Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 158. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

158. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-05 20:47:53

Lingga perlahan membuka mata. Ketika mendongak ke atas, ia melihat Ganawirya tengah meluncurkan ratusan panah putih ke arah Cakar Setan. Tak lama setelahnya, Lingga terhenyak saat melihat tubuh teman-temannya terus membatu hingga nyaris menyentuh leher.

Lingga memutar tubuh, menatap Geni, Jaya, Barma, Sekar Sari dan satu per satu teman-temannya. “Teman-teman.”

Wulung terkekeh. “Sepertinya tindakan kalian hanya sia-sia, murid-murid bodoh! Jurus yang kalian lakukan justru mengubah diri kalian menjadi batu.”

Bangasera ikut tertawa. “Kalian semua hanya melakukan tindakan sia-sia.”

Lingga terperangah ketika mendengar penjelasan itu. “Tidak, ini tidak boleh terjadi.”

“Lingga teruslah berjuang,” ucap Indra.

“Lingga, kami selalu mempercayaimu sampai kapan pun,” kata Meswara.

“Lingga, ingatlah jika kau tidak berjuang sendirian,” ujar Jaka.

“Lingga, teruslah melangkah seterjal apa pun jalanmu,” tutur Arya.

“Lingga,” ujar Geni, Jaya dan Barma bersamaan.

Lingga seketika menoleh pada ketiga temann
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Al Qadhi
membosankan alur ceritax, mutar2 gk ada perkembangan
goodnovel comment avatar
Abstrak Art
sorry thor, lsg saya hapus dari pustaka... ceritamu gampang ditebak... seolah2 gk berkembang tuk buat musuh yg baru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   159. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga seketika berbalik dan terkejut ketika melihat Ki Petot, Limbur Kancana, Ganawirya dan satu per satu teman-temannya bermunculan di dekatnya. Di saat yang sama, sosok tiruannya tiba-tiba menariknya untuk mendekat dan memasuki pintu tersebut.“Tenangkan dirimu, Lingga,” ujar Ki Petot, “jangan biarkan amarah dan dendam menguasai hatimu. Ingatlah untuk selalau berada di jalan pendekarmu. Percayalah jika kebaikan dan kebenaran akan selalu memiliki jalan. Percayalah jika kau akan mampu membawa perubahan. Percayalah jika kebaikan dan kebenaran akan selalu menang.”“Aki, Paman, teman-teman, maafkan aku karena aku belum bisa menguasai hatiku. Aku masih sering jatuh dalam amarah dan dendam yang membutakan hatiku,” ujar Lingga dengan tangis yang mulai membasahi pipi. Air matanya tiba-tiba memadamkan api yang menyelimuti dirinya. Di waktu yang sama, sosok tiruannya mendadak berteriak sebelum menghilang bersama pintu hitam di dekatnya. “Terima kasih karena sudah mengingatkanku setiap kali ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Pendekar Kujang Emas   160. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Angin masih berkecamuk bersamaan dengan petir dan guntur yang semakin menguasai langit. Tiang cahaya keemasaan itu masih berdiri kokokh, menjulang tinggi ke langit. Semua anggota Cakar Setan, termasuk Wira dan Danuseka tak bisa melepaskan pandangan pada keadaan yang terjadi saat ini. Keadaan mereka semakin menjauh dari Lingga yang masih melayangkan di udara. Sementara itu, Limbur Kancana dan Ganawirya tiba-tiba berlutut seraya memberikan salam penghormatan. “Inikah kekuatan dari pusaka kujang emas yang dicari Gusti Totok Surya selama ini?” gumam Wulung dengan tatapan yang tak lepas dari Lingga. Bangasera mengamati sisik ularnya yang terlepas satu per satu, lalu kembali menatap Lingga dan keadaan sekeliling yang masih dikuasai angin, guntur dan petir. “Apa aku bisa mengambil pusaka kujang emas itu dari pemuda itu?” Argaseni dan Brajawesi semakin dibuat mundur hingga keduanya bertubrukan. Keduanya tidak sempat beradu mulut seperti yang biasa mereka lakukan. “Kekuatan besar apa ini?”

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Pendekar Kujang Emas   161. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Sementara itu, keadaan hutan Lebak Angin masih dikuasai angin, petir dan guntur yang bergemuruh. Tiang cahaya masih berdiri kokoh menjulang tinggi ke langit.Lingga kembali bergerak turun. Pemuda itu mengayun-ayunkan kujang yang dipadukan dengan pukulan dan tendangan, kemudian mengarahkan senjata pusaka itu ke langit. Secara tiba-tiba, muncul cahaya emas yang membuat keadaan sekeliling menjadi terang sesaat.Limbur Kancana dan Ganawirya merasakan tubuh mereka seperti baru saja terkena sinar matahari pagi yang hangat.“Luka-lukaku sembuh dalam sekajap,” ujar Limbur Kancana seraya memeriksa beberapa bagian tubuhnya.“Benar, Raka. Kekuatanku juga kembali seperti semula,” susul Limbur Kancana.Lingga kembali mengayun-ayunkan kujang, bergerak lincah, memadukan pukulan dan tendangan di mana tanda kujang di dahinya kian menyala terang. Gerakan kujangnya membentuk gambaran cahaya serupa seekor harimau.Secara tiba-tiba,

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07
  • Pendekar Kujang Emas   162. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Sinar matahari tampak menerobos celah kecil sebuah ruangan berdinding kayu. Kicau burung di dahan pohon bersahutan dengan angin yang berembus di sela-sela dedaunan. Aliran air sungai tampak deras, menyeret ranting-ranting dan daun-daun kecil. Ikan-ikan berenang riang di sela-sela bebatuan. Lebak Angin kembali menyambut pagi setelah menjalani malam panjang.Lingga mengerjap, membuka mata perlahan. Pemuda itu mendudukkan tubuh seraya memijat kepala. Pandangannya segera memindai keadaan sekeliling.“Aku sedang berada di kamarku.” Lingga segera melompat turun, berlari ke luar ruangan, menaiki salah satu pohon. Ia tercengang ketika melihat setengah bangunan padepokan rusak parah dengan pepohonan di sekitar pekarangan yang bertumbangan.Lingga kembali melompat turun ke arah pekarangan. Bersamaan dengan kakinya yang menginjak tanah dan pandangan yang mengamati sekelilingi, ingatannya kembali pada kejadian penyerangan pasukan pendekar golongan hitam.

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Pendekar Kujang Emas   163. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Pendekar Sayap Putih?” Lingga memastikan, menggaruk rambut yang tak gatal. “Bukankah Paman masih mencari keberadaan mereka?”Limbur Kancana dan Ganawirya sontak terkejut, kembali saling berpandangan.“Saat bangkitnya kujang emas, aku merasakan kehadiran mereka di beberapa wilayah. Meski begitu, mencari keberadaan mereka tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kita akan mencari mereka dengan petunjuk yang aku dapat semalam. Kemungkinan besar mereka melihat tiang cahaya yang muncul di langit malam tadi sebagai tanda jika kau sudah hadir di tengah rimba persilatan di tanah Pasundan,” ungkap Limbur Kancana.“Ketiga pendekar itu adalah rekan si aki-aki bau dan memiliki terkaitan erat di pusaka kujang emas. Kau akan berlatih di bawah bimbingan mereka, Lingga. Dan selama dalam perjalanan, kita akan merahasiakan siapa dirimu sebenarnya pada orang-orang.”“Baik, Paman. Jadi kapan kita akan pergi mencari mereka?” tanya Lingga.“Pertengahan hari nanti.” Limbur Kancana menoleh pada Ganawir

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pendekar Kujang Emas   164. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga tengah berbaring di sebuah batu panjang dengan kaki yang sengaja dimasukkan ke dalam aliran air. Pemuda itu terpejam, menikmati semilir angin, cicit burung dan gigitan ikan kecil di kakinya. Suasana tempat ini begitu menenangkan hingga membuatnya menguap beberapa kali. Lingga kembali membuka mata. Pemuda itu duduk dengan tangan yang mengucek mata beberapa kali. Ia tercenung ketika melihat Limbur Kancana dan Ganawirya tengah berbincang. Sayangnya, dari tempatnya saat ini, ia tidak mendengar apa pun. Lingga berdiri, lantas mendekat untuk mencuri dengar. Namun, Limbur Kancana dan Ganawirya seketika menghentikan obrolan. Lingga beralih ke depan. Ia bisa melihat rombongan warga dan ternak-ternak mereka sedanga berjalan di sisi sungai. “Ke mana mereka akan pergi, Paman?” “Mereka akan pergi ke tempat yang lebih aman,” jawab Ganawirya, “aku sudah memberi mereka perbekalan selama mereka dalam perjalanan. Hutan ini dan wilayah sekitarnya sudah tidak aman lagi untuk ditempati.” Limbur

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pendekar Kujang Emas   165. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Limbur Kancana dan Ganawirya sontak terkejut ketika mendengar Sekar Sari menanyakan keberadaan Lingga, begitupun dengan Lingga yang saat ini tengah bersembunyi di balik pohon.Sekar Sari mengamati keadaan sekeliling bersamaan dengan tubuhnya yang memutar. Gadis itu dengan jelas melihat keberadaan Lingga di dekat Limbur Kancana dan Ganawirya beberapa waktu lalu. Akan tetapi, keberadaan pemuda itu seakan ditelan bumi. Ia tidak bisa bisa melihat maupun merasakan hawa keberadaannya.“Di mana Lingga, Guru, Kakang Guru?” tanya Sekar Sari untuk kedua kalinya.Limbur Kancana mengamati Sekar Sari lekat-lekat, berjalan mendekat, kemudian menyentuh kening gadis itu untuk menghilangkan ingatannya mengenai Lingga kembali.Sekar Sari terhenyak sesaat, mengerjap-ngerjap mata, mengawasi keadaan sekitar untuk kesekian kali. Gadis itu menatap Ganawirya dan sosok asing di depannya. Ketika tatapannya tak sengaja melihat tulisan di ujung selendang, sebuah lapisan yang menjerat ingatannya tiba-tiba terlepa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Pendekar Kujang Emas   166. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga menggaruk rambut yang tak gatal, mendekat ke arah Sekar Sari. “Aku ingin mengucapkan terima kasih karena kau sudah banyak membantuku, Nyai.” Sekar Sari menoleh pada Lingga, kemudian memutar bola mata. Kedua tangannya dengan cepat menyilang di depan dada. Lingga diam sesaat, berusaha menyadari kesalahan dari ucapannya. “Maksudku, aku berterima kasih padamu, Sekar Sari. Kau sudah membantuku saat para murid berusaha mencelakaiku. Aku juga berterima kasih karena kau sudah berusaha menjelaskan mengenai keadaanku sesungguhnya pada murid-murid lain. Selain itu, bantuan dan pengorbananmu akan selalu aku ingat. Aku berhutang budi padamu.” Sekar Sari tersenyum tipis, menoleh ke sisi lain karena wajahnya tiba-tiba saja memanas. “A-aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Hanya itu. Ja-jangan berpikir berlebihan.” “Sekar Sari,” panggil Limbur Kancana, “dari mana kau mendapat bibit tanaman yang dapat tumbuh untuk mejerat lawan.” “Bibit tanaman?” Sekar Sari seketika mengambil kant

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status