PULAU PADANG PELUH adalah pulau yang tandus dari sekian banyak gugusan pulau di wilayah laut utara. Tak ada pohon di sana, kecuali jenis rumput yang tumbuh di beberapa tempat saja. Pulau Padang Peluh mempunyai banyak gugusan batu dan cadas. Luas Pulau itu lebih kecil dari luas Pulau Mayat. Gundukan-gundukan batu atau cadas ada di mana-mana. Salah satu gundukan cadas ada yang membukit. Bagian atasnya datar, walau ada pula gugusan batu yang bertonjolan seperti pohon bersemak-semak, tapi jarak satu gugusan dengan lainnya cukup jauh. Yang paling rapat adalah dua gugusan berjarak tiga langkah, tingginya melebihi tubuh manusia dewasa.
Di pulau itulah dulu Baraka menemukan wanita cantik yang terkapar dan butuh pertolongan. Wanita cantik itu adalah Dayang Selatan, yang merupakan jelmaan dari wujud tua renta si Mawar Hitam, tokoh sesat dari Pulau Hantu. Dan di pulau itulah, Pendekar Kera Sakti bertarung melawan pengawal pribadi Siluman Selaksa Nyawa yang kembar rupa itu, yakni Doma da
Wussh...!Pendekar Kera Sakti tahu lawannya ada di sebelah kiri, jaraknya tak sampai empat tindak karena ia menyerang dengan senjata. Setidaknya tongkat El Maut yang punya jarak tak lebih dari tiga langkah. Maka dengan cepat Pendekar Kera Sakti menggunakan pukulan 'Sekat Nadi' jarak jauh yang dapat menotok jalan darah lawan di bagian mata kakinya. Jari tangan Pendekar Kera Sakti disentilkan beberapa kali dan pukulan 'Sekat Nadi' jarak jauh meluncur cepat bertubi-tubi setinggi tak lebih dari satu jengkal di atas permukaan tanah.Tabb tab tab tab tab... dub!Kena!Pendekar Kera Sakti merasakan pukulannya mengenai mata kaki lawan. Lalu ia membuka matanya dan ternyata wujud yang menghilang dari pandangannya tadi sudah berada di depannya dalam nyata. Berdiri dengan kerudung hitam dari kepala hingga kakinya, menggenggam tongkat panjang berujung sabit sedikit lengkung. Itulah senjata pusaka El Maut.Orang berwajah putih dengan bibir biru dan mata memandan
"Aku mengagumi jurus itu, karena... karena...," suaranya makin pelan, kepalanya makin terkulai tunduk. Matanya terpejam pelan-pelan, sementara punggungnya tetap bersandar pada batu di belakangnya. Baraka jadi kerutkan dahi kuat-kuat."Matikah dia...!" pikir Pendekar Kera Sakti dengan merasa aneh. Terdengar suara dengkur yang samar-samar dari mulut yang masih tetap terkatup rapat itu. Baraka makin terkesiap melihat lawannya tertidur. Lalu, segera ia teriakkan suara menyentak penuh kejengkelan hati, "Bwana Sekarat!""Hai...!" sahut lawannya yang tertidur dengan suara malas-malasan."Lepaskan topengmu!" sentak Baraka. Ada rasa sesal yang menjengkelkan setelah tahu orang itu adalah Ki Bwana Sekarat yang menyamar sebagai Siluman Selaksa Nyawa.Dalam, keadaan tertidur, Ki Bwana Sekarat melepaskan topengnya sesuai perintah Baraka. Wajahnya terlihat jelas sebagai wajah Ki Bwana Sekarat yang termasuk orang konyol menurut pandangan Baraka. Orang itu bahkan tetap te
Buggh...! Srappp...!Rasa panas menyerang tubuh seketika. Baraka berguling ke belakang dan mencoba mengatasi rasa sakitnya itu dengan menahan napas. Matanya menatap ke sana-sini dengan liar. Tak ada bentuk manusia penyerang yang dilihatnya. Tak ada gerakan yang dapat dirasakan mendekat. Pendekar Kera Sakti terpaksa pejamkan mata untuk tingkatkan kepekaan inderanya. Tapi, baru saja ia pejamkan mata, tiba-tiba, crasss...!Dadanya bagai dirobek oleh benda tajam yang tak terlihat bentuknya. Baraka berdarah, ia terpental ke belakang, dan cepat berguling sambil seringaikan wajah menahan sakit. Luka itu cukup dalam dan panjang, mengucurkan darah segar yang membasahi rompinya.Tiga pukulan tenaga dalam dilepaskan Baraka ketiga arah.Wuttt... wuttt... wuttt...!Tapi tak satu pun ada yang mengenai sasaran selain batu-batu tak bersalah. Bahkan ia tiba-tiba terkena luka di ujung pangkal pundaknya. Luka tebasan yang menyerempet tipis itu timbulkan darah kembali
Clappp...!Ia menghilang dari pandangan siapa saja. Baraka ingin mengejarnya, tapi suara Cendana Wilis terdengar, "Gusti Manggala...! Jangan kejar dia! Sebaiknya kembali ke Pulau Mayat! Gusti Betari Ayu datang, ingin bicara!""Katakan pada Nyai Betari Ayu, aku sedang mengejar Siluman Selaksa Nyawa!""Tapi, Gusti Manggala... tunggu dulu...!"Clappp...!Pendekar Kera Sakti menghilang setelah mengusap keningnya dengan tangan kiri. Ia mengejar lawannya yang melarikan diri ke alam gaib. Mereka hanya bisa terbengong dan saling membisu seketika.Ki Bwana Sekarat segera berkata, "Sudahlah! Biar dia mengejar orang sesat itu! Sebaiknya aku yang mewakili Gusti Manggala untuk menemui Nyai Betari Ayu...!"Ki Bwana Sekarat melangkah. Tapi kepalanya terkulai kembali dan suara dengkur tipis terdengar, ia tidur sambil menuju ke kapal.-o0o-PAKAIAN kuning gading membuat wajah cantiknya menjadi lebih anggun lagi. Dengan ramb
"Monyet busuk!" caci Barong Geni. "Rupanya kau telah menotok jalan darahku di bagian kedua tangan ini dengan kekuatan senyumanmu, hah! Kau telah kuasai ilmu 'Sungging Betari' dari Begawan Sangga Mega itu! Baik! Aku tak mudah menyerah, Intan Selaksa! Kutunjukkan padamu bahwa aku pun tetap mampu melawanmu walaupun kau menguasai ilmu 'Sungging Betari'! Hiaaah...!"Barong Geni sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya pun melesat terbang dengan berkelebat menendang kepala Intan Selaksa.Wusss...!Intan Selaksa menangkis tendangan itu dengan sentilan dua jarinya.Tass...!Kaki itu bukan hanya tertahan, namun juga terlempar ke arah lain dengan satu sentakan kuat.Bregggh...!Barong Geni jatuh dengan tangan tetap kaku pada posisi semula, yang kiri di depan dada, yang kanan di atas kepala. Intan Selaksa cepat menjauhkan diri dengan satu lompatan ringan ke arah samping. Senyumnya semakin mekar melecehkan jatuhnya Barong Geni. Yang merasa dileceh
"Tidak. Ini urusan perguruan, Gincu Mayat! Kau tak bisa ikut campur! Biarlah aku yang hadapi kebo busuk itu!""Intan, aku pernah kau tolong dari maut, sekarang aku pun perlu menolongmu dari maut, supaya impas sudah hutangku padamu!""Anggap saja kau telah melunaskan hutangmu padaku dengan mengalihkan jurusnya tadi! Sekarang tiba giliranku untuk menggempurnya!"Tapi Gincu Mayat berkeras hati dan segera menyingkirkan tubuh Intan Selaksa dari depannya. Gincu Mayat maju beberapa tindak untuk menghadapi Barong Geni. Tangan Barong Geni yang kanan masih di atas kepala, dan yang kiri masih di depan dada. Ke mana pun ia melangkahkan kaki, dan dalam keadaan bagaimanapun, tangan itu tetap saja kaku begitu. Hal itu dijadikan bahan ejekan oleh Gincu Mayat."Kau ini seorang penari ronggeng atau seorang pendekar, Barong Geni! Atau jangan-jangan kau pemain topeng monyet, yang selalu berjalan ke mana-mana dengan tangan begitu! Hi hi hi...!""Tutup mulutmu, Perempua
"Aku mencari tempat untuk menyerangmu!" Jawab Barong Geni. Pada saat Barong Geni bicara begitu sambil melayangkan pandang kepada Intan Selaksa, tiba-tiba Gincu Mayat melepaskan pukulan tenaga dalam yang keluarnya dari jari tengah tangan kanan.Zuuttt...! Hijau warna sinar yang keluar itu, dan telak menghantam punggung Barong Geni.Zrappp...!"Aahg...!" Barong Geni mendelik dengan wajah menegang karena kaget dan tubuhnya melengkung ke depan, ia mulai merasakan panas di telapak kakinya, lalu menjalar panas di betisnya dan terus bergerak sampai di lututnya. Cepat-cepat Barong Geni menekan napasnya kuat-kuat. Tubuhnya sampai gemetar karena kerahkan tenaga dalam berhawa dingin untuk melawan hawa panas yang akan membakar dirinya."Gggrrr...!" Barong Geni mengerang dengan kaki makin merenggang rendah dan tangannya gemetaran. Peluh pun keluar dari tiap pori-pori tubuhnya. Matanya berusaha memandang sekelilingnya untuk hindari serangan tiba-tiba dari kedua perempu
"Tua bangka! Tak perlu kau banyak bicara lagi, terimalah jurus pedang pembukaku ini! Hiaaat...!"Wutt, wuttt...!Pedang berkelebat dua kali, lalu kaki Panji Tampan disentakkan ke tanah dan melesat terbang tubuhnya ke arah Barong Geni. Pedangnya diarahkan lurus bagai hendak menusuk mata Barong Geni. Maka, Barong Geni pun cepat menghindarkan diri ke samping, dan saat itu pula ternyata pedang menebas ke samping.Wungngng...!Begitu cepat, begitu rapat hampir menyentuh telinga Barong Geni, sehingga angin pedang itu menimbulkan dengung yang memekakkan telinga. Barong Geni menggulingkan badan, kemudian kakinya menyentak ke atas dengan penuh gelombang tenaga dalam yang dilepaskan lewat telapak kaki itu.Wusssh...! Crasss...!Pedang Panji menebas mengenai sinar putih yang melesat dari telapak kaki itu. Benturan sinar pedang timbulkan letupan api yang memercik ke kaki Barong Geni sendiri. Kaki itu kepanasan dan Barong Geni cepat singkirkan kakinya da
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p