"Monyet busuk!" caci Barong Geni. "Rupanya kau telah menotok jalan darahku di bagian kedua tangan ini dengan kekuatan senyumanmu, hah! Kau telah kuasai ilmu 'Sungging Betari' dari Begawan Sangga Mega itu! Baik! Aku tak mudah menyerah, Intan Selaksa! Kutunjukkan padamu bahwa aku pun tetap mampu melawanmu walaupun kau menguasai ilmu 'Sungging Betari'! Hiaaah...!"
Barong Geni sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya pun melesat terbang dengan berkelebat menendang kepala Intan Selaksa.
Wusss...!
Intan Selaksa menangkis tendangan itu dengan sentilan dua jarinya.
Tass...!
Kaki itu bukan hanya tertahan, namun juga terlempar ke arah lain dengan satu sentakan kuat.
Bregggh...!
Barong Geni jatuh dengan tangan tetap kaku pada posisi semula, yang kiri di depan dada, yang kanan di atas kepala. Intan Selaksa cepat menjauhkan diri dengan satu lompatan ringan ke arah samping. Senyumnya semakin mekar melecehkan jatuhnya Barong Geni. Yang merasa dileceh
"Tidak. Ini urusan perguruan, Gincu Mayat! Kau tak bisa ikut campur! Biarlah aku yang hadapi kebo busuk itu!""Intan, aku pernah kau tolong dari maut, sekarang aku pun perlu menolongmu dari maut, supaya impas sudah hutangku padamu!""Anggap saja kau telah melunaskan hutangmu padaku dengan mengalihkan jurusnya tadi! Sekarang tiba giliranku untuk menggempurnya!"Tapi Gincu Mayat berkeras hati dan segera menyingkirkan tubuh Intan Selaksa dari depannya. Gincu Mayat maju beberapa tindak untuk menghadapi Barong Geni. Tangan Barong Geni yang kanan masih di atas kepala, dan yang kiri masih di depan dada. Ke mana pun ia melangkahkan kaki, dan dalam keadaan bagaimanapun, tangan itu tetap saja kaku begitu. Hal itu dijadikan bahan ejekan oleh Gincu Mayat."Kau ini seorang penari ronggeng atau seorang pendekar, Barong Geni! Atau jangan-jangan kau pemain topeng monyet, yang selalu berjalan ke mana-mana dengan tangan begitu! Hi hi hi...!""Tutup mulutmu, Perempua
"Aku mencari tempat untuk menyerangmu!" Jawab Barong Geni. Pada saat Barong Geni bicara begitu sambil melayangkan pandang kepada Intan Selaksa, tiba-tiba Gincu Mayat melepaskan pukulan tenaga dalam yang keluarnya dari jari tengah tangan kanan.Zuuttt...! Hijau warna sinar yang keluar itu, dan telak menghantam punggung Barong Geni.Zrappp...!"Aahg...!" Barong Geni mendelik dengan wajah menegang karena kaget dan tubuhnya melengkung ke depan, ia mulai merasakan panas di telapak kakinya, lalu menjalar panas di betisnya dan terus bergerak sampai di lututnya. Cepat-cepat Barong Geni menekan napasnya kuat-kuat. Tubuhnya sampai gemetar karena kerahkan tenaga dalam berhawa dingin untuk melawan hawa panas yang akan membakar dirinya."Gggrrr...!" Barong Geni mengerang dengan kaki makin merenggang rendah dan tangannya gemetaran. Peluh pun keluar dari tiap pori-pori tubuhnya. Matanya berusaha memandang sekelilingnya untuk hindari serangan tiba-tiba dari kedua perempu
"Tua bangka! Tak perlu kau banyak bicara lagi, terimalah jurus pedang pembukaku ini! Hiaaat...!"Wutt, wuttt...!Pedang berkelebat dua kali, lalu kaki Panji Tampan disentakkan ke tanah dan melesat terbang tubuhnya ke arah Barong Geni. Pedangnya diarahkan lurus bagai hendak menusuk mata Barong Geni. Maka, Barong Geni pun cepat menghindarkan diri ke samping, dan saat itu pula ternyata pedang menebas ke samping.Wungngng...!Begitu cepat, begitu rapat hampir menyentuh telinga Barong Geni, sehingga angin pedang itu menimbulkan dengung yang memekakkan telinga. Barong Geni menggulingkan badan, kemudian kakinya menyentak ke atas dengan penuh gelombang tenaga dalam yang dilepaskan lewat telapak kaki itu.Wusssh...! Crasss...!Pedang Panji menebas mengenai sinar putih yang melesat dari telapak kaki itu. Benturan sinar pedang timbulkan letupan api yang memercik ke kaki Barong Geni sendiri. Kaki itu kepanasan dan Barong Geni cepat singkirkan kakinya da
"Jadi kau tak bisa kalahkan Intan Selaksa!""Bukan tak bisa, Dewi! Aku terpaksa melarikan diri karena Gincu Mayat ikut campur dalam urusan ini!""Gincu Mayat...!" Dewi Kelambu Darah agak terkesiap matanya, lalu menyipit benci. "Berani-beraninya dia ikut campur urusanmu? Apakah dia tak tahu bahwa kau calon suamiku?""Dia tahu persis! Bahkan dia tahu bahwa aku datang ke Kuil Swanalingga untuk mencari Pedang Guntur Biru! Mulutnya itu yang membuat Intan Selaksa jadi tahu tujuanku sebenarnya!"Menggeram mulut Dewi Kelambu Darah sambil geletakkan giginya, ia mengencangkan genggaman tangannya. Lalu ia bertanya, "Jadi, bagaimana dengan pedang pusaka itu? Kau belum berhasil mendapatkannya!""Untuk sekarang memang belum," jawab Barong Geni. "Tapi untuk waktu mendatang, Pedang Guntur Biru pasti akan kudapatkan dan kupersembahkan padamu, Kelambu Darah!""Ingat, kalau kau tak cepat memberikan pedang pusaka itu, berarti masa bulan madu kita tertunda lagi!
Dewi Kelambu Darah tertawa terkikik setelah Barong Geni pergi. Dalam hatinya, Kelambu Darah ucapkan kata, "Manusia bodoh! Sekalipun dia dapatkan pedang pusaka itu, siapa yang mau menjadi suaminya! Puih...! Tak sudi aku bergelut di atas ranjang dengannya! Menjijikkan! Tapi, untuk sementara ini aku harus mendorong semangatnya dan menjaganya dari belakang! Kuperlukan tenaganya untuk mencuri pedang pusaka itu! Siapa pun akan tahu jika terjadi heboh nanti, bahwa pusaka Pedang Guntur Biru dicuri oleh murid murtadnya Begawan Sangga Mega! Dunia akan mengecam dia! Dia akan diburu oleh banyak orang, sementara aku bisa melarikan diri dan tenggelam untuk beberapa saat! Setelah itu aku akan muncul sebagai ratu yang punya banyak rakyat, karena mereka tak ada yang tahu bahwa akulah otak pencurian pusaka Pedang Guntur Biru itu! Hi hi hi...!"Dewi Kelambu Darah cepat mengikuti kepergian Barong Geni. Tak disadarinya, Panji Tampan yang belum mati hanya dalam keadaan parah itu, telah mendengar s
Tetapi kali ini Intan Selaksa punya rasa atas pembelaan diri Gincu Mayat terhadap dirinya. Jika waktu tadi Gincu Mayat tak muncul, mungkin Intan Selaksa sudah tak bernyawa lagi dihantam habis oleh Barong Geni, orang yang sering menghalalkan cara demi mencapai kebutuhan pribadinya. Intan Selaksa merasa sangat beruntung dengan kedatangan Gincu Mayat itu.Bahkan setelah ia sembuhkan luka-lukanya dengan ramuan peninggalan mendiang gurunya, Intan Selaksa ucapkan kata kepada Gincu Mayat, "Pertolonganmu sangat berharga bagiku, karena tepat pada waktunya. Aku tak tahu harus membalas dengan cara bagaimana untuk menghargai pertolonganmu, Gincu Mayat!""Sudah kubilang tadi, aku hanya membalas hutangku kepadamu! Dengan begini, kita impas. Kita tak punya hutang nyawa lagi!""Kau begitu baik padaku, Gincu Mayat! Di tengah sepiku menunggu saat kepergianku tiba sebagai penjaga kuil ini, hanya kau teman yang sering mengisi kesunyian hati ini!""Mengapa tak cari teman pria
"Hi hi hi...! Kau memang murid yang patuh, Intan Selaksa, tapi kau juga murid yang bodoh! Kepatuhanmu itu memang berharga jika gurumu masih hidup. Tapi sekarang gurumu sudah wafat, kepatuhan itu tak perlu ada lagi! Justru gurumu itu sangat berharap kau bisa mengambil gagasan sendiri untuk bertindak tanpa diri beliau!""Gagasan...!" Intan Selaksa makin kerutkan dahi."Ya. Setiap orang berhak punya gagasan sendiri dalam bertindak!"Tiba-tiba Gincu Mayat sentakkan tangannya, mendorong tubuh Intan Selaksa dengan kuat. Intan Selaksa jatuh terjungkal ke tanah. Gincu Mayat berkelebat lompat ke kiri sambil tangannya menyambar sesuatu yang melayang cepat bagaikan anak panah.Wussst...! Tap...!"Hei, kenapa kau mendorongku sekasar itu, Gincu Mayat!" sentak Intan Selaksa. Gincu Mayat tidak menjawab. Matanya tajam memandang sekeliling halaman kuil, terutama di atas tembok pagar berbatu hitam itu.Kejap berikut, Gincu Mayat segera dekati Intan Selaksa da
Jika benar Sambar Jantung yang bikin ulah seperti ini, lantas apa maksudnya? Apa pula maksud Sambar Jantung dua kali melepaskan pisau beracun untuk membunuh Intan? Atau, jangan-jangan yang jadi sasaran adalah Gincu Mayat? Bukan Intan Selaksa? Rasa-rasanya sangat aneh sekali dan tak mudah dipercaya bahwa Eyang Sambar Jantung bermaksud membunuh Intan Selaksa. Rasa-rasanya tak pernah ada kesalahan yang dibuat Intan terhadap Sambar Jantung.Hembusan angin badai masih terasa kuat dan semakin besar saja. Di luar pagar kuil, jauh di sebelah barat sana, terdengar sebuah pohon yang tumbang dengan menimbulkan dentuman yang mengguncangkan tanah.Daun-daun kering yang gugur dari pohon hangus seketika itu sudah beterbangan keluar dari pagar kuil yang tingginya mencapai tiga atau empat tombak, dengan ketebalannya mencapai tiga jengkal atau setengah ukuran tombak.Bahkan sekarang angin badai aneh itu menghadirkan bintik-bintik putih seperti tepung. Bintik-bintik putih itu mene
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l