Meskipun tak sepenuhnya percaya tapi bagi Baginda Raja yang diceritakan Rambi Singo itu masuk akal juga, sementara bagi Panglima sama sekali tak percaya malahan ia makin curiga dan ingin sekali menyelidiki semua yang dikatakan Ketua Padepokan Singa Putih itu. “Jadi saat ini daerah Sikabau telah aman dari para pengacau itu?” Baginda Raja ingin memastikan kembali yang dikatakan Rambi Singo. “Benar yang mulia, hamba berani bersumpah jika semua yang hamba ceritakan tadi nyata adanya dan saat ini Adipati Tampati tidak kami temui di Sikabau.” Tutur Rambi Singo. “Sungguh saya tak menyangka Adipati Tampati tega-teganya menghianati kepercayaan yang saya berikan, Panglima sekarang utus beberapa prajurit ke sana untuk menjaga keamanan daerah Sikabau siapa tahu Adipati Tampati datang membawa pengacau lebih banyak lagi membuat kekacauan lebih parah lagi!” Baginda Raja memberi perintah pada Panglima, lagi-lagi sebelum Panglima berucap Rambi Singo memotong. “Tidak usah yang mulia, biar hamba
“Moga saja Arya berhasil menjadi seorang pendekar sakti mandraguna, seperti yang dikatakan Nyi Konde Perak ketika dia datang ke sini dan melihat Arya untuk pertama kalinya.” Harapan Baginda Raja, Bi Duma tersenyum mendengarnya. “Hemmm, moga saja begitu yang mulia. Pada saat itu Arya masih berusia 5 tahun dan sedah lincah-lincahnya berjalan, hampir setiap hari dia selalu ingin ikut memberi makan kuda di kandang bersama Bari.” Ujar Bi Duma sembari membayangkan ketika Arya kecil masih berada di istana itu, Bari yang disebut adalah petugas kesehariannya bekerja memberi makan kuda-kuda di kandang di belakang istana. “Bi Duma tentu sangat merindukannya, saat ini pastinya Arya sudah tumbuh dewasa gagah dan tampan seperti mendiang Paman Mandala.” Baginda Raja menerka-nerka. “Jujur saya memang selalu merindukannya yang mulia, akan tetapi apa hendak dikata sejak awal saya telah mengiklaskan Arya untuk diasuh oleh Nyi Konde Perak.” Tutur Bi Duma mengakui perasaannya yang selalu dilanda ke
Setelah beberapa saat memikirkan apa yang akan ia jawab, sang pendekar pun berusaha untuk menjelaskan tentang dirinya yang memang berdarah Minang. “Saya tidak tahu persis nama daerah asal saya, karena saat saya masih kecil kira-kira berusia 5 tahun saya dibawa oleh seorang perempuan ke Tanah Jawa. Saya diasuh dan dibesarkan di sana, barulah ketika sudah berusia 20 tahun seperti saat ini saya kembali ke Pulau Andalas mencari keberadaan Ibu saya.” Idrus dan beberapa temannya sesama petani di dangau itu saling pandang setelah mendengar penjelasan dari Arya. “Jadi saat saudara Arya masih balita dibawa ke Pulau Jawa dan dibesarkan di sana?” Idrus bertanya memastikan kembali penjelasan Arya, sang pendekar menganggukan kepalanya. “Apa pada waktu itu saudara Arya ada mengingat sesuatu, misalnya tempat tinggal sebelum saudara dibawa ke Pulau Jawa?” Idrus bertanya kembali, Arya pun kemudian berusaha mengingat-ingat. “Saya tidak ingat betul tempat tinggal sebelum saya dibawa ke Pulau Jawa
Setibanya kembali Rambi Singo dengan Panglima ke ruangan di mana di sana Baginda Raja masih ditemani Bi Duma sembari bercakap-cakap, perempuan yang tidak lain adalah Ibunda Arya Mandu itu mohon diri untuk kembali ke ruangan belakang melanjutkan pekerjaan lainnya. Di depan sebuah meja yang di sana telah tersuguhkan minuman dan makanan yang tadi dibawa Bi Duma, Rambi Singo dan Panglima Kerajaan Malayu itu pun duduk. “Silahkan dinikmati minuman dan makanan yang telah disuguhkan di meja itu Rambi!” Baginda Raja mempersilahkan. “Terima kasih yang mulia.” Ucap Rambi Singo lalu meneguk minuman dan mencicipi sedikit makanan yang tersedia di meja itu. “Bagaimana, apakah telah kamu perintahkan anak buahmu ke Sikabau untuk menjaga keamanan para penduduk di sana jikalau sewaktu-waktu para pengacau itu datang lagi?” Tanya Baginda Raja. “Sudah yang mulia, bahkan hamba memerintahkan kesemuanya untuk menuju Sikabau.” Jawab Rambi Singo sembari melirik sesaat pada Panglima, Panglima Kerajaan M
Idrus nampak tersenyum disanjung untuk kedua kalinya tentang daerahnya itu. “Sudah menjadi tradisi turun-menurun dari para lelulur di Tanah Minang ini khususnya daerah Sikabau akan kebersamaan, tolong-menolong dan juga bergotong-royong dalam hal apapun jua demi terwujudnya kesejahteraan serta ketentraman.” Ujar Idrus, sang pendekar mengangguk-anggukan kepalanya. “Sayangnya semua itu terusik akan kehadiran orang-orang Padepokan Singa Putih yang diketuai Rambi Singo itu, kami kuatir dengan ditawannya Adipati Tampati mereka akan benar-benar dapat menguasai Sikabau dan membuat para penduduk di sini menderita.” Sambung Idrus. “Apakah saudara Idrus tahu di mana Adipati Tampati itu ditawan?” Tanya Arya. “Ya, saya dan para penduduk yang lainnya tahu di mana Adipati Tampati itu disekap. Tapi seperti yang tadi siang saya katakan kami semua takut atas ancaman mereka yang akan membunuh siapa saja termasuk memberi tahu keberadaan Adipati Tampati pada pihak istana Kerajaan Malayu.” Jawab Id
“Benar sekali apa yang saudara Idrus katakan itu, saya membantu dan mengajak kalian melawan orang-orang Padepokan Singa Putih bukan bertujuan untuk membunuh mereka melainkan demi terwujudnya kembali ketentraman daerah ini yang terusik oleh kedatangan mereka.” Tutur Arya. “Lalu langkah selanjutnya apa Pendekar? Apakah besok pagi juga kita bergerak melakukan perlawanan pada mereka?” Tanya Randa Si Ketua pemuda Sikabau. “Hemmm, tentu saja tidak seperti itu. Terlebih dahulu kita harus selidiki dulu, apakah mereka berkumpul dalam satu tempat atau berpencar berkelompok-kelompok di kawasan Sikabau ini. Untuk itu saya meminta bantuan Randa dengan beberapa pemuda menyelidiki hal itu, sementara saya juga ikut serta mengamati mereka namun dengan cara saya sendiri. Setelah semuanya jelas, barulah nanti saya akan beri tahu langkah kita selanjutnya.” Tutur Arya. “Baik Pendekar, saya dan beberapa pemuda siap menjalankan semua yang Pendekar perintahkan.” Ujar Randa penuh semangat. ****** Sem
Pagi yang cerah diawali dengan sang surya menyingsing di ufuk Timur serta kicauan burung-burung riang bertengger di atas dahan, di lembah sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi terdapat sebuah rumah. Melihat bangunan rumah yang cukup besar itu sepertinya belum lama dibuat dan ada beberapa bagian dindingnya masih belum terpasang, di belakang bangunan rumah itu ada sebuah bangunan berukuran kecil tak berdinding hanya disekat kayu-kayu seukuran lengan orang dewasa. Dari bentuknya mirip sebuah kandang namun yang ada di dalam bukanlah binatang melainkan seorang lelaki berbadan cukup kekar sebaya dengan Panglima Kerajaan Malayu, di luar bangunan kecil itu terdapat beberapa orang lelaki dari bentuk pakaiannya mereka adalah orang-orang Padepokan Singa Putih. Cukup lama lelaki yang berada di dalam bangunan itu hanya duduk bersandar dengan raut wajah lemas, tak jauh di depannya duduk terlihat dua buah sisir pisang matang dan seruas bambu berisi air. “Jika kau bersikeras tidak makan dan minu
Tutur Rambi Singo diiringi tawannya, lalu ia memerintahkan para anak buahnya yang bertugas di sana untuk mengeluarkan Adipati Tampati dan membawanya ke arah belakang dari ruangan penyekapan itu... Dua orang anak buah Rambi Singo menggiring Adipati Tampati menuju ke tempat yang diinginkan Ketua mereka, awalnya Adipati Tampati terlihat tenang-tenang saja meskipun dipikirannya timbul rasa penasaran tentang maksud Ketua Padepokan Singa Putih membawanya ke belakang ruang penyekapan itu. Namun ketika beberapa orang anak buah Rambi Singo yang lain menggeser 9 buah batang bambu kering yang sengaja dilintangkan sejajar di tanah dan di atasnya terdapat unggukan jerami, terbelalaklah mata Adipati Tampati saat melihat tak jauh di depannya itu terdapat sebuah lubang yang cukup besar dan dalam. Lubang yang menganga itu lebih besar dari lubang sebuah sumur, mengenai dalamnya sampai saat ini tak seorang pun yang mengetahuinya begitu pula dengan ada tidaknya air di dasar atau pula makhluk lain yang
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa