Sepanjang jalan Prabu Malaki bertanya bagaimana bisa Sembara bisa kenal dengan Dusman dan keluarganya.Jenderal Dusman pun menceritakan semuanya, termasuk ketika mereka bertemu Putri Remi yang sempat bertarung dengan Sembara dan anaknya Dalman.“Hmmm…Putri Remi….jadi Sembara sekarang sudah besar dan usianya kini 15 tahunan?”“Betul paduka, tinggi badannya bahkan hampir sama dengan hamba, walaupun badannya agak kurus, tapi sangat kokoh, karena dia mewarisi kesaktian kakeknya Si Gila!”Dusman kini mengisahkan profil badan Sembara yang tampan dan sangat mirip Prabu Malaki saat muda, termasuk istrinya yang sempat curiga dengan sosok Sembara tersebut, karena ada kemiripan yang terlihat dari wajah Sembara.Begitu tiba di sekolah kerajaan, seluruh guru dan juga Ki Jaman yang kaget dengan kunjungan sang maharaja yang tak disangka-sangka ini, terlebih diiringi Jenderal Dusman ini, Ki Jaman pun secara tergesa-gesa melakukan penyambutan.“Ki Jaman…di mana Sembara!” Ki Jaman langsung kaget, karen
Namun Prabu Malaki akhirnya menarik nafas lega, tak terlihat sama sekali sifat jelek itu di wajah putranya ini. Prabu Malaki lalu menatap ketiga istrinya, Putri Kirana, Tengku Mimi dan Putri Galuh, juga dua adik Pangeran Dipa, Putri Delima dan Putri Kirna, umur mereka bertiga hanya selisih bulan.“Itulah yang menyesakan hatiku…Sembara dikatakan sudah tewas tenggelam di Sungai Barito, setelah di bokong Sohail, musuh lama aku dulu, yang katanya berkomplot dengan Palasi untuk mengeroyoknya di sebuah hutan pinggir kota,” suara Prabu Malaki agak bergetar, tanda sangat berduka Sembara yang dikiranya tewas.“Kalau aku sudah besar, aku akan membalaskan kematian kakanda Sembara!” sela Putri Kirna, hingga mengagetkan semuanya.Dari tiga anak-anak Prabu Malaki, Putri Kirna yang paling getol berlatih silat, dia tak sungkan berlatih dengan ketiga ibunya dan sesekali minta petunjuk ayahanda ini, sehingga walaupun usianya paling muda dibandingkan Pangeran Dipa dan Putri Delima, tapi kesaktiannya mel
“Hmm…baguslah kamu sudah sadar anak muda, luka yang kamu derita tak terlalu berbahaya, daya tahan tubuh kamu sangat kuat!” kakek tua perlente ini langsung bersuara saat melihat Sembara sudah sadar dan kini duduk.Sebagai anak muda yang tahu tata krama, di tambah selama setahunan ini jadi seorang siswa kerajaan, Sembara langsung menghormat lalu bersujud dan mengucapkan terima kasihnya karena sudah di tolong kakek ini.“Sudahlah, tak usah terlalu banyak tata krama, aku bosan jadi dengan hal-hal begitu, asal kamu tahu, itulah salah satu dulu alasan aku merantau dan melepas gelar pangeran di diriku, aku ingin bebas kemanapun aku suka!” sungut kakek itu dan kurang senang melihat gaya menghormat Sembara, yang dianggapnya menjilat itu.Melongo lah Sembara, tak dia sangka, kakek ini dulunya seorang pangeran dan memilih jadi seorang perantau, tak mau tinggal di Istana mewah, makin segan lah Sembara.“Maafkan hamba paduka…!” ceplos Sembara lagi. Kakek ini malah melotot di panggil paduka.“Sekal
“Kitab apa itu kek?” Sembara langsung tertarik dan kini menatap Kakek Manyan yang kembali menambah tembakaunya ke cerutu dari tulang gajah, lalu mengisapnya dengan sangat nikmat.“Aku beberapa waktu lalu mendengar, saat ini seluruh pendekar baik yang putih ataupun yang hitam sedang rame menuju ke wilayah Tenggara Pegunungan Meratus, katanya di sana tersembunyi sebuah kitab yang berisi pelajaran ilmu silat tinggi!” kali Kakek Manyan terlihat lebih santai.“Siapa pemilik kitab itu kek?” Sembara bertanya dengan hati-hati, dia benar-benar ngeri kalau kena marah melulu. “Aku juga tak tahu, tapi katanya kitab itu merupakan peninggalan Jaya Sembarana alias Pendekar Asmara…!”Kali ini hening sejenak, Kakek Manyan kembali menghisap cerutunya dengan nikmat. Kini hari sudah jelang senja, Kakek Manyan berdiri lalu menghidupkan pelita, lalu dia duduk kembali lesehan di hadapan Sembara.Kakek Manyan sudah bertahun-tahun hidup sendiri, entah mengapa semakin melihat wajah Sembara, dia makin suka, se
Sehingga saat Pangeran Manyan yang sudah gelap mata karena cinta, ketika masuk ke kamar Putri Rupa lewat jendela, kini sudah diketahui puluhan pendekar sakti yang langsung mengepungnya di taman rumah milik bangsawan ini, tak lama, setelah keluar dari kamar lewat jendela bersama Putri Rupa yang dia gendong.Pangeran Manyan kaget setengah mati, dia sudah di kurung dari segala penjuru puluhan pendekar sakti dengan pedang terhunus.Dan saat itu ia melihat paman nya yang paling dia segani, yakni Perwira Pangeran Parong (masih muda dan belum jadi Panglima, ayah dari Putri Galuh, istri ke 3 Prabu Malaki) juga terdapat di sana dan malah memimpin pengepungan ini.Pangeran Parong adalah adik ayahnya dari selir yang lain, secara trah dia kalah dengan Pangeran Parong, walaupun usia mereka hanya beda 3-4 tahunan.Ki Parong dan Pangeran Manyan sama-sama pernah berlatih silat pada seorang guru yang sakti, sehingga dia kaget, marah dan tentu saja tak berkutik saat berhadapan dengan pamannya ini.“Man
Paginya Sembara bangkit dari semedhinya, dia celingak-celinguk, karena Kakek Manyan tidak terlihat di depannya.Ia pun bangkit dan menuju teras, melihat sungai kecil yang berair jernih di depan pondok ini, Sembara merasa betah. Pemandangan sangat indah, ditiingkahi suara burung saling bercuitan dan sinar matahari pagi di sela-sela pepohonan besar.Tiba-tiba bak hantu saja karena tanpa bersuara, Kakek Manyan sudah datang lagi, dia melempar seekor kijang yang agaknya baru saja di bunuh kakek sakti ini.“Segera kuliti dan kita panggang, bumbu-bumbunya ada di pondok itu, aku lapar dari kemarin belum makan,” Sembara langsung mengangguk senang, karena dia juga sangat lapar.Saat makan Sembara senang sekali karena ada minuman kesukaannya, yakni arak manis, sehingga dobel sekali dia kenyangnya, daging kijang panjang yang besar mereka makan sambil ngobrol ngulur ngidul. “Jadi kamu kalah melawan si mantan selir Prabu Dipa, hmmm…masa kalah, malu sebagai lelaki kalah!” sungut Kakek Manyan kurang
Kini si nenek ini membentak, sangat nyaring suaranya, disusul gerakan kedua tangannya dan tampaklah dua sinar berkelebatan.Ki Sohail dan Ki Jantra bak terbang di terpa angin badai, sedapat mungkin keduanya bertahan, tapi keduanya bak di hajar angin puting beliung.Tapi keduanya memang tokoh kosen, lalu kembali bersalto lalu dan menyambar serta melayang ke arah tubuh nenek ini.Ki Sohail kini malah mengeluarkan kepandaian yang merupakan keistimewaannya, yang dia bawa sejak di Mongol, yakni 4 golok-golok kecil lalu dengan kecepatan yang luar biasa menyambitkan ke nenek ini.Di saat bersamaan Ki Jantra yang juga mendapat julukan Pendekar Petir memukul dengan keras, itulah demontrasi tenaga dalamnya yang sangat hebat.Bunyinya sangat memekakan telinga, 5 orang yang agaknya pendekar dan menonton serta bersembunyi dari jarak hampir 15 meteran sampai terkapar pingsan, saking nyaringnya bunyi ledakan pukulan Ki Jantra.Sembara saja sampai tergetar jantungnya, cepat-cepat dia mengerahkan tena
Tapi tak percuma Kakek Manyan yang merupakan salah satu tokoh kosen dan sangat berpengalaman dalam dunia persilatan, dia mampu mengimbangi kelincahan mantan kekasihnya kala masih berpetualang saat muda ini.Kalau gerakan Nyai Rombeng sangat lincah saat melawan Ki Sohail dan Ki Jantra, maka kini Nyai Rombeng bak menemukan lawan sepadan.Gerakan Kaken Manyan malah lebih luar biasa cepatnya mengimbangi semua jurus-jurus, dan juga gerakan mantan kekasih di masa mudanya ini.Saking cepatnya gerakan ke duanya, lima jurus sudah terlewat dan belum ada tanda-tanda Nyai Rombeng mampu merobohkan Kakek Manyan.Sembara sampai sakit matanya menyaksikan kecepatan gerakan kedua orang yang bertarung sengit ini. Daun-daun dan debu sampai berterbangan saat keduanya mengerahkan ilmu-ilmu silatnya ini.Nyai Rombeng benar-benar sangat marah, karena kini sudah masuk jurus ke 6 dan sebentar lagi masuk jurus ke 7, dia belum juga mampu merobohkan Kakek Manyan.Si nenek ini terus melakukan serangan dengan menge