Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 165. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

165. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-10 21:22:26

Limbur Kancana dan Ganawirya sontak terkejut ketika mendengar Sekar Sari menanyakan keberadaan Lingga, begitupun dengan Lingga yang saat ini tengah bersembunyi di balik pohon.

Sekar Sari mengamati keadaan sekeliling bersamaan dengan tubuhnya yang memutar. Gadis itu dengan jelas melihat keberadaan Lingga di dekat Limbur Kancana dan Ganawirya beberapa waktu lalu. Akan tetapi, keberadaan pemuda itu seakan ditelan bumi. Ia tidak bisa bisa melihat maupun merasakan hawa keberadaannya.

“Di mana Lingga, Guru, Kakang Guru?” tanya Sekar Sari untuk kedua kalinya.

Limbur Kancana mengamati Sekar Sari lekat-lekat, berjalan mendekat, kemudian menyentuh kening gadis itu untuk menghilangkan ingatannya mengenai Lingga kembali.

Sekar Sari terhenyak sesaat, mengerjap-ngerjap mata, mengawasi keadaan sekitar untuk kesekian kali. Gadis itu menatap Ganawirya dan sosok asing di depannya. Ketika tatapannya tak sengaja melihat tulisan di ujung selendang, sebuah lapisan yang menjerat ingatannya tiba-tiba terlepa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   166. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga menggaruk rambut yang tak gatal, mendekat ke arah Sekar Sari. “Aku ingin mengucapkan terima kasih karena kau sudah banyak membantuku, Nyai.” Sekar Sari menoleh pada Lingga, kemudian memutar bola mata. Kedua tangannya dengan cepat menyilang di depan dada. Lingga diam sesaat, berusaha menyadari kesalahan dari ucapannya. “Maksudku, aku berterima kasih padamu, Sekar Sari. Kau sudah membantuku saat para murid berusaha mencelakaiku. Aku juga berterima kasih karena kau sudah berusaha menjelaskan mengenai keadaanku sesungguhnya pada murid-murid lain. Selain itu, bantuan dan pengorbananmu akan selalu aku ingat. Aku berhutang budi padamu.” Sekar Sari tersenyum tipis, menoleh ke sisi lain karena wajahnya tiba-tiba saja memanas. “A-aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Hanya itu. Ja-jangan berpikir berlebihan.” “Sekar Sari,” panggil Limbur Kancana, “dari mana kau mendapat bibit tanaman yang dapat tumbuh untuk mejerat lawan.” “Bibit tanaman?” Sekar Sari seketika mengambil kant

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Pendekar Kujang Emas   167. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Totok Surya tengah duduk di kursi singgasana. Di depannya terdapat tujuh tumpukan batu kecil yang disusun hingga setingga betis orang dewasa. Matanya berkilat tajam, menandakan amarah dan dendam yang berkecamuk. Tak jauh dari tumpukan batu itu, berjejer pasukannya di kiri dan kanan.Totok Surya berdiri, berjalan mendekat ke arah tumpukan batu. Matanya memelotot tajam bersamaan dengan kedua tangannya yang beralih ke belakang punggung. Pasukannya tampak menunduk, tak berani melirik ke arahnya satu pun.“Dasar orang-orang bodoh!” maki Totok Surya ketika sudah berada di depan tumpukan batu. “Kalian sudah membuatku lama menunggu, dan saat kalian kembali, kalian justru sudah berubah wujud menjadi serpihan batu! Kalian benar-benar sudah menghinaku!”Totok Surya seketika menghimpun kekuatan. Matanya terpejam sesaat, dan saat kembali terbuka kedua tangannya mengeluarkan cahaya merah pekat yang dengan cepat menyinari tumpukan batu di depannya. Satu per satu tumpukan batu itu tersusun kembali me

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-11
  • Pendekar Kujang Emas   168. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Bisakah aku ikut dalam perjalanan kalian?” Pertanyaan Sekar Sari sontak membuat Lingga, Limbur Kancana dan Ganawirya terdiam. Ketiganya saling berpandangan satu sama lain, kemudian kembali mengalihkan pandangan pada gadis berambut panjang tersebut. Sekar Sari sendiri dengan cepat menunduk, setengah memunggungi ketiganya. Perasaannya yang tidak ingin ditinggalkan Lingga membuatnya berani mengatakan permintaan tersebut meski di saat yang sama ia menduga jika hal itu akan berbuah penolakan. Sekar Sari menunduk, meremas kedua ujung selendanganya. Wajahnya cemberut dengan mata berkaca-kaca. Gadis itu tahu bahwa kepergian Lingga dan Limbur Kancana bukanlah untuk bersenang-senang. Ada tugas penting yang harus keduanya lakukan demi masa depan tanah leluhur yang sedang dijajah ketidakadilan. Akan tetapi, ia berharap bila kehadirannya bisa sedikit membantu kedua pendekar itu dalam melakukan tugas. “Apa maksudmu, Sekar Sari?” tanya Ganwirya. Sekar Sari kembali menghadap ketiganya, menunduk

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-12
  • Pendekar Kujang Emas   169. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Dugaan munculnya sang pewaris kujang emas dan bangkitnya kujang pusaka menjadi berita yang dengan cepat menyebar ke suluruh wilayah Pasundan. Kabar tersebut menjadi perbincangan di mana pun dan siapa pun, terlepas mereka pendekar atau rakyat biasa. Banyak pendekar golongan putih tingkat tinggi yang membenarkan sangkaan tersebut berdasarkan bukti munculnya tiang cahaya dan bola raksasa yang terlihat di seluruh tatar Pasundan. Untuk itu, mereka segera memerintahkan para anak buah dan bawahan mereka untuk melalukan pencarian. Selepas kepergian Lingga, Limbur Kancana, Sekar Sari serta Ganawirya dan para murid dari padepokan, beberapa pendekar golongan putih terlihat mendatangi hutan Lebak Angin. Mereka berasal dari berbagai padepokan di wilayah tanah Pasundan. Akan tetapi, mereka harus menelan kekecewaan karena tidak menemukan siapa pun selain keadaan Padepokan Merak Putih yang porak poranda.Namun, para pendekar itu nyatanya tidak pulang dengan tangan kosong. Sisa kekuatan di padepokan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-13
  • Pendekar Kujang Emas   170. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Selamat datang kembali di rimba persilatan, Wintara, Nilasari,” ujar Bangasera dengan senyum bengis. Pria bersisik ular itu bisa merasakan ilmu kanuragan yang tinggi dari dua sosok di depannya.Dua sosok berkulit keriput dengan wajah menyeramkan itu mulai membuka mata. Tatapan keduanya dengan cepat tertuju pada Bangasera yang tak jauh dari mereka.“Siapa kau?” tanya kedua orang itu bersamaan.“Aku sama sekali tidak mengenalmu,” kata kakek bertubuh kurus dengan rambut yang sudah memutih, “apa yang kau inginkan dariku dan adikku?”“Ah!” Nenek berambut putih panjang tiba-tiba menjerit histeris. “Kakang! Kakang! Kulitku tiba-tiba keriput dan wajahku menjadi buruk rupa! Kau juga menjadi sangat jelek, Kakang. Persis seperti aki-aki tua bangka yang tinggal tulang-belulang.”Kakek tua bernama Wintara itu segera menoleh pada wanita di sampingnya. Ia terkejut ketika melihat seorang nenek tua dengan wajah buruk rupa yang mirip dengan adiknya. “Nilasari, apa yang terjadi dengan wajah ayumu?”Nen

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-13
  • Pendekar Kujang Emas   171. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Iblis Kembar

    Wintara memperdalam tusukan tangannya pada dada Bangasera. Kekek tua itu terbahak, kemudian menendang tubuh lawannya yang tengah menggelepar meregang nyawa.“Dasar sombong!” maki Nilasari dengan senyum menyeringai ketika melihat darah menyembur dari dada Bangasera. “Kau hanya besar kepala dan besar mulut, pria jelek!”Wintara melompat mundur ke arah Nilasari. “Terlalu cepat jika kau menentang kami, Bangasera. Sekarang, nikmatilah ajalmu.”“Benarkah begitu?” Suara Bangasera tiba-tiba menggema di atas bukit.Wintara dan Nilasari sontak tercengang ketika mendengar suara tersebut, padahal mereka sangat yakin jika Bangasera sudah terbujur kaku bersimbah darah. Akan tetapi, keduanya justru terhenyak saat melihat raga Bangasera yang sudah berkalang tanah tiba-tiba berubah menjadi puluhan ular kecil yang dengan cepat menyebar ke sekeliling.“Kalian berdua memang hebat meski masih dalam wujud tua bangka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-14
  • Pendekar Kujang Emas   172. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Tidak mungkin,” ujar Nilasari dengan tatapan penuh ketidakpercayaan, “meski aku dan kakangku sudah melanglangbuana di rimba persilatan selama bertahun-tahun lamanya, kami berdua tidak pernah sekalipun diminta Gusti Totok Surya untuk menjadi anggota Cakar Setan. Berhentilah membual, Bangasera. Kau membuatku ingin meludahimu sepanjang malam.”Wintara menatap tajam Bangasera, berusaha menilai ilmu kanarugan pria bersisik ular di depannya. Ia bisa merasakan kekuatan yang meluap-luap dari pria yang berhasil mengalahkan dirinya dan adiknya beberapa saat lalu.“Aku tahu kalau kalian hanya terkejut dan merasa iri padaku. Tapi pada kenyataannya aku adalah salah anggota Cakar Setan yang dipilih langsung oleh Gusti Totok Surya. Gusti Totok Surya memilihku karena aku pantas menjadi salah satu pendekar terkuatnya.” Bangasera tertawa, lalu menunjukkan dada sebelah kiri yang terdapat gambar tengkorak.Wintara dan Nilasari sontak terhenyak, berdecak kesal ketika melihat tanda itu. Mau tak mau mereka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Pendekar Kujang Emas   173. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Bagaimana dengan wajahku, Kakang? Apa aku kembali cantik seperti sediakala?” tanya Nilasari sembari memeriksa keadaan tubuhnya.“Kau menjadi cantik kembali, Nilasari. Hanya saja kau masih terlihat tua, bukan seperti dirimu yang dulu,” jawab Wintara jujur.“Benarkah, Kakang?” Nilasari cemberut, lalu melompat ke sebuah kendi berisi air di samping pagar bambu yang tumbang. Wanita itu mengamati penampilannya beberapa kali. “Kakang benar, aku masih terlihat tua.”Nilasari kembali melompat ke dekat Wintara, lalu menatap tajam Bangasera. “Kenapa aku masih terlihat tua, Bangasera? Apa kau membohongiku dan kakangku?”“Sama sekali tidak.” Bangasera memelotot tajam. “Buktinya kau dan Wintara menjadi lebih muda dari sebelumnya. Jika kau menginginkan dirimu kembali ke keadaan semula, kenapa kau tidak mencari perkampungan warga yang lain agar kau bisa mengisap kekuatan mereka kembali?”Nilasari mendengkus, mengamati warga yang bergelimpangan di tanah. “Rasa mereka benar-benar pahit. Aku bahkan ing

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status