Share

Bab 005 - Menunggu Cahaya Bulan Redup

“Guru…, haruskah aku turun dari sini dan ikut bertarung bersamamu?” gumamnya lirih. 

Dari atas pohon tinggi itu Arya Wisesa masih memantau situasi. Kedua matanya mulai berkaca-kaca tatkala melihat padepokannya hancur lebur dilalap api. Kedua tangannya mengepal bergetar hebat. Hampir saja ia melesahkan pukulan tenaga dalamnya ke arah Bara Jagal. Namun ia berusaha menahannya sekuat tenaga. Itu membuat goncangan dahsyat dalam dirinya. Sebuah amarah yang dengan cepat berubah menjadi api kebencian.

Lenyap! Padepokan itu rata dengan tanah. Bangunan itu kini tiada. Hanya menyisakan arang dari kayu-kayu yang telah hangus dan abunya beterbangan disapu angin malam.

Bara Jagal masih belum puas. Ia sudah benar-benar kalap. Seolah setan sedang merasuki tubuhnya. Maka yang menjadi sasaran terakhir dari ambisinya malam ini setelah gagal merebut kitab ilmu silat incarannya itu adalah membunuh Saka Dirga.

Mudah saja untuk mengetahui siapa yang akan menjadi pemenang bila Saka Dirga bertarung satu lawan satu dengan Bara Jagal. Dari segi ilmu silat dan olah kanuragan bisa dibilang Saka Dirga masih berada di atas Bara Jagal. Maka kemenangan sudah pasti menjadi milik Saka Dirga. Akan tetapi kali ini situasinya lain, karena Saka Dirga juga harus berhadapan dengan dua sekutunya, yakni Ronggowelang dan Amukraga Kencana. Tentu saja kemampuan silat dan olah kanuragan mereka juga tak bisa diremehkan.

Inilah kali ketiga Bara Jagal menyerbu Perguruan Srigala Putih hendak merebut kitab ilmu silat yang sangat berharga itu.

Di penyerbuan pertama dengan berkekuatan seratus prajuritnya, ia gagal dan kalah telak dari Saka Dirga yang hanya bertahan dengan lima puluh muridnya. Meski empat puluh murid dari Saka Dirga harus tewas sebagai gantinya.

Tak menyerah, ia datang lagi menyerbu untuk yang kedua kalinya membawa sebanyak dua ratus prajurit. Namun lagi-lagi Saka Dirga berhasil memukul mundur semua prajuritnya dan ia kembali mendapat kekalahan yang memalukan.

Maka ia mulai membangun kekuatan dengan cara bersekutu dengan dua perguruan besar yaitu Harimau Hitam dan Ular Merah yang dipimpin oleh Ronggowelang dan Amukraga Kencana, dengan harapan bisa lebih mudah mengalahkan Saka Dirga dan merebut kitab ilmu silatnya.

Bara Jagal mengiming-imingi kedua sekutunya itu dengan imbalan masing-masing seribu keping emas. Ia juga menghasut dan memanas-manasi mereka agar timbul kebencian kepada Perguruan Srigala Putih yang dipimpin Saka Dirga. Keduanya yang iri dengan perguruan Srigala Putih yang berkembang sangat pesat di dunia persilatan akhirnya membuat mereka setuju untuk menjadi sekutu.

“Persekutuan ini akan sangat menguntungkan bagi kita bertiga,” kata Bara Jagal pada waktu itu meyakinkan Ronggowelang dan Amukraga Kencana.

Meski begitu, beruntunglah alam masih berpihak pada Srigala Putih. Kitab ilmu silat itu tak jatuh ke tangan Bara Jagal dan sekutunya. Sehingga angkara murka yang bisa merusak dunia persilatan untuk sementara waktu bisa dicegah.

Maka wajarlah kini Bara Jagal diliputi rasa frustasi yang sangat luar biasa. Karena untuk yang ketiga kalinya ia gagal mendapatkan kitab ilmu silat yang ia inginkan itu. Ia sudah kadung buta oleh nafsu dalam dirinya sendiri sehingga sangat berniat menghabisi Saka Dirga dan menghancurkan Srigala Putih.

Pertarungan sengit antar empat pendekar sakti itu akan segera terjadi. Bara Jagal sudah berdiri mantap di hadapan Saka Dirga sambil melipat kedua tangannya di dada, tampak angkuh sekali. Begitu pun dengan dua sekutunya yakni Ronggo Welang dan Amukraga Kencana yang sudah siap menjepitnya dari kedua sisi. Sikap waspada pun sangat nampak terpancar dari wajah Saka Dirga.

“Saka Dirga! Terlalu dini apabila bertarung langsung menggunakan senjata. Kalau kau mengaku bukan sebagai pengecut, mari kita bertarung menggunakan tangan kosong!” gertak Bara Jagal.

“Sepertinya kau yang lebih pantas disebut pengecut, Bara Jagal!” balas Saka Dirga. “Seorang pemberani tak mungkin bertarung dengan membawa kawan!”

Ucapan itu sontak membuat emosi Bara Jagal meluap sampai ke ubun-ubun. Rahangnya langsung mengeras.

Maka sekonyong-konyong ia meloncat melayang di udara. Mustahil orang biasa yang tidak mempunyai ilmu silat yang tinggi bisa melakukan itu. Karena hanya dalam beberapa detik saja dari jarak kurang lebih sepuluh tombak, ia langsung terbang melesat mengarahkan tendangan maut mengarah ke bagian dada Saka Dirga.

Tentulah Saka Dirga bukan pendekar kemarin sore, dengan mudah ia langsung berkelit ke samping sebelum dua detik lagi kaki kanan Bara Jagal mendarat di dadanya. Kalau saja ia tidak waspada sejak dari awal, maka sudah bisa dipastikan tulang dadanya akan remuk dihantam tendangan yang disertai tenaga dalam itu.

Tak puas dengan serangan pertamanya yang tidak mengenai sasaran, Bara Jagal kembali menerjang melesahkan sebuah pukulan maut ke arah kepala Saka Dirga. Itu bukan sebuah pukulan biasa, ia mulai mengeluarkan jurus-jurus andalan perguruannya yang sangat mematikan.

Bisa dilihat dari kepalan tangannya itu mengeluarkan api panas yang menyala. Dan apabila mengenai tubuh lawan, maka akan membuat kulit langsung melepuh dan hangus akibat luka bakar yang amat parah. Itulah yang disebut dengan jurus, ‘Pukulan Semburan Naga’ yang dikeluarkan oleh Bara Jagal.

Lagi-lagi untuk yang kedua kalinya Saka Dirga bisa dengan cepat berkelit ke samping menghindar dari serangan yang mematikan itu. Tentu saja hanya orang-orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi yang dapat menghindar dari serangan itu. Ia tidak hanya sekadar berkelit, tapi benar-benar meloncat sejauh dua tombak dan gerakannya sangat gesit sekali laksana srigala.

Sehingga api yang keluar dari tangan Bara Jagal itu hanya menyambar pohon-pohon dan semak belukar yang ada di belakangnya. Tumbuhan dan rerumputan kontan hangus serta dua pohon terbakar sekaligus dan api itu merambat dengan cepat membuat batangnya gosong dan ranting-rantingnya mulai berjatuhan ke tanah.

“Hei pengecut! Kenapa kau terus menghindar, hah?! Ayo hadapi aku! Keluarkan seluruh kemampuanmu!” bentak Bara Jagal sangat angkuh.

Saka Dirga tak menyahut, ia hanya berusaha terus fokus dan waspada pada serangan-serangan yang digencarkan oleh Bara Jagal yang membabi buta. Itu sengaja ia lakukan sebagai strategi untuk menguras tenaga dalamnya. Sementara ia menyimpan tenaga dalamnya sendiri bila sewaktu-waktu perlu menggunakannya.

Apalagi bukan hanya Bara Jagal yang akan ia hadapi, tapi masih ada Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang tak kalah kejam dan berbahaya.

Itulah yang menjadi pembeda antara dua pendekar sakti itu. Sehingga Saka Dirga masih lebih unggul dari Bara Jagal. Karena ia bertarung dengan tenang. Tidak mengikuti emosi dan mengandalkan kekuatan saja, melainkan juga menggunakan kecerdasannya. Ia punya perasaan yang tajam pada setiap pergerakan lawan. Tidak bertindak gegabah dan selalu memperhitungkan terlebih dahulu sebelum menyerang.

Sampai lima jurus berturut-turut, Saka Dirga tidak kunjung memberikan serangan balasan. Gempuran demi gempuran dari Bara Jagal terus ia hindari. Karena nampaknya tenaga dalam milik Bara Jagal masihlah kuat dan tersisa cukup banyak dibanding dirinya yang sudah banyak terkuras, memukul mundur puluhan prajurit dari pihak Bara Jagal.

Sadar lawannya hanya terus menghindar saja, Bara Jagal mulai mengendorkan serangannya.

Ketika ia melihat ke atas langit, bulan masih bersinar terang. Bara Jagal langsung ingat bahwa kekuatan ilmu silat Perguruan Srigala Putih bisa menguat saat sedang terjadi bulan purnama. Semakin cahaya bulan itu bersinar terang, maka kekuatan tenaga dalam akan bertambah dan pulih dengan sendirinya. Sebaliknya, ketika cahaya bulan itu meredup, maka pelan-pelan sedikit demi sedikit kekuatan tenaga dalamnya bisa melemah. Keadaan itulah yang akan dimanfaatkan oleh Bara Jagal.

“Hmmm, aku tahu maksudmu Saka Dirga! Kau bermaksud memulihkan tenaga dalammu. Akan kutunggu sampai cahaya bulan ini redup. Dan kau akan segera mampus!” ujar Bara Jagal dalam hati. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status