“Indra, Meswara, Jaka, Arya, kalian berempat kembalilah melatih para murid padepokan, begitupun denganmu Sekar Sari. Aku dan beberapa tabib lain akan mengobati Jatnika dan Puspa Sari sekaligus mengawasi mereka,” ujar Ganawirya.“Kami mengerti, Guru.” Sekar Sari, Indra, Meswara, Jaka, dan Arya serempak mengangguk, bergegas meninggalkan ruangan. Indra, Meswara, Jaka, dan Arya segera memerintahkan para murid untuk pergi. Mereka mulai membubarkan diri meski mereka masih berbisik-bisik.Sekar Sari melirik Lingga di celah pintu. “Aku ingin berbincang dengan Kakang Lingga, tetapi aku justu harus sibuk dengan tugasku.”Sekar Sari mendadak menggigil ketika angin berembus dari dalam gubuk. “Guru Ganawirya memperhatikanku.” Sekar Sari bergegas meninggalkan gubuk, berlari menuju tempat pembelajaran. “Lalu, bagaimana denganku, Guru?” tanya Lingga. “Kau bisa memeriksa keadaan Lebak Angin dan kembali saat sore, Lingga. Beberapa hari lalu, aku mendapatkan kabar jika beberapa orang asing be
“Kita masih cukup jauh dari tempat yang kita tuju,” ujar seorang pemuda sembari melompat turun dari pelana kuda. “Untuk sekarang kita akan beristirahat di tempat ini. Kita juga harus mengumpulkan perbekalan untuk perjalanan.”Gadis cantik itu mengembus napas panjang, mendekati sungai, mengamati penampilan dirinya di air sungai yang tenang. Tatapannya tertuju pada air terjun yang mengalir deras dari atas.Gadis itu menoleh pada sang kakak yang sedang menyiduk air. “Kita sudah melakukan perjalanan sekitar satu bulan setelah melihat tanda pusaka kujang emas, tetapi kita masih belum menemukan orang yang kita cari, Kakang.”“Bersabarlah. Aku yakin kita akan bertemu dengan orang itu dalam waktu dekat. Meskipun kita tidak bisa bertemu dengan orang itu secara langsung, kita bisa bertemu dengan orang bernama Ganawirya atau Limbur Kancana lebih dahulu.”Gadis itu membasahi wajahnya dengan air, tersenyum saat merasa sangat segar. Ia membasahi ujung rambut panjangnya, duduk di sebuah batu di mana
“Itu rencana yang bagus, Paman. Aku juga ingin bertemu dengan mereka,” kata Lingga. Limbur Kancana tiba-tiba menghilang. Akan tetapi, sebuah harimau berukuran besar mendadak muncul dan menyerang Lingga. Lingga melompat tinggi, mengamati pergerakan harimau putih itu dengan saksama. “Paman benar-benar jahat. Dia terus saja mengerjaiku.” Lingga tersenyum. “Ini waktu yang tepat bagiku untuk menguji jurus baruku.”Lingga menghindar terkaman si harimau putih. Pemuda itu menghimpun kekuatan, melompat tinggi. Seluruh tubuhnya tiba-tiba diselimuti oleh cahaya putih keperakan. Saat harimau itu melompat dan menyerangnya, ia segera mengentak udara dan bergerak maju. Kedua tangan dan kaki Lingga tiba-tiba diselimuti oleh cakar harimau. Lingga mengentak udara kembali, merentangkan kedua tangan lebar-lebar. Ia tiba-tiba bergerak sangat cepat hingga dalam sekejap menghilang. Lingga memutar tubuh, terus bergerak maju di saat harimau putih Limbur Kancana semakin dekat dengannya. Jarak semakin meni
Lingga memasuki ruangan makan lebih dahulu, mengamati banyak pasang mata yang tengah memperhatikannya. Ia mengambil beberapa lauk, tersenyum saat Geni, Jaya, dan Barma melambaikan tangan padanya. Lingga duduk di samping Geni, mulai menikmati makan malam. “Aku memang sudah lapar sejak tadi. Makanan ini sangat lezat.”Geni berbisik, “Kau tampaknya masih menjadi buah bibir banyak murid di padepokan ini, Lingga. Para gadis terus saja membicarakanmu, dan hal itu membuatku sangat kesal dan iri.”“Apakah karena aku aneh?” Geni, Jaya, Barma, dan beberapa murid padepokan seketika tertawa. Lingga mengangkat kedua bahu, kembali menikmati makanan di atas daun. “Para gadis itu menyukaimu, Lingga. Apakah kau tidak menyadari hal itu?” Geni menyenggol Lingga. “Jangan berpura-pura bodoh.”“Mereka menyukaiku? Kenapa mereka menyukaiku?”“Aku sangat kesal melihat wajahmu sekarang, Lingga.” Jaya menggeleng beberapa kali.“Apa yang akan kau lakukan besok, Lingga?” tanya Barma, “apa kau akan mengintip p
Teman-teman Jatnika segera menyerang. Geni, Jaya, Barma, dan teman-teman Lingga tidak ingin kalah sehingga pertarungan tidak terelakkan. Lingga melompat ke atas, bergelantungan di atap ruangan makan. Ia menepis lemparan piring dan kendi dengan tendangan dan pukulan. “Hentikan pertarungan ini sebelum Guru Ganawirya dan yang lain menghukum kalian!” Pertarungan semakin memanas dari waktu ke waktu. Ucapan Lingga hanya dianggap sebagai angin lalu. Meja dan kursi terbang, terbalik dan terlempar hingga makanan dan minuman berhamburan ke tanah. Para pelayan seketika bersembunyi di dapur, mengintip pertarungan.Para gadis di ruangan sebelah bergegas keluar, menonton pertandingan di teras dan dekat pintu. Suasana menjadi semakin gaduh saat meja dan kursi terbang hingga sebagian hancur. Lingga melompat di tengah-tengah ruangan, mendorong teman-temannya dan juga teman-teman Jatnika agar menjauh. “Hentikan pertarungan ini!”“Diamlah, pemuda sialan! Kau bertingkah seolah kau adalah pemuda paling
Indra, Meswara, Jaka, dan Arya terkejut ketika melihat keadaan ruangan yang hancur. Para murid sontak terdiam, menunduk ketakutan. “Katakan, apa yang sebenarnya sudah kalian lakukan?” tanya Indra sembari mendekat. Para murid semakin menunduk dan mundur hingga saling berdekatan. “Apakah tidak ada dari kalian yang ingin berbicara?” Indra memelotot tajam. “Jika tidak ada, aku akan memberi tahu Guru Ganawirya sekarang.”Para murid mulai saling mendorong, meminta teman-teman mereka untuk berbicara. Sekar Sari tersenyum, memutar bola mata. “Laki-laki memang selalu kekanakan. Aku sebaiknya pergi sebelum Guru tiba.”Sekar Sari keluar dari ruangan, menatap para gadis yang mengintip di samping ruangan. “Apa yang kalian lakukan? Cepatlah kembali ke gubuk kalian masing-masing sebelum Guru Ganawirya muncul dan menghukum kalian.”Para gadis menatap sinis Sekar Sari. “Aku sudah memperingatkan kalian.” Sekar Sari melompat, berlari menuju gubuknya. Ia sontak menahan napas saat melihat sekelebat b
Lingga tiba di gubuk, merenggangkan badan beberapa kali. Ketika akan duduk di ranjang, ia mendadak melompat-lompat kesakitan. “Guru Ganawirya memukulku dengan sangat keras. Aku kesulitan duduk sekarang.”“Tunggu!” Lingga berjalan ke luar gubuk, mengawasi keadaan sekeliling. “Aku harus membantu Guru Ganawirya untuk mengeluarkan benda hitam di dada Jatnika dan Puspa Sari. Aku tidak bisa membantunya jika aku kembali berlatih.”Ganawirya melompat dari atap gubuk, mendarat di teras. “Kau tidak perlu melakukannya, Lingga. Aku sudah mengerti tata cara mengeluarkan benda hitam itu. Kau harus pergi ke gunung Padaherang besok.”“Baiklah, Guru.” Lingga kembali memasuki gubuk, menutup pintu perlahan. Ia mengintip keadaan luar di jendela. “Guru Ganawirya memang hebat. Dia berhasil membuat penawar racun kalong setan di saat semua tabib di seluruh rimba persilatan kesulitan. Dia juga mampu menciptakan beragam ramuan hebat.”Lingga berbaring menyamping di ranjang. “Aku penasaran apakah Guru Ganawirya
“Terkutulah kau, Ganawirya!” pekik Nyi Genit sembari mengalirkan kekuatannya ke sebuah kendi besar berisi tulang belulang. “Kau mencoba menghilangkan kekuatanku di tubuh kakak beradik itu!”Selendang kuning Nyi Genit berkibar ke sekeliling, memecahkan beberapa kendi karena tekanan yang dikeluarkannya. Nyi Genit diselimuti oleh cahaya hitam kemerahan. “Aku bisa menempatkan kekuatanku pada orang lain dengan mudah. Akan tetapi, aku muak karena kau senantiasa menghinaku, Ganawirya! Kau adalah orang yang sudah membuat penawar racun kalong setan sekaligus guru dari gadis menyebalkan bernama Sekar Sari itu!”Nyi Genit mengamati Ganawirya dan para tabib yang masih berada di dekat Jatnika dan Puspa Sari. Ia mengalirkan kekuatannya pada kendi, tersenyum bengis. Jatnika dan Puspa Sari seketika berteriak. Lapisan kekuatan yang menghalangi wajah mereka perlahan retak dan memudar. Kakak beradik itu memberontak hingga ikatan di tubuh mereka mulai melemah. Para tabib terdorong mundur sesaat, Indra