Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 171. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Iblis Kembar

Share

171. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Iblis Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-14 02:30:34

Wintara memperdalam tusukan tangannya pada dada Bangasera. Kekek tua itu terbahak, kemudian menendang tubuh lawannya yang tengah menggelepar meregang nyawa.

“Dasar sombong!” maki Nilasari dengan senyum menyeringai ketika melihat darah menyembur dari dada Bangasera. “Kau hanya besar kepala dan besar mulut, pria jelek!”

Wintara melompat mundur ke arah Nilasari. “Terlalu cepat jika kau menentang kami, Bangasera. Sekarang, nikmatilah ajalmu.”

“Benarkah begitu?” Suara Bangasera tiba-tiba menggema di atas bukit.

Wintara dan Nilasari sontak tercengang ketika mendengar suara tersebut, padahal mereka sangat yakin jika Bangasera sudah terbujur kaku bersimbah darah. Akan tetapi, keduanya justru terhenyak saat melihat raga Bangasera yang sudah berkalang tanah tiba-tiba berubah menjadi puluhan ular kecil yang dengan cepat menyebar ke sekeliling.

“Kalian berdua memang hebat meski masih dalam wujud tua bangka

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   172. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Tidak mungkin,” ujar Nilasari dengan tatapan penuh ketidakpercayaan, “meski aku dan kakangku sudah melanglangbuana di rimba persilatan selama bertahun-tahun lamanya, kami berdua tidak pernah sekalipun diminta Gusti Totok Surya untuk menjadi anggota Cakar Setan. Berhentilah membual, Bangasera. Kau membuatku ingin meludahimu sepanjang malam.”Wintara menatap tajam Bangasera, berusaha menilai ilmu kanarugan pria bersisik ular di depannya. Ia bisa merasakan kekuatan yang meluap-luap dari pria yang berhasil mengalahkan dirinya dan adiknya beberapa saat lalu.“Aku tahu kalau kalian hanya terkejut dan merasa iri padaku. Tapi pada kenyataannya aku adalah salah anggota Cakar Setan yang dipilih langsung oleh Gusti Totok Surya. Gusti Totok Surya memilihku karena aku pantas menjadi salah satu pendekar terkuatnya.” Bangasera tertawa, lalu menunjukkan dada sebelah kiri yang terdapat gambar tengkorak.Wintara dan Nilasari sontak terhenyak, berdecak kesal ketika melihat tanda itu. Mau tak mau mereka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Pendekar Kujang Emas   173. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Bagaimana dengan wajahku, Kakang? Apa aku kembali cantik seperti sediakala?” tanya Nilasari sembari memeriksa keadaan tubuhnya.“Kau menjadi cantik kembali, Nilasari. Hanya saja kau masih terlihat tua, bukan seperti dirimu yang dulu,” jawab Wintara jujur.“Benarkah, Kakang?” Nilasari cemberut, lalu melompat ke sebuah kendi berisi air di samping pagar bambu yang tumbang. Wanita itu mengamati penampilannya beberapa kali. “Kakang benar, aku masih terlihat tua.”Nilasari kembali melompat ke dekat Wintara, lalu menatap tajam Bangasera. “Kenapa aku masih terlihat tua, Bangasera? Apa kau membohongiku dan kakangku?”“Sama sekali tidak.” Bangasera memelotot tajam. “Buktinya kau dan Wintara menjadi lebih muda dari sebelumnya. Jika kau menginginkan dirimu kembali ke keadaan semula, kenapa kau tidak mencari perkampungan warga yang lain agar kau bisa mengisap kekuatan mereka kembali?”Nilasari mendengkus, mengamati warga yang bergelimpangan di tanah. “Rasa mereka benar-benar pahit. Aku bahkan ing

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Pendekar Kujang Emas   174. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Pendekar wanita berbaju kuning segera menempatkan nenek tua yang tak sadarkan diri di dekat pohon, kemudian ia melompat ke arah tiga teman pendekar yang lain. Wiintara dan Nilasari seketika bergerak menyerang. Dua pendekar wanita berhadapan dengan Nilasari, sedang dua pendekar laki-laki berhadapan dengan Wintara. Pertarungan pun segera pecah dan tak dapat dielakkan. Dua pendekar laki-laki berlari menjauh dari perkampungan, sengaja memilih kawasan pohon kelapa sebagai tempat pertarungan. Keduanya berjibaku melawan serangan dan pergerakan Wintara yang sangat cepat dan kuat. Dua pendekar laki-laki itu menghindar ke samping, lalu secara bersamaan mengayunkan pedang di saat keduanya bergerak maju. Tubuh ular Wintara berhasil dipotong menjadi dua, tetapi dengan cepat kembali ke keadaan semula. Wintara melayangkan serangan ekor dengan sangat kuat hingga kedua pendekar laki-laki itu terlempar ke belakang dan menabrak pepohonan. Ia kembali melesat maju, lalu melompat tinggi untuk sembari m

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Pendekar Kujang Emas   175. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Nilasari menghimpun kekuatan untuk kembali mengubah wujud menjadi ular siluman, hendak melompat ke air terjun. Akan tetapi, Wintara dengan cepat menahan tangannya. “Ada apa, Kakang? Kita harus segera mengejar wanita itu sebelum dia berhasil melarikan diri.”“Kita tidak perlu melakukannya, Nilasari. Lihatlah.” Wintara mendongak sekaligus menunjuk ke bawah. Deburan air terjun terlihat ganas menampar bebatuan curam yang ada di bawah sana. “Wanita itu kemungkinan besar mati karena menabrak batu. Kalaupun dia selamat, dia pasti akan terluka sangat parah. Wanita itu pasti terasa sangat pahit karena darah dan luka-lukannya jika kita telan.”“Tapi dia bisa saja mencari bantuan, Kakang.” Nilasari kembali menghimpun kekuatan, tetapi Wintara lagi-lagi menghentikannya.“Kalaupun bantuan itu datang, mereka tidak akan bisa mengalahkan kita.” Wintara tertawa pelan. “Lihatlah dirimu di aliran air sungai, Nilasari.”Nilasari dengan cepat menunduk. Ia terhenyak karena melihat kulit dan wajahnya kembali

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16
  • Pendekar Kujang Emas   176. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wintara dan Nilasari kembali mendarat di tanah, lalu tanpa membuang waktu segera melesat ke arah Bangasera. Keduanya dengan cepat menghunus senjata masing-masing. Bangasera berhasil menahan kedua senjata tersebut dengan kedua tangan meski setelahnya ia terdorong agak jauh.Wintara dan Nilasari tercekat sesaat ketika dua ekor ular muncul dari tangan Bangasera, lalu merayap di senjata mereka. Keduanya memukul alas tombak dan susuk bersamaan smebari mengalirkan tenaga dalam mereka. Ketika dua ekor ular tersebut terpental ke atas hingga hancur menjadi abu, Wintara dan Nilasari melompat mundur.Wintara dan Nilasari kembali menerjang Bangasera. Pertarungan dua lawan satu tidak bisa dihindarkan. Kedua siluman berwujud pemuda dan pemudi itu menyerang dengan beringas dan membabi buta. Gerakan mereka saling berkesinambungan dan mendukung gerakan masing-masing. Gempuran serangan tersebut membuat Bangasera terdesak mundur meski di saat yang sama masih bisa menepis dan menghindari serangan-seranga

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16
  • Pendekar Kujang Emas   177. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Kawanan burung tampak berterbangan di langit biru. Awan putih terlihat bergerak pelan. Angin berembus cukup kencang, menggoyangkan pepohonan ke kiri dan kanan, menerbangkan dedaunan di udara. Air sungai mengalir tenang. Riak air tercipta ketika seorang pemuda memasukkan kaki ke dalam air.Beberapa ikan berenang gesit di antara bebeatuan. Pemuda yang nyatanya adalah Lingga dengan perlahan berjalan, mengamati pergerakan ikan. Ia menghimpun kekuatan di kedua tangan, kemudian memukul air dengan cukup kencang. Dalam sekejap, lima ekor ikan dibuat terbang ke udara. Lingga dengan cekatan memasukkan satu per satu ikan ke dalam keranjang bambu.“Cepat berikan padaku, Kakang,” ujar Sekar Sari yang berdiri di sisi sungai, tersenyum bangga, “biar aku yang memasak ikan bakar itu.”“Baiklah.” Lingga melempar keranjang bambu itu pada Sekar Sari.Sekar Sari melompat untuk menangkapnya. Gadis itu berhasil mendapatkan keranjang bambu dengan sempurna, memeriksa ikan-ikan yang melompat-lompat. Ia kemudia

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-17
  • Pendekar Kujang Emas   178. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Seorang gadis berbaju hijau tak sadarkan diri di hadapan Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari dengan tubuh yang penuh dengan luka lebam.“Dilihat dari ciri-cirinya, gadis ini seperti seorang pendekar,” ujar Limbur Kancana.Limbur Kancana berbisik di telinga Lingga, “Bagaimana rasanya menyentuh seorang gadis, Lingga? Bukankah itu menyenangkan?”“Hen-hentikan, Paman.” Lingga bergeser menjauh. Wajahnya tampak memerah. “A-aku ha-hanya ingin menolongnya saja. Aku sama sekali tidak memiliki pikiran buruk apa pun.”“Apa kita harus menolongnya, Kakang Guru?” tanya Sekar Sari dengan nada marah yang ditekan kuat-kuat. Ia mendengkus kesal ketika mendapati Lingga tak henti melirik gadis berbaju hijau di depannya.Limbur Kancana menimbang sesaat, mengamati gadis yang tak sadarkan diri itu dari atas hingga bawah. “Kita bisa mendapatkan berita penting dari gadis ini ketika dia terbangun.”

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-18
  • Pendekar Kujang Emas   179. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Aku bisa mendengar ucapanmu dengan jelas,” kata Sekar Sari.“Jika kau bisa mendengarnya, kenapa kau masih juga bertanya. Dasar aneh!” ketus Malawati.Sekar Sari berdecak. “Dasar tidak tahu balas budi. Aku sudah menolongmu dan mengobati luka-lukamu, tapi kau justru berucap tidak sopan padaku.”“Aku tidak pernah memintamu untuk menolongku.” Malawati memutar bola mata. “Maaf saja aku juga tidak ingin berteman dengan gadis sepertimu.”“Kau benar-benar menyebalkan.” Sekar Sari mendengkus kesal. “Kau pikir aku ingin berteman denganmu. Aku menolongmu karena aku merasa kasihan padamu. Kau tampak seperti anak ayam yang akan mati karena terseret arus sungai.”“Mulutmu memang benar-benar kotor.” Malawati tersenyum sinis.“Mulutmu yang lebih kotor.” Sekar Sari tak ingin kalah.Malawati mencuri pandang pada Lingga, mengedipkan mata beberapa kali. Ketika akan berjalan maju, ia tiba-tiba saja tersandung dan Sekar Sari dengan cepat menahan tubuhnya. “Lepaskan tanganmu dari tubuhku, muka bulat!”“Tut

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-18

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status