Share

Penguasa Kota Xian Zhi

Kota Xian Zhi terletak di utara di bawah kekuasaan kerajaan Beng. Semakin hari tempat ini terlihat ramai, banyak penduduk berdatangan menetap di kota ini. Alasan mereka memilih kota ini karena aman dari gangguan bandit yang bisa mengganggu kapan saja.

Kota Xian Zhi dipimpin oleh seorang Gubernur yang baik serta mengutamakan kepentingan rakyat, maka tidak heran jika semua warga kota ini sangat mencintai pemimpinnya. Selain itu, keamanan danpatroli dijalankan dengan sebaik mungkin. Salah satu tempat yang menjadi daya tarik kota ini adalah rumah makan Hao Chi yang terkenal akan kelezatannya. Konon kaisarpun jika kebetulan lewat selalu ingin singgah di rumah makan itu.

Seperti biasa, siang itu rumah makan Hao Chi penuh oleh para pelancong yang sengaja singgah sekedar mencari tempat menginap sekaligus mengisi perut. “Pelayan, sediakan arak yang terbaik sekaligus makanan yang paling lezat!” teriak seorang pemuda tampan, pakaiannya terlihat sangat mewah. Hal ini menandakan dia berasal dari kalangan bangsawan. Tidak lama kemudian seorang pelayan tergopoh-gopoh sambil membawa arak wangi.

Di sudut ruangan, terlihat seorang pemuda sederhana duduk sambil menyantap makan siang. Berbeda dengan pengunjung lainnya, pemuda itu hanya memesan air teh serata lauk alakadarnya. Yang paling mencolok, pemuda tadi memakai pakaian yang sangat lusuh seperti telah melakukan perjalanan yang sangat jauh. Wajahnya cukup tampan, namun selalu ditutup oleh rambut yang dibiarkan terurai tidak seperti kebanyakan lelaki pada zaman itu yang selalu mengenakan penutup kepala.

“Kota ini memang luar biasa, bahkan gembel sekalipun diterima dengan ramah!” kata pemuda necis yang tadi memesan makanan mewah. Ucapannya disambut gelak tawa ketiga temannya, sambil meneguk arak mereka terus melirik ke arah lelaki sederhana tadi.

Pemuda sederhana tadi tidak lain adalah Long Wan. Ia datang ke kota ini dengan maksud mencari Lin Lin, atau Kwe Lin untuk menyerahkan kitab pusaka warisan gurunya. Karena perutnya keroncongan, maka Long Wan singgah di rumah makan tersebut.

Setelah selesai menyantap makanan Long Wan segera memanggil pelayan, kemudian memintanya untuksegera  menghitung semua makannya. Sedikitpun ia tidak menghiraukan orang-orang yang mengejeknya “Maaf paman, tahukah rumah Tuan Kwe Ang?” Sejenak si pelayan termenung, kemudian menganggukan kepalanya “Oh Tuan Kwe, tentu saja di orang yang sangat berpengaruh di kota ini” jawab si pelayan dengan sumringah “Di mana rumahnya, paman?” tanya pemuda tadi “Rumah beliau berada di ujung selatan, dekat dengan telaga. Di sana tuan cari saja rumah yang paling besar, kebetulan malam ini di sana diadakan pesta sebab Tuan Kwe merayakan ulang tahun yang ke enam puluh” mendnegar jawaban si pelayan, Long Wan tersenyum. Bukan karena telah berhasil menemukan rumah adik seperguruannya, akan tetapi ia merasa geli karena baru kali ini disebut tuan.

“Untuk apa gembel sengsara itu mencari tuan Kwe?” “Mungkin untuk meminta sedekah atau sisa-sisa makanan pesta” kata pemuda bangsawan tadi sambil tertawa. Long Wan hanya menarik napas panjang, sedikitpun ia tidak merasa marah ataupun tersinggung sebab sejak kecil dia memang seorang gelandangan kemudian dipungut sebagai murid oleh Pendeta To.

***

Long Wan duduk termenung di pinggir telaga, sesekali matanya melirik ke arah rumah besar dan mewah. Ia sangat yakin itulah rumah Tuan Kwe yang diceritakan oleh pelayan tadi. Beberapa kali Long Wan menarik napas panjang, ia menimbang-nimbang apakah meneruskan niatnya untuk menemui Lin Lin ataukah diurungkan saja.

Long Wan merasa minder, apalagi saat itu sedang diadakan pesta. Dari kejauhan terdengar alunan musik serta tercium aroma masakan yang lezat. “Suhu, ternyata batin hamba belum kuat menghadapi kenyataan hidup ini!” batin Long Wan, kemudian ia berdiri dan mendekat ke arah gerbang rumah yang dihiasi oleh pernak-pernik khas pesta.

“Maaf, anda dari mana dan apa tujuannya datang ke tempat ini?” Tanya seorang penjaga sambil mengamati Long Wan dari ujung kepala hingga kaki. “Maaf Tuan, nama saya Long Wan kakak seperguruan nona Kwe Lin. Kami berdua dulu belajar ilmu silat kepada Pendeta To di kuil Rajawali” jawab Long Wan dengan sopan.

Sejenak kedua penjaga tadi saling pandang, kemudian menganggukan kepala ke arah Long Wan. “Baiklah, silahkan masuk” kata penjaga tadi sambil memberikan jalan kepada Long Wan. Setelah mengucapkan terimakasih, pemuda itu segera masuk ke rumah Tuan Kwe.

Mungkin karena Long Wan terlihat lusuh, tidak seorangpun menyambutnya. Karena merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan, akhirnya Long Wan hanya duduk di pojokan dan menunggu kesempatan untuk menemui Lin Lin. Kalau kitab itu sudah diserahkan, ia berniat buru-buru meninggalkan tempat itu.

Tuan Kwe termasuk orang yang sangat berpengaruh di kota ini, maka tidak mengherankan banyak tamu undangan yang datang, baik dari kalangan bangsawan ataupun para pendekar.

“Lin Lin!” Long Wan terkesima saat melihat adik seperguruannya itu duduk anggun di samping kedua orang tuanya. Yang membuat pemuda itu pangling, saat ini Lin Lin mengenakan pakaian serta pernak-pernik khas keluarga bangsawan, maka tidak mengherankan jika Long Wan hampir tidak mengenalnya.

Yang membuat Long Wan merasa tidak nyaman, saat itu Dewa Pedang dan muridnya ada di tempat itu. masih terbayang dalam benak Long Wan, setahun yang lalu Dewa Pedang ikut menekan gurunya agar memberitahukan tempat penyimpanan peta harta karun kerajaan Hua.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status