Seakan paham kalau klien nya yang mulai suka dengan salah satu primadonanya ini, Nyai Tulip pun permisi keluar dan berlalu dari hadapan Sembara, apalagi setelah dua keping uang emas sudah Sembara berikan padanya.Nyai Tulip makin sumringah, ternyata dugaannya pas, kalau Sembara yang memperkenalkan diri dengan nama Pero ini pasti seorang bangsawan tinggi, karena sangat banyak bawa duit.Di jaman itu tak sembarangan orang bawa uang keping emas, hanya bangsawan tinggi atau pejabat berpengaruh atau pedagang besar saja, yang selalu melakukan pembayaran dengan koin emas.Sedangkan rakyat biasa paling dengan koin perunggu atau yang menengah dengan koin perak.“Tuan Muda Pero…mau saya temani minum atau bagaimana…atau mau dengar saya nyinden?” pancing Nyi Padmasari, sambil memperbaiki bajunya yang seolah sengaja melorot, hingga bahunya yang mulus terlihat jelas.Sembara pura-pura tak melihat, sejak berpisah dengan Soha s
Sembara kini naik kapal lumayan besar dan di temani Nyi Padmasari, serta dua pemain musik, juga dua sais perahu berlayar di Sungai Barito yang luas dan tenang.Walaupun tadi malam tidur di temani Nyi Padmasari, tak apa kejadian apapun di antara keduanya, malah Sembara aseek mendengarkan cerita Nyi Padmasari kenapa dia sampai terdampar di Bunga Tulip ini.Wanita cantik ini ternyata awalnya di janjikan sebagai penyinden doank, namun kalau ada tamu yang berminat dan berani bayar mahal dan Nyi Padmasari suka, maka dia akan dapat di temani, itulah perjanjiannya dengan Nyai Tulip, sang pemilik tempat ini.“Orang kedua yang tidur di kamarku ini adalah Tuan Pero dan yang pertama adalah seorang perwira yang kabarnya sudah tewas saat melawan perampok!” kata Nyi Padmasari, aseek bercerita Nyi Padmasari kaget saat melihat Sembara ngorok halus.Wanita cantik ini lalu ikut merebahkan diri di samping pendekar yang baru dikenalnya dan tertidur pulas sampai pagi. Nyi Padmasari belum bercerita tentang
Namun 5 bule langsung melongo, bukan Sembara yang terluka oleh serangan dahsyat ke 5 orang ini, tapi lima orang inilah yang terjengkang, hebatnya lagi.Lima pedang mereka terlepas semua, di tangkis Sembara menggunakan pedang milik salah satu prajurit, yang dengan kecepatan luar biasa Sembara ambil dari tangannya, tanpa prajurit itu sadari dan tahu-tahu dia melihat pedangnya sudah di tangan pendekar sakti ini, sehingga prajurit bule ini langsung melongo takjub.Saking takjubnya dia berkali-kali mengusap matannya dan masih tak percaya, bagaimana cepatnya Sembara bergerak mengambil pedang miliknya.“Pergilah…ku harap kalian jangan salah sangka, aku tetap cinta tanah air kita, tapi kita tak boleh bunuh orang tak bersalah, itu bukan sikap seorang pendekar, selama mereka belum melakukan gerakan-gerakan makar, kita biarkan saja!” sindir Sembara, ingat lagi dengan pembicaraan tiga orang saat di bunga tulip.“Hmmm…aku kenal kamu…kayaknya kamu adalah Pendekar Romantis, aku akan laporkan soal in
Sembara kini sudah berada di halaman Padepokan Ki Sapuan, setelah tadi malam bercinta hingga tengah malam dengan Nyi Padmasari yang denok, agak siangan Sembara berkunjung ke padepokan ini. Ia merasa pasti ada hal yang sangat penting dan ia harus menemui pendekar tua tersebut. Setelah memberi hormat, Sembara lalu diantar masuk ke dalam, rada aneh juga pendekar ini, karena kedatangannya sepertinya sudah di tunggu-tunggu. Begitu masuk ke dalam ruangan rapat, Sembara kaget melihat gadis cantik yang dia hadapi kemarin, termasuk 4 temannya juga ada, kini mereka berdiri dan memberi hormat padanya, sehingga Sembara pun otomatis langsung balas penghormatan ini. Bahkan ada 5 orang lainnya yang tak Sembara kenal juga memberi hormat padanya, seolah-olah ia merupakan seorang tamu kehormatan. Dan jawaban itu semua terbongkar juga, saat Ki Sapuan memanggilnya. “Pendekar Romantis…yang mulia Pangeran Sembara, silahkan duduk di sini!” panggil Ki Sapuan, hingga Sembara sempat terdiam, ternyata jati
Yang bercadar satunya yang ternyata Putri Milina juga melepas penutup wajahnya, hingga Malaki bengong melihat kecantikan si putri ini. Putri Milina mendekati Malaki dan memeluk bocah tampan ini. “Kamu siapa..?” Malaki menatap bengong melihat si putri jelita ini. “Malaki…ayo beri hormat pada calon kakak ipar kamu…Putri Milina!” Putri Dafina mendekat dan Putri Milina langsung bersujud di hadapan wanita yang masih cantik jelita ini. Putri Dafina buru-buru mengangkat calon mantunya ini dan memeluk erat, sambil mengecup pipi glowing Putri Milina, sehingga si putri jelita ini terharu, tak menyangka orang tua kekasihnya sehangat dan se ramah ini. Setelah memeluk Putri Remi, Sembrana juga bersujud di hadapan ayahnya Pangeran Remibara dan langsung di tarik ayahnya agar berdiri. Lalu keduanya di ajak masuk ke dalam Istana Pasir Berlumpur, Putri Remi sangat senang bertemu kembali dengan Putri Milina. Kedua gadis jelita yang berbeda usia hingga 4 tahunan ini bak sahabat lama, selalu bersenda
“Dia ayah kandungku…kenapa aku harus kualat dengan dirimu? Siapakah kamu sebenarnya?” Sembrana bertanya heran, hingga amarahnya jadi turun seketika.“Aku Jalina dan dia adikku Jalini, asal kamu tahu, kami berdua bekas istri ayahmu, tangan kami buntung karena dulu membela ayah kamu itu!”Sembrana sampai terdiam saking kagetnya, masa ayahnya punya istri kedua wanita ini, walaupun kini sudah tua, memang masih terlihat bekas-bekas kecantikannya, tapi penampilan keduanya agak menor.“Hmm…begitu yaa…baiklah, aku ampuni jiwa kalian hari ini, sekarang juga pergilah dari sini, karena tempat ini milik sahabatku 3 Pendekar Tikus Kuburan yang kalian rampas dulu!” sungut Sembrana.Sembrana lalu berpaling ke arah Ki Paju yang celakanya masih hidup, karena dia memiliki ilmu kanuragan yang hebat.Sangat mengerikan melihat tokoh jahat ini dalam kondisi yang mengenaskan, tubuhnya terlihat masih berkelonjotan, dari mulutnya terdengar suara seperti babi di sembelih, matanya melotot menahan penderitaannya
“Hmm…kamu pasti sudah lupa, saking terbiasanya berbuat kejahatan, lupakah kamu di Kampung Marawis dulu, kamu hampir saja memperkosa seorang wanita yang ku sayangi, lalu dengan kejam menyeret tubuh seorang bocah, hingga hampir mati…?”Ki Paju terdiam sesaat, mata julingnya terus menatap wajah pemuda ini, bahkan 3 Pendekar Tikus Kuburan juga terdiam.Termasuk Putri Milina yang kini muncul dari persembunyiannya, hingga anak buah Ki Paju melotot melihatnya.Mereka bak melihat seorang bidadari keluar dari empang, mereka tak memperdulikan Ki Paju yang masih melongo, serta 3 pendekar tikus kuburan yang menatap Ki Paju, mereka lebih aseek menatap wajah si jelita ini.“Huhh sudah ratusan bahkan mungkin ribuan wanita yang ku perkosa, lalu ku bunuh, aku tak kenal siapa kamu, juga wanita dan bocah yang kamu omongkan!” sentak Ki Paju.Blarrrr…sebuah pukulan dingin langsung Sembrana lontarkan, akibatnya tubuh Ki Paju terjengkang dan menimpa teras bangunan ini.Teras ini hancur berantakan, tubuh Ki
Sembrana terpaksa menghentikan aksinya, walaupun Putri Milina terlihat mulai terpancing dan pasrah.Sebagai pendekar sakti, pemuda ini mendengar suara kresek-kresek walaupun masih jauh, tapi agaknya sedang menuju ke tempat mereka.“Bangun sayang, kayaknya kita kedatangan tamu!” bisik Sembrana, hingga Putri Milinna kaget dan buru-buru bangkit sambil merapikan pakaiannya.“Pangeran Sembranaaa…!” teriak seseorang dengan logat agak-agak ngondek.Ternyata yang datang adalah Ki Jerink dan dua rekannya, si Jenggot serta si Gendut, alias 3 pendekar tikus kuburan.Sembrana dan Putri Milina kini sudah berdiri menyambut ke tiganya.“Hadeuhh capek dehh, kalian berdua cepat banget lari-nya!” Ki Jerink terlihat ngosan-ngosan.Hingga Putri Milina senyum sendiri melihat pria yang agak melambai tapi pintar merias ini, lucu sekali di matanya.“Ki Jering, Ki Gendut dan Ki Jenggot ada apa kalian menyusul kami?” Sembrana menatap ketiganya bergantian.“Maaf sebelummya Pangeran Sembrana, Tuan Putri Milina,
Wanita kalau di tembak terang-terangan akan malu, begitu juga dengan Putri Milina, si jelita ini malah meninggalkan Sembrana.Bukan merajuk atau marah, justru merasa jengah dan bingung harus berbuat apa, padahal dulu saat bersama selama 3 tahunan dalm sebuah gua, mereka bak lintah selalu lengket dan tak mau jauh-jauhan.Melihat hal ini pemuda inipun cepat-cepat menyusul dan menggandeng tangannya adik angkatnya yang kini sudah di lamarnya, tapi belum ada jawaban ya atau tidak dari Putri Milina.Tapi Putri Milina langsung mengibaskan tangannya, karena kini mereka jadi pusat perhatian para prajurit, bahkan ada yang nakal mensuiti keduanya, sehingga wajah Putri Milina makin merah dadu.Begitu sampai di depan Pangeran Remibara, yang masih bersama Putri Remi dan Pangeran Dursana, Sembrana langsung bersujud di depan ayah kandungnya ini.Sebagai pendekar berpengalaman Remibara paham, ada sesuatu yang ‘spesial’ diantara dua orang muda ini, dalam hati tentu saja dia mendukung hubungan keduanya.
“Percuma kalian lari, kali ini aku tak bakal melepaskan kalian lagi!” Sembrana menebarkan ancaman sehingga kedua orang ini makin keder saja.Saat mereka mengeroyok pemuda ini saja dengan 6 orang sakti lainnya mereka keok, apalagi kini hanya berduaan.Ki Bado dan Ki Jarot saling pandang, lalu dengan cepat keduanya menerjang maju, keduanya mencabut pedangnya mengarahkan ke dada Sembrana.Sembrana menangkis dengan jurus bangkui menerkam elang, dan tiba-tiba hawa langsung berubah sangat dingin yang menyambar dari samping.Hal ini membuat Ki Badp dan Ki Jarot menggigil dan terhuyung. Sembrana melangkah maju dan menyambar keduanya.Ki Bado dan Ki Jarot memutar pedangnya, tapi keduanya kaget, hawa pukulan tangan Sembrana malah berubah kali ini, yakni serangannya menjadi sangat panas.Sembrana juga menangkis sehingga kedua pedang itu meleset, tiba-tiba Sembrana memekik keras, tubuhnya bergerak sangat cepat dan ia mendorongkan kedua tanga
Sembrana kaget bukan main, tapi pemuda ini justru kagum dengan ayahnya yang tenang-tenang saja.“Pengecut…kalau sampai adiku dan sepupuku kalian penggal lehernya, maka sampai ke lubang neraka pun aku akan mencari kalian dan memotong-motong tubuh kalian, lalu tubuh kalian berdua ku berikan pada anjing liar di hutan!”Keras dan tegas ucapan Sembrana, hingga bikin kaget semua orang, bagaimana seorang keturunan Pendekar Tampan Berhati Kejam ini agaknya tak kalah ganas dengan ayahnya sendiri.Apalagi setelah kini mereka menyaksikan sendiri, bagaimana hebatnya kepandaian pemuda ini, yang tak berselisih jauh dengan Pangeran Remibara.“Sembrana…kamu tenang dulu, hmm…apa keinginan kamu Ki Jarot dan Ki Bado, sebutkan lah. Tak perlu kamu secara pengecut jadikan anakku dan kemenakanku sebagai tameng!” sela Remibara dengan suara pelan, tapi dengan intonasi kuat, karena pendekar ini menggunakan tenaga dalam.Melihat k
Setelah menghela nafas, Pangeran Remibara tersenyum melihat aksi sihir Ki Ucai, kalau orang lain memandang Ki Ucai bak monster yang menakutkan.Tapi bagi Remibara, kakek ini hanya samar-samar bentuk tubuhnya berubah dari semula, bukan seperti monster yang menakutkan.Sembrana pun sama, dia melihat Ki Ucai tetap seperti semula, bertubuh kurus dan berbaju pertapa, bukan seperti monster seperti yang ribut di suarakan ribuan orang yang terpengaruh ilmu sihir ini.Pengaruh batu mestika ular raksasa yang dia makan dulu, ternyata membuat batin dan kekuatan tenaga dalam Sembrana sangat kokoh, sehingga dia tak terpengaruh.Walaupun ada getaran-getaran kuat saat menatap wajah Ki Ucai, tapi Sembrana dengan sekali helaan nafas mampu membuang pengaruh itu.Termasuk Putri Milina, juga tak terpengaruh, dia sama dengan Sembrana, sudah memakan batu mestika itu, sehingga dia senyum-senyum saja melihat Ki Ucai.Tapi memandang kagum ke Pangeran Remibara yang terlihat tenang sekali dengan senyum tak lepas
Tiba-tiba melayanglah 8 orang sekaligus ke atas panggung, yakni Pangeran Ki Jarah, diikuti Arya dan Arjun Kamandani, Pangeran Sultana, Pangeran Uyut, Ki Bado, Nyai Rumpi dan Ki Jarot. Dan mereka kini mengurung Pangeran Remibara di tengah-tengah panggung yang tak terlalu besar ini, semua orang langsung melongo. Sembrana yang melihat ini langsung gelisah, sehebat-hebatnya ayahnya, apakah sanggup melawan 8 orang sakti ini sekaligus? “Hmm…kamu telah menantang kami sekaligus, heii para undangan yang terhormat semuanya, kalian adalah saksi hari ini, di depan kita Pangeran Remibara menantang kami semua sebagai orang yang pun hajat dan mengganggu acara kita." "Jadi kalau dia kalah, jangan dibilang kami main keroyokan, karena si pangeran ini terlalu sombong, dan dialah yang duluan bikin perkara!” Ki Jarah ternyata sangat cerdik, dia mulai memainkan siasatnya liciknya, dia paham, kalau mereka maju satu persatu, maka nasib mereka tak bakal beda jauh dengan Kakek Kofa, yang barusan di perma