“Kartasura dan anggota Cakar Setan yang lain berhasil dikalahkan oleh Tarusbawa dalam sebuah pertarungan. Mereka juga berhasil disekap di dalam kendi. Mereka baru bisa bebas setelah Bangasera dan dua siluman bawahan Nyi Genit membantu mereka,” jawab Danuseka.“Tarusbawa berhasil mengurung empat anggota Cakar Setan?” Wira menatap tak percaya. “Aku tidak menduga jika dia sekuat itu.”Danuseka mengangguk. “Setelah berhasil dibebaskan, Kartasura dan yang lain pergi ke hutan siluman untuk memulihkan diri di danau siluman. Nyi Genit memberikan racun kalong setan terbaru yang lebih kuat dari racun sebelumnya pada mereka. Gusti Totok Surya memerintahkan semua anggota Cakar Setan untuk membantu Wintara dan Nilasari.”“Gusti Totok Surya,” gumam Wira.“Saat ini, kartasura dan yang lain sedang bertarung dengan para pendekar golongan putih di Jaya Tonggoh. Pertarungan semakin memanas dari waktu ke waktu
Sekar Sari segera melebarkan gulungan, memeriksa kembali catatan dengan saksama, membaca tulisan. “Terdapat bangsa siluman raksasa yang disebut siluman Jurig Lolong. Mereka adalah salah satu pasukan siluman terkuat yang pernah terlibat dalam peperangan besar di masa lalu. Mereka hanya akan muncul jika diperintah oleh seorang siluman kuat atau pendekar kuat yang bisa menaklukan mereka. Kehadiran siluman Jurig Lolong adalah pertanda jika pertarungan besar akan terjadi.”“Jurig Lolong tinggal di bawah danau siluman yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan para siluman. Ukuran mereka setinggi tiga kali pohon kelapa, bahkan bisa lebih dari itu. Mereka adalah siluman yang buta, tapi memiliki penciuman, pendengaran dan indra perasa yang sangat tajam. Mereka memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri dengan cepat dan kekuatan yang sangat besar. Kekuatan mereka setara dengan lima ratus pendekar biasa.”“Satu Jurig Lolong berukuran raksasa sama dengan lima puluh Jurig Lolong dalam ukuran tingg
“Kekuatan yang menghalanginya menghilang?” Sekar Sari tiba-tiba terdiam. Secercah cahaya mendadak menerangi pikirannya yang buntu. Ia seketika ingat saat berada dalam penjara Nyi Genit di mana saat itu ia berhasil keluar dari penjara dengan bantuan kendi pengisap.“Apa cara itu akan berhasil?” Sekar Sari mengambil kendi dari balik punggungnya, mendadak ragu. “Bukan saatnya aku ragu. Aku harus mencobanya.”Sekar Sari mengembus napas panjang, mendekatkan tutup kendi ke gulungan. Saat ia membuka penutupnya, secara tiba-tiba jeratan rantai terlihat di balik gulungan yang kosong. Rantai-rantai itu muncul dari gulungan, tertarik ke arah kendi dengan cepat.Sekar Sari menahan kendi sekuat mungkin. Tarikan kendi membuat beberapa kotak dan lembaran gulungan tertarik ke arahnya. Gadis itu segera melemparkan kedua bagian selendangnya ke arah dua batu runcing untuk menguatkan tubuhnya.Rantai-rantai dari dalam gulungan terus terisap sepenuhnya. Di saat yang sama, tarikan kendi bertambah kuat dan
“Raka, Sekar Sari sudah berhasil mengetahui kelemahan dari siluman raksasa bernama Jurig Lolong. Kelemahan mereka berada di kedua mata mereka. Jika kita berhasil melukai kedua mata mereka di saat bersamaan, mereka akan melemah dan berhenti selama satu menit. Dan untuk mengalahkan mereka, kita harus melukai ketiga jantung mereka yang berada di dada bagian kiri, kanan dan juga di balik punggung,” terang Ganawirya.“Jurig Lolong. Jadi, siluman yang kita hadapi di Lebak Angin saat itu hanyalah sebagian kecil dari kekuatan siluman raksasa itu. Baiklah, aku akan segera menyampaikan hal ini pada para pendekar di medan pertempuran. Keadaan mereka semakin terdesak dari waktu ke waktu. Sayangnya, semua tiruanku di medan pertempuran sudah menghilang. Aku tidak memiliki cara lain selain menuju ke sana. Kendi pengisap itu tidak akan terus melemah jika digunakan secara terus-menerus.”Limbur Kancana menoleh ke arah retakan di dinding gua. “Apa mungkin Sekar Sari pergi ke tempat ini? Apa yang dia re
“Apa pun yang kau lakukan sekarang tidak akan berguna, pendekar bodoh!” cibir Wulung dengan tatapan bengis penuh merendahkan pada Wirayuda. Pecutnya sudah diselimuti api berkobar hingga keadaan sekeliling menjadi terang. “Nyawamu sebentar lagi akan berpisah dari ragamu. Aku akan mencincangmu hingga menjadi beberapa potongan.”“Menyerahlah agar kematianmu dan pasukanmu bisa sedikit lebih ringan,” timpal Brajawesi dengan kapak merah yang membesar dan berputar-putar di atas tangannya.“Tidak ada yang bisa kalian lakukan selain menangis. Memohon sampai menangis darah sekalipun, aku tidak akan melepaskan kalian.” Bangasera sudah bersiap membidik anak panahnya. “Anak panahku akan menghanguskan kalian semua hingga menjadi debu.”“Jangan keras kepala! Apa pun yang kalian lakukan tidak akan mengubah apa pun.” Argaseni melemparkan tongkat berkepala ularnya yang bergerak mengelilingi para pendekar yang sudah tidak berdaya.Kartasura hanya diam dengan tatapan bengis. Pasukan kelelawarnya sudah be
“Apa pun yang kalian lakukan, kalian tidak akan bisa selamat!” Wulung tertawa menggelegar hingga angin berembus kencang. “Kau hanya berbicara omong kosong!” cibir Barajawesi. Kelima anggota Cakar Setan yang lain, keempat Jurig Lolong, Wintara dan Nilasari melesatkan serangan dalam waktu bersamaan. Para petinggi golongan putih dan para pendekar menatap serangan-serangan yang datang dengan mata membulat lebar. Serangan-serangan itu seperti titik-titik cahaya yang semakin membesar dari waktu ke waktu. Meski kesempatan untuk selamat terbilang kecil, tetapi mereka tidak ingin mati tanpa melakukan perlawanan. Serangan-serangan balasan dari para pendekar bermunculan untuk menghadang serangan lawan. Meski demikian, serangan mereka tidaklah sebanding dengan serangan yang datang. Di saat itulah, Limbur Kancan muncul dan langsung membuat kubah untuk melindungi para pendekar. Di saat yang sama, kubah-kubah lain bermunculan dari atas untuk memenjarakan anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan
“Apa yang terjadi?” Brajawesi, Bangasera, Argaseni, Kartasura, Wintara dan Nilasari terkena jebakan kubah milik Limbur Kancana, kecuali Wulung yang berhasil selamat di saat-saat terakhir. Ukuran tubuh pendekar berkulit legam itu membantunya menghindar hingga kubah hanya meluncur ke tanah kosong yang tadi dipijaknya. “Terkutuk!” Brajawesi menebas kubah dengan kapak sekuat mungkin. Kubah bergetar hingga retak di beberapa bagian, tetapi keadaannya kembali ke keadaan semula. “Kubah merah ini berasal dari kekuatan Limbur Kancana.” Brajawesi tidak bisa melihat keadaan di luar yang tertutup oleh asap tebal. Ia segera berjongkok untuk menghimpun kekuatan. Kapak merahnya tiba-tiba bersinar dan membesar seiring waktu. Argaseni memelotot tajam ketika menyadari dirinya terkurung. Ia segera melesatkan serangan dengan memutar tongkatnya ke sekeliling kubah. Timbul retakan dan lubang kecil, tetapi keadaan kubah kembali seperti sedia kala. “Ternyata kau sudah muncul Limbur Kancana. Kubah sialanmu
Kubah pelindung terus diserang oleh Wulung dengan membabi buta. Keadaan di dalam kubah menjadi panas karena kobaran api yang semakin membesar dan juga bergetar sebab guncangan kuat. Meski demikian, para pendekar tetap berada di tempat, tidak gentar sekalipun.“Bersiaplah.” Limbur Kancana menghilangkan kubah pelindung di saat Wulung akan melesatkan pecut kembali. Kedua kakinya mengentak tanah kuat-kuat hingga berlubang. Tubuhnya meluncur ke atas dengan sangat cepat. Di saat yang sama, ia merapalkan jurus auman harimau putih.Dua ekor harimau putih berukuran besar tiba-tiba muncul dan mengaum dengan keras. Limbur Kancana melompat ke tubuh dua harimau itu, memanggil kujang miliknya. Ia melesatkan serangan ayunan kujang bersamaan dengan serangan auman harimau menuju dada Wulung.Wulung berhasil terdorong mundur selangkah karena tidak menduga akan datangnya serangan. Dadanya terasa sesak hingga ia harus mengalirkan kekuatan untuk menutup lukanya. “Terkutuk!”Wulung memutar pecutnya di atas