“Yang harus kalian perhatikan, jadilah pendekar yang senantiasa menjunjung tinggi kebenaran, memberantas keangkara murkaan dan senantiasa menolong kaum lemah yang membutuhkan pertolongan!” kata Pendeta To. “Baik, suhu!” semua murid Kuil Rajawali menganggukan kepala.
Seperti biasa, saat memberikan wejangan Pendeta To duduk dengan gagah di atas batu besar yang diletakan di tengah-tengah kuil, sedangkan ke sepuluh muridnya duduk di atas lantai dan sigap mencatat apa yang disampaikan oleh guru mereka.
Pendeta To mengamati murid-muridnya dengan perasaan sayang, kemudian matanya tertuju kepada dua murid utama yang sudah lama belajar di kuil tersebut. “Long Wan, dan kamu Kwe Lin” ucap Pendeta To. Dua murid yang disebutkan namanya tadi menganggukan kepala.
Long Wan adalah murid pertama di kuil ini. Usianya sekitar delapan belas tahun, wajahnya tidak terlalu tampan akan tetapi bersih, hidungnya mancung, rahangnya kokoh, dan yang paling menawan ia memiliki sorot mata yang sangat tajam laksana tatapan seekor singa. Badan pemuda itu tidak terlalu berotot namun sangat terlatih, penampilan dan gerak-geriknya sangat cocok menjadi seorang pendekar pilih tanding.
Seedangkan Kwe Lin atau yang lebih akrab disapa Lin Lin, adalah gadis jelita berusa tujuh belas tahunan. Wajahnya sangat cantik, hidung mancung kedua pipinya merah merona dan yang paling menawan senyuman gadis itu sangat manis dan bisa menyihir siapapun yang memandangnya.
“Sudah lebih dari tiga tahun kalian menimba ilmu di kuil ini, akan tetapi ..” sejenak Pendeta To menarik napas panjang, dan hal itu tentu membuat murid-muridnya merasa sangat penasaran.
“Selama ini kalian hanya mempelajari dasar-dasar ilmu silat saja, pinto (saya) tahu tampaknya kalian kecewa sebab pinto lebih mengutamakan kebatinan dibandingkan ilmu silat!” Mendnegar ucapan gurunya, Long Wan dan Lin Lin saling pandang, jujur dalam benak mereka selalu bertanya-tanya mengapa gurunya yang tersohor sangat sakti sangat jarang memberikan pelajaran silat, keseharian semua murid di kuil ini hanya mendalami ilmu agama atau kebatinan saja.
Jangankan murid yang baru belajar, Long Wan yang sudah tahunan saja masih berkutat dengan jurus dasar. Sekalipun Pendeta To tidak pernah mengajarkan ilmu silat tingkat tinggi. “Maaf suhu!” Long Wan menganggukan kepala dan meminta izin untuk berbicara.
“Sejujurnya tentu kami semua bertanya-tanya, akan tetapi kamipun yakin bahwa suhu lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kami semua selaku murid-murid Kuil Rajawali ini!” ucap Long Wan.
Mendengar ucapan muridnya, Pendeta To tersenyum lembut. Ia sangat puas bahwa muridnya berani untuk berterus terang dan jujur akan isi hatinya. “Bagaimana denganmu, Lin Lin?” Pendeta To melirik ke arah Lin Lin, gadis cantik itu tersenyum kemudian menganggukan kepalanya “Sayapun sependapat dengan suheng” Jawab Lin Lin singkat.
“Bagus-bagus!” Pendeta To tertawa “Perlu kalian ketahui, dulu pinto memiliki seorang murid bernama Zi Rui. Dia sangat berbakat, hanya dalam waktu tiga tahun saja dapat menyerap semua ilmu silat yang pinto ajarkan. Bahkan ilmu silat Menghalau Badai dapat ia kuasai dengan cukup sempurna, Akan tetapi sayang,” Pendeta To menarik napas panjang, kedua mata lelaki bijaksana itu sedikit berkaca-kaca “Dahulu pinto lebih mengutamakan ilmu silat dibandingkan agama ataupun kebatinan, dan akibatnya Zi Rui tumbuh menjadi pemuda sakti mandraguna namun memiliki watak yang angkuh dan culas!”
Baik Lin Lin maupun Long Wan, keduanya terpaku di tempat duduknya. Baru kali ini mereka mendengar cerita tersebut dari gurunya. Yang lebih mengejutkan, saat Pendeta To menyebut-nyebut Ilmu Silat Menghalau Badai. Long Wan pernah mendengar, bahwa jurus tersebutlah yang membuat Pendeta To begitu terkenal dan menakutkan bagi lawan-lawannya.
Saat mereka sedang hanyut dalam lamunan masing-masing, tiba-tiba ada suara teriakan dari luar kuil. “Pendeta busuk, cepat keluar!”
“Siapa orang yang tidak memilki sopan-santun itu?” Semua murid Kuil Rajawali berdiri, mata mereka mencorong tajam ke arah jendela. “Sepertinya di luar banyak tamu, mari kita sambut mereka!” kata Pendeta To sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu dengan diikuti oleh murid-muridnya.
“Sicai, rupanya banyak tamu yang berkenan mampir ke kuil sederhana ini!” ucap Pendeta To sambil tersenyum lebar, sedangkan kedua telapak tangannya dikatupkan di depan dadanya. Long Wan yang berdiri di sebelah Pendeta To mengerutkan keningnya, rupanya tempat ini sudah dikepung oleh puluhan tentara. Dan yang paling mengejutkan di antara mereka ada kalangan pendekar, bahkan sahabat gurunya yang berjuluk si Dewa Pedang ikut mengepung kuil ini.Dulu, saking akrabnya Dewa Pedang menjodohkan muridnya dengan Lin Lin.
“Ada apa ini, suheng?” tanya Lin Lin “Entahlah, tapi yang jelas kalian semua harus waspada!” bisik Long Wan kepada adik seperguruannya.
“Pendeta busuk, ternyata selama ini kamu bersekongkol dengan para pemberontak!” kata lelaki paruh baya yang mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan, apalagi di punggungnya terselip pedang panjang dengan gagang ukiran tengkorak.
“Puji Thian Yang Agung, Datuk dari utara yang berjuluk Iblis Selaksa Racun berkenan singgah ke tempat pinto yang buruk ini!” kata Pendeta To. Mendengar julukan yang diucapkan gurunya, Long Wan terperanjat. Nama Iblis Selaksa racun atau Mo Ong tentu saja begitu tersohor, konon ia sangat sakti dan kejam.
“Maaf tuan-tuan, apa buktinya bahwa saya bersekongkol dengan pemberontak?” tanya Pendeta To “Tidak usah berpura-pura, selama ini kamu menyembunyikan peta harta karun kerajaan Hua. Kami tahu, sisa-sisa pasukan Kerajaan Hua sedang menyusun kekuatan untuk menggulingkan kekaisaran Kerajaan Beng!” bentak Mo Ong, matanya yang bundar menatap tajam ke arah Pendeta To.“Tapi apa hubungannya dengan pinto?” Pendeta To tetap terlihat tenang, padahal batin orang tua bijaksana itu sedang tidak karuan. Ia mengkhawatirkan keselamatan murid-muridnya. Jika ia dituduh pemberontak, maka semua muridnya terancam bahaya.“Kalau kamu memang tidak bersekongkol dengan pemberontak, cepat serahkan peta harta karun itu!” kata Mo Ong lagi. “Rupanya gara-gara fitnah dan kabar burung, kini para pendekar bersedia bergabung dengan para datuk hitam!” ucapan Pendeta To terdnegar lembut namun menusuk perasaan orang-orang di sekitar tempat itu.Para pendekar identik dengan pahlawan yang senantiasa membela kebenaran, sebali
“Kalian semua mundur, dia milikku!” Tiba-tiba sesosok tubuh ramping melompat dan berdiri di tengah-tengah area pertarungan. Semua mata terbelalak saat menyaksikan siapa yang tiba-tiba muncul itu, mereka terkejut bukan hanya karena gerakan gadis itu terlihat ringan akan tetapi kecantikannya yang tiada tara, laksana bidadari yang turun dari istana dewa.Gadis cantik yang tiba-tiba muncul tersebut bernama Li Mei. Dia adalah murid terkasih dari Mo Ong. Perawakannya ramping, wajahnya cantik jelita dan yang paling mempesona tatapannya sangat tajam. Lelaki manapun tidak akan sanggup beradu pandangan dengannya.Long Wan terpaku di tempat, amarah yang tadi berkobar-kobar untuk beberapa saat lenyap begitu saja karena tersilap oleh kecantikan Li Mei. “Suheng!” Lin Lin berteriak, dia tampak marah karena kakak seperguruannya terpesona oleh lawan, dan yang memalukan gadis itu adalah murid dari orang yang melukai gurunya.“Dasar laki-laki, semua sama saja!” desis Lin Lin sambil memalingkan muka. Long
“Suhu!” Lin Lin dan Long Wan memegang tangan gurunya. “Tidak apa-apa, dahulu aku menyimpan rahasia peta harta karun itu karena tidak ingin terjatuh ke tangan yang salah, akan tetapi ..” Sejenak Pendeta To menghentikan ucapannya, tentu saja sikapnya mengundang rasa penasaran bangi yang mendengarnya.“Mungkin sudah kehendak Thian, maka rahasia peta harta karun itu harus terbongkar” “Tidak usah berbelit-belit, cepat katakan saja!” Mo Ong semakin tidak sabar, ia menodongkan ujung pedang beracunnya ke arah pendeta To.“Anak-anaku, jaga diri kalian baik-baik!” ucap Pendeta To “Sekarang pinto akan segera menyusul teman-teman kalian!” Mendengar ucapan gurunya, Long Wan terperanjat dan ia hendak meraih tangan gurunya. Akan tetapi terlambat, pendeta sudah melompat ke arah Mo Ong yang sedang menodongkan pedang beracun. Akibatnya, Pendeta To yang bijaksana itu tewas sekita.“Suhu!” Lin Lin berteriak, batin gadis itu tergoncang dan akibatnya Lin Lin jatuh tersungkur dan pingsan. Sedangkan Long Wan
Semua orang yang mengepung kuil rajawali sudah pergi sejak malam tadi. Sedikitpun mereka tidak memperdulikan kepada sembilan jasad yang tergeletak di atas tanah dalam kondisi yang sangat mengerikan. Semuanya menyangka bahwa seluruh penghuni Kuil Rajawali sudah menyangka.Satu orang pun tidak menyangka bahwa Long Wan selamat karena tubuhnya menggantung di tepi jurang karena bajunya tersangkut akar pohon. Walaupun selamat, akan tetapi kondisi Long Wan sangat mengenaskan. Tubuhnya penuh luka, apalagi saat itu sebuah makhluk mengerikan sedang menatap tajam ke arah dirinya.“Suhu!” Long Wan mulai siuman, akan tetapi tubuhnya terasa sakit. “Sshh!” makhluk mengerikan itu mendesis dan mendekati tubuh Long Wan. Pemuda malang itu membuka kedua matanya, ia terperanjat mendapati dirinya tergantung di tebing jurang. Saat menengok ke samping, seekor ular kobra putih sedang menjulurkan lidahnya.“Ya Tuhan!” Long Wan berusaha menjauh, akan tetapi apadaya tubuhnya tersangkut akar. “Mungkin sudah waktun
Kota Xian Zhi terletak di utara di bawah kekuasaan kerajaan Beng. Semakin hari tempat ini terlihat ramai, banyak penduduk berdatangan menetap di kota ini. Alasan mereka memilih kota ini karena aman dari gangguan bandit yang bisa mengganggu kapan saja.Kota Xian Zhi dipimpin oleh seorang Gubernur yang baik serta mengutamakan kepentingan rakyat, maka tidak heran jika semua warga kota ini sangat mencintai pemimpinnya. Selain itu, keamanan danpatroli dijalankan dengan sebaik mungkin. Salah satu tempat yang menjadi daya tarik kota ini adalah rumah makan Hao Chi yang terkenal akan kelezatannya. Konon kaisarpun jika kebetulan lewat selalu ingin singgah di rumah makan itu.Seperti biasa, siang itu rumah makan Hao Chi penuh oleh para pelancong yang sengaja singgah sekedar mencari tempat menginap sekaligus mengisi perut. “Pelayan, sediakan arak yang terbaik sekaligus makanan yang paling lezat!” teriak seorang pemuda tampan, pakaiannya terlihat sangat mewah. Hal ini menandakan dia berasal dari k
Tuan Kwe berdiri dari kursi kebesarannya “Saya ucapkan banyak terimakasih kepada tuan dan nyonya yang berkenan hadir di tempat kami. Silahkan nikmati jamuan sederhana yang telah kami siapkan” Ucapan Tuan Kwe disambut tepuk tangan dan sorak sorai tamu undangan. Tidak lama kemudian terdengar alunan musik berbarengan dengan pelayan membawa berbagai makanan yang sangat lezat, seperti arak wangi, daging panggang bakpau dan lain sebagainya.“Silahkan tuan” seorang pelayan menyodorkan secangkir arak kepada Long Wan “Saya pesan air teh saja paman” mendnegar permintaan Long Wan, sejenak pelayan tadi mengerutkan keningnya. Sudah sangat lumrah di acara pesta meminum arak, akan tetapi tidak urung juga pelayan tadi menganggukan kepala kemudian pergi untuk mengambilkan teh untuk Long Wan.Saat semua sedang menyantap makanan lezat, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara ribut dari pintu depan. “Ada apa ini?” tanya Tuan Kwe saat dua penjaga datang sempoyongan sambil memegangi wajahnya yang penuh lu
“Saya merasa tersanjung karena dapat bertemu dengan tuan Yao yang terkenal akan kesaktiannya” Long Wan membungkuk untuk memberikan hormat kepada si Tongkat Setan, melihat sikap pemuda itu Yao Guai mengelus janggutnya yang memutih kemudian mengangguk pelan.“Ternyata murid Pendeta To hanyalah seorang gembel” si Ceriwis dan teman-temannya tertawa cekikikan, akan tetapi Long Wan mengacuhkannya karena perhatiannya tertuju kepada Yao Guai, tampaknya orang tua sakti itu datang ke tempat ini hanya untuk mencari gara-gara saja.“Jika tuan ada urusan dengan saya, mari kita selesaikan di luar sebab semua ini tidak ada hubungannya dengan tuan Kwe” kata Long Wan, mendengar perkataan pemuda itu Yao Guai atau si Tongkat Setan tertawa ngakak. “Kamu bilang tidak ada hubungannya? Sudah jelas adik seperguruanmu itu anaknya Kwe Ang!”“Sebentar tuan-tuan” tuan Kwe berdiri untuk melerai ketegangan antara Long Wan dengan Yao Guai. “Putriku yang bernama Kwe Lin memang benar dahulu pernah menjadi muridnya Pe
“Suhu, biarkan saya yang menjajal gembel ini!” ucap Si Ceriwis kemudian bersalto ke atas meja bundar yang penuh dengan makanan. Gerakan pemuda necis itu sangat ringan, dan ketika ia mendaratkan kakinya sedikitpun tidak menimbulkan suara.Tuan Kwe menggelengkan kepala, dia sangat jengkel sebab pesta ulang tahunnya terganggu oleh kehadiran komplotan Yao Guai. “Bereskan semua makanan dan arak di atas meja!” titah Tuan Kwe kepada para pelayan.“Suheng hati-hati!” kata Lin Lin, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Long Wan. Dari gerakan si Ceriwis tadi saja Lin Lin tahu bahwa lawan suhengnya memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi. Setelah semua hidangan yang tadi menumpuk di atas meja dibawa oleh para pelayan, Long Wan segera mendekati tempat itu.Berbeda dengan si Ceriwis, Long Wan menaiki meja tanpa atraksi sedikitpun malahan ia tampak susah payah naik ke atas meja yang tingginya hanya satu meter. Melihat Long Wan yang kesusahan semua orang tertawa ngakak, bahkan ayahnya Lin Lin mengge