Diancam seperti itu tentu saja Bi Duma ketakutan dan langsung terdiam... Hampir setengah jam sejak kereta kuda yang dikendalikan Rambi Singo meninggalkan kawasan istana Kerajaan Malayu, saat ini memasuki kawasan hutan yang di sana terdapat jalan yang dapat dilalui kereta. Meskipun jalan itu ditumbuhi rumput-rumput kecil, akan tetapi masih tampak bekas roda kereta ataupun juga gerobak pertanda jalan itu memang jalan yang umum dilalui dari daerah Sungai Dareh ke daerah Sijunjung begitu pula sebaliknya. Umumnya yang melalui jalan itu para pedagang antar daerah dan sesekali juga para petani yang membawa hasil pertanian dari kebun atau sawah mereka yang terdapat di seberang hutan itu, begitu pula bagi Rambi Singo sudah tidak asing lagi melintasi jalan itu. Sementara beberapa orang anak buah Rambi Singo yang dari istana Kerajaan Malayu tadi mengikuti Ketuanya itu, saat ini terpaut jarak cukup jauh karena Rambi Singo lebih dulu dan memacu kereta kudanya cukup kencang. Karena merasa nger
“Bedebah..! Sekarang kau akan saya buat tidak bisa cengengesan lagi selamanya..!” Habis berkata Rambi Singo memutar-mutar kedua tangannya saling berlawanan arah, tak beberapa lama di sela-sela ujung jarinya ke luar kuku yang keseluruhannya runcing dan berwarna hitam pekat. Rupanya Rambi Singo benar-benar murka atas sikap Arya yang dianggap menyepelekan dirinya, hingga ia saat itu juga mengeluarkan jurus andalannya yang berjuluk Cakar Singa Beracun. Bak seekor singa pula tubuh Rambi Singo melesat cepat menerkam ke arah Arya, sang pendekar yang saat itu masih cengegesan langsung terkejut. Lagi-lagi ia dengan cepat rebahkan tubuhnya ke tanah, hingga terkaman cakar-cakar beracun di kuku Rambi Singo kembali menerpa angin. Meskipun begitu tampak di wajah Arya mengambarkan kalau dirinya tengah dilanda rasa cemas, tatapannya begitu tajam memperhatikan tindakan apalagi yang akan dilakukan Ketua Padepokan Singa Putih itu. “Sial..! Ajian si keparat itu cukup berbahaya, hampir saja batuk kep
Di perjalanan menuju istana Kerajaan Malayu, Bi Duma yang duduk di sebelah Arya di atas kereta kuda merasakan sesuatu hal yang aneh. Hal itu dikarenakan begitu dekat rasanya dia dengan pemuda tampan yang mengendalikan laju kereta kuda yang duduk di sebelahnya itu, padahal dia untuk kedua kalinya bertemu setelah melihat sang pendekar sewaktu menggagalkan hukuman gantung Adipati Tampati di halaman istana. Ada semacam kontak batin yang sangat kuat, namun Bi Duma tak berani membicarakan hal itu takut mengganggu konsentrasi Arya mengendalikan kereta kuda menuju istana Kerajaan Malayu. Beiringan sang surya hampir tenggelam di ufuk Barat dengan sinarannya yang kemerah-merahan, kereta kuda yang dikendalikan Arya pun tiba di depan pintu gerbang istana. Para penjaga dengan segera membuka pintu gerbang itu setelah mengetahui jika di atas kereta kuda itu terlihat Bi Duma dengan pendekar yang tadi siang menyelamatkan Adipati Tampati dari hukuman gantung akibat fitnahan Rambi Singo, beberapa pra
“Silahkan diminum dan dicicipi Tuan Pendekar.” Tawar Bi Duma. “Terima kasih Bi, jangan panggil saya dengan sebutan Tuan! Nama saya Arya Mandu, Bi Duma cukup memanggil saya Arya saja.” Ucap Arya, Bi Duma pun mengangguk diiringi senyum ramahnya. Setelah meletakan minuman dan panganan ringan serta buah-buahan segar di atas meja tepat di depan Arya dan Adipati Tampati serta Panglima duduk Bi Duma kembali pamit untuk meninggalkan ruangan itu. “Mari silahkan diminum!” Kali ini terdengar Baginda Raja yang menawarkan Arya untuk minum dan mencicipi panganan serta buah-buahan yang telah dihidangkan Bi Duma. “Terima kasih yang mulia, mari Adipati, Panglima kita minum bersama!” Ucap Arya, lalu mengajak Adipati Tampati dan Panglima untuk sama-sama minum dan mencicipi hidangan di meja di depan mereka duduk itu. “Oh ya Arya, sudah seberapa jauh kamu mengejar Rambi Singo dan berhasil membebaskan Bi Duma dari kawasan istana ini?” tanya Baginda Raja. “Cukup jauh juga dari istana ini ke arah B
Tak berselang lama kembalilah salah seorang pengawal itu bersama Bi Duma, Arya semakin bingung ketika perempuan paruh baya itu datang disambut penuh kegembiraan oleh Sang Raja. “Ada apa yang mulia?” Tanya Bi Duma yang juga terlihat bingung akan sikap Baginda Raja yang saat itu masih berdiri dengan wajah berseri-seri di antara Arya dan dirinya. “Kali ini Bi Duma tidak hanya bermimpi, tidak hanya berangan-angan ataupula hanya sekedar berharap.” Ujar Baginda Raja. “Maksud yang mulia? Maaf, saya benar-benar tidak mengerti dengan yang mulia katakan.” Bi Duma semakin bingung begitu pula dengan Arya, keduanya nampak mengerutkan dahi berusaha mencari makna kata-kata yang baru saja diucapkan Baginda Raja. “Lihat pemuda tampan ini! Apakah Bi Duma ketika menatap dan dekat dengannya tidak ada merasakan sesuatu yang berbeda?” Ujar Baginda Raja, Bi Duma pun melakukan apa yang disuruh yaitu menatap wajah sang pendekar. “Maafkan saya yang mulia, jika diperkenankan saya ingin berkata jujur se
Acara perayaan wujud rasa syukur atas dipertemukannya Arya dan Bi Duma berlangsung sangat meriah, bagaimana tidak dari pagi hingga malam acara itu dimeriahkan berbagai macam kesenian daerah khas Minang yang disuguhkan dari berbagai daerah dalam kawasan kekuasaan Kerajaan Malayu. Bukan hanya para penduduk di masing-masing daerah kekuasaan Kerajaan itu saja yang diundang, para Raja dan orang petinggi Kerajaan-kerajaan lain di Pulau Andalas pun hadir memenuhi undangan. Semua yang hadir di sana bersuka cita, saat perayaan itu pulalah Arya Mandu makin dikenal. Sang pendekar juga tidak dapat merahasiakan lagi jika dirinya lah sosok pendekar yang sebagian Raja dan petinggi Kerajaan pernah mendengar nama dan gelarnya, sebagai Pendekar Rajawali Dari Andalas yang selalu menegakan kebenaran seperti yang telah ia lakukan di Pulau Jawa dan di kawasan daerah kekuasaan Kerajaan Malayu di Pulau Andalas itu. Pagi itu cuaca di kawasan istana Kerajaan Malayu dan sekitarnya sangat cerah, di langit ham
Meskipun Baginda Raja ikut serta menyakinkan Bi Duma dengan mengangguk-anggukan kepalanya atas yang baru saja Arya katakan, akan tetapi Ibu sang pendekar itu masih saja kuatir jika putranya itu tetap bersikukuh untuk membalas dendam pada Sura Brambang. “Ibu bukannya tidak setuju jika kamu mencari Sura Brambang di Pulau Jawa dan membalas dendam atas kematian Ayahmu, Ibu hanya tidak ingin karena dendam itu membuatmu melupakan amanah Nyi Konde Perak sebagai Gurumu untuk selalu menegakan kebenaran di manapun kamu berada. Kalau pun kamu bertemu dengan Sura Brambang nantinya dan kalian berdua bertarung, itu bukan karena kamu mencarinya atas dasar dendam melainkan karena dia sosok golongan hitam yang kerap berbuat kejahatan.” Tutur Bi Duma, Arya mengangguk. “Iya Bu, saya akan mendengar dan menuruti kata-kata Ibu.” Ujar Arya yang kali ini benar-benar membuat hati Bi Duma tenang. Siang itu sekembalinya Arya dan Bi Duma serta Baginda Raja dari tempat pemakaman orang-orang yang berjasa atau
“Eyang Guru selalu begitu, jika seandainya ia mau menyebutkan nama Ayah dan Ibu tentu saya tidak akan sesulit ini untuk mencari. Segala sesuatunya ia jadikan tantangan buat saya, makanya sampai saat ini saya merasa sudah terbiasa menghadapi hal-hal yang sifatnya menantang meskipun nyawa taruhannya.” Tutur Arya lalu mengeleng-gelengkan kepalanya mengingat cara Nyi Konde Perak mengemblengnya menjadi seorang pendekar. “Tapi Nyi Konde Perak sangat baik dan penyanyang kan, Arya? Ibu yakin semua itu bertujuan untuk mendidikmu sekaligus berharap kamu menjadi sosok pendekar yang tangguh, seperti halnya yang telah kamu lakukan menyelesaikan berbagai permasalahan sebelum kamu sampai dan bertemu Ibu di istana Kerajaan ini.” Ulas Bi Duma. “Ya Bu, meskipun didikan Eyang sangat keras tapi dia sayang sama saya. Saya tahu Eyang merasa berat hati dan sedih ketika melepas saya turun gunung, akan tetapi mungkin karena sudah waktunya dan semakin menjadi-jadinya kejahatan di mana-mana Eyang pun memeri
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa