Ronggowelang tampak kelelahan, dadanya kembang kempis, itu menunjukkan bahwa jurus Harimau Hitam Menerkam Mangsa yang ia keluarkan cukup menguras tenaga dalamnya. Ditambah lagi pingganggnya yang terluka membuat ia untuk sementara waktu berhenti sejenak dari pertarungan, karena harus mengatur nafas dan jalan darahnya sebagai pertolongan pertama.Maka ia mengambil segenggam tanah yang dialiri tenaga dalam untuk menutup luka dan menghambat racun agar tak masuk tubuhnya dan menempelkan tanah itu di pinggangnya. Ia masih tetap dalam mode jurus harimau untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya. Namun sepertiga tenaga dalamnya harus ia keluarkan sebagai gantinya.Meski Saka Dirga tampak dominan dan menguasai jalannya pertarungan, kemenangannya masihlah jauh ia dapat. Karena ketiga pendekar jahat itu belumlah menyerah. Dan rupanya dominasinya itu tak berlangsung lama, karena saat ia hendak menyerang kembali Ronggowelang dan membuatnya makin terdesak dan merasakan jera, secara t
Sepuluh murid suruhan Bara Jagal itu terus bergerak memburu Arya Wisesa. Mereka berkeliling di sekitar lembah dan menyisir hingga ke dalam hutan. Mereka berpencar dan masing-masing dua orang bergerak ke setiap arah mata angin. Namun hingga bulan purnama di lembah itu redup, pencarian mereka belum kunjung mendapat hasil. Tak ada satu batang hidung pun yang mereka temui dan curigai sebagai Arya Wisesa.Sebaliknya yang sedang diburu masih anteng-anteng saja bersembunyi di balik pohon yang paling tinggi dan besar dan paling rimbun. Dari atas pohon itulah ia bisa melihat keadaan sekitar lembah dengan leluasa. Bahkan Arya Wisesa bisa melihat bukit yang ada di seberang dengan sangat jelas.Kesepuluh murid itu tidak bisa kembali kalau mereka tidak berhasil menemukan Arya Wisesa. Maka mereka akan kena damprat dan hukuman dari Bara Jagal, jika lagi-lagi mereka gagal dalam melakukan tugas.Hanya mengandalkan obor di tangan-tangan yang mereka bawa, mereka terus menelusuri s
Ketiga pendekar dari golongan hitam itu sudah bersiap dengan senjata andalannya masing-masing. Bara Jagal dengan pedang panjangnya dan bilahnya sangat lebar. Itu bukanlah pedang biasa, butuh tenaga yang luar biasa kuat untuk mengangkat pedang naganya yang besar itu. Hanya orang-orang yang punya ilmu silat yang tinggi saja yang bisa mengangkat pedangnya.Andai pedang itu digunakan untuk menebas pohon besar, yang lingkar batangnya sebesar dua pelukan orang dewasa pun hanya cukup sekali tebas saja disertai tenaga dalam, maka pohon itu akan langsung tumbang ke tanah. Tak perlu diragukan lagi kekuatan dari pedang naga yang dimiliki Bara Jagal.Sementara Ronggowelang yang berdiri di samping kiri Bara Jagal sudah siap dengan tombak panjangnya. Sebuah tombak yang terbuat dari besi hitam yang sangat keras, dan sewaktu-waktu bisa ia lesatkan bagai anak panah. Hebatnya, sejauh apa pun tombaknya itu melesat, tombak itu bisa kembali terbang ke arahnya dan mendarat dengan mulus dala
Keringat deras tampak bercucuran dari wajah Saka Dirga. Itu menjadi bukti bahwa perlu tenaga dalam yang sangat besar untuk mengeluarkan jurus Pedang Angin Bola Salju miliknya itu. Alhasil sepertiga tenaga dalamnya harus terkuras habis akibat menahan serangan dari jurus Pedang Lidah Api Menyambar Bumi.Dari jarak beberapa ratus tombak dari atas pohon itu Arya Wisesa masih menyaksikan langsung betapa sengit dan mengerikannya pertarungan antara Bara Jagal dan Saka Dirga. Tak henti-hentinya ia memanjatkan doa pada sang Dewa pemilik alam semesta.“Jagat Dewa Bhatara…. Tolonglah Guruku, selamatkanlah dia dari kematian,” jerit Arya Wisesa dalam hati.Bagaimanapun serangan yang dilancarkan oleh Bara Jagal itu baru sebatas permulaan. Ia tak akan berhenti sebelum Saka Dirga benar-benar mati.Maka untuk yang kedua kalinya ia mengayunkan pedangnya itu. Bola api panas yang besar itu berkobar melesat kembali dari pedangnya hendak menghantam Saka Dirg
Ketika ia membuka mata, warna matanya berubah menjadi merah terang menyala. Ia tidak lagi terlihat sebagai sosok manusia. Melainkan wujud lain, yakni wujud Srigala!Wajahnya yang sebelumnya memancarkan aura tenang dan berwibawa, kini berubah memancarkan aura kebuasan yang mencekam.Itulah ilmu pamungkas yang dikeluarkan oleh Saka Dirga. Sebuah ilmu tingkat tinggi dan hanya boleh dikeluarkan dalam keadaan genting dan sudah sedemikan terdesak.Belum ada satu pun pendekar sakti di seantero Nusantara yang bisa merubah dirinya sendiri menjadi wujud lain. Baru kali inilah, ada sosok pendekar yang mampu mengeluarkan ilmu tingkat tingginya untuk bisa mengakses kekuatan supranatural melebihi kemampuan manusia normal. Pastilah pendekar itu merupakan sosok manusia luar biasa yang kesaktiannya bukan olah-olah.“Dia berubah jadi manusia srigala!” kata Ronggowelang tampak terkejut.“Kita harus segera satukan kekuatan! Ayo, gunakan senjata kita masing-masing untuk menyerang!” sahut Bara Jagal memberi
Sampai sepuluh kali serangan berturut-turut dan kini tanah lapang yang berada di lembah itu menjadi gundul karena rumput-rumputnya yang tercerabut, Saka Dirga masih mampu bertahan dengan sisa-sisa tenaga dalamnya yang kian melemah.Sekarang ia jadi lebih sering menggeru-geru dan sesekali melolong panjang dengan bahasa srigalanya. Matanya begitu merah menyala, mengindikasikan ada kemarahan yang kian memuncak di dadanya. Ia sangat murka dengan ketiga pendekar yang mengeroyoknya secara membabi buta itu. Ini pertarungan yang tidak adil, yang hanya akan membawanya pada kehancuran.Maka dengan sisa-sisa tenaganya itu, ia mengamuk sejadi-jadinya! Melampiaskan seluruh amarah dalam dirinya yang sudah tak bisa dibendung lagi. Memukul-mukulkan tangannya ke dada, mencakar-cakar tanah hingga terkeruk habis membentuk kubangan hingga berpuluh-puluh senti ke bawah. Melolong panjang sambil melompat-lompat gesit ke segala arah.Lalu ia mencabut pohon-pohon besar yang ada di sekeliling lembah dan sekony
Lama kelamaan, penampakan cahaya putih yang melayang ringan itu lenyap, seolah ditelan oleh langit. Lalu terdengarlah lolongan ratusan srigala dari arah balik bukit. Lolongan panjang sahut menyahut yang menjadi sebuah pertanda bahwa telah terjadi sebuah pristiwa besar.Sekaligus menjadi pertanda bahwa kematian tokoh besar pendekar sakti itu mulai memasuki era baru, dan akan segera muncul tokoh pendekar baru yang kelak akan menuntut balas dan menghentikan segala angkara murka yang kerap dilakukan oleh pendekar-pendekar dari golongan hitam. Mereka selalu menghalalkan segala cara demi memenuhi nafsu kekuasaan dan ambisi pribadi untuk menjadi yang terkuat dan menguasai dunia persilatan.“Gu– guruuuu….” Arya Wisesa langsung berteriak setinggi langit.Namun jeritan suaranya hanya tertahan pedih dalam hati. Ia begitu terpukul dengan kematian gurunya.Kedua matanya langsung berkaca-kaca. Dadanya terasa penuh sesak. Kemarahan dan kesedihan mendalam bercampur aduk menjadi satu. Badannya bergeta
Apa yang sebenarnya membuat para pendekar dari golongan hitam begitu berambisi merebut kitab ilmu silat itu? Ada apa di dalamnya? Sehingga mereka dengan tega menumpahkan darah dan merampas nyawa orang lain demi tujuannya itu?Konon di dalam kitab itu tersimpan berbagai ajian dan teknik rahasia ilmu silat tingkat tinggi yang ditulis oleh para pendekar hebat zaman dulu.Kitab itu sudah berpindah-pindah dari satu generasi ke generasi yang lainnya selama lebih dari seratus tahun dan diwariskan secara turun-temurun.Dan dalam kurun waktu tersebut para pendekar golongan hitam tidak pernah berhenti berusaha merebut kitab itu dengan menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi dan perguruan mereka.Bara Jagal yang merupakan keturunan dari pendekar golongan hitam dari masa lalu yang leluhurnya tewas terbunuh dalam sebuah pertempuran memperebutkan kitab itu merasa punya dendam kesumat yang harus ia bayar pada pendekar golongan putih. Dan ia sangat berambisi merebut kitab ilmu silat itu de
Mereka segera meninggalkan gua itu setelah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Dan saat mereka baru saja akan keluar dari lobang gua itu, terdengarlah sebuah suara yang sebelumnya mereka kenal, “Kalian jagalah kedua senjata pusaka itu, jangan sampai kalian gunakan untuk kejahatan. Sekali lagi aku ingatkan, gunakan pedang itu jika sedang dalam keadaan genting saja. Dewata menyertai kalian.”Langkah mereka jadi terhenti dan mendengarkan sejenak pesan yang disampaikan oleh makhluk yang tak menampakkan dirinya itu. Tapi mereka tahu, bahwa yang memberi pesan itu adalah Begu Ireng, siluman penjaga gua itu.Setelah tak terdengar lagi suara siluman babi hitam besar itu, mereka pun meninggalkan gua dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka kembali ke arah utara untuk mencari desa yang untuk sementara bisa mereka tinggali dan istirahat sejenak dari perjalanan jauh yang telah mereka lalui.*******Garang Bonggol beserta anak buahnya dan juga beberapa pasukan dari Perguruan Naga Api terli
Ternyata umurnya sudah lumayan tua. Semakin tua sosok siluman, maka semakin tinggi pula kesaktian yang ia miliki. Belum tentu juga ketiganya bisa mengalahkan sosok siluman yang satu ini. Tapi beruntunglah sosok siluman yang mengaku bernama Begu Ireng ini adalah siluman golongan putih dan tidak punya niatan jahat terhadap manusia.Kendati pada awalnya ia sempat menyerang mereka bertiga, itu ia lakukan semata-mata karena menjalankan tugasnya dalam menjaga gua itu dari orang asing yang punya niat buruk terhadap tempat itu.“Apakah Paman Begu Ireng juga kenal dengan Paman Wirageni? Siluman kobra hitam penjaga gua pedang bumi ini disimpan?” tanya Arya Wisesa.“Tentu saja aku kenal, dia adalah sahabat baikku. Aku lebih tua darinya seribu tahun,” jawab Begu Ireng.“Sebagai bangsa siluman, Saudara berdua pasti mempunyai kesaktian yang tidak dimiliki oleh manusia. Bahkan melebihi bangsa manusia,” kata Wisangpati.“Tentu saja, semakin tua sosok siluman itu, maka dia punya kesaktian yang lebih k
Melihat api yang terus berkobar membakar pohon-pohon itu, Wisangpati tak tinggal diam. Karena apabila terus dibiarkan, maka api itu pasti akan terus merambat dan membakar pohon-pohon yang lain hingga habis tak bersisa di lereng gunung itu.Ia langsung mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya dengan kedua tangannya, lantas ia meloncat setinggi tiga tombak sambil melemparkan tanah basah yang digenggamnya itu ke arah pohon yang terbakar api disertai dengan kekuatan tenaga dalamnya. Ia melakukannya berkali-kali, menyasar pohon-pohon lain yang juga masih terbakar.Yang semula hanya memperhatikan, Arya Wisesa jadi ikut tergerak untuk melakukan hal yang sama. Bagaimanapun ia tak ingin melihat gurunya itu pontang-panting sendirian. Maka dengan segera ia mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya, setelah itu meloncat tak kalah tinggi dan langsung melemparkan tanah yang ada di kedua genggaman tangannya itu ke arah api yang menyala.‘Wurrrr…. Wurrrrrr….!’Tanah itu terus melesat dan beterbangan di
Ketiga pendekar itu terus mengembara untuk mendapat pedang yang kedua. Mereka berbelok ke arah barat laut untuk kembali mencari sebuah gunung yang menurut petunjuk yang Arya Wisesa telah dapat, di tempat itulah pedang sakti yang bernama pedang langit itu tersimpan.Desa demi desa mereka lalui, hutan demi hutan mereka terobos, juga ada beberapa sungai yang harus mereka sebrangi, hingga mereka kembali masuk hutan dan setelah berhari-hari sampailah mereka di sebuah lembah kecil di mana tak jauh di depan mereka dalam jarak ratusan tombak ada sebuah gunung yang tampak kembar apabila dilihat dari kejauhan. Gunung mana yang perlu mereka daki?Melihat hal itu Wisangpati bertanya pada Arya Wisesa, “Ada dua gunung yang sangat mirip di depan kita, gunung mana yang perlu kita tuju, Arya?”“Tidak, Paman. Hanya ada satu gunung di depan kita, aku tak melihat gunung yang lain,” sahut Arya Wisesa, jawabannya cukup mengejutkan. Dalam penglihatannya, ia amat yakin bahwa hanya ada satu gunung yang ia lih
Dipanggillah Garang Bonggol yang ikut menumpang di kuda rombongan pasukannya itu untuk mendekat ke arahnya dan ia pun langsung menggerendeng, “Sudah berhari-hari kita naik turun menerobos hutan demi hutan, tapi aku belum juga menemukan bocah itu, apakah kau membohongiku?!” Tatapannya begitu tajam dan mengintimidasi.“Ampun Kisanak, aku tidak berbohong, anak buahku sendiri yang bersaksi bahwa mereka sempat bertarung dengan bocah yang dilindungi oleh pendekar bertudung caping itu. Mereka benar-benar bergerak ke arah timur,” sahut Garang Bonggol sedikit gugup.“Kalau benar dia bergerak ke arah timur, kita sudah pasti menemukannya dan berhasil menyusulnya. Tapi kau bisa saksikan sendiri sudah berhari-hari kita menjelajah hingga sampai di kaki gunung ini, tapi kita belum juga menemukannya!” Bara Jagal kembali menggerutu.Tiba-tiba Muladra yang juga ikut menumpang di kuda rombongan pasukan itu ikut mendekat ke arah Bara Jagal dan berkata dengan sopan, “Ampun Kisanak, menurut pengamatanku, m
“Jangan bergerak! Rumah ini sudah kami kepung, kalau kalian bertiga macam-macam, maka kami semua akan menghabisi kalian!” kata pemuda yang paling depan yang memimpin penyergapan itu sambil mengacungkan goloknya ke arah Arya Wisesa, Dewi Raraswati, dan juga Wisangpati.Ketiganya dibuat bingung oleh tingkah si pemuda ini. Pemuda ini pula yang tadi berteriak-teriak histeris sambil berlari singgah dari rumah ke rumah memberi tahu warga desa, bahwa ada orang asing yang datang ke desanya. Tingkahnya begitu aneh dan tampak panik, padahal ketiganya terlihat tidak mengancam sama sekali.Namun sebelum mereka benar-benar berbuat anarkis, si pemilik rumah langsung menenangkan situasi.“Tenanglah, jangan berbuat kasar! Mereka bukan orang jahat, mereka dari Desa Gandareksa dan hanya menumpang sebentar di desa ini. Kami baik-baik saja, jangan khawatir. Kalian kembalilah ke rumah masing-masing,” kata si pemilik rumah.“Bagaimana kalau ketiga orang ini hanya pura-pura baik dan punya maksud tersembunyi
“Tenanglah, aku bukan orang jahat, aku hanya ingin berbicara denganmu. Kau sangat cantik sekali,” kata Dewi Raraswati, memuji sekaligus menenangkan anak itu sambil mengusap kepalanya dengan lembut.Namun tiba-tiba saja pintu rumah itu terbuka dan dua orang dewasa sudah berdiri di ambang pintu dengan memegang senjata di masing-masing tangannya.Seorang pria telah menarik busur panah, dan mengarahkan panah itu ke arah Dewi Raraswati. Sementara seorang wanita telah siap dengan golok panjang di tangannya. Tatapan mereka begitu tajam sekali. Dan pria itu menggertak pada Dewi Raraswati, “Siapa kau orang asing?! Jangan macam-macam! Jika kau berani menyentuh anak kami, maka anak panah ini akan melesat menembus kepalamu!”“Cepat kau pergi dari desa ini, atau kami berdua akan berteriak memanggil warga yang lain untuk mengeroyokmu sampai tewas!” Si wanita yang juga pemilik rumah itu ikut menggertak sambil mengacungkan goloknya ke arah Dewi Raraswati.Mendengar ada keributan di depan rumah itu, A
Setelah berjuang begitu hebat mengerahkan seluruh tenaga dan ilmu kanuragannya, akhirnya Arya Wisesa berhasil mencabut pedang itu. Dan senjata pusaka itu kini telah menjadi miliknya. Tampak keringat membanjiri tubuhnya setelah ia berjuang dengan keras untuk mendapatkan pedang itu dan wajahnya menjadi tampak semringah sekali ketika pedang itu masih saja mengeluarkan cahaya hijau menyelimuti seluruh bilahnya.Namun mereka harus cepat-cepat keluar dari gua itu sebelum atap gua itu benar-benar ambruk, karena tanahnya terus berjatuhan ke bawah dan bebatuan atap gua itu mulai retak pertanda akan juga segera tumpah ke bawah. Mereka harus segera lari melewati lorong demi lorong gua itu kalau tidak ingin mati terkubur hidup-hidup.Karena pedang itu tidak memiliki warangka, bergegas Arya Wisesa membungkus bilahnya dengan kain putih, lalu ia ikatkan tali di kedua ujung pedang itu untuk kemudian ia sarungkan di balik punggungnya. Karena bagaimanapun pedang itu cukup panjang dan memiliki bilah yan
“Aku memang sosok siluman yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal di gua ini. Dan aku bukan pemilik pedang pusaka itu, tapi aku punya kewajiban untuk menjaga pedang pusaka itu agar tidak jatuh ke tangan orang yang jahat. Aku juga tidak bermaksud hendak membuat kalian celaka, atau berbuat jahat pada kalian, karena itu bukanlah watakku sebagai siluman golongan putih. Aku menyerang kalian karena aku ingin memastikan kalian bukan hendak berbuat onar. Dan sepertinya kalian adalah orang-orang baik dan jujur yang tampak sesuai dengan tingkah laku kalian,” tutur Wirageni.“Terimakasih atas pengertian Saudara Wirageni, sebuah kehormatan bagiku bisa bertemu denganmu. Saudara telah menjalankan tugas dengan baik. Soal kejadian tadi, menurutku tak perlu dipersoalkan, karena yang terpenting adalah kita sudah mengenal satu sama lain. Dan Saudara menjadi saksi bahwa muridku Arya Wisesa telah bertekad dan bersumpah untuk menjaga pedang pusaka itu sebaik-baiknya,” sahut Wisangpati berbicara dengan sopa