“Saat kami meninggalkan tempat persembunyian kami tadi malam, Guru Ganawirya dan rekan-rekan kami masih bertahan di tempat persembunyian terakhir, Tuan Guru,” jawab Indra.“Apa itu berarti Kartasura berada di tempat itu?” Tarusbawa bertanya dengan nada dingin.“Kartasura dan adiknya yang bernama Wira sudah pergi ke Jaya Tonggoh dari semalam, Tuan Guru. Akan tetapi, mereka mengerahkan pasukannya untuk tetap melakukan penyerangan terhadap guru Ganawirya dan rekan-rekan kami. Sampai saat ini, kami belum mengetahui kabar mengenai mereka.”“Pergi ke Jaya Tonggoh?” Tarusbawa menoleh sesaat pada ketiga tiruan Limbur Kancana, kemudian kembali menatap Indra dan Arya yang tampak kelelahan. “Apa yang akan kalian lakukan setelah berhasil memberikan dua ramuan itu pada Limbur Kancana?”“Kami diperintahkan untuk membantu Kakang Guru selama kami berada di Jaya Tonggoh.” Giliran Arya yang berbicara.Salah satu tiruan Limbur Kancana tiba-tiba menengadahkan tangan ke arah Indra dan Arya. Mengerti maksu
Meswara dan Jaka terpaksa mundur ketika serangan mereka dapat dihadang oleh beberapa pasukan pendekar golongan hitam. Keduanya sudah sangat kelelahan karena hampir terjaga selama semalaman, terlebih mereka sempat terkena racun kalong setan dan bertarung dengan salah satu siluman meski masih bisa disembuhkan dengan penawarnya.Sementara itu, Ganawirya masih beradu kekuatan dengan Danuseka. Serangan keduanya saling berbenturan hingga menimbulkan getaran kuat di sekeliling gua. Kedua pendekar berbeda aliran itu dengan cepat saling merenggangkan jarak, mendarat di dinding gua. Tak lama setelahnya, kaki mereka mengentak dinding hampir bersamaan, lalu melesat ke titik yang sama.Akan tetapi, ketika jarak di antara mereka nyaris menghilang, dua rantai putih tiba-tiba muncul dan langsung menyekap Danuseka serta seluruh pasukan pendekar golongan hitam yang ada di dalam gua, termasuk yang sudah tumbang sekalipun. Ganawirya, Meswara dan Jaka terkejut ketika melihat hal itu, terlebih ketika me
Perundingan antara para petinggi golongan putih wilayah selatan, wilayah tengah dan wakil dari padepokan dari dua wilayah tersebut berjalan dengan lancar sampai sejauh ini. Dari atap pertemuan, Limbur Kancana masih mengikuti jalannya perundingan. Para petinggi golongan putih dari dua wilayah itu tengah membahas mengenai kesulitan jika menghadapi musuh yang memakai racun kalong selatan. Sesuai dugaannya, nama Ganawirya kembali disebut, begitupun dengan nama Pendekar Hitam yang sempat membantu para pendekar di suatu perkampungan tempo hari.Limbur Kancana menggenggam kendi berisi ramuan penawar racun kalong setan di samping pinggangnya. Ia kembali diselimuti kebimbangan antara memberikan sedikit dari ramuan itu pada para petinggi golongan putih untuk mereka pelajari dan perbanyak atau justru tetap menjaga ramuan penawar itu padanya. Sejujurnya, Limbur Kancana masih belum sepenuhnya yakin jika para petinggi itu mampu bekerja sama dalam masalah ini. Jika ia memberikan sedikit ramuan pena
“Rasa persatuan dari kita semua?” Galisaka tiba-tiba berdiri, menarik kerah baju Wirayuda dengan kuat. “Apa maksudmu, Wirayuda?”Jatiraga dan Ekawira bersiap menarik pedang mereka, begitupun dengan tiga petinggi golongan putih dari wilayah tengah dan para pendekar yang sudah bersiap dengan senjata masing-masing. Keadaan di dalam ruangan menjadi tegang untuk sementara waktu.Limbur Kancana berdecak ketika melihat hal itu terjadi. Meski begitu, ia masih berada di atap bangunan dengan tangan yang mulai menjauh dari kendi berisi ramuan penawar racun kalong setan. Ada gurat kekecewaan yang terlintas di wajahnya ketika mendapati keadaan pertemuan yang sudah mengarah pada kekacuan.Wirayuda mengembus napas panjang, sama sekali tidak terganggu dengan cengkeraman tangan Galisaki di kerah bajunya, padahal ia tahu jika beberapa bawahannya sudah bersiap untuk membela dan membantunya.“Hal inilah yang aku takutkan.” Wirayuda berkata dengan nada tenang. “Pendekar Hitam masih ragu untuk memberikan k
Seisi ruangan perundingan mendadak riuh ketika melihat Wirayuda menyayat lehernya sendiri, terlebih saat darah terus memancur deras. Berbanding terbalik dengan para pendekar yang terkejut dan setengah berteriak, Wirayuda nyatanya tetap bersikap tenang dengan sorot mata tenang meski tak bisa dipungkiri jika lukanya memberikan rasa nyeri.“Apa sebenarnya tujuanmu, Wirayuda?” Galisaka mundur sebanyak dua langkah, menatap tajam Wirayuda yang masih saja tampak tenang di tengah darah yang mengalir deras. “Apa kau sudah benar-benar gila?”“Aku tidak akan tertipu oleh tipu muslihatmu!” tegas Jatiraga seraya mengarahkan pedangnya pada Wirayuda.“Hentikan tindakan bodohmu, Wirayuda!” Ekawira ikut berbicara, perlahan mendekat dengan tatapan mengunci pada Wirayuda. “Kau benar-benar membuatku sangat muak!”“Pertemuan ini benar-benar menjadi lebih menarik,” ujar Tapasena yang keluar dari kungkungan kursi, menatap dalam sorot mata Wirayuda, berusaha mencari kebohongan dan keraguan di sana. Ia mendad
Galisaka, Jatiraga dan Ekawira menerima pisau-pisau itu dengan tatapan tak percaya. Amarah ketiganya kembali meluap dan hampir saja meledak karena Wirayuda terus membuat keadaan mereka bertambah sulit. Galisaka, Jatiraga dan Ekawira tiba-tiba saja mengarahkan pedang pada leher Wirayuda secara bersamaan. Di luar dugaan, mereka sama sekali tidak melihat Wirayuda menjauh dari tempatnya selangkah pun atau berkedip pertanda terkejut. Suasana di dalam ruangan menjadi semakin tegang. Ketiga petinggi golongan putih dari wilayah tengah hanya diam menyaksikan peristiwa tersebut, termasuk para pendekar. Di atap bangunan, Limbur Kancana tak bisa menghilangkan senyum yang muncul sejak Wiyaruda menyayat lehernya. Kekecewaannya mendadak sirna dan si saat yang sama ia yakin untuk memberikan ramuan penawar racun kalong setan itu pada pendekar golongan putih. Ia hanya tinggal menunggu keputusan dari Galisaka, Jatiraga dan Ekawira. “Pedang ini akan menebas lehermu jika kau berani mengkhianatiku!” Gal
“Jadi kau adalah sosok Pendekar Hitam yang terkenal itu. Akhirnya aku bisa bertemu denganmu,” ujar Kolot Raga dengan tatapan mata terkunci pada Limbur Kancana, “kau memiliki ilmu kanuragan yang paling tinggi dari siapa pun di tempat ini. Dengan kekuatanku sekarang, tampaknya aku tidak akan bisa mengalahkanmu.”Tapasena dan Baktijaya ikut tercengang saat melihat sosok Pendekar Hitam yang seringkali disebut oleh para pendekar. Salah satu tujuan mereka datang ke tempat ini tidak lain adalah untuk bertemu dengannya. Sesuai dengan perkataan Kolot Raga barusan, sosok Pendekar Hitam yang mereka lihat merupakan pendekar terkuat di tempat ini. Limbur Kancana melirik satu per satu tiga petinggi golongan putih wilayah tengah itu, kemudian mengangkat sedikit dagu dengan kedua tangan yang menurunkan dua kendi.Wirayuda memberi tanda dengan gerakan tangan. Semua pendekar kembali duduk di tempat semula dalam waktu singkat, sedang Limbur Kancana masih berada di tempat yang sama, di tengah-tengah p
Limbur Kancana sendiri sudah mendengar kabar tersebut dari Tarusbawa, ditambah ia sudah memegang kendi berisi para korban yang gagal menjadi siluman ular, termasuk memegang kendi yang berisi siluman ular yang merupakan bawahan Wintara dan Nilasari. Namun, ia tidak menyangka jika para petinggi golongan putih justru terlambat mengetahuinya.“Apa ada lagi kabar yang ingin kau sampaikan, Galih Jaya?” Wirayuda bertanya dengan raut berubah sedikit tegang. “Beberapa tempat penjagaan tiba-tiba diserang oleh pasukan Wintara dan Nilasari sehingga kabar mengenai hal ini sempat terkendala. Saat ini, pendekar yang menjadi saksi Wintara dan Nilasari mengubah para pendekar menjadi siluman ular baru tiba di Jaya Tonggoh bersamaku. Dia sedang berada dalam pengobatan para tabib. Setelah dia sadar, aku dan pasukanku akan bertanya padanya untuk mengetahui kabar lebih lanjut.”“Lalu bagaimana dengan tim pencarian Wintara dan Nilasari yang kau pimpin, Galih Jaya?” Wirayuda bertanya kemudian.“Mereka sud