"Hei! Siapa kau?" teriak Baraka. Tapi, si pengejar Mahisa Birawa yang sebenarnya adalah lelaki bertopeng baja putih, tak menghiraukan teriakan Baraka, Namun, lamat-lamat Baraka mendengar sebuah bisikan yang disampaikan dengan ilmu pengirim suara jarak jauh.
"Suatu saat nanti, aku pasti akan menemuimu. Ada banyak hal yang ingin kuketahui tentang jati dirimu. Namun, agar kau tak penasaran, kau bisa mengingat ku dengan sebutan Ksatria Topeng Putih."
Mendengar bisikan itu, untuk beberapa lama Baraka terpaku di tempatnya. "Ksatria Topeng Putih....Ksatria Topeng Putih...," desisnya. "Siapa dia? Apakah dia berada di pihakku. Hmmm.... Siapa pun dia, yang pasti dia mempunyai urusan dengan Mahisa Birawa. Mudah-mudahan dia bisa menyelamatkan Katak Wasiat Dewa agar tidak disalahgunakan oleh Mahisa Birawa...."
Baraka menatap sang mentari yang telah naik sejengkal dari garis cakrawala timur. Teringat akan persoalan pelik yang dihadapinya, Jalan pikirannya jadi buntu
"Batu mustika?" ujar Baraka, semakin tak mengerti. "Aku tidak membawa batu mustika! Aku memegangi perutku karena aku merasa lapar....""Jahanam!" geram Iblis Perenggut Roh. "Kau pasti menyimpan batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' karena kau terus menyebut-nyebut nama batu milik Raja Penyasar Sukma itu!"Mendengar tuduhan Dua Iblis dari Gunung Batur yang datang silih berganti, lama-kelamaan Baraka jadi tahu duduk persoalannya. "Hmmm.... Aku tahu sekarang...," katanya dalam hati. "Kedua kakek itu menyangka aku membawa sebuah batu mustika bernama 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' milik seseorang yang berjuluk Raja Penyasar Sukma. Jadi..., kiranya kata sandi dari Mahisa Birawa itu berupa nama sebuah batu mustika...."Mendadak, Baraka bersorak girang. Setitik jalan terang untuk memecahkan sandi 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' sudah dapat ditemukannya tanpa sengaja."Terima kasih, Kek.... Terima kasih, Kek...," ujar Baraka seraya membungkuk horm
"Mahisa Birawa keparat...!" dengus Ksatria Topeng Putih."Ha ha ha...!" tawa gelak pemuda berpakaian serba merah yang memang Mahisa Birawa atau Iblis Seribu Wajah. "Bentuk tubuhmu bagus, bahan pakaianmu pun cukup enak dipandang mata, tapi aku tak tahu kenapa wajahmu kau tutup dengan topeng. Siapa kau? Apa hubunganmu dengan pemuda bernama Pendekar Kera Sakti itu? Kenapa kau mengejarku?"Mahisa Birawa mengeluarkan rentetan kalimat panjang. Telapak tangan kanannya tak henti mengelus katak raksasa yang tengah didudukinya. Sementara, satwa setinggi sepuluh tombak lebih itu senantiasa membuka mulut. Lidahnya yang berwarna merah berkilat tampak melelet-lelet."Aku mengejarmu karena ada banyak urusan yang harus kuselesaikan denganmu!" seru Ksatria Topeng Putih."Kau belum sepenuhnya menjawab pertanyaanku, Lelaki Bertopeng!" sahut Iblis Seribu Wajah. "Siapa kau? Apa hubunganmu dengan Pendekar Kera Sakti, sehingga kau bersusah payah mengejarku sampai ke Bukit Prata
"Aku belum kalah!" seru Ksatria Topeng Putih lagi bibirnya tetap tak bergerak."Hmmm.... Kau memang keras kepala, Ksatria Se....""Aku belum kalah!" Ksatria Topeng Putih berseru kembali, memotong kalimat Mahisa Birawa."Aku tak mau membuang tenaga percuma! Membunuh orang yang sudah luka parah sepertimu, aku tak memperoleh keuntungan apa-apa!" ujar Iblis Seribu Wajah, jumawa. "Untuk meladeni kekerasan kepalamu, kau hadapi saja Lidah Maut satwa tunggangan ku ini!" Usai berkata, Iblis Seribu Wajah menepuk leher Gamabunta."Khrokkk...! Khrokkk...!"Katak raksasa berkulit kasar seperti tonjolan batu itu membuka mulutnya lebar-lebar. Timbul tiupan angin kencang. Beberapa bongkah batu besar jatuh menggelinding ke kaki bukit. Sementara, gumpalan tanah bercampur kerikil dan patahan ranting pohon jati tampak beterbangan hendak menghajar tubuh Ksatria Topeng Putih!"Aku belum kalah!"Ksatria Topeng Putih mengulang lagi kalimatnya. Dia tak berbua
Sesaat, Baraka mendelikkan mata melihat serangan Dua Iblis dari Gunung Batur yang teramat ganas dan penuh nafsu membunuh. Pandangan Baraka jadi kabur akibat rasa pening di kepalanya. Bau anyir darah telah memenuhi tempatnya berdiri. Namun, percuma saja Baraka digembleng keras oleh Raja Kera Putih di Lembah Kera. Andai dia tak dapat meredam serangan Dua iblis dari Gunung Batur itu. Ketika tiga telapak tangan yang mengandung hawa kematian hampir mengenai sasaran, Baraka mengibaskan telapak tangan kirinya. Timbul serangkum angin pukulan yang cukup hebat walau Baraka cuma mengerahkan sepertiga bagian tenaga dalamnya. Kibasan telapak tangan kiri pemuda bernama Pendekar Kera Sakti itu bukan saja mampu mengusir bau anyir darah yang menebar dari telapak tangan Dua Iblis dari Gunung Batur, bahkan mampu menahan lesatan tubuh dua tokoh sesat itu.Dan pada saat tubuh Dua Iblis dari Gunung Batur masih tertahan di udara, Pendekar Kera Sakti membungkuk seraya melakukan gerakan 'Kera Memilah
"Hmmm..... Jadi, karena itulah kau menuduh aku telah mencuri batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air'?"Iblis Pencabut Jiwa tak menjawab. Dia Cuma menatap wajah Baraka. Tapi, Baraka sudah dapat nenangkap arti dari tatapan kakek gemuk bulat itu."Ketahuilah, Kakek Gendut, aku tidak pernah mencuri benda yang kau sebutkan itu," ujar Pendekar Kera Sakti kemudian. "Aku mengucap 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' karena kata-kata itu adalah kata sandi pemberian Iblis Seribu Wajah. Tokoh jahat itu telah menyandera seorang sahabatku. Dan, aku harus dapat memecahkan kata sandi itu agar aku dapat memberi pertolongan...."Baraka berkata dengan sejujurnya. Nada ucapannya jelas menyiratkan bahwa dia sudah tak punya sakit hati lagi kepada Iblis Pencabut Jiwa. Sementara, Iblis Pencabut Jiwa yang mendengar Baraka menyebut nama Iblis Seribu Wajah cuma diam saja. Padahal, dia punya hubungan dengan kakek yang pandai merubah wajah dan bentuk tubuhnya itu."Sekarang, k
"Pergilah! Gendong tubuh saudara seperguruanmu itu!" seru Pendekar Kera Sakti. "Ingat kata-kataku ini! Jika ternyata apa yang kau katakan tadi hanya suatu kebohongan, tak segan-segan aku meremukkan seluruh tulang-belulang mu!"Baraka mengancam penuh kesungguhan. Iblis Pencabut Jiwa yang benar-benar sudah jera dan ngeri bergegas menghampiri tubuh Iblis Perenggut Roh yang masih tergeletak pingsan di tanah. Tanpa menoleh-noleh lagi. Iblis Pencabut Jiwa membopong tubuh adik seperguruannya seraya lari terbirit-birit.Sementara, Pendekar Kera Sakti menatap kepergian kakek gemuk bulat itu sambil senyum kalem."Aku harus segera mendapatkan batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air'...," tekad Baraka."Aku harus segera mendapatkannya! Tapi..., aku tak tahu batu mustika itu dibawa siapa?"Pendekar Kera Sakti menggaruk kepalanya yang tak gatal. Perutnya yang lapar memperdengarkan suara berkeruyukan. Tapi, Pendekar Kera Sakti tak mau ambil peduli. Dia ter
Dan, Iblis Seribu Wajah pun benar-benar tertipu. Dia menyangka bila benda yang masuk ke perut Gamabunta adalah tubuh Ksatria Topeng Putih. Karena takut terjadi apa-apa, Iblis Seribu Wajah lalu memerintahkan Gamabunta untuk mengerahkan tenaga 'Mengolah Api Guncangkan Bumi'. Tentu saja ranting pohon jati terbakar hangus oleh gumpalan api yang tersimpan di dalam perut Gamabunta. Dan, Iblis Seribu Wajah pun menyangka Ksatria Topeng Putih benar-benar telah dijemput ajal. Iblis Seribu Wajah itu tidak tahu bila Ksatria Topeng Putih tengah bersembunyi di balik bongkahan batu besar dan sedang menunggu kesempatan untuk dapat melaksanakan rencana yang telah disusunnya."Melihat sikap durjana laknat itu, agaknya dia sedang menanti kehadiran seseorang yang amat diseganinya," kata hati Ksatria Topeng Putih, terus memperhatikan Iblis Seribu Wajah yang masih duduk di leher sang katak raksasa Gamabunta.Sementara itu, Iblis Seribu Wajah tengah digeluti perasaan tegang. Berkali-kali dia
"Aku tahu Banyak Langkir adalah seorang tokoh yang amat licik dan kejam. Amat berbahaya apabila dia menguasai ilmu 'Raja Tiwikrama' dengan sempurna...," gumam Ksatria Topeng Putih. "Aku harus mencegahnya! Aku harus dapat merampas Katak Wasiat Dewa! Soal Pedang Naga Kresna biarlah nanti kuurus di lain waktu. Tentang cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa' biar Ratu Perut Bumi sendiri yang mengurusnya....""Ayo, tunggu apa lagi!” seru Raja Penyasar Sukma, semakin tak sabaran."Hmmm.... Soal menyerahkan Katak Wasiat Dewa adalah suatu hal yang amat mudah...," sahut Iblis Seribu Wajah. "Tapi, dapatkah kau memegang kata-kata yang kau ucapkan dulu, Ba... eh, Raja Penyasar Sukma?""Kata-kataku yang mana, heh!” bentak Raja Penyasar Sukma. "Apa kau lupa bila Gamabunta yang kau tunggangi itu adalah milikku yang kini telah kuserahkan dan ku jinakkan untukmu?""Ya! Ya, aku tetap ingat bila katak raksasa yang maha hebat ini adalah pe