Share

Kalah

“Maaf tuan-tuan, apa buktinya bahwa saya bersekongkol dengan pemberontak?” tanya Pendeta To “Tidak usah berpura-pura, selama ini kamu menyembunyikan peta harta karun kerajaan Hua. Kami tahu, sisa-sisa pasukan Kerajaan Hua sedang menyusun kekuatan untuk menggulingkan kekaisaran Kerajaan Beng!” bentak Mo Ong, matanya yang bundar menatap tajam ke arah Pendeta To.

“Tapi apa hubungannya dengan pinto?” Pendeta To tetap terlihat tenang, padahal batin orang tua bijaksana itu sedang tidak karuan. Ia mengkhawatirkan keselamatan murid-muridnya. Jika ia dituduh pemberontak, maka semua muridnya terancam bahaya.

“Kalau kamu memang tidak bersekongkol dengan pemberontak, cepat serahkan peta harta karun itu!” kata Mo Ong lagi. “Rupanya gara-gara fitnah dan kabar burung, kini para pendekar bersedia bergabung dengan para datuk hitam!” ucapan Pendeta To terdnegar lembut namun menusuk perasaan orang-orang di sekitar tempat itu.

Para pendekar identik dengan pahlawan yang senantiasa membela kebenaran, sebaliknya golongan hitam adalah para bandit, tukang rampok, begal dan segala pelaku kejahatan lainnya. “Jangan salah faham sobat, kami mendatangi tempat ini hanya untuk memastikan agar peta harta karun itu tidak jatuh ke tangan yang salah!” kilah Dewa Pedang sambil melirik ke arah Mo Ong.

“Hanya untuk memastikan!” Pendeta To tertawa, suaranya sangat kencang dan menggetarkan tempat itu karena dilapisi oleh tenaga dalam yang sangat tinggi. “Siapa orang yang lancang memfitnah pinto menyembunyian peta harta karun itu?” kata Pendeta To setelah tawanya reda.

“Kamu tidak perlu tahu, cepat katakan saja benar atau tidak bahwa peta harta karun itu padamu!” teriak Mo Ong, memang sudah menjadi kebiasaan bagi golongan hitam tidak suka berbasa-basi. “Baiklah, kalau begitu kalian pastikan saja sendiri!” jawab Pendeta to singkat.

“Long Wan, pinto akan berusaha mengalihkan perhatian. Kamu ajak yang lainnya untuk segera meninggalkan tempat ini!” bisik Pendeta To sambil melangkahkan kakinya mendekati Mo Ong. “Tapi, suhu .. ” Long Wan memegang tangan gurunya “Jangan membantah, laksanakan saja!” Long Wan terkesima, baru kali ini ia dibentak oleh gurunya. Dan yang lebih mengejutkan terlihat jelas bahwa Pendeta To sedang ketakutan.

“Dasar pendeta munafik, menyembukian peta harta karun yang bukan miliknya!” “Namanya juga pemberontak!” Terdengar ejekan dari semua orang yang mengepung tempat itu, tidak terkecuali dengan Dewa Pedang dan muridnya.

Melihat itu Lin Lin terlihat marah, apalagi ia sudah dijodohkan dengan murid si Dewa Pedang yang bernama Tianba. “Jangan sumoi!” Long Wan menarik tangan Lin Lin yang hendak maju dan mendamprat Dewa Pedang.

“Baiklah, jika itu keputusanmu mari kita bertarung untuk membuktikan kebenarakan kabar akan peta harta karun itu!” kata Mo Ong, sedetik kemudian ia segera berkelebat ke arah Pendeta To, maka pertempuran sengit tidak bisa dielakan lagi. Mereka berdua saling serang dengan jurus dahsyat andalan masing-masing.

“Long Wan, cepat pergi!” teriak Pendeta To di sela-sela pertarungannya. “Suheng, apa yang harus kami lakukan?” Ke delapan murid Kuil Rajawali terlihat gugup dan ketakutan. Long Wan menarik napas panjang, ia tidak menyalahkan rekan-rekannya yang ketakutan. Selain ia dan Lin Lin, semuanya baru setahun tinggal di kuil ini, dan baru belajar dasar-dasar ilmu silat saja.

“Sumoi, tolong ajak semuanya cepat meninggalkan tempat ini!” bisik Long Wan. Lin Lin menoleh “Suheng, saya kamu anggap murid macam apa meninggalkan suhu di saat seperti ini!” Lin Lin mendelikan matanya. “Bukan begitu sumoi, tapi ini demi keselamatan mereka!” Long Wan menunjuk ke delapan murid Kuil Rajawali yang ketakutan. Sejenak Lin Lin termenung, ada pertempuran sengit di dalam batinnya.

“Wut, desh!” Baik Mo Ong ataupun Pendeta To sama-sama terpental ke belakang. Pendeta To mengerutkan keningnya saat melirik ke arah murid-muridnya yang masih tetap berdiri di depan kuil. Sementara pasukan pemerintah sudah semakin mengepung tempat itu.

“Sumoi, cepat!” kata Long Wan “Tapi ..” Lin Lin semakin gugup. Baru saja ia menoleh ke arah rekan-rekannya, tiba-tiba tempat itu dihujani oleh panah api oleh pasukan pemerintah. Long Wan dan Lin Lin berhasil menghindar, akan tetapi rekan-rekannya yang lain tidak bisa berbuat apa-apa. Akibatnya mereka tewas meregang nyawa karena sekujur tubuhnya menjadi mangsa panah api.

“Suheng, argh!” teriak mereka. Muka Long Wan bersemu merah “Jahanam, kalian lebih kezam daripada iblis!” murid utama Kuil Rajawali itu segera melompat dan menerjang barisan pasukan pemerintah yang tadi menyerang dengan panah api.

“Tidak!” Pendeta To tercengang, wajahnya terlihat sangat pucat saat menyaksikan murid-muridnya tewas bersimpah darah. Ada rasa sesal dalam batinnya, mengapa ia tidak mengajarkan ilmu silat tingkat tinggi kepada mereka. Di saat Pendeta To sedang berduka, tiba-tiba Mo Ong melancarkan pukulan jarak jauh yang sangat dahsyat. Itulah pukulan selaksa racun yang ditakuti oleh dunia persilatan.

Walaupun sedang berduka, akan tetapi kewaspadaan Pendeta To tidak hilang. Menyadari ada serangan dahsyat ia segera mendorongkan kedua tangannya ke arah Mo Ong. Dari telapak tangan Pendeta To keluar hembusan angin yang sangat dahsyat.

“Dugh!” Benturan dua tenaga dalam yang sangat dahsyat terjadi, akibatnya tempat itu bergetar seperti diguncang oleh gempa berkekuatan tinggi.“Bug!” Pendeta to dan Mo Ong sama-sama terpental ke belakang dan ambruk di atas tanah.

“Suhu!” teriak Lin Lin, gadis itu melompat dan segera memapah gurunya. “Cepat pergi!” lirih Pendeta To. “Tidak, suhu!” Lin Lin terisak, kesedihannya semakin menjadi-jadi. Tadi ia menyaksikan rekan-rekannya tewas, dan sekarang gurunya terluka parah.

“Suhu!” Long Wan berlari ke arah gurunya, ia tidak memperdulikan barisan pasukan pemerintah yang berhasil ia lukai. “Cepat pergi, cepat!” Dengan lemah Pendeta To menggerakan tangannya. Akan tetapi Long Wan menggelengkan kepalanya. Mana mungkin ia meninggalkan gurunya dalam kondisi seperti ini!.

“Ternyata pendeta busuk itu masih handal!” guman Mo Ong sambil mengusap mulutnya yang mengeluarkan darah. Datuk hitam itu sadar, seandainya tadi Pendeta To tidak lengah, mana mungkin ia bisa mendesaknya.

“Lihat, Pendeta To sedang terluka! Ini kesempatan kita untuk merebut peta harta karun itu!” seperti dikomando, para pendekar dan golongan hitam segera mendekati Pendeta To. “Selangkah lagi kalian maju, maka leher kalianlah yang menjadi taruhannya!” Suara Long Wan terdengar mengguntur. “Jangan Long Wan, mereka bukan tandinganmu!” Pendeta To berusaha berdiri.

“Anak ingusan, memangnya apa yang dapat kamu lakukan?” Mendengar ejekan dari para pengepung, hati Long Wan kian terasa membara. “Tidak usah banyak omong, kita buktikan siapa yang harus mati!” bentak Long Wan

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status