“Guru…, haruskah aku turun dari sini dan ikut bertarung bersamamu?” gumamnya lirih.
Dari atas pohon tinggi itu Arya Wisesa masih memantau situasi. Kedua matanya mulai berkaca-kaca tatkala melihat padepokannya hancur lebur dilalap api. Kedua tangannya mengepal bergetar hebat. Hampir saja ia melesahkan pukulan tenaga dalamnya ke arah Bara Jagal. Namun ia berusaha menahannya sekuat tenaga. Itu membuat goncangan dahsyat dalam dirinya. Sebuah amarah yang dengan cepat berubah menjadi api kebencian.
Lenyap! Padepokan itu rata dengan tanah. Bangunan itu kini tiada. Hanya menyisakan arang dari kayu-kayu yang telah hangus dan abunya beterbangan disapu angin malam.
Bara Jagal masih belum puas. Ia sudah benar-benar kalap. Seolah setan sedang merasuki tubuhnya. Maka yang menjadi sasaran terakhir dari ambisinya malam ini setelah gagal merebut kitab ilmu silat incarannya itu adalah membunuh Saka Dirga.
Mudah saja untuk mengetahui siapa yang akan menjadi pemenang bila Saka Dirga bertarung satu lawan satu dengan Bara Jagal. Dari segi ilmu silat dan olah kanuragan bisa dibilang Saka Dirga masih berada di atas Bara Jagal. Maka kemenangan sudah pasti menjadi milik Saka Dirga. Akan tetapi kali ini situasinya lain, karena Saka Dirga juga harus berhadapan dengan dua sekutunya, yakni Ronggowelang dan Amukraga Kencana. Tentu saja kemampuan silat dan olah kanuragan mereka juga tak bisa diremehkan.
Inilah kali ketiga Bara Jagal menyerbu Perguruan Srigala Putih hendak merebut kitab ilmu silat yang sangat berharga itu.
Di penyerbuan pertama dengan berkekuatan seratus prajuritnya, ia gagal dan kalah telak dari Saka Dirga yang hanya bertahan dengan lima puluh muridnya. Meski empat puluh murid dari Saka Dirga harus tewas sebagai gantinya.
Tak menyerah, ia datang lagi menyerbu untuk yang kedua kalinya membawa sebanyak dua ratus prajurit. Namun lagi-lagi Saka Dirga berhasil memukul mundur semua prajuritnya dan ia kembali mendapat kekalahan yang memalukan.
Maka ia mulai membangun kekuatan dengan cara bersekutu dengan dua perguruan besar yaitu Harimau Hitam dan Ular Merah yang dipimpin oleh Ronggowelang dan Amukraga Kencana, dengan harapan bisa lebih mudah mengalahkan Saka Dirga dan merebut kitab ilmu silatnya.
Bara Jagal mengiming-imingi kedua sekutunya itu dengan imbalan masing-masing seribu keping emas. Ia juga menghasut dan memanas-manasi mereka agar timbul kebencian kepada Perguruan Srigala Putih yang dipimpin Saka Dirga. Keduanya yang iri dengan perguruan Srigala Putih yang berkembang sangat pesat di dunia persilatan akhirnya membuat mereka setuju untuk menjadi sekutu.
“Persekutuan ini akan sangat menguntungkan bagi kita bertiga,” kata Bara Jagal pada waktu itu meyakinkan Ronggowelang dan Amukraga Kencana.
Meski begitu, beruntunglah alam masih berpihak pada Srigala Putih. Kitab ilmu silat itu tak jatuh ke tangan Bara Jagal dan sekutunya. Sehingga angkara murka yang bisa merusak dunia persilatan untuk sementara waktu bisa dicegah.
Maka wajarlah kini Bara Jagal diliputi rasa frustasi yang sangat luar biasa. Karena untuk yang ketiga kalinya ia gagal mendapatkan kitab ilmu silat yang ia inginkan itu. Ia sudah kadung buta oleh nafsu dalam dirinya sendiri sehingga sangat berniat menghabisi Saka Dirga dan menghancurkan Srigala Putih.
Pertarungan sengit antar empat pendekar sakti itu akan segera terjadi. Bara Jagal sudah berdiri mantap di hadapan Saka Dirga sambil melipat kedua tangannya di dada, tampak angkuh sekali. Begitu pun dengan dua sekutunya yakni Ronggo Welang dan Amukraga Kencana yang sudah siap menjepitnya dari kedua sisi. Sikap waspada pun sangat nampak terpancar dari wajah Saka Dirga.
“Saka Dirga! Terlalu dini apabila bertarung langsung menggunakan senjata. Kalau kau mengaku bukan sebagai pengecut, mari kita bertarung menggunakan tangan kosong!” gertak Bara Jagal.
“Sepertinya kau yang lebih pantas disebut pengecut, Bara Jagal!” balas Saka Dirga. “Seorang pemberani tak mungkin bertarung dengan membawa kawan!”
Ucapan itu sontak membuat emosi Bara Jagal meluap sampai ke ubun-ubun. Rahangnya langsung mengeras.
Maka sekonyong-konyong ia meloncat melayang di udara. Mustahil orang biasa yang tidak mempunyai ilmu silat yang tinggi bisa melakukan itu. Karena hanya dalam beberapa detik saja dari jarak kurang lebih sepuluh tombak, ia langsung terbang melesat mengarahkan tendangan maut mengarah ke bagian dada Saka Dirga.
Tentulah Saka Dirga bukan pendekar kemarin sore, dengan mudah ia langsung berkelit ke samping sebelum dua detik lagi kaki kanan Bara Jagal mendarat di dadanya. Kalau saja ia tidak waspada sejak dari awal, maka sudah bisa dipastikan tulang dadanya akan remuk dihantam tendangan yang disertai tenaga dalam itu.
Tak puas dengan serangan pertamanya yang tidak mengenai sasaran, Bara Jagal kembali menerjang melesahkan sebuah pukulan maut ke arah kepala Saka Dirga. Itu bukan sebuah pukulan biasa, ia mulai mengeluarkan jurus-jurus andalan perguruannya yang sangat mematikan.
Bisa dilihat dari kepalan tangannya itu mengeluarkan api panas yang menyala. Dan apabila mengenai tubuh lawan, maka akan membuat kulit langsung melepuh dan hangus akibat luka bakar yang amat parah. Itulah yang disebut dengan jurus, ‘Pukulan Semburan Naga’ yang dikeluarkan oleh Bara Jagal.
Lagi-lagi untuk yang kedua kalinya Saka Dirga bisa dengan cepat berkelit ke samping menghindar dari serangan yang mematikan itu. Tentu saja hanya orang-orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi yang dapat menghindar dari serangan itu. Ia tidak hanya sekadar berkelit, tapi benar-benar meloncat sejauh dua tombak dan gerakannya sangat gesit sekali laksana srigala.
Sehingga api yang keluar dari tangan Bara Jagal itu hanya menyambar pohon-pohon dan semak belukar yang ada di belakangnya. Tumbuhan dan rerumputan kontan hangus serta dua pohon terbakar sekaligus dan api itu merambat dengan cepat membuat batangnya gosong dan ranting-rantingnya mulai berjatuhan ke tanah.
“Hei pengecut! Kenapa kau terus menghindar, hah?! Ayo hadapi aku! Keluarkan seluruh kemampuanmu!” bentak Bara Jagal sangat angkuh.
Saka Dirga tak menyahut, ia hanya berusaha terus fokus dan waspada pada serangan-serangan yang digencarkan oleh Bara Jagal yang membabi buta. Itu sengaja ia lakukan sebagai strategi untuk menguras tenaga dalamnya. Sementara ia menyimpan tenaga dalamnya sendiri bila sewaktu-waktu perlu menggunakannya.
Apalagi bukan hanya Bara Jagal yang akan ia hadapi, tapi masih ada Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang tak kalah kejam dan berbahaya.
Itulah yang menjadi pembeda antara dua pendekar sakti itu. Sehingga Saka Dirga masih lebih unggul dari Bara Jagal. Karena ia bertarung dengan tenang. Tidak mengikuti emosi dan mengandalkan kekuatan saja, melainkan juga menggunakan kecerdasannya. Ia punya perasaan yang tajam pada setiap pergerakan lawan. Tidak bertindak gegabah dan selalu memperhitungkan terlebih dahulu sebelum menyerang.
Sampai lima jurus berturut-turut, Saka Dirga tidak kunjung memberikan serangan balasan. Gempuran demi gempuran dari Bara Jagal terus ia hindari. Karena nampaknya tenaga dalam milik Bara Jagal masihlah kuat dan tersisa cukup banyak dibanding dirinya yang sudah banyak terkuras, memukul mundur puluhan prajurit dari pihak Bara Jagal.
Sadar lawannya hanya terus menghindar saja, Bara Jagal mulai mengendorkan serangannya.
Ketika ia melihat ke atas langit, bulan masih bersinar terang. Bara Jagal langsung ingat bahwa kekuatan ilmu silat Perguruan Srigala Putih bisa menguat saat sedang terjadi bulan purnama. Semakin cahaya bulan itu bersinar terang, maka kekuatan tenaga dalam akan bertambah dan pulih dengan sendirinya. Sebaliknya, ketika cahaya bulan itu meredup, maka pelan-pelan sedikit demi sedikit kekuatan tenaga dalamnya bisa melemah. Keadaan itulah yang akan dimanfaatkan oleh Bara Jagal.
“Hmmm, aku tahu maksudmu Saka Dirga! Kau bermaksud memulihkan tenaga dalammu. Akan kutunggu sampai cahaya bulan ini redup. Dan kau akan segera mampus!” ujar Bara Jagal dalam hati.
“Kenapa Bara Jagal berhenti menyerangku? Apa ia tahu yang menjadi kelemahanku?” desis Saka Dirga dalam hati.Ia masih terus berharap cahaya bulan yang masih tampak terang itu tidak cepat redup, sehingga ia bisa memulihkan tenaga dalamnya dan menambah kekuatannya untuk bisa mengimbangi ketiga lawannya itu. Paling tidak, ia bisa sedikit lama dalam bertarung dan mampu memukul mundur mereka. Karena mustahil bagi Saka Dirga untuk bisa melenyapkan ketiganya sekaligus.Melihat lawannya yang tidak seberingas di awal pertarungan, maka Saka Dirga langsung mengambil inisiatif. Ia mulai memancing Bara Jagal untuk terus mengeluarkan amarahnya dengan tujuan menguras tenaga dalamnya, supaya ia menjadi lemah dan pertarungan pun bisa ia dominasi. Sebelum akhirnya ia lanjut bertarung dengan dua sekutunya, yakni Ronggowelang dan Amukraga Kencana.Serangan-serangan kecil pun mulai dilancarkan oleh Saka Dirga. Ia mengeluarkan jurus-jurus sederhana saja, karena tak perlu mengeluarkan tenaga dalam yang besar
Lihatlah bagaimana kuku-kuku tangannya itu mulai memanjang dengan sendirinya, begitu runcing dan tajam. Tak kalah tajam dari bilah pedang katana. Satu cakaran saja bisa merobek kulit dan mengoyak daging lawannya jika tak punya ilmu silat yang tinggi untuk menahan kekuatannya. Belum lagi racunnya yang berbahaya yang bisa menghambat jalannya peredaran darah, dan bisa membuat lawannya mati secara pelan-pelan!Saka Dirga tak mengendorkan serangannya. Ia kembali menggempur bagian-bagian bawah tubuh Bara Jagal, dan kali ini ia melancarkan serangan kombinasi yang lebih cepat dan mematikan.Pantas saja jurus itu disebut Cakaran Amuk Srigala, karena gerakannya memang sangat gesit sekali seperti srigala.Ia langsung melompat lagi menyasar perut Bara Jagal bagian bawah, namun sebelum satu detik lagi cakaran itu mendarat di perutnya, Bara Jagal berhasil menghindar meloncat dua langkah ke belakang. Maka ia melompat lagi menyerang bagian paha, Bara Jagal pun meloncat lagi dua langkah belakang. Ia t
Ronggowelang tampak kelelahan, dadanya kembang kempis, itu menunjukkan bahwa jurus Harimau Hitam Menerkam Mangsa yang ia keluarkan cukup menguras tenaga dalamnya. Ditambah lagi pingganggnya yang terluka membuat ia untuk sementara waktu berhenti sejenak dari pertarungan, karena harus mengatur nafas dan jalan darahnya sebagai pertolongan pertama.Maka ia mengambil segenggam tanah yang dialiri tenaga dalam untuk menutup luka dan menghambat racun agar tak masuk tubuhnya dan menempelkan tanah itu di pinggangnya. Ia masih tetap dalam mode jurus harimau untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya. Namun sepertiga tenaga dalamnya harus ia keluarkan sebagai gantinya.Meski Saka Dirga tampak dominan dan menguasai jalannya pertarungan, kemenangannya masihlah jauh ia dapat. Karena ketiga pendekar jahat itu belumlah menyerah. Dan rupanya dominasinya itu tak berlangsung lama, karena saat ia hendak menyerang kembali Ronggowelang dan membuatnya makin terdesak dan merasakan jera, secara t
Sepuluh murid suruhan Bara Jagal itu terus bergerak memburu Arya Wisesa. Mereka berkeliling di sekitar lembah dan menyisir hingga ke dalam hutan. Mereka berpencar dan masing-masing dua orang bergerak ke setiap arah mata angin. Namun hingga bulan purnama di lembah itu redup, pencarian mereka belum kunjung mendapat hasil. Tak ada satu batang hidung pun yang mereka temui dan curigai sebagai Arya Wisesa.Sebaliknya yang sedang diburu masih anteng-anteng saja bersembunyi di balik pohon yang paling tinggi dan besar dan paling rimbun. Dari atas pohon itulah ia bisa melihat keadaan sekitar lembah dengan leluasa. Bahkan Arya Wisesa bisa melihat bukit yang ada di seberang dengan sangat jelas.Kesepuluh murid itu tidak bisa kembali kalau mereka tidak berhasil menemukan Arya Wisesa. Maka mereka akan kena damprat dan hukuman dari Bara Jagal, jika lagi-lagi mereka gagal dalam melakukan tugas.Hanya mengandalkan obor di tangan-tangan yang mereka bawa, mereka terus menelusuri s
Ketiga pendekar dari golongan hitam itu sudah bersiap dengan senjata andalannya masing-masing. Bara Jagal dengan pedang panjangnya dan bilahnya sangat lebar. Itu bukanlah pedang biasa, butuh tenaga yang luar biasa kuat untuk mengangkat pedang naganya yang besar itu. Hanya orang-orang yang punya ilmu silat yang tinggi saja yang bisa mengangkat pedangnya.Andai pedang itu digunakan untuk menebas pohon besar, yang lingkar batangnya sebesar dua pelukan orang dewasa pun hanya cukup sekali tebas saja disertai tenaga dalam, maka pohon itu akan langsung tumbang ke tanah. Tak perlu diragukan lagi kekuatan dari pedang naga yang dimiliki Bara Jagal.Sementara Ronggowelang yang berdiri di samping kiri Bara Jagal sudah siap dengan tombak panjangnya. Sebuah tombak yang terbuat dari besi hitam yang sangat keras, dan sewaktu-waktu bisa ia lesatkan bagai anak panah. Hebatnya, sejauh apa pun tombaknya itu melesat, tombak itu bisa kembali terbang ke arahnya dan mendarat dengan mulus dala
Malam hari yang dingin saat bulan bersinar terang-terangnya di atas lembah, gabungan para pendekar dari tiga perguruan itu berbaris menunggangi kuda mereka masing-masing hendak bergerak ke dalam hutan, mendekati sebuah padepokan milik perguruan silat bernama Srigala Putih. Sebelum serangan mendadak itu dilakukan, mereka pun terlebih dahulu bersiasat.“Kali ini harus berhasil!” kata Bara Jagal, seorang pendekar kejam yang memimpin Perguruan Naga Api. “Bila perlu kita babat habis mereka semua, kalau Saka Dirga tak mau menyerahkan kitab ilmu silatnya itu!”“Aku lebih senang Saka Dirga lenyap sekalian! Dan ini akan menjadi malam bagi kehancuran Srigala Putih!” sahut Ronggowelang, pemimpin dari Perguruan Harimau Hitam.“Ha-ha-ha, aku sudah tidak sabar memenggal kepalanya dan mengaraknya ke alun-alun!” ujar Amukraga Kencana, pemimpin dari Perguruan Ular Merah.Tiga aliansi perguran besar itu bersekongkol hendak menghancurkan Perguran Srigala Putih yang dipimpin oleh Saka Dirga. Ia merupakan
“Ha-ha-ha, sudah kubilang Saka, lebih baik kau menyerah saja! Sebelum padepokanmu ini kuhancurkan!” ujar Bara Jagal mencoba terus menekan Saka Dirga.“Lihat! Aku masih bisa berdiri, Bara Jagal! Tak perlu meremehkanku! Akan kupertahankan perguruanku sampai titik darah penghabisan! Dan Jangan harap kau bisa mendapatkan kitab ilmu silat itu!” sahut Saka Dirga tak goyah sedikit pun.Meski keadaan mereka sudah sedemikian terdesak, Saka Dirga bersama muridnya tak menyerah begitu saja. Mereka masih mampu memberikan perlawanan-perlawan dengan sisa-sisa tenaga mereka yang nyaris habis. Situasinya makin terpojok dan mereka makin mundur mendekati area padepokan. Sementara separuh murid Saka Dirga sudah tewas terbunuh. Darah mengalir dari tubuh-tubuh yang terluka sehingga membentuk genangan yang mengerikan. Tidak lama lagi halaman padepokan itu akan menjadi kuburan masal.“Bagaimana ini, Guru?” tanya Arya Wisesa mulai panik.“Sebisa mungkin aku akan menghadang mereka agar tidak bisa masuk ke padep
Tak ada pilihan lain, ia harus segera mengeluarkan jurus ‘Tongkat Angin Puting Beliung’ yang merupakan jurus andalannya itu sebelum Bara Jagal beserta sekutunya berhasil masuk ke padepokan, lalu merebut kitab ilmu silat yang sekarang sudah ada di tangannya.Lihat juga bagaimana Saka Dirga tengah berjuang begitu hebat menghadang musuhnya di luar padepokan. Tak lama lagi murid-muridnya juga pasti akan mati terbunuh. Tampak tubuh mereka sudah mandi peluh, sebuah pertanda bahwa mereka betul-betul memeras tenaga dalamnya untuk bertarung.Bahkan Saka Dirga terpaksa harus mengeluarkan dua pedang trisula yang menjadi senjata andalannya untuk memukul mundur para prajurit dari tiga aliansi perguruan yang makin beringas itu. Belum lagi Bara Jagal, Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang sudah pasti akan segera menyerangnya habis-habisan.“Semoga saja Arya berhasil mengamankan kitab ilmu silat itu!” gumamnya harap-harap cemas.Maka Arya Wisesa mulai memejamkan matanya. Ia hendak memusatkan pikirann