Para petinggi golongan putih dan perwakilan para pendekar mengunjungi kumpulan para tabib untuk menyerahkan satu kendi berisi ramuan penawar racun kalong setan. Sesuai dengan kesepakatan, para tabib akan dibagi ke dalam empat kelompok yang memiliki tugas berbeda.Kelompok pertama akan bertugas untuk mempelajari penawar racun kalong setan. Kelompak kedua bertugas mempelajari dan memperbanyak ramuan penyembuh untuk korban Wintara dan Nilasari, kelompok ketiga bertugas untuk membuat ramuan untuk mengembalikan keadaan para pendekar yang sudah berubah menjadi siluman menjadi manusia kembali, dan kelompok terakhir akan bertugas untuk menyiapkan semua perlengkapan ramuan dan obat-obatan untuk para pendekar dan warga yang membutuhkan.Sesuai dengan rencana, Sekar Sari dan tiruan Limbur Kancana yang bersamanya akan bergabung dengan kelompok pertama. Kelompok ini akan dijaga ketat oleh para pendekar dan menjadi kelompok dengan jumlah terbanyak dibandingkan kelompok lain.“Jadi mereka adalah par
Sekar Sari terdiam sesaat, mengalihkan pandangan ke sisi lain. Matanya terpejam sejenak sebelum akhirnya kembali menatap Malawati. “Aku tidak sengaja mendengar seseorang memanggil namamu.”“Benarkah?” Malawati menatap penuh selidik, melirik tiruan Limbur Kancana yang mendekati Sekar Sari. “Biar kutebak, pria ini pasti bernama … Aditara.”Sekar Sari menjatuhkan kedua tangan di depan dada, menatap Malawati saksama. Ia menjadi curiga karena gadis di depannya menebak dengan sempurna nama samaran Limbur Kancana. Ingatannya mendadak terbang ke masa silam ketika Malawati kembali mengingat dirinya, Lingga dan Limbur Kancana setelah ingatannya sempat dihapus.Sekar Sari menunduk sesaat, menghindari tatapan Malawati. “Apa mungkin Malawati sebenarnya sudah kembali mengingatku, Kakang Lingga dan Kakang Guru? Bisa jadi saat ini dia hanya berpura-pura. Aku tidak boleh masuk dalam permainannya.”Sekar Sari berdeham, segera menarik tangan tiruan Limbur Kancana. “Kami harus segera bersiap-siap.”Malaw
Kartasura terdiam sesaat, merasa bodoh karena mengabaikan pernyerangan itu, padahal hal itu sama pentingnya dengan tindakan yang dilakukannya dan Wira saat ini. “Danuseka sama sekali belum mengirimkan kabar apa pun lagi padaku. Terakhir kali dia mengirimkan kabar sebelum matahari terbit. Dia memberitahuku bahwa dua pendekar yang sering bersama Ganawirya tiba-tiba saja menghilang.”“Apa mungkin yang Danuseka maksud adalah dua dari empat teman-teman padepokanku?” Wira memelotot sesaat, menoleh ke arah wilayah Jaya Tonggoh. “Jika benar, maka ada kemungkinan jika mereka pergi ke suatu tempat atas perintah Ganawirya.”Kartasura berdecak, memukul dahan pohon di sampingnya. Giginya bergemelatuk di mana matanya memancarkan kemarahan yang berkobar. Pikirannya mendadak buntu dengan keadaanya saat ini. Selain kesulitan memasuki Jaya Tonggoh karena ketatnya pejagaan, ia juga dihadapkan dengan hilangnya kabar dari Danuseka dan ketidaktahuannya mengenai pergerakan anggota Cakar Setan yang lain.“Ka
“Bagaimana mungkin Pendekar Hitam alias Tarusbawa bisa tahu jika aku sudah berada di Jaya Tonggoh?” Tarusbawa mengepal tangan kuat-kuat, mendelik tajam pada para pendekar di bawah sana. “Dia juga bisa tahu pergerakan yang dilakukan anggota Cakar Setan yang lain meski jarakku dan yang mereka terpaut sangat jauh. Dia seolah bisa pergi ke tempat yang sangat jauh dalam waktu berdekatan. Apa mungkin Tarusbawa tidak bekerja seorang diri?”Kartasura memelotot tajam di saat kedua tangannya bergetar. Ketakutan dengan cepat menyusup ke hati dan pikirannya. “Dia benar-benar lawan yang sangat merepotkan. Akan sangat sulit jika kita tidak mengetahui kemampuannya.”“Berpindah tempat dalam waktu dekat?” Wira langsung teringat dengan kemampuan seseorang. “Raka, sepertinya Tarusbawa sudah bertemu dengan Limbur Kancana. Limbur Kancana memiliki kemampuan untuk berpindah tempat dalam waktu cepat melalui tiruan-tiruannya. Bukankah cukup masuk akal jika Tarusbawa bekerja sama dengan Limbur Kancana?”Kartas
Di alam lain, tepatnya di dalam gua, Lingga terus berlatih semenjak kedatangannya ke tempat ini. Pendekar muda itu terus mengasah dan menyempurnakan kemampuan penguasaan jurus auman harimau putih. Ia juga memadukan jurus tersebut dengan jurus-jurus lain yang sudah dikuasainya.Sebuah gerbang tiba-tiba muncul di atas langit. Limbur Kancana mendarat tak jauh dari gua. Dari tempatnya saat ini, ia bisa merasakan kekuatan yang berkumpul di satu titik. Beberapa kali angin berembus kencang dari mulut gua hingga membuatnya harus melompat ke samping.“Penguasan jurusmu semakin sempurna, Lingga.” Limbur Kancana segera menghimpun kekuatan di kedua tangan, lalu mengentakkan tangan kuat-kuat ke mulut gua. Kekuatannya tiba-tiba menjelma menjadi seekor harimau berukuran besar yang langsung melesat ke dalam gua.Lingga yang menyadari sebuah kekuatan memasuki gua segera menoleh ke mulut gua, Ia merasa terkejut saat melihat seekor harimau berukuran besar menerjang ke arahnya. Lingga melompat ke atas de
“Anggota Cakar Setan dan pasukannya sedang menuju Jaya Tonggoh?” Lingga terkejut ketika mendengar kabar tersebut. Matanya membulat lebar dengan kepalan tangan menguat. Kepalanya mulai dipenuhi bayangan kejadian di Ledok Beurit dan Lebak angin saat penyerangan Kartasura dan anggota Cakar Setan terjadi. Tubuhnya mendadak gemetar karena amarah.Limbur Kancana menoleh ke arah mulut gua ketika mendengar suara guntur yang menggelegar, disusul oleh embusan angin yang sangat kencang hingga memasuki ruangan gua saat ini. Saat menoleh pada Lingga, ia kembali melihat asap hitam keluar dari tubuhnya.Lingga tiba-tiba saja menampar wajahnya dengan cukup keras. “Aku harus tenang,” gumamnya kemudian.“Kita harus segera membantu para pendekar sekarang juga, Paman. Mereka semua berada dalam bahaya. Jika anggota Cakar Setan menyerang secara bersamaan, tentu saja hal buruk akan terjadi.” Lingga berkata dengan penuh kekhawatiran.Limbur Kancana membelakangi Lingga. “Tenanglah Lingga. Para petinggi golong
Di saat yang sama, Limbur Kancana hampir sepenuhnya berhasil menangkis semua serangan panah putih. Ketika panah-panah itu menghilang, Lingga sudah bersiap dengan sebuah pukulan yang diselimuti cahaya putih keemasan. Akan tetapi, sebelum pukulan itu berhasil mendarat, tubuhnya tiba-tiba tertahan di udara.“Apa yang terjadi?” Lingga terhenyak saat tubuhnya mulai dililit tongkat hingga akhirnya terkunci sepenuhnya.“Kau terlalu percaya diri hingga membuatmu lengah, Lingga.” Limbur Kancana menghantam dua pukulan ke dada Lingga hingga pemuda itu terpelanting ke arah gua.Lingga hampir saja terjatuh meski masih sempat bertahan dengan menggenggam tanah. Ia cukup kesakitan akibat serangan tersebut. Saat akan kembali menyerang, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik oleh tongkat ke arah Limbur Kancana.“Masih butuh waktu lama bagimu untuk bisa mengalahkanku, Lingga.” Limbur tertawa saat melihat wajah cemberut Lingga. Ia menatap tongkat di tangannya lekat-lekat.Lingga menggaruk rambutnya yang tidak g
“Kembalikan kendi ini padaku sekarang juga.” Sekar Sari dengan cepat mengambil kendi miliknya dari tangan Malawati. Gadis itu buru-buru memasukkan benda itu ke dalam keranjang, lantas mendengkus kesal. Kendi itu berisi ramun penyembuh yang digunakannya tadi di ruangan para korban Wintara dan Nilasari.“Kau dengan segera mengambilnya seolah kendi itu adalah barang berharga,” sinis Malawati dengan tangan menyilang di depan dada.“Tentu saja kendi ini berharga untukku,” balas Sekar Sari tak kalah ketus, “aku membuatnya dengan kerja keras dan penuh pengorbanan.” Malawati memutar bola mata. “Aku tidak ingin mendengar kata-katamu lagi.”“Begitupun denganku.” Sekar Sari berjalan cepat meninggalkan Malawati, lalu bergabung bersama para tabib di barisan belakang. “Apa mungkin Malawati tahu kalau aku menyimpan enam kendi di dalam ruangan para korban tadi? Jika para korban dipindahkan ke tempat baru, itu berarti ada kemungkinan para pendekar atau tabib sempat melihat keenam kendi itu di ruangan