Lingga tengah terbaring di sisi sungai. Pohon-pohon di sekelilingnya bertumbangan setelah ia menggunakan jurus merak putih dan jurus harimau putih. Asap membumbung tinggi ke sekeliling. Beberapa hewan menjauh dari tempat pelatihan.Tarusbawa berada di puncak pohon, menyeka darah di pipi dan dahinya. Ia mengembus napas panjang, mengawasi keadaan sekeliling. “Lingga sudah bisa mengendalikan pusaka kujang emas sedikit demi sedikit. Akan tetapi, dia kewalahan ketika menggabungkan kekuatan pusaka kujang emas dengan jurus-jurus yang dikuasainya. Tubuhnya belum sanggup menahan kekuatan yang sangat besar.”Tarusbawa melompat turun, mendekati Lingga yang masih tidak sadarkan diri. “Aku harus meminta bantuan Ganawirya atau Sekar Sari untuk mengurus pohon-pohon di tempat ini. Untuk sekarang, aku harus membawa Lingga ke gubuknya dan membiarkannya beristirahat.”Tarusbawa memangku Lingga dengan rantai putihnya, melesat cepat melewati reruntuhan pohon sampai akhirnya tiba di depan gubuk. “Aku sehar
“Terkutuklah kalian berdua!” Wira mengambil ancang-ancang untuk melompat, tetapi Danuseka dan Darmasena lebih dahulu menendang punggungnya hingga ia tercebut ke sungai.Wira muncul ke permukaan. “Aku pasti akan membalas tindakan kalian padaku!”Darmasena menatap Wira tajam. “Jangan banyak bertingkah , Wira. Kau tentu tahu apa yang bisa aku lakukan padamu sekarang. Segera tunjukkan jalannya pada kami sekarang juga.”Wira mendengkus kesal, menyelam memasuki aliran sungai. Danuseka dan Darmasena bergerak menyusul, berenang di samping kiri dan kanan Wira.Aliran sungai tampak deras hingga beberapa kali hampir menyeret Wira, Danuseka, Darmasena. Mendekat ke bawah sungai, beberapa ikan siluman tiba-tiba muncul dan menyerang.Wira, Danuseka, dan Darmasena menghajar semua siluman ikan itu hingga menciptakan pusaran di bawah sungai. Akan tetapi, ikan-ikan siluman-siluman itu seketika bergabung hingga menjelema menjadi ikan raksasa.Wira, Danuseka, dan Darmasena melompat mundur, berdiri di sebu
Wira, Danuseka, dan Darmasena disibukkan dengan pertarungan melawan sosok tiruan mereka masing-masing. Sementara itu, Jatna dan Ratih Ningsih memperhatikan dari jauh.“Kakang, apakah kita akan kembali bekerja sama dengan Nyi Genit?” tanya Ratih Ningsih.Jatna menjelaskan, “Aku masih belum memutuskan, Ratih Ningsih. Akan tetapi, aku tahu jika Nyi Genit bisa mendatangi kita dan memaksa kita untuk kembali berpihak padanya. Sayangnya, kita belum bisa mengalahkan Nyi Genit.”“Itu berarti mau tidak mau kita tetap harus bekerja sama dengan Nyi Genit.” Ratih Ningsih berjalan mondar-mandir. “Para pendekar golongan putih sedang berada di atas angin sekarang. Mereka memiliki pemuda pewaris kujang emas, Tarusbawa, Limbur Kancana, dan para tabib yang sangt luar biasa. Jika kita bergabung dengan Nyi Genit, kita akan mengalami kekalahan.”“Jangan lupakan keberadaan Gusti Totok Surya, Ratih Ningsih. Meski pusaka kujang emas itu sangat hebat, bukan berarti pewaris kujang emas itu mampu menggunakan sel
Wira berenang secepat mungkin, bergerak menuju dasar sungai di mana akar-akar tanaman berada. Ia menyerang dinding akar dengan kuku beracun, tetapi akar tanaman justru menepis serang-serangannya.“Terkutuk!” Wira melompat mundur, menepis serangan seraya terus bergerak. “Akar-akar tanaman itu sangat menjengkelkan. Mereka terus tumbuh dan bisa bergerak bisa. Aku tidak mungkin berada di dalam air selamanya karena aku harus mengambil napas.”Danuseka melesatkan serangan jarak jauh ke arah dinding. Dinding itu terkoyak, tetapi tidak lama setelahnya kembali utuh. Ia mendarat di sebuah batu, menatap sinis Wira.Wira dan Danuseka melompat ketika tanaman rambat menyerang. Beberapa batu seketika hancur berkeping-keping. Di saat yang sama, Darmasena tengah menghindari serangan sekaligus melesatkan serangan pada dinding tanaman.Wira melompat ke atas, muncul dari sela-sela akar, mengambil napas sebanyak-banyaknya. “Aku memiliki rencana untuk menghancurkan dinding tanaman ini.”Wira berenang secep
Langit masih cukup gelap ketika Lingga menggeliat di ranjang. Seekor burung terbang dan hinggap di jendela gubuk yang terbuka. Angin berembus pelan, menerbangkan dedaunan yang kemudian meliuk-liuk di atas sungai yang berarus kencang. Beberapa ikan terlihat mengintip di balik batu, sisanya berenang di air yang deras.Lingga membuka mata perlahan, merenggangkan badan. Ia meneguk minuman, berjalan membuka jendela lebih lebar. “Aku tidur dengan sangat nyenyak semalam. Aku bahkan … aku masih memakai pakaianku yang kemarin.”Lingga menepuk dahi ketika mengingat runtutan kejadian semalam. “Ketika aku selesai berlatih, aku tertidur di sisi sungai. Aku bahkan tidak mandi selepas latihan kemarin. Apakah Guru Tarusbawa yang membawaku ke dalam kamarku?”“Aku harus segera pergi ke sungai dan hutan untuk menyiapkan sarapan. Guru Tarusbawa pasti akan menghukumku jika aku telat.” Lingga bergegas keluar dari gubuk. Ia seketika berhenti ketika melihat Tarusbawa tengah duduk di tengah tanah lapang.Ling
Para gadis yang tengah mandi seketika terkejut ketika melihat sosok asing bertopeng yang muncul di tengah-tengah mereka.Lingga sendiri baru sadar di mana dirinya mendarat setelah melihat para gadis yang menatap ke arahnya. Matanya membulat lebar tanpa berkedip, mengawasi sekeliling. “Kenapa aku berada di sini? Para gadis itu sedang mandi tidak memakai pakaian.”Para gadis sontak berteriak heboh, bergegas mencari kain untuk menutupi tubuh mereka. Sebagian dari mereka memilih untuk bersembunyi di belakang bebatuan atau menyelam.“Siapa kau? Kenapa kau berada di tempat ini?”“Dia pasti ingin mengintip kita mandi!”“Tangkap dia dan habisi dia!”“Jangan biarkan pria itu lolos!”Lingga sontak terkejut, tampak panik saat para gadis terus berteriak sambil melemparkan batu dan serangan. “A-aku harus segera pergi dari tempat ini.”Lingga mengentak tubuh sekuat mungkin, melompat menuju langit, bergerak sangat cepat meninggalkan sungai. “Aku masih saja mudah dibodohi oleh Paman. Jika Guru Ganawi
Sepuluh selendang merah melesat ke arah Lingga secara bersamaan dari arah berbeda. Lingga seketika memutar tubuh sembari menepis serangan. Ia melompat ke atas, menendang selendang-selendang yang mengejarnya.Indra, Meswara, Jaka, dan Arya seketika melesatkan serangan. Lingga kembali menepis semua serangan itu, mengentak tubuh di udara, mendarat di sebuah batu di dekat air terjun.“Penyusup itu cukup hebat. Kita harus segera menangkapnya sebelum dia membuat kekacauan di padepokan,” ujar Meswara.Indra dan Arya berlari ke arah Lingga, melesatkan serangan demi serangan. Lingga melompat dan menendang semua serangan itu ke samping. Ia menahan pukulan Meswara dan Jaka, kemudian melompat ke atas aiar terjun.“Kakang Indra dan yang lain semakin kuat. Aku bisa merasakan ilmu kanuragan mereka yang semakin. Selain itu ….” Lingga menangkap selendang merah yang dilayangkan Sekar Sari dengan satu tangan. “Sekar Sari juga semakin kuat ….”Lingga menendang selendang itu ketika mencium bau terbakar. T
Indra, Meswara, Jaka, dan Arya sontak terkejut.“Apakah itu benar, Lingga?” tanya Indra memastikan.“Itu sama sekali tidak benar, Kakang. Aku tidak pernah mengintip para gadis mandi. Paman Limbur Kancana sengaja menjatuhkanku di sungai untuk mengerjaiku,” ujar Lingga.Sekar Sari menatap sinis Lingga. “Benarkah? Kau pernah mengintip para gadis mandi ketika kau masih menjadi murid padepokan dulu.”“Aku tidak berbohong.” Lingga mengawasi sekeliling. “Dasar Paman. Dia sengaja membuatku berada dalam masalah,” gumamnya.Ganawirya mengamati Lingga saksama, menoleh pada Sekar Sari.Sekar Sari mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin batu berwarna merah tua. “Kau berkata jujur, Kakang.”“Apa itu, Sekar Sari?” Lingga bertanya.“Aku menciptakan liontin yang mampu menilai seseorang berbohong atau berkata jujur. Jika batu merah ini bercahaya, maka orang itu berbohong.” Sekar Sari memasukkan kembali liontin itu ke dalam selendangnya. “Sayangnya, liontin ini masih belum sempurna. Aku harus menyempu