“Kitab apa itu kek?” Sembara langsung tertarik dan kini menatap Kakek Manyan yang kembali menambah tembakaunya ke cerutu dari tulang gajah, lalu mengisapnya dengan sangat nikmat.“Aku beberapa waktu lalu mendengar, saat ini seluruh pendekar baik yang putih ataupun yang hitam sedang rame menuju ke wilayah Tenggara Pegunungan Meratus, katanya di sana tersembunyi sebuah kitab yang berisi pelajaran ilmu silat tinggi!” kali Kakek Manyan terlihat lebih santai.“Siapa pemilik kitab itu kek?” Sembara bertanya dengan hati-hati, dia benar-benar ngeri kalau kena marah melulu. “Aku juga tak tahu, tapi katanya kitab itu merupakan peninggalan Jaya Sembarana alias Pendekar Asmara…!”Kali ini hening sejenak, Kakek Manyan kembali menghisap cerutunya dengan nikmat. Kini hari sudah jelang senja, Kakek Manyan berdiri lalu menghidupkan pelita, lalu dia duduk kembali lesehan di hadapan Sembara.Kakek Manyan sudah bertahun-tahun hidup sendiri, entah mengapa semakin melihat wajah Sembara, dia makin suka, se
Sehingga saat Pangeran Manyan yang sudah gelap mata karena cinta, ketika masuk ke kamar Putri Rupa lewat jendela, kini sudah diketahui puluhan pendekar sakti yang langsung mengepungnya di taman rumah milik bangsawan ini, tak lama, setelah keluar dari kamar lewat jendela bersama Putri Rupa yang dia gendong.Pangeran Manyan kaget setengah mati, dia sudah di kurung dari segala penjuru puluhan pendekar sakti dengan pedang terhunus.Dan saat itu ia melihat paman nya yang paling dia segani, yakni Perwira Pangeran Parong (masih muda dan belum jadi Panglima, ayah dari Putri Galuh, istri ke 3 Prabu Malaki) juga terdapat di sana dan malah memimpin pengepungan ini.Pangeran Parong adalah adik ayahnya dari selir yang lain, secara trah dia kalah dengan Pangeran Parong, walaupun usia mereka hanya beda 3-4 tahunan.Ki Parong dan Pangeran Manyan sama-sama pernah berlatih silat pada seorang guru yang sakti, sehingga dia kaget, marah dan tentu saja tak berkutik saat berhadapan dengan pamannya ini.“Man
Paginya Sembara bangkit dari semedhinya, dia celingak-celinguk, karena Kakek Manyan tidak terlihat di depannya.Ia pun bangkit dan menuju teras, melihat sungai kecil yang berair jernih di depan pondok ini, Sembara merasa betah. Pemandangan sangat indah, ditiingkahi suara burung saling bercuitan dan sinar matahari pagi di sela-sela pepohonan besar.Tiba-tiba bak hantu saja karena tanpa bersuara, Kakek Manyan sudah datang lagi, dia melempar seekor kijang yang agaknya baru saja di bunuh kakek sakti ini.“Segera kuliti dan kita panggang, bumbu-bumbunya ada di pondok itu, aku lapar dari kemarin belum makan,” Sembara langsung mengangguk senang, karena dia juga sangat lapar.Saat makan Sembara senang sekali karena ada minuman kesukaannya, yakni arak manis, sehingga dobel sekali dia kenyangnya, daging kijang panjang yang besar mereka makan sambil ngobrol ngulur ngidul. “Jadi kamu kalah melawan si mantan selir Prabu Dipa, hmmm…masa kalah, malu sebagai lelaki kalah!” sungut Kakek Manyan kurang
Kini si nenek ini membentak, sangat nyaring suaranya, disusul gerakan kedua tangannya dan tampaklah dua sinar berkelebatan.Ki Sohail dan Ki Jantra bak terbang di terpa angin badai, sedapat mungkin keduanya bertahan, tapi keduanya bak di hajar angin puting beliung.Tapi keduanya memang tokoh kosen, lalu kembali bersalto lalu dan menyambar serta melayang ke arah tubuh nenek ini.Ki Sohail kini malah mengeluarkan kepandaian yang merupakan keistimewaannya, yang dia bawa sejak di Mongol, yakni 4 golok-golok kecil lalu dengan kecepatan yang luar biasa menyambitkan ke nenek ini.Di saat bersamaan Ki Jantra yang juga mendapat julukan Pendekar Petir memukul dengan keras, itulah demontrasi tenaga dalamnya yang sangat hebat.Bunyinya sangat memekakan telinga, 5 orang yang agaknya pendekar dan menonton serta bersembunyi dari jarak hampir 15 meteran sampai terkapar pingsan, saking nyaringnya bunyi ledakan pukulan Ki Jantra.Sembara saja sampai tergetar jantungnya, cepat-cepat dia mengerahkan tena
Tapi tak percuma Kakek Manyan yang merupakan salah satu tokoh kosen dan sangat berpengalaman dalam dunia persilatan, dia mampu mengimbangi kelincahan mantan kekasihnya kala masih berpetualang saat muda ini.Kalau gerakan Nyai Rombeng sangat lincah saat melawan Ki Sohail dan Ki Jantra, maka kini Nyai Rombeng bak menemukan lawan sepadan.Gerakan Kaken Manyan malah lebih luar biasa cepatnya mengimbangi semua jurus-jurus, dan juga gerakan mantan kekasih di masa mudanya ini.Saking cepatnya gerakan ke duanya, lima jurus sudah terlewat dan belum ada tanda-tanda Nyai Rombeng mampu merobohkan Kakek Manyan.Sembara sampai sakit matanya menyaksikan kecepatan gerakan kedua orang yang bertarung sengit ini. Daun-daun dan debu sampai berterbangan saat keduanya mengerahkan ilmu-ilmu silatnya ini.Nyai Rombeng benar-benar sangat marah, karena kini sudah masuk jurus ke 6 dan sebentar lagi masuk jurus ke 7, dia belum juga mampu merobohkan Kakek Manyan.Si nenek ini terus melakukan serangan dengan menge
Nyai Rombeng lalu menegur muridnya yang terlalu cepat menyerang Sembara, padahal pemuda yang berpakaian perlente, tak beda dengan Kakek Manyan ini tak salah.“Memang kamu tadi bersemedhi di mana sih sampai kelihatan Sembara, kan aku minta di tempat yang sepi dan tidak terjangkau siapapun?” Nyai Rombeng ternyata masih penasaran dengan murid tunggalnya ini.“Di sana guru, kan itu tersembunyi sekali,” Dawina langsung protes sambil menunjuk sungai kecil yang terlindung pepohonan besar.Ternyata dia gadis yang manja, sehingga kemarahan gurunya yang galak ini tak begitu dia ambil hati.“Sudahlah Nariti, tak perlu di marahi murid kamu itu, sekarang kita cari tempat yang agak santai, aku penasaran tadi kenapa kamu sampai betrok dengan dua orang yang kulihat ilmunya sangat tinggi!” Kakek Manyan langsung menengahi keduanya.“Ke sana saja Guru, di tempat tak jauh Dawina semedhi tadi, tempatnya enak dan sungainya juga bersih!” tiba-tiba Sembara nyelutuk, hingga Dawina mendelik ke arahnya, manis s
“Kita bersihkan dan bakar saja ikan ini, sayang nanti kalau ikannya busuk!” usul Sembara yang akhirnya memecah keheningan.“Apa…ehh Iya…ayooo..!” sahut Dawina yang kaget, diapun langsung berdiri dan dengan cekatan membersihkan ikan di sungai kecil itu.Beberapa kali Dawina salah membersihkan ikan itu, dia benar-benar malu sendiri, kalau teringat ulah gurunya dan Kakek Manyan tadi, apalagi saat menatap Sembara, dirinya makin gugup saja.Sembara sendiri lalu membuat api unggun dan kini menyalakan apinya hingga menyala besar, sambil menunggu Dawina membersihkan ikan.Melihat api sudah mulai padam dan Dawina belum juga selesai membersihkan ikan, Sembara yang tak sabaran lalu mendatangi Dawina, dan tanpa banyak cakap turut membantu membersihkan ikan sejenis lele sebesar lengan orang dewasa ini.Makin serba salah Dawina, sehingga saat tak sengaja lengan mereka bersentuhan, Dawina bak tersengat listrik, langsung menarik lagi.Sembara juga sama, entah mengapa, sentuhan itu bikin dia makin pen
Jelang tengah malam, Sembara kecapekan membaca, apalagi hanya diterangi api unggun yang beberapa kali dia tiup dan di tambahkan kayu dan ranting kering kalau redup.Ini juga sekaligus melindungi Dawina yang terlihat sangat tekun bersemedhi agar tidak di gigit nyamuk atau di ganggu binatang melata lainnya.Sembara sempat melirik Dawina, lalu dia pun mencoba memperaktikan cara semedhi yang barusan dia baca di kitab Pendekar Asmara tersebut.Kini diapun tenggelam dalam semedhinya, panca inderanya seakan tertutup, karena dia mengamalkan baca-bacaan yang sangat mudah dia hapal.Paginya Sembara tak sadar saat Kakek Manyan dan Nyai Rombeng bergantian membaca kitab yang tergeletak di depan Sembara bersemedhi dan kini diperhatikan Dawina yang sudah sejak tadi menghentikan semedhinya, rupanya tak ada yang membangunkannya dari semedhi.Kini ketiganya malah sarapan sambil memanggang kijang besar, yang entah darimana di peroleh Kakek Manyan, bau kijang di bakar inilah yang membangunkan Sembara da