Ki Ando dan Ki Tiso yang memimpin pasukan Hilir Sungai tak pernah mengira hampir 30 ribu pasukan yang mereka pimpin di Kadipaten Barubang untuk mencegat pasukan pejuang masuk ibukota Bajama terjadi perubahan radikal.Awalnya pasukan ini sangat bersemangat melawan pasukan pejuang yang di pimpin Prabu Malaki, janji-janji bonus sudah dikeluarkan.Namun, setelah tiga mingguan lebih terjadilah perubahan yang luar biasa ini, 25 ribu lebih pasukan Hilir Sungai justru kini berbalik melawan dua panglima ini, sebelumnya mereka sering rapat diam-diam terkait gerakan hari ini.Ki Ando dan Ki Tiso yang saat itu sedang bersantai di sebuah tenda bersama selir-selir mereka, perbuatan yang makin membuat pasukannya sangat jengkel dan marah, di saat mau perang begini, malah masih sempat bersenang-senang.Keduanya terkaget-kaget saat mendengar keributan di luar tenda. Mereka pun bergegas keluar sambil merapikan bajunya.Alangkah kagetnya dua panglima ini tenda mereka kini sudah dikurung puluhan ribu pasu
Prabu Malaki sudah tak mau lagi membuang waktu, dia langsung memerintahkan agar di kubur semua jenazah prajurit Hilir Sungai secara massal.Ki Tukas pun bergegas melaksanakan perintah itu, dia bersama ribuan prajurit menggali lubang besar dan mulai mengubur semua mayat dan membersihkan bekas-bekas peperangan.Saat melihat mayat Ki Ando dan Ki Tiso yang tercerai berai, Prabu Malaki sampai geleng-geleng kepala, kini hatinya lega, orang yang membantai iparnya Putri Delima dan dua keponakannya yang harusnya jadi Putra Mahkota, serta Perdana Menteri Haja dan keluarga kini jasadnya sangat mengenaskan, di bantai prajuritnya sendiri.Bahkan para prajurit tak ada hormat-hormatnya dengan dua panglima ini, jasad itu di lempar bak membuang sampah saja di lubang besar yang tadi gali beramai-ramai, lalu setelah semua prajurit yang tewas di kubur massal, ribuan prajurit beramai-ramai menguruk tanah tersebut.Namun, khusus untuk jasad para prajurit yang membunuh pasukan yang sebelumnya loyal dengan d
“Iya…maafkan anakmu ini bunda, yang terlambat datang, hingga paman Durja berbuat kejam terhadap ibunda suri…!” bergetar suara Malaki melihat kondisi ibu kandungnya yang sangat kurus, lemah dan pucat ini.Putri Kirna ingin bangkit, tapi tenaganya tak ada, Malaki buru-buru membantu, tak lama kemudian terdengar langkah kaki, ternyata Putri Kinanti, Tengku Mimi dan Putri Galuh juga sudah tiba dan memasuki kamar ini, Putri Kinanti lalu pelan-pelan membuka jendela hingga kamar besar ini terang.Putri Kirna sampai silau melihat cahaya terang, Malaki makin ternyuh melihat kondisi tubuh Putri Suri yang sangat kurus.“Malaki…anakku…di mana Prabu Dipa kakanda kamu dan siapa tiga wanita cantik ini!”Malaki saling pandang dengan ketiga istrinya, Putri Kinanti langsung mendekati Putri Suri dan menyembah kaki mertuanya ini.“Ibunda…sebaiknya ibunda mengaso dulu, nanti kanda Malaki akan bercerita panjang lebar, sekarang Istana sudah kita kuasai lagi…!” Putri Kinanti lalu mengenalkan kembali dia, Teng
Ini atas permintaan Putri Kinanti sendiri, sehingga kedudukan tiga istri Prabu Malaki ini sejajar, hanya statusnya saja yang membedakan, yakni Putri Kinanti jadi permaisuri utama. Prabu Malaki tak keberatan.Hakim Agung Ki Mandar yang mempunyai kedudukan kuat dan bisa membatalkan kebijakan yang dianggap bertentangan, walaupun itu keputusan Raja Malaki sekalipun, juga tak mempermasalahkan soal kedudukan permaisuri ini.Hanya untuk putra mahkota, apabila kelak Putri Kinanti tak melahirkan seorang putra, maka anak dari Tengku Mimi penggantinya, kalau Tengku Mimi juga hanya melahirkan seorang putri, maka anak permaisuri ketiga yakni Putri Galuh lah yang akan di angkat sebagai Putra Mahkota.Prabu Malaki kembali menyetujui usulan Hakim Agung ini, yang lalu dibuatkan semacam piagam khusus, atau Undang-undang terkait Putra Mahkota ini, yang hanya boleh di isi seorang Pangeran, bukan Putri.Demikianlah, detilnya Hakim Agung membuat Undang-undang Kerajaan, termasuk soal yang lain-lain, Ki Mand
Sembara kini berjalan-jalan sambil bernyanyi-nyanyi, ditangannya tertenteng sebotol arak yang tadi dia beli. Keadaan Kadipaten Pangsa setelah kini merdeka dari tangan penjajah Mapajahit dan di tangan Raja Malaki sudah sangat aman, sangat jarang terjadi tindak kejahatan.Kehidupan rakyat juga terlihat sejahtera, keamanan menjadi sesuatu yang sangat Prabu Malaki utamakan, agar rakyat nyaman dan aman.Prajurit kerajaan juga rutin berpatroli, sehingga para penjahat berpikir 100X kalau ingin menjalankan aksinya.Namun di daerah pedesaan terkadang ada saja penjahat yang leluasa beraksi, walaupun imbasnya mereka jadi buronan pasukan kerajaan.Sembara yang berjalan tanpa tujuan jelas ini, kini sampai ke sebuah desa yang terletak di pinggiran kota Pangsa.Saat melewati sebuah rumah warga, Sembara tertarik dengan suara wanita yang agak lirih dan agaknya minta tolong.Sebagai seorang remaja berilmu tinggi, Sembara bisa membedakan yang mana suara minta tolong dan juga suara biasa-biasa saja.Semb
Sembara kini di undang ke rumah sang kepala dusun, tak enak menolak karena dia penasaran dengan musuhnya tadi, lalu Sembara pun mengikutinya.Ki Saha, sang kepala dusun lalu bercerita, 10 harian yang lalu kampung mereka di masuki 3 perampok, mereka menguras harta warga Dusun Kembangan ini.“Tiba-tiba datang seorang pria perlente dan dia mampu mengusir para perampok itu, sebagai rasa ungkapan terima kasih, kami menjamu pria itu dan juga memberikan dia sebuah rumah buat beristirahat, karena dia bilang seorang perantau yang kebetulan lewat di desa kami!”Menurut Ki Saha pria itu mengenalkan diri dengan nama Pendekar Baung, mendengar bahwa pria perlente ini seorang pendekar, warga desa pun makin hormat saja, selain segan pastinya.Karena pendekar ini tentunya mempunyai kesaktian tinggi, namun dua hari setelah tinggal di sini, mulai belang Pendekar Baung terbongkar, dia ternyata suka menggoda perempuan cantik di desa ini, tak peduli perempuan itu janda, istri orang terlebih para gadis.Ban
Melihat yang menegur hanya hanya dara cilik yang beranjak remaja dan pakaiannya terlihat mewah bak putri bangsawan, ketiga preman sangar ini awalnya kaget, setelah tertawa terbahak-bahak.“Hadeuhhh anakk manisss…andai kamu gede dikit lagi, wuihh betapa cantiknya kamu, udah sono cuci kaki terus bobok siang sama ibu kamu biar cepat gede dan cuantikk, ntar aku lamar dehh jadi bini ke 5!” kata seorang preman yang kumisnya melintang di atas bibir, sambil mengelus-ngelus goloknya dan tertawa, agar dara cilik ini ketakutan.“Heii kumis ijuk, badan kamu bau kayak kambing, lebih baik kalian yang angkat kaki dari sini, ganggu keramaian orang saja!” sahut si dara ini makin berani, hingga bikin ketiga preman melongo, lalu meledaklah tertawa kedua rekannya, karena olokan si gadis cilik ini benar adanya, selain kumisnya kayak ijuk, si kumis ini juga malas mandi, hingga baunya kayak kambing.“Keparat, baru besar dikit sudah berani kurang ajar!” si Kumis mulai emosi, apalagi kedua rekannya sampai men
Kini Sembara dan si dara cilik ini di kurung pendekar baung dan ke 3 anak buahnya, dari tadi wajah pendekar baung sudah mengilar melihat tubuh yang baru berkembang dari si dara manis ini.“Aku tak akan berlaku sungkan lagi pemuda ingusan, lebih baik kamu segera angkat kaki dari sini, atau mayatmu akan aku buang ke jurang dan jadi santapan ular piton!” ancam pendekar baung sambil menatap beringas tubuh Sembara.“Bodoh kalau menyerah, si tukang cabul ini tadi sempat mau gerayangi tubuhku,” semprot si dara manis ini, hingga mengejutkan Sembara.“Apaaa….keparat kamu Pendekar Baung, hari ini aku akan mengadu jiwa denganmu, kamu sudah sangat kurang ajar sekali, masa gadis kecil kamu ganggu juga!”“Siapa yang kecil, aku udah gede tau nggak, umurku sudah 11 tahun, bentar lagi 12 tahun!” si dara ini malah protes ke Sembara di bilang gadis kecil.“Lho itu kan masih muda, kalau gede itu kayak aku, usia sudah 15 tahunan,” sahut Sembara tak mau kalah.“Ihh siapa bilang, aku udah 2 kali menstruasi,