“Kenapa Bara Jagal berhenti menyerangku? Apa ia tahu yang menjadi kelemahanku?” desis Saka Dirga dalam hati.
Ia masih terus berharap cahaya bulan yang masih tampak terang itu tidak cepat redup, sehingga ia bisa memulihkan tenaga dalamnya dan menambah kekuatannya untuk bisa mengimbangi ketiga lawannya itu. Paling tidak, ia bisa sedikit lama dalam bertarung dan mampu memukul mundur mereka. Karena mustahil bagi Saka Dirga untuk bisa melenyapkan ketiganya sekaligus.
Melihat lawannya yang tidak seberingas di awal pertarungan, maka Saka Dirga langsung mengambil inisiatif. Ia mulai memancing Bara Jagal untuk terus mengeluarkan amarahnya dengan tujuan menguras tenaga dalamnya, supaya ia menjadi lemah dan pertarungan pun bisa ia dominasi. Sebelum akhirnya ia lanjut bertarung dengan dua sekutunya, yakni Ronggowelang dan Amukraga Kencana.
Serangan-serangan kecil pun mulai dilancarkan oleh Saka Dirga. Ia mengeluarkan jurus-jurus sederhana saja, karena tak perlu mengeluarkan tenaga dalam yang besar.
Kali ini giliran ia yang berlari sambil meloncat tinggi hingga dua tombak ke udara menjulurkan kaki kanannya ke depan menyasar tubuh bagian samping Bara Jagal. Terbang, laksana burung elang yang hendak menyergap mangsa.
‘Hiaaatttt…!’
Tendangan itu melesat dengan cepat. Namun Bara Jagal tak terlambat menghindar dan tak kalah cepat memindahkan tubuhnya ke samping. Alhasil, tendangannya tak mengenai sasaran. Hanya mengenai angin dan membuat rerumputan yang ada di bawah bergoyang hebat, juga tanah-tanah kering beterbangan ke udara.
Meski itu hanya jurus sederhana, bisa dilihat kekuatan tendangan Saka Dirga sangatlah mematikan. Karena seandainya tendangan itu mengenai sasaran, maka bisa dipastikan tiga atau bahkan lima tulang rusuk Bara Jagal bisa patah!
“Hei Bara Jagal! Apa cuma itu kemampuanmu? Apa kau sudah lelah dan tak kuat lagi meneruskan pertarungan? Jangan jadi pengecut!” teriak Saka Dirga coba memprovokasi.
“Ini masih terlalu dini, Saka! Malam masihlah panjang. Dan banyak-banyaklah berdoa untuk keselamatan nyawamu!” Bara Jagal balik menggertak sambil tertawa angkuh.
Bara Jagal tetap pada rencananya, menunggu cahaya bulan purnama malam ini redup. Ia kembali pada watak asilnya yang licik dan penuh akal bulus. Sengaja ia tak terpancing dengan provokasi-provokasi yang dilakukan oleh Saka Dirga. Amarah dalam dirinya berhasil ia redam untuk sementara waktu. Dan ia akan balik membuat perhitungan saat waktunya sudah tepat.
Saka Dirga langsung menyerang lagi dengan dua pukulan beruntun menyasar bagian kepala. Seberkas cahaya putih membungkus kepalan tangannya. Bara Jagal langsung mengelak menjauhkan kepalanya ke samping saat mendapat pukulan pertama, lantas ia menangkis pada pukulan kedua.
Saka Dirga tak berhenti, ia lepaskan lagi dua pukulan. Bara Jagal dengan cepat mengelak lagi menghindari dua pukulan itu.
Tak mempan hanya dengan dua pukulan, Saka Dirga menambah serangannya. Ia lesahkan tiga pukulan, lalu lima pukulan, hingga sepuluh pukulan beruntun sekaligus, terus mendesak Bara Jagal agar melawan dan berusaha membangkitkan amarahnya.
“Kurang ajar!” gerutu Bara Jagal dalam hati.
Mendapat serangan yang begitu rupa, lambat laun membuat Bara Jagal terpancing emosi. Maka ia pun balik menyerang Saka Dirga dengan melancarkan pukulan-pukulan yang tak kalah beruntun. Tiga pukulan, lalu lima pukulan, hingga sepuluh pukulan juga ia lepaskan tak mau kalah. Hingga kedua tangan kekar dua pendekar itu beradu keras saling tangkis-menangkis, jual-beli serangan. Tenaga dalam mereka masihlah sama-sama kuat dan seimbang.
Sementara Ronggowelang yang berdiri di samping kiri tak jauh dari Bara Jagal tampak sudah tak sabar ingin segera melibatkan diri dalam pertarungan.
“Huh, apa susahnya melenyapkan Saka Dirga? Sudah gatal sekali tanganku ini!” gerutu si pendekar berangasan itu.
Beda dengan Amukraga Kencana yang masih santai-santai saja menyaksikan pertarungan tersebut sambil memainkan jenggot lebatnya mengusir rasa bosan.
Saka Dirga mulai merubah strategi. Kali ini ia hendak mengeluarkan jurus-jurus srigala yang mematikan. Ia mendesak Bara Jagal untuk mengadu jurus pertarungan bawah, tidak lagi menyasar tubuh bagian atas yang tampaknya masih lebih mudah Bara Jagal hindari.
Sikap kuda-kudanya lebih rendah, tampak gagah laksana srigala yang siap menerkam mangsanya. Kali ini kedua tangannya tidak mengepal dan terbuka dua-duanya, ditekuk ke depan seperti hendak mencakar. Pandangannya matanya begitu tajam, menyiratkan kebuasan.
Melihat sikap pasang jurus seperti itu, Bara Jagal langsung mundur dua langkah. Kaki kirnya dipentangkan lurus ke dapan, sementara kaki kanannya ditaruh di belakang sedikit ditekuk, menitik beratkan bobot tubuhnya dalam sikap kuda-kuda belakang. Sementara kedua tangannya mengepal ke depan, posisi siap untuk bertarung.
Saka Dirga melompat ke depan mengawali serangan sambil berguling satu kali sangat gesit. Lompatan itu disebut, ‘Lompatan Raja Srigala’. Saking gesitnya, tubuh Saka Dirga tampak seperti bayangan-bayang yang sulit ditangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang punya ilmu silat yang tinggi yang bisa melihat pergerakannya.
Ketika jarak serangnya sudah sangat dekat dengan Bara Jagal, langsung saja ia menggempur bagian-bagian bawah tubuh Bara Jagal dengan cakaran-cakaran yang mematikan!
Mula-mula ia menyerang bagian paha, namun cepat-cepat Bara Jagal langsung menghindar, memindahkan kakinya ke belakang. Lalu ia lanjut menyerang lutut, Bara Jagal berhasil menghindar lagi. Menyusul dua cakaran mengarah ke bagian betis, dan dengan terpaksa Bara Jagal harus menghindar lagi. Selangkah dua langkah, ia terus terdesak ke belakang.
Itulah yang dinamakan jurus, ‘Cakaran Amuk Srigala’. Jurus yang dikeluarkan oleh Saka Dirga dan menjadi andalan perguruannya. Rupanya jurus-jurus srigala yang dikeluarkannya itu cukup membuat Bara Jagal kerepotan dan terdesak hebat. Tampaknya itu menjadi strategi pertarungan yang sangat ampuh yang dilakukan oleh Saka Dirga. Karena ia betul-betul mendominasi pertarungan-pertarungan bawah dengan jurus-jurusnya itu.
Beda halnya dengan jurus-jurus naga yang dimiliki Bara Jagal yang lebih banyak menyasar bagian-bagian atas tubuh lawannya. Jurus-jurusnya lebih efektif digunakan untuk pertarungan atas dibanding pertarungan bawah. Maka untuk sementara waktu Bara Jagal pun menjadi tertekan, dan kepanikan dari wajahnya tidak biasa ia sembunyikan.
Ia pun memejamkan mata dan mulai mengumpulkan tenaga dalamnya untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Ia hendak mengeluarkan ilmu ‘Benteng Api Abadi’ sebagai ilmu pertahanan, jika sewaktu-waktu tubuhnya terkena cakaran yang sangat mematikan itu. Apalagi cakaran itu mengandung racun yang sangat berbahaya bagi tubuh dan pelan-pelan bisa merenggut nyawanya.
Maka tak berapa lama, sekujur tubuhnya dibungkus oleh sebuah cahaya berwarna merah, seperti dibakar oleh api, namun ia tak merasakan panas sama sekali. Tubuhnya menjadi tidak bisa ditembus oleh senjata apa pun. Karena andaipun seseorang melesatkan ratusan anak panah ke arahnya, maka ratusan anak panah itu akan terpental dan jatuh berhamburan ke tanah dengan sia-sia.
Itulah kehebatan ilmu Benteng Api Abadi yang dimiliki oleh Bara Jagal.
Pertarungan dua pendekar sakti itu mulai memasuki babak baru. Dan mereka akan saling mengadu strategi dan mengeluarkan jurus-jurus andalan dari perguruan mereka. Keduanya masihlah sama-sama kuat, meski Bara Jagal sempat terdesak hebat.
Maka pemimpin Perguruan Naga Api itu menggerendeng dalam hati, “Kalau kau sengaja membawaku pada pertarungan bawah, maka aku akan membawamu pada pertarungan atas!”
Hallo semuanya. Terimakasih untuk yang sudah membaca hingga bab ini. Masih ada bab-bab seru lho buat kamu semuanya. Dan jangan lupa tinggalkan komentar dan kirimkan gemnya ya.. So stay tuned! :)
Lihatlah bagaimana kuku-kuku tangannya itu mulai memanjang dengan sendirinya, begitu runcing dan tajam. Tak kalah tajam dari bilah pedang katana. Satu cakaran saja bisa merobek kulit dan mengoyak daging lawannya jika tak punya ilmu silat yang tinggi untuk menahan kekuatannya. Belum lagi racunnya yang berbahaya yang bisa menghambat jalannya peredaran darah, dan bisa membuat lawannya mati secara pelan-pelan!Saka Dirga tak mengendorkan serangannya. Ia kembali menggempur bagian-bagian bawah tubuh Bara Jagal, dan kali ini ia melancarkan serangan kombinasi yang lebih cepat dan mematikan.Pantas saja jurus itu disebut Cakaran Amuk Srigala, karena gerakannya memang sangat gesit sekali seperti srigala.Ia langsung melompat lagi menyasar perut Bara Jagal bagian bawah, namun sebelum satu detik lagi cakaran itu mendarat di perutnya, Bara Jagal berhasil menghindar meloncat dua langkah ke belakang. Maka ia melompat lagi menyerang bagian paha, Bara Jagal pun meloncat lagi dua langkah belakang. Ia t
Ronggowelang tampak kelelahan, dadanya kembang kempis, itu menunjukkan bahwa jurus Harimau Hitam Menerkam Mangsa yang ia keluarkan cukup menguras tenaga dalamnya. Ditambah lagi pingganggnya yang terluka membuat ia untuk sementara waktu berhenti sejenak dari pertarungan, karena harus mengatur nafas dan jalan darahnya sebagai pertolongan pertama.Maka ia mengambil segenggam tanah yang dialiri tenaga dalam untuk menutup luka dan menghambat racun agar tak masuk tubuhnya dan menempelkan tanah itu di pinggangnya. Ia masih tetap dalam mode jurus harimau untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya. Namun sepertiga tenaga dalamnya harus ia keluarkan sebagai gantinya.Meski Saka Dirga tampak dominan dan menguasai jalannya pertarungan, kemenangannya masihlah jauh ia dapat. Karena ketiga pendekar jahat itu belumlah menyerah. Dan rupanya dominasinya itu tak berlangsung lama, karena saat ia hendak menyerang kembali Ronggowelang dan membuatnya makin terdesak dan merasakan jera, secara t
Sepuluh murid suruhan Bara Jagal itu terus bergerak memburu Arya Wisesa. Mereka berkeliling di sekitar lembah dan menyisir hingga ke dalam hutan. Mereka berpencar dan masing-masing dua orang bergerak ke setiap arah mata angin. Namun hingga bulan purnama di lembah itu redup, pencarian mereka belum kunjung mendapat hasil. Tak ada satu batang hidung pun yang mereka temui dan curigai sebagai Arya Wisesa.Sebaliknya yang sedang diburu masih anteng-anteng saja bersembunyi di balik pohon yang paling tinggi dan besar dan paling rimbun. Dari atas pohon itulah ia bisa melihat keadaan sekitar lembah dengan leluasa. Bahkan Arya Wisesa bisa melihat bukit yang ada di seberang dengan sangat jelas.Kesepuluh murid itu tidak bisa kembali kalau mereka tidak berhasil menemukan Arya Wisesa. Maka mereka akan kena damprat dan hukuman dari Bara Jagal, jika lagi-lagi mereka gagal dalam melakukan tugas.Hanya mengandalkan obor di tangan-tangan yang mereka bawa, mereka terus menelusuri s
Ketiga pendekar dari golongan hitam itu sudah bersiap dengan senjata andalannya masing-masing. Bara Jagal dengan pedang panjangnya dan bilahnya sangat lebar. Itu bukanlah pedang biasa, butuh tenaga yang luar biasa kuat untuk mengangkat pedang naganya yang besar itu. Hanya orang-orang yang punya ilmu silat yang tinggi saja yang bisa mengangkat pedangnya.Andai pedang itu digunakan untuk menebas pohon besar, yang lingkar batangnya sebesar dua pelukan orang dewasa pun hanya cukup sekali tebas saja disertai tenaga dalam, maka pohon itu akan langsung tumbang ke tanah. Tak perlu diragukan lagi kekuatan dari pedang naga yang dimiliki Bara Jagal.Sementara Ronggowelang yang berdiri di samping kiri Bara Jagal sudah siap dengan tombak panjangnya. Sebuah tombak yang terbuat dari besi hitam yang sangat keras, dan sewaktu-waktu bisa ia lesatkan bagai anak panah. Hebatnya, sejauh apa pun tombaknya itu melesat, tombak itu bisa kembali terbang ke arahnya dan mendarat dengan mulus dala
Malam hari yang dingin saat bulan bersinar terang-terangnya di atas lembah, gabungan para pendekar dari tiga perguruan itu berbaris menunggangi kuda mereka masing-masing hendak bergerak ke dalam hutan, mendekati sebuah padepokan milik perguruan silat bernama Srigala Putih. Sebelum serangan mendadak itu dilakukan, mereka pun terlebih dahulu bersiasat.“Kali ini harus berhasil!” kata Bara Jagal, seorang pendekar kejam yang memimpin Perguruan Naga Api. “Bila perlu kita babat habis mereka semua, kalau Saka Dirga tak mau menyerahkan kitab ilmu silatnya itu!”“Aku lebih senang Saka Dirga lenyap sekalian! Dan ini akan menjadi malam bagi kehancuran Srigala Putih!” sahut Ronggowelang, pemimpin dari Perguruan Harimau Hitam.“Ha-ha-ha, aku sudah tidak sabar memenggal kepalanya dan mengaraknya ke alun-alun!” ujar Amukraga Kencana, pemimpin dari Perguruan Ular Merah.Tiga aliansi perguran besar itu bersekongkol hendak menghancurkan Perguran Srigala Putih yang dipimpin oleh Saka Dirga. Ia merupakan
“Ha-ha-ha, sudah kubilang Saka, lebih baik kau menyerah saja! Sebelum padepokanmu ini kuhancurkan!” ujar Bara Jagal mencoba terus menekan Saka Dirga.“Lihat! Aku masih bisa berdiri, Bara Jagal! Tak perlu meremehkanku! Akan kupertahankan perguruanku sampai titik darah penghabisan! Dan Jangan harap kau bisa mendapatkan kitab ilmu silat itu!” sahut Saka Dirga tak goyah sedikit pun.Meski keadaan mereka sudah sedemikian terdesak, Saka Dirga bersama muridnya tak menyerah begitu saja. Mereka masih mampu memberikan perlawanan-perlawan dengan sisa-sisa tenaga mereka yang nyaris habis. Situasinya makin terpojok dan mereka makin mundur mendekati area padepokan. Sementara separuh murid Saka Dirga sudah tewas terbunuh. Darah mengalir dari tubuh-tubuh yang terluka sehingga membentuk genangan yang mengerikan. Tidak lama lagi halaman padepokan itu akan menjadi kuburan masal.“Bagaimana ini, Guru?” tanya Arya Wisesa mulai panik.“Sebisa mungkin aku akan menghadang mereka agar tidak bisa masuk ke padep
Tak ada pilihan lain, ia harus segera mengeluarkan jurus ‘Tongkat Angin Puting Beliung’ yang merupakan jurus andalannya itu sebelum Bara Jagal beserta sekutunya berhasil masuk ke padepokan, lalu merebut kitab ilmu silat yang sekarang sudah ada di tangannya.Lihat juga bagaimana Saka Dirga tengah berjuang begitu hebat menghadang musuhnya di luar padepokan. Tak lama lagi murid-muridnya juga pasti akan mati terbunuh. Tampak tubuh mereka sudah mandi peluh, sebuah pertanda bahwa mereka betul-betul memeras tenaga dalamnya untuk bertarung.Bahkan Saka Dirga terpaksa harus mengeluarkan dua pedang trisula yang menjadi senjata andalannya untuk memukul mundur para prajurit dari tiga aliansi perguruan yang makin beringas itu. Belum lagi Bara Jagal, Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang sudah pasti akan segera menyerangnya habis-habisan.“Semoga saja Arya berhasil mengamankan kitab ilmu silat itu!” gumamnya harap-harap cemas.Maka Arya Wisesa mulai memejamkan matanya. Ia hendak memusatkan pikirann
Ikatan batin yang sudah terjalin sedemikian erat membuat Arya Wisesa bisa merasa dan mendengar suara batin yang diucapkan Saka Dirga. Bagaimanapun Arya Wisesa sudah berlatih silat dengan gurunya itu sejak ia masih berusia lima belas tahun, bahkan sebelum padepokan Srigala Putih dibangun di lembah pegunungan tak bertuan itu.Kini ia sudah berusia dua puluh tahun. Artinya sudah lima tahun ia tinggal di sana dan menghabiskan waktu bersama Saka Dirga. Alhasil keduanya menjadi akrab dan dekat, sampai-sampai kedekatan itu serupa ayah dan anak yang menyayangi satu sama lain.Mereka bahkan punya hobi yang sama. Di tengah-tengah kejenuhan belajar ilmu silat, Saka Dirga sering mengajak Arya Wisesa berburu burung elang dan berkemah di tengah-tengah hutan. Dengan ilmu kanuragannya yang begitu tinggi, Saka Dirga mampu menjinakkan hewan liar itu dengan mudah. Ia hanya perlu mengarahkan telapak tangannya ke arah burung elang yang sedang bertengger di puncak pohon, maka tak berapa lama, elang itu pun