Kota Xian Zhi terletak di utara di bawah kekuasaan kerajaan Beng. Semakin hari tempat ini terlihat ramai, banyak penduduk berdatangan menetap di kota ini. Alasan mereka memilih kota ini karena aman dari gangguan bandit yang bisa mengganggu kapan saja.
Kota Xian Zhi dipimpin oleh seorang Gubernur yang baik serta mengutamakan kepentingan rakyat, maka tidak heran jika semua warga kota ini sangat mencintai pemimpinnya. Selain itu, keamanan danpatroli dijalankan dengan sebaik mungkin. Salah satu tempat yang menjadi daya tarik kota ini adalah rumah makan Hao Chi yang terkenal akan kelezatannya. Konon kaisarpun jika kebetulan lewat selalu ingin singgah di rumah makan itu.
Seperti biasa, siang itu rumah makan Hao Chi penuh oleh para pelancong yang sengaja singgah sekedar mencari tempat menginap sekaligus mengisi perut. “Pelayan, sediakan arak yang terbaik sekaligus makanan yang paling lezat!” teriak seorang pemuda tampan, pakaiannya terlihat sangat mewah. Hal ini menandakan dia berasal dari kalangan bangsawan. Tidak lama kemudian seorang pelayan tergopoh-gopoh sambil membawa arak wangi.
Di sudut ruangan, terlihat seorang pemuda sederhana duduk sambil menyantap makan siang. Berbeda dengan pengunjung lainnya, pemuda itu hanya memesan air teh serata lauk alakadarnya. Yang paling mencolok, pemuda tadi memakai pakaian yang sangat lusuh seperti telah melakukan perjalanan yang sangat jauh. Wajahnya cukup tampan, namun selalu ditutup oleh rambut yang dibiarkan terurai tidak seperti kebanyakan lelaki pada zaman itu yang selalu mengenakan penutup kepala.
“Kota ini memang luar biasa, bahkan gembel sekalipun diterima dengan ramah!” kata pemuda necis yang tadi memesan makanan mewah. Ucapannya disambut gelak tawa ketiga temannya, sambil meneguk arak mereka terus melirik ke arah lelaki sederhana tadi.
Pemuda sederhana tadi tidak lain adalah Long Wan. Ia datang ke kota ini dengan maksud mencari Lin Lin, atau Kwe Lin untuk menyerahkan kitab pusaka warisan gurunya. Karena perutnya keroncongan, maka Long Wan singgah di rumah makan tersebut.
Setelah selesai menyantap makanan Long Wan segera memanggil pelayan, kemudian memintanya untuksegera menghitung semua makannya. Sedikitpun ia tidak menghiraukan orang-orang yang mengejeknya “Maaf paman, tahukah rumah Tuan Kwe Ang?” Sejenak si pelayan termenung, kemudian menganggukan kepalanya “Oh Tuan Kwe, tentu saja di orang yang sangat berpengaruh di kota ini” jawab si pelayan dengan sumringah “Di mana rumahnya, paman?” tanya pemuda tadi “Rumah beliau berada di ujung selatan, dekat dengan telaga. Di sana tuan cari saja rumah yang paling besar, kebetulan malam ini di sana diadakan pesta sebab Tuan Kwe merayakan ulang tahun yang ke enam puluh” mendnegar jawaban si pelayan, Long Wan tersenyum. Bukan karena telah berhasil menemukan rumah adik seperguruannya, akan tetapi ia merasa geli karena baru kali ini disebut tuan.
“Untuk apa gembel sengsara itu mencari tuan Kwe?” “Mungkin untuk meminta sedekah atau sisa-sisa makanan pesta” kata pemuda bangsawan tadi sambil tertawa. Long Wan hanya menarik napas panjang, sedikitpun ia tidak merasa marah ataupun tersinggung sebab sejak kecil dia memang seorang gelandangan kemudian dipungut sebagai murid oleh Pendeta To.
***
Long Wan duduk termenung di pinggir telaga, sesekali matanya melirik ke arah rumah besar dan mewah. Ia sangat yakin itulah rumah Tuan Kwe yang diceritakan oleh pelayan tadi. Beberapa kali Long Wan menarik napas panjang, ia menimbang-nimbang apakah meneruskan niatnya untuk menemui Lin Lin ataukah diurungkan saja.
Long Wan merasa minder, apalagi saat itu sedang diadakan pesta. Dari kejauhan terdengar alunan musik serta tercium aroma masakan yang lezat. “Suhu, ternyata batin hamba belum kuat menghadapi kenyataan hidup ini!” batin Long Wan, kemudian ia berdiri dan mendekat ke arah gerbang rumah yang dihiasi oleh pernak-pernik khas pesta.
“Maaf, anda dari mana dan apa tujuannya datang ke tempat ini?” Tanya seorang penjaga sambil mengamati Long Wan dari ujung kepala hingga kaki. “Maaf Tuan, nama saya Long Wan kakak seperguruan nona Kwe Lin. Kami berdua dulu belajar ilmu silat kepada Pendeta To di kuil Rajawali” jawab Long Wan dengan sopan.
Sejenak kedua penjaga tadi saling pandang, kemudian menganggukan kepala ke arah Long Wan. “Baiklah, silahkan masuk” kata penjaga tadi sambil memberikan jalan kepada Long Wan. Setelah mengucapkan terimakasih, pemuda itu segera masuk ke rumah Tuan Kwe.
Mungkin karena Long Wan terlihat lusuh, tidak seorangpun menyambutnya. Karena merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan, akhirnya Long Wan hanya duduk di pojokan dan menunggu kesempatan untuk menemui Lin Lin. Kalau kitab itu sudah diserahkan, ia berniat buru-buru meninggalkan tempat itu.
Tuan Kwe termasuk orang yang sangat berpengaruh di kota ini, maka tidak mengherankan banyak tamu undangan yang datang, baik dari kalangan bangsawan ataupun para pendekar.
“Lin Lin!” Long Wan terkesima saat melihat adik seperguruannya itu duduk anggun di samping kedua orang tuanya. Yang membuat pemuda itu pangling, saat ini Lin Lin mengenakan pakaian serta pernak-pernik khas keluarga bangsawan, maka tidak mengherankan jika Long Wan hampir tidak mengenalnya.
Yang membuat Long Wan merasa tidak nyaman, saat itu Dewa Pedang dan muridnya ada di tempat itu. masih terbayang dalam benak Long Wan, setahun yang lalu Dewa Pedang ikut menekan gurunya agar memberitahukan tempat penyimpanan peta harta karun kerajaan Hua.
Tuan Kwe berdiri dari kursi kebesarannya “Saya ucapkan banyak terimakasih kepada tuan dan nyonya yang berkenan hadir di tempat kami. Silahkan nikmati jamuan sederhana yang telah kami siapkan” Ucapan Tuan Kwe disambut tepuk tangan dan sorak sorai tamu undangan. Tidak lama kemudian terdengar alunan musik berbarengan dengan pelayan membawa berbagai makanan yang sangat lezat, seperti arak wangi, daging panggang bakpau dan lain sebagainya.“Silahkan tuan” seorang pelayan menyodorkan secangkir arak kepada Long Wan “Saya pesan air teh saja paman” mendnegar permintaan Long Wan, sejenak pelayan tadi mengerutkan keningnya. Sudah sangat lumrah di acara pesta meminum arak, akan tetapi tidak urung juga pelayan tadi menganggukan kepala kemudian pergi untuk mengambilkan teh untuk Long Wan.Saat semua sedang menyantap makanan lezat, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara ribut dari pintu depan. “Ada apa ini?” tanya Tuan Kwe saat dua penjaga datang sempoyongan sambil memegangi wajahnya yang penuh lu
“Saya merasa tersanjung karena dapat bertemu dengan tuan Yao yang terkenal akan kesaktiannya” Long Wan membungkuk untuk memberikan hormat kepada si Tongkat Setan, melihat sikap pemuda itu Yao Guai mengelus janggutnya yang memutih kemudian mengangguk pelan.“Ternyata murid Pendeta To hanyalah seorang gembel” si Ceriwis dan teman-temannya tertawa cekikikan, akan tetapi Long Wan mengacuhkannya karena perhatiannya tertuju kepada Yao Guai, tampaknya orang tua sakti itu datang ke tempat ini hanya untuk mencari gara-gara saja.“Jika tuan ada urusan dengan saya, mari kita selesaikan di luar sebab semua ini tidak ada hubungannya dengan tuan Kwe” kata Long Wan, mendengar perkataan pemuda itu Yao Guai atau si Tongkat Setan tertawa ngakak. “Kamu bilang tidak ada hubungannya? Sudah jelas adik seperguruanmu itu anaknya Kwe Ang!”“Sebentar tuan-tuan” tuan Kwe berdiri untuk melerai ketegangan antara Long Wan dengan Yao Guai. “Putriku yang bernama Kwe Lin memang benar dahulu pernah menjadi muridnya Pe
“Suhu, biarkan saya yang menjajal gembel ini!” ucap Si Ceriwis kemudian bersalto ke atas meja bundar yang penuh dengan makanan. Gerakan pemuda necis itu sangat ringan, dan ketika ia mendaratkan kakinya sedikitpun tidak menimbulkan suara.Tuan Kwe menggelengkan kepala, dia sangat jengkel sebab pesta ulang tahunnya terganggu oleh kehadiran komplotan Yao Guai. “Bereskan semua makanan dan arak di atas meja!” titah Tuan Kwe kepada para pelayan.“Suheng hati-hati!” kata Lin Lin, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Long Wan. Dari gerakan si Ceriwis tadi saja Lin Lin tahu bahwa lawan suhengnya memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi. Setelah semua hidangan yang tadi menumpuk di atas meja dibawa oleh para pelayan, Long Wan segera mendekati tempat itu.Berbeda dengan si Ceriwis, Long Wan menaiki meja tanpa atraksi sedikitpun malahan ia tampak susah payah naik ke atas meja yang tingginya hanya satu meter. Melihat Long Wan yang kesusahan semua orang tertawa ngakak, bahkan ayahnya Lin Lin mengge
Yao Guai menatap tajam ke arah Long Wan, kedua matanya tampak mengerikan mirip dengan burung hantu. “Cukup mengesankan karena bisa mengalahkan murid-muridku!” kata Yao Guai. Long Wan hanya menganggukan kepala, kali ini dirinya serius tidak bermain-main seperti ketika melawan si Ceriwis. Long Wan tahu bahwa lelaki yang berjuluk si Tongkat Setan sangat lihai, konon kesaktiannya melebihi Dewa Pedang.“Aku ingin tahu, sejauh mana kehebatan jurus Pendeta To!” ucap Yao Guai “Saya memerlukan banyak bimbingan dari orang lihai seperti tuan!” jawab Long Wan sambil memasang kuda-kuda terbaiknya. “Hup!” Yao Guai mengibaskan tangannya, serangkum tenaga dahsyat keluar dan menerpa tubuh Long Wan.Long Wan berkelit, akan tetapi tubuhnya tetap terdorong beberapa langkah akibat sambaran angin Yao Guai. Hampir saja dirinya jatuh dari atas meja. “Luar biasa” guman Long Wan dalam hati. Sejurus kemudian pertarungan yang sengitpun terjadi. Semua mata terbelalak takjub, baru kali ini mereka menyaksikan pert
“Suheng, kalau tidak ada mereka tentu saya sudah tewas di tangan Mo Ong seperti yang lainnya!” Lin Lin menarik tangan Long Wan. “Kami tahu, tentunya kamu sangat kecewa dan marah. Akan tetapi malam itu golongan pendekar terpaksa bergabung dengan komplotan Mo Ong, kalau tidak maka akan dituduh sebagai pemberontak oleh kaisar!” Dewa Pedang berusaha membela diri.“Dasar pengecut, hanya demi nama baik kamu tega mengkhianati guruku!” Wajah Long Wan masih terlihat penuh marah. “Jaga bicaramu, kau kira aku takut kepadamu!” Tianba mengacungkan telunjuknya. Mendengar perkataan Tianba kedua mata Long Wan mencorong tajam.“ Suheng, tenangkan dirimu. Ini hari istimewa ayah, tolong jangan merusak suasana!” rengek Lin Lin, wajahnya tertunduk lesu. Melihat keadaan sumoinya, menarik napas panjang. “Maafkan saya sumoi, amarah di dalam ini tidak akan pernah hilang sebelum membuat perhitungan kepada orang-orang yang menyebabkan guru dan teman-teman kita tewas!” ucap Long Wan.Untuk menghindari pertikaian
Hutan larangan berada di wilayah selatan, perbatasan antara kerajaan Beng dengan kekaisaran Hua yang sudah tumbang belasan tahun yang lalu. Wilayah tersebut luput dari patroli karena tempatnya sangat sulit dijelajahi dan penuh marabahaya. Konon di sana terdapat seekor harimau yang ukurannya sangat besar.Di tengah hutan antara dua tebing jurang, ada sebuah rumah besar. Walau tidak mewah namun terlihat kokoh karena dibangun dari kayu pilihan yang tidak mudah lapuk. Puluhan petugas jaga terlihat lalu lalang mengintai keadaan. Bahkan di antara mereka ada yang bersembunyi di atas pohon besar dengan membawa panah dan sumpit. Tampaknya di dalam rumah besar tadi sedang diadakan pertemuan penting yang tidak boleh diganggu oleh siapapun juga.“Benarkah ucapanmu itu, Guai?” tanya Mo Ong sambil menuangkan guci arak ke dalam gelas, setelah penuh Mo Ong langsung menegaknya sampai habis. “Benar sekali ketua, dia bahkan mengalahkan hamba dengan pukulan yang sangat hebat!” jawab Yao Guai, terkenang l
“Suhu, siapa sebenarnya lelaki yang beranama Rhu Zi itu?” tanya Li Mei. Mereka berdua berjalan beriringan di tengah-tengah hutan larangan. Pertemuan penting sudah selesai, kini saatnya mereka menjalankan tugas masing-masing.“Sudahlah, jika saatnya tiba kamu akan mengetahuinya. Yang harus kita lakukan sekarang menjalankan titah tuan muda dengan sebaik mungkin!” jawab Mo Ong sambil mempercepat langkahnya.“Berarti sekarang saya ikut suhu untuk mencari orang yang bernama Yin Long?” mendengar pertanyaan Li Mei, Mo Ong segera membalikan badannya. “Tidak, kamu tetap di utara. Perjanalan ini sangat jauh dan berbahaya, bahkan suhu sendiri belum tentu mampu mencarinya” Mo Ong menggelengkan kepalanya.Li Mei segera membuka mulutnya yang merekah pertanda akan protes, akan tetapi buru-buru Mo Ong melanjutkan ucapannya. “Kamu memerlukan petualangan sendiri agar mendapatkan pengalaman. Ingat selama ini kamu hanya ikut suhu, karena itulah jarang mendapatkan pengalaman bertarung!”“Ialah, jangankan
“Kwe Lin, kamu jangan terlalu dekat dengan Long Wan. Hargai perasaan calon suamimu, kasihan dia tersiksa melihat kamu begitu akrab dengan lelaki itu!” Kwe An menatap tajam putrinya. “Ayah menuduh yang bukan-bukan, saya dekat dengan suheng karena kami berdua satu perguruan dan sekarang suheng sedang mengajarkan ilmu silat dari kitab warisan suhu!” karena marah, Lin Lin menghentikan santap malamnya.“Ayahmu bukan menuduh anakku, tapi beliau merasa kasihan akan Tianba yang setiap hari kamu acuhkan gara-gara sering mengunjungi Long Wan di kuil ujung desa!” Nyonya Kwe menenangkan putrinya.“Lagian kenapa sih, Tianba baru sekedar calon dan belum tentu menjadi suami!” bantah Lin Lin “Kwe Lin, jaga bicaramu!” bentak Kwe An sambil menggebrak meja, sontak saja makanan di dekat Tuan Kwe berhamburan jatuh ke lantai.“Sebelum Long Wan datang ke kota ini kamu begitu akrab dengan Tianba, tapi sekarang lihat sikapmu yang arogan dan tidak memperdulikan perasaan orang lain!” Kwe An menunjuk putrinya.